Ana berkeras ingin pulang kembali ke apartemennya.
Raffael tentu saja sudah menduga semuanya tidak akan semudah itu, luka yang dia berikan pada Ana terlalu dalam untuk bisa disembuhkan dengan kata maaf dan iming-iming berbagai fasilitas yang dia berikan, Ana bukan orang yang gila harta, Raffael sangat tahu hal itu.Karena itu dia menggunakan Romeo untuk membawa wanita itu kembali dalam hidupnya, dia ingin menebus kesalahan yang dulu pernah da lakukan, dan Raffael sama sekali tak percaya dengan kata-kata melepaskan akan memberi kebebasan pada Ana untuk memilih akan membuat wanita itu lebh bahagia. bagi Raffael dialah yang bisa menyembuhkan trauma yang Ana alami, dan dia siap bekerja keras untuk itu, dia bersumpah pada dirinya sendiri untuk membahagiakan Ana.Rasa takut kehilanggan dan ditinggalkan itu sangat kuat terasa saar dia memandang punggung Ana yang berlalu pergi bersama putra mereka.Raffael bukan orang yang lugu, dia tahu hanya dengan memDari sekian banyak kemungkinan yang ada, Ana tidak pernah menduga kalau dia akan bertemu dengan orang tua Bella di sini di dalam mala, dengan disaksikan oleh puluhan pasang mata, meskipun Ana tahu sebagian besar dari mereka tidak peduli,karena dia bukan lagi artis tenar yang membntangi sinetron yang digemari ibu-ibu, tapi tetap saja banyak penggemar Romoe yang diam-diam memperhatikan mereka, apalagi dengan berbagai gosip yang baru saja reda. Ana tahu sebagai publik figure dia tidak akan pernah sepi dari pemberitaan media, entah itu yang baik atau yang buruk, hal yang sama juga harusnya disadari oleh pasangan itu, meski mereka memang bukan publik figure tapi anak mereka adalah seorang artis dan butuh banyak ciitra posistif untuk mengembalikan imagenya yang telah terlanjur rusak oleh perbuatannya sendiri.“Romeo mau robot-robotan?” tanya Raffael yang entah kapan datangnya sudah berdiri di belakang Ana, sepertinya Romeo juga terkejut dengan kehadiaran laki-laki itu.
Menurut Raffael rasa trauma hanya bisa disembuhkan oleh penyebab trauma itu sendiri. “Mungkin kamu merasa terlalu egois dan pemaksa, tapi aku ingin Romeo hidup normal seperti anak-anak lainnya dengan ayah dan ibu yang setiap hari bertemu, bukan hanya yang mengantarkannya ke sekolah lalu menjemputnya.” “Aku tak ingin lagi menajdi benalu dalam hubunganmu dengan Bella, aku tidak mau Romeo nantinya akan mendapat imbasnya,” kata Ana dengan tak yakin, perasaan takut itu masih kuat mencengkeram dirinya luka fisik dan batin yang dia daoatkan dulu tak begitu saja bisa dia sembuhkan, dan Romeo ...oh astaga dia tak akan tahan kalau Romeo di perlakukan seperti itu. “Omong kosong, aku tidak akan kembali pada Bella, dia hanya masa laluku, aku memang tidak bisa berbohong kalau tidak lagi mempunyai rasa dengannya, tapi jika kita bersama aku optimis bisa mengalihkan perasaanku padamu,” kata Raffael dengan yakin. “Bagaimana kalau ternyata kamu tidak bisa?” tanya Ana. “Kamu bi
Ana kira perkataan Raffael yang ingin membantunya sembuh bukan isapan jempol semata, terbukti siang ini setelah mengantar Romeo ke sekolah Raffael malah kembali ke apartemen Ana dan sambil menghabiskan secangkir kopi yang dibuatkan Sasi. “Apa yang kamu lakukan di sini, Raff, seharusnya kamu pergi bekerja,” kata Ana. “Perusahan itu tak akan kolaps meski aku tidak ada di kantor.” Memang benar, sih jaman sekarang dengan adanya internet semua bisa dilakukan di mana saja, tapi kok Ana kesal ya dengan kemudahan itu. “Tapi tetap saja kamu harus ada di sana setidaknya untuk membuat anak buahmu mudah menemuimu.” “Mereka bukan anak-anak lagi dan aku menggaji mahal mereka untuk bekerja dengan benar dengan atau tanpa aku di sana, lagi pula aku ada urusan penting yang tak boleh aku lewatkan.” Terserahlah, Ana sebenarnya tidak peduli tapi karena Raffael ada di rumahnya membuatnya engan untuk sekedar beredar di ruangan yang sama. “Kamu sudah siap, kita berangkat sekarang,”
