Share

101. Berkencan

Penulis: Santi_Sunz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setibanya di sana, Helga meletakkan tasnya yang bermerk mahal itu di meja dengan gerakannya yang anggun. “Hai, Kian. Maaf sudah membuatmu menunggu lama.”

“Tidak juga.”

Helga duduk sambil membenahi blazer-nya. Rambutnya panjang dengan ikal di bagian bawahnya. Riasan wajahnya begitu pas, tidak terlalu berlebihan. Aroma parfumnya benar-benar sensual. Wanita itu amat sangat cantik mempesona.

Mustahil jika Kian tidak memuji wanita itu. Namun, Kian sudah tidak akan pernah melirik Helga lagi karena hubungan mereka sudah berakhir lama.

Kian memutar-mutar cincin pernikahannya, mengingatkan dirinya sendiri jika ia adalah pria yang sudah beristri. Ia tidak akan melirik wanita lain lagi.

Helga tersenyum manis. “Senang sekali bisa bertemu lagi denganmu. Bagaimana kabarmu, Kian? Apa semuanya baik-baik saja?”

“Aku selalu baik, tidak pernah sebaik ini.”

“Aku percaya. Kamu pasti bahagia sekali deng

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   102. Menemui Reksi

    “Ada apa kamu meneleponku?” tanya Reksi.Laureta menggigit bibirnya. Rasanya baru kali ini ia merasa tidak gugup mengobrol dengan Reksi, tidak seperti biasanya.“Kamu masih marah padaku?”Reksi menghela napas. “Langsung saja. Kamu mau bicara apa?”“Aku ingin bertemu denganmu,” ungkap Laureta.“Untuk apa?”“Ada banyak hal yang harus kita bicarakan. Kamu berutang penjelasan padaku,” tuntut Laureta.“Penjelasan apa lagi?” tanya Reksi yang mana itu sungguh tidak perlu.“Ayolah! Aku tahu kalau kamu sudah selesai senam sekarang. Aku ingin bertemu denganmu di café dekat studio senam. Aku akan pergi sekarang.”“Memangnya kamu baik-baik saja? Kamu kan baru mengalami kecelakaan.”“Kamu masih peduli padaku, terima kasih. Aku tetap akan menemuimu di sana sekarang. Sampai bertemu, Reks.”Laureta

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   103. Perpisahan

    Laureta melebarkan matanya. “Untuk apa aku berbohong padamu?!”“Entahlah, Ta. Kamu hanya menginginkan segalanya menjadi milikmu. Kalau kamu tidak bisa mendapatkan Erwin, maka kamu bisa semudah itu mendapatkan pamannya. Kamu memang hebat, Ta! Aku salut padamu.”Laureta mendecak kesal sambil menaruh sebelah tangannya di dahi. Kepalanya mulai berdenyut-denyut.Lalu ia berkata, “Aku tidak tahu harus menjelaskan padamu dengan kalimat apa lagi. Hati dan pikiranmu sudah dibutakan oleh Erwin. Kamu menuduhku untuk sesuatu hal yang kamu pikirkan sendiri. Kamu sudah tidak mempercayaiku lagi. Ya sudah, sekarang terserah padamu saja. Kalau kamu memang menginginkan Erwin, silakan ambil saja. Aku sudah memperingatkanmu kalau Erwin itu bukan pria yang baik. Jadi, jangan salahkan aku kalau suatu hari nanti, kamu akan menyesali segalanya.”“Aku tidak akan menyesal,” ungkap Reksi penuh keyakinan. “Aku hanya memintamu unt

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   104. Tepi Danau

    Udara hari itu cukup cerah, meski ada sebagian awan gelap di arah timur. Pepohonan yang rimbun membuat udara terasa sejuk. Suara gemerisik dedaunan yang diterpa angin sepoy-sepoy begitu lembut, menenangkan hati.Riak air di danau terkena cahaya matahari, membuatnya tampak seperti ribuan berlian yang bercahaya. Samar-samar Kian mendengar suara burung yang bersembunyi di balik pohon.Kian dan Helga berjalan menelusuri pinggir danau sambil bergandengan tangan. Kian tahu jika apa yang ia lakukan ini adalah sebuah kesalahan. Tak seharusnya ia pergi berdua dengan mantannya itu.Namun, tak dapat ia pungkiri jika berjalan berdua dengan Helga seperti membuat rasa rindunya terobati. Ia dan Helga pernah mengukir kenangan manis di tempat ini. Kian tak akan berbohong jika danau ini adalah salah satu tempat favoritnya.Mereka berjalan di atas jembatan, lalu Helga berhenti di sana untuk memperhatikan riak air yang membuatnya tampak seperti terhipnotis.“Kamu ingat terakhir kali kita ke tempat ini?”

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   105. Terlambat Sadar

    Kian buru-buru membukakan pintu mobil untuk Helga. Ia sendiri berlari menuju ke pintu satunya lagi dan duduk di balik kemudi. Seluruh tubuhnya basah kuyup. Sama halnya dengan Helga, blouse crop top-nya yang berwarna krem, tampak menempel di tubuhnya yang basah. Belahan dadanya tampak semakin menggiurkan.Kian sulit untuk tidak melihat ke arah sana. Helga menyadari hal tersebut. Senyumnya mengembang. Lalu ia menarik Kian untuk menciumnya lagi. Mereka pun berciuman di dalam mobil, di tengah-tengah hujan yang begitu lebat di luar sana.Sebelah tangan Kian mendarat di belahan dada Helga, merasakan kembali apa yang dulu pernah ia rasakan. Ia meremas bulatan milik Helga, membuat wanita itu mendesah.Helga pun mencium Kian semakin penuh semangat, tak peduli meski mereka sama-sama basah kuyup. Kian menyentuh Helga dengan penuh rasa rindu yang membuatnya buta oleh nafsu. Sudah lama ia tidak meremas milik Helga yang padat dan menggoda.Perlahan tangannya menyusup ke dalam blouse Helga, merasaka

