‘Apa Rara mungkin tahu rahasia yang selama ini Ayana sembunyikan bersama Chelsi? Tentang kontraknya untuk tetap tinggal di rumah ini?’Ayana meremas pakaiannya, merasa gugup bukan main. Berbagai dugaan kini bermunculan di kepalanya, terlebih dengan pikiran buruk yang kini berseliweran di kepalanya. Wajah Rara terlihat begitu serius sekarang dan ia tahu masalah yang akan ia bahas bukan hal sepele.Tetapi kenapa begitu tiba-tiba?Rara tampak menarik napas panjang sebelum menatap Ayana. Tatapannya sama seperti tatapan ibu mertuanya yang tajam, tetapi ekspresinya tidak terlihat sedang menghina Ayana.“Jadi, aku ingin tahu di mana sebenarnya Kak Ayana kenal sama kak Chelsi?” tanya Rara dengan suara pelan. Mereka kini berdiri dibalik tanaman-tanaman hias, bersembunyi dari siapa pun yang mungkin melihat pertemuan keduanya. “Kenapa kak Chelsi bisa sampai percaya sama Kak Ayana dan menjadikan Kakak sebagai istri kedua kak Leon?”Ayana cukup tercengang mendengar pertanyaan beruntun Rara. Chelsi
“Sayang!”Chelsi berlari memeluk Raka dengan wajah sumringah, sementara Raka membuka tangannya lebar-lebar. Keduanya tertawa dan Raka mulai menciumi sisi kepala Chelsi yang melingkarkan erat-erat kedua tangannya di leher laki-laki itu.“Sayang, awas perutmu,” kata Raka, memberi sedikit spasi agar perut Chelsi tidak tertekan.Chelsi seketika mundur dan cengengesan. “Iya, maaf.”“Jangan sampai kehamilan kamu kenapa-napa ya, Sayang.” Raka mengelus perut Chelsi dengan penuh perhatian, kemudian memberi kecupan singkat di sana.“Iya, aku tahu,” balas Chelsi dengan senyum yang tidak pernah pudar. Ia tahu benar kebersamaannya dengan Raka akan selalu membuatnya bersemangat, berbeda dengan suaminya yang membosankan itu.Mereka berdua berpelukan tanpa peduli dengan tatapan orang-orang. Lagi pula, tidak ada yang mengenali mereka dengan masker dan kacamata yang mereka pakai.“Kamu kelihatan cantik banget pakai ini Sayang,” puji Raka, tangannya turun membelai pinggang Chelsi yang dibalut dress sati
“Permisi. Bu Hana?”Ayana dan Hana yang sedang berada di ruang tengah sontak menoleh ke arah pintu. Mereka sedang asyik mengobrolkan sesuatu ketika suara panggilan itu terdengar. Tidak lama, disusul suara ketukan di pintu.“Siapa?” tanya Ayana dengan kening berkerut. Ia dan ibunya saling berpandangan dengan heran.Hana yang juga tidak tahu siapa yang datang berkunjung hanya bisa menggeleng. “Ibu juga tidak tahu Nak, coba biar Ibu cek dulu.”Hana lantas berdiri dari kursi, sementara Ayana duduk di tempatnya dengan ekspresi penasaran. Ia bertanya-tanya siapa yang datang mengunjungi ibunya sore-sore begini?Suara ketukan kembali terdengar, diikuti suara yang terdengar familier di telinga Ayana. Tetapi siapa?Hana membuka pintu dan sesosok pria bersetelan rapi berdiri di sana. Pria itu memakai jas hitam yang tampak mahal, tubuhnya tinggi, rambutnya disisir rapi ke samping, dan wajahnya begitu rupawan. Seulas senyum menawan terbentuk di bibirnya.'Wajahnya terasa familier,' pikir Hana.Han
Ayana cukup terkejut saat Darel mengusap puncak kepalanya. Itu adalah kebiasaan Darel sejak kecil dan mungkin dia spontan melakukannya. Ayana memilih tidak mempermasalahkan hal itu.“Hati-hati. Terima kasih sudah mengantarku Kak,” ucap Ayana sambil tersenyum tipis.Darel mengangguk dengan senyum mengembang. “Sama-sama. Kalau begitu, aku pamit.” Darel melambai singkat sebelum masuk ke mobilnya.Ayana memperhatikan mobil Darel yang melaju pergi untuk sejenak, kemudian melangkah masuk ke halaman rumah.Sementara itu, di belakangnya, Leon yang melihat Ayana mulai memasuki halaman rumah segera menyuruh Pak Ujang untuk mengejar Ayana dengan mobilnya.“Jangan ke garasi Pak, langsung ke halaman,” kata Leon dengan kesal.Pak Ujang yang bingung hanya bisa menurut dan membawa mobilnya mengikuti Ayana sampai ke depan rumah. Suara mobil membuat Ayana menoleh dan ia terkejut saat Leon langsung keluar dari sana.'Kenapa mobil Mas Leon tidak langsung berbelok ke garasi rumah?' Pikir Ayana bingung, te