Raffael tersenyum sinis saat sebuah pemikiran terlintas di kepalanya. Tidak ada lagi untuk Bella, atau setidaknya dia tak merasakan sebesar dulu, dan tentu saja hal itu harus dirayakan, jangankan berfoto mesra seperti ini, Bella di dekati laki-laki lain saja Raffael sudah seperti kebakaran jengkot, dulu, tapi sekarang hatinya sama sekali tak maslaah dia bahkan bisa tersenyum senang melihat itu semua. Fix dia berhasil move on. Dan ini waktunya untuk cinta yang baru. Sejenak Raffael berpikir untuk menerobos masuk ke dalam ruangan itu dan mengatakan semuanya pada Ana, tapi tentu saja yang ada di ruangan itu akan menganggapnya gila. Raffael menatap ke arah pintu yang tertutup berharap Ana segera keluar dari sana, ini awal yang baik untuk memulai suatu hubungan, yah... memang dia akui begitu konyol tak dapat meraba hatinya sendiri, tapi ya sudahlah dia hanya harus mempertahankan perasaan ini, dan waktunya meraih kembali anak dan istrinya, miliknya yang berharga
Raffael memang tak pernah main-main dengan ucapannya. Rabu malam saat Ana masih sibuk mengetik naskah, laki-laki itu malah muncul di depan pintu apartemennya membuat Ana langsung berkata. “Kok sudah ke sini deadlinenya samapai hari Jum’at.” Sejak Adam menikah dengan sahabat baiknya, Ana memang membatasi pertemuan mereka hanya pada masalah pekerjaan jika berdua saja, meski kadang-kadang Adam amsih sangat cerewet mengatur kehidupan pribadinya seperti saat laki-laki itu masih menjadi managernya, untunglah Resti tidak berpikir macam-macam, setidaknya itulah yang ditampilkan sahabatnya itu di depannya dan Ana harap memang benar-benar begitu, karena dia tidak mau dianggap menghancurkan pernilahan orang lain untuk yang kedua kalianya. “Memangnya aku tidak boleh ke sini kalau tidak ada urusan pekerjaan,” kata Adam tak terima. Ana tahu dia sudah menyinggung Adam, bagaimanapun juga laki-laki itu sudah sangat baik padanya, Adamlah yang membantunya untuk
“Ciee... yang akan main film lagi setelah sekian lama,” kata Resti dengan menggoda. Siang yang terasa sangat panas ini, Resti memang memutuskan singgah di sebuah cafe yang sedang viral akhir-akhir ini, tak salah memang setiap sudut cafe sangat menarik perhatian, banyak dari pengunjung yang berfoto-foto di sana, membuat Resti tertawa geli, mereka seperti sedang berwisata saja. “Ini berkat suamimu juga dia memang paling bisa diandalkan untuk hal seperti ini.” “Jangan merendah ini semua karena kamu memang punya kemampuan hebat, mereka memang sudah lama menunggu kamu kembali tapi yang ditunggu malah suka sembunyi.” Pandangan Resti jatuh pada deretan kue-kue cantik yang terpajang dia eletase cafe. “Wow sepertinya kue-kue itu lezat!” kata Resti bersorak senang,. “Memangnya kamu tidak takut gendut kue itu sangat berpotensi menaikkan timbanganmu ke kanan.” “Tidak masalah sekali-kali, lagi pula aku sudah menerapkan trik jitu supay
Sebagai anak orang yang tak punya di sebuah desa kecil, Ana kecil sering bermain dengan bebas di seluruh pelosok desanya, tentu saja tanpa pengawasan neneknya yang saat itu memang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, mulai dari mencari buah-buah liar di pinggir jalan untuk mengisi perutnya yang kelaparan, atau mencari ikan-ikan kecil di sungai sekedar untuk teman nasi yang akan disajikan esok hari oleh nenek. Mungkin lupa kalau kondisinya sekarang sangat jauh berbeda dengan yang dulu, bukan hanya tempatnya, akan tetapi juga keadaan perekonomiannya, juga orang-orang yang berpotensi untuk menyakitinya dan juga putra kecilnya. Uang dan kekuasaan. Itulah yang dipikirkan Ana saat Raffael mengatakan kalau Romeo hilang dari lokasi syuting dan kemungkinan menjadi korban penculikan. Ana terlalu ceroboh sebagai ibu, dia lupa sekarang Romeo bukan hanya putranya yang berharga, tapi seminggu yang lalu Raffael sudah mengumumkan pad
Bukan tanpa alasan Ana mengatakan semua itu, selain feelingnya mengatakan itu semua, dia juga tadi mencoba mengecek ponselnya yang baru saja dia isi daya di lokasi. Memang bukan secara jelas mengatakan kalau wanita itu menculik Romeo tapi pernyataan, ‘Semua kebenaran akan terungkap hari ini, dia yang merebut kebahagianku akan menderita’ membuat pikiran Ana langsung menuju ke sana, apalagi status itu diunggah di media sosial waktunya hampir bersamaan dengan hilangnya Romeo. Sedapat mungkin Ana berpikir positif, karena dia tidak ingin menimbulkan masalah baru dengan menuduh orang yang salah, apalagi orang itu bukan dari kalangan biasa yang bisa dia hadapi dengan fair, wanita itu begitu licin dan licik, sialnya lagi bahkan Raffael pasti akan melindungi wanita yang dicintainya itu meski jelas-jelas wanita itu bersalah, begitulah yang terjadi selama ini. Akan tetapi tidak ada cara lain menyelesaikan kegilaan wanita itu selain minta Raffael menghentikannya, Ana tahu secinta apapun