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   106. Sesuatu Yang Tak Terduga

    “Tidak, Helga!” Kian mendorong Helga, agak keras hingga ia terempas ke kasur. Sebenarnya, Kian tidak bermaksud untuk mendorongnya sekeras itu.“Kamu kasar sekali!” teriak Helga. Air matanya menggenang di pelupuk matanya.“Maafkan aku, Helga. A-aku sungguh minta maaf. Aku seharusnya tidak pernah pergi denganmu hari ini. Aku hanya membuatmu kecewa. Aku pun kecewa pada diriku sendiri. Aku sudah menikah dan aku telah mencintai Laura. Aku benar-benar sudah berdosa. Maafkan aku, Helga. Aku harus pergi sekarang.”Kian mengancingkan kemejanya, lalu berbalik untuk segera pergi dari sana.“Kian!” teriak Helga. “Tunggu! Jangan pergi!”Kian berhenti sejenak, lalu ia menoleh pada Helga yang duduk di kasur dengan posisi nyaris telanjang. Kian sungguh merasa amat sangat bersalah.“Aku akan memberitahumu sesuatu tentang Laureta!” seru Helga. Air mata sudah membanjiri wajahnya.Kian menunggu hingga Helga menyelesaikan kalimatnya. Napas Helga tampak terengah-engah karena emosi.“Laureta, istrimu adalah

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   107. Merasa Bersalah

    Otomatis Kian menyentuh dahinya karena rasa sakit di kepalanya yang tiba-tiba menyerangnya.“Kamu kenapa?” Laureta hendak menyentuhnya, tapi mengurungkan niatnya karena sebelumnya Kian menepis tangannya. “Mau aku ambilkan obat? Dokter meresepkan obat penahan sakit untukku kemarin. Untukmu saja. Aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Tunggu sebentar.”Laureta keluar dari walk-in closet, Kian mengikutinya, lalu duduk di meja kerja. Laureta kembali sambil membawa sebutir kaplet dan segelas air minum hangat untuknya.Kian menatap Laureta dan seketika ia kembali dirundung rasa bersalah. Istrinya telah begitu baik padanya, tapi ia malah mengkhianatinya di belakangnya.“Ayo minum ini!” kata Laureta sambil mengangguk.Kian pun menerima obat itu dan meminumnya. Air hangat mengalir, menghangatkan tenggorokannya. Selesai minum obat, Kian langsung memeluk pinggang Laureta yang sedang berdiri di hadapannya.Ia menyandarkan kepalanya di perut Laureta. Kalau ia bisa menangis, ia ingin sekali menangis

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   108. Menjadi Istri Yang Baik

    Di balik senyuman Kian, Laureta merasa seperti ada banyak hal yang tersembunyi. Saat Kian memeluknya tadi, terasa ada beban berat yang sedang diderita Kian, tapi tidak mau ia ungkapkan.Laureta paham. Mungkin menjadi seorang boss dengan segudang pekerjaan itu sangatlah tidak mudah. Kian harus bekerja keras memajukan perusahaan. Belum lagi, ia harus menggaji banyak sekali karyawan. Laureta tidak tahu seperti apa pekerjaan Kian sebenarnya, tapi ia yakin jika Kian pasti sangat kelelahan.Tugasnya adalah menjadi seorang istri yang baik. Jika Kian sedang membutuhkannya, maka ia harus selalu siap. Jika Kian membutuhkan pelukannya, maka Laureta akan memeluknya meski harus sampai berjam-jam sekalipun.Kesedihan yang ia alami hari ini sungguh tak ada artinya jika melihat Kian yang sedih seperti itu. Pertemuannya dengan Reksi benar-benar telah menguras air matanya seharian ini. Belum lagi, ada ibunya yang tinggal di rumahnya.Sebelumnya, ia sendiri yang menyuruh ib

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   109. Menemui Reksi

    “Selamat pagi, Pak,” sapa Clara saat Kian baru saja tiba di kantor.“Pagi, Clara,” balas Kian.Sekretarisnya itu sudah menyiapkan segelas kopi. Kian menduga jika Helga menyuruh Clara untuk selalu menyiapkan kopi Aceh itu untuknya setiap hari.Mengingat tentang kejadian kemarin bersama Helga, Kian merasa sangat bersalah. Tidak ada kata bahagia sama sekali di dalam hatinya. Ia justru menyesal karena telah mengikuti naluri lelakinya untuk melakukan hal-hal yang terlarang.Setidaknya, Kian tidak sampai bersetubuh dengan wanita itu di ranjang hotel. Helga pasti marah sekali padanya. Kian sudah memblokir nomor Helga supaya wanita itu tidak bisa menghubunginya lagi.Sepertinya semua ini terdengar tidak adil untuk Helga karena wanita itu telah memberitahu informasi terpenting tentang Laureta. Pikiran Kian kembali melayang membayangkan Laureta yang pernah bermesraan dengan keponakannya sendiri.“Ada apa, Pak?” tanya Clara karena melihat Kian menggelengkan kepalanya. “Apa ada dokumen yang salah

Bab terbaru

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   EPILOG

    Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   259. Untuk Selamanya

    Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   258. Bertaruh

    Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   257. Acara Pesta

    “Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   256. Meleleh

    Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   255. Pertemuan Pertama

    Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   254. Usaha Kian

    Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   253. Mencari Laureta

    Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   252. Terlambat

    Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian

DMCA.com Protection Status