“Mama, aku pulang!”Chelsi yang baru masuk ke dalam rumah dengan cepat berteriak heboh. Ia melangkah dengan riang menuju ruang tamu dengan paper bag yang memenuhi tangannya.Leon menyusul di belakang dan berjalan mengikuti Chelsi. Ia baru saja menjemput wanita itu di bandara, mengingat waktu liburan Chelsi di Bali telah habis.“Ah, Sayang, akhirnya kamu pulang juga!” kata Rita dengan wajah cerah. Ia berdiri dari sofa dan memeluk ringan menantu kesayangannya itu. “Mama udah kangen banget sama kamu. Selama tiga hari ini, rumah terasa sepi tanpa kamu.”Chelsi langsung memasang wajah sedihnya mendengar hal itu. “Aku jadi merasa bersalah karena harus ninggalin Mama,” ucapnya, dengan lembut mengelus lengan Rita. “Maafin aku ya, Ma. Tapi ini berkaitan sama pekerjaan aku. Mama tahu 'kan itu penting banget buat aku?”Rita mengangguk. “Mama bisa ngerti, tapi kamu jangan sedih begitu dong. Ayo senyum. Menantu kesayangan Mama jangan sampai sedih.”Senyum Chelsi perlahan terbit dan dalam hati ia i
“Mas Leon?”Leon segera mengalihkan pandangan dan berdehem pelan. Entah kenapa ia mendadak merasa gugup karena Ayana menangkapnya tengah memperhatikannya makan.“Mas Leon kenapa di sini? Apa Mas Leon butuh sesuatu?” tanya Ayana sambil berusaha berdiri dari duduknya. Ia agak kesulitan karena perutnya yang buncit.Leon yang melihat hal itu hendak membantu, tetapi kemudian tertahan oleh gengsinya.Ia tidak mau Ayana berpikir kalau ia merasa kasihan pada wanita itu. Lagi pula, selama ini ia selalu berusaha mengabaikan Ayana dan membuatnya menjauh.Leon mengepalkan tangannya dan hanya berdiri kaku saat memperhatikan Ayana yang telah berhasil untuk berdiri.“Aku butuh sendok,” ucap Leon asal. Sebenarnya ia lupa ingin mengambil apa dan terpaksa mengatakan benda yang ia lihat secara acak.Ayana mengernyit heran. “Sendok? Apa di depan tidak ada sendok, Mas?" Ayana kembali bertanya dengan bingung. Seingatnya, satu tempat sendok telah ia letakkan di meja makan sebelum ia ke dapur tadi.“Kamu den
“Sayang, hari ini aku mau pergi ke mall sama Angel, boleh 'kan?” tanya Chelsi sembari merapikan dasi sang suami. Leon memakai dasi yang ia berikan dan dalam hati Chelsi bersorak senang.Leon sangat mencintainya. Dan dengan fakta itu, Chelsi bisa terus memanfaatkan hal itu demi kesenangan pribadinya bersama Raka.Leon mungkin memang cerdas dalam hal berbisnis, tetapi tidak dengan percintaan. Dia terlalu kuno saat menganggap bahwa pernikahan akan mengikat Chelsi layaknya simpul untuk tetap bersamanya.Seperti yang Chelsi katakan sebelumnya, Leon itu membosankan.“Boleh saja, tapi kamu harus pulang sebelum matahari terbenam, ya,” ucap Leon. Tangannya dengan lembut mengelus pipi Chelsi dan wanita itu tersenyum sumringah. Senyum Leon otomatis ikut terbit. “Ya sudah, kalau begitu aku berangkat dulu.”Chelsi mengangguk dan mengusap jas Leon sebelum melangkah mundur. Leon meraih tas kerjanya, lalu keduanya berjalan beriringan menuju pintu utama.Tetapi begitu mereka tiba di sana, Ayana secara
“Hai, Chelsi!” Angel melambaikan tangannya dan mengisyaratkan Chelsi untuk segera masuk.Chelsi dengan senyum mengembang duduk di samping Angel. “Yuk, berangkat. Udah terlambat nih kita.”Angel mengangguk dan membawa mobilnya melaju keluar dari perkarangan rumah. Sementara itu, Rara bergegas menuju mobil yang telah ia parkir tidak jauh dari kediaman Agaditya.Untuk berjaga-jaga, Rara sengaja meminjam mobil temannya agar Chelsi tidak mencurigainya. Ia segera menyalakan mesin mobil dan menunggu sampai mobil Angel berbelok ke jalan raya.‘Pokoknya hari ini aku harus dapat buktinya! Nggak mungkin Kak Chelsi sesenang itu kalau cuma buat belanja di mall!’Firasat Rara mengatakan bahwa Chelsi akan menemui selingkuhannya lagi. Sama seperti saat di Bali, Angel pasti hanya sekadar alibinya.Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke mall di pusat kota. Rara memperhatikan Angel dan Chelsi yang berjalan masuk, lalu ia segera memasang maskernya.Di depannya, Chelsi langsung mengunjungi tempat biasa ia