Anak itu meringkuk dengan ketakutan di sudut ruangan, tubuhnya menggigil mesi suhu udara di tempat ini tak bisa dikatakan dingin. Kemeja yang dia kenakan robek di beberapa tempat, padahal itu adalah kemeja kesayangannya yang baru saja dibelikan sang mama karena nilainya kembali bagus, setelah beberapa saat lalu terpuruk, astaga lupakan soal baju dan nilai, saat ini bukan saat yang tepat untuk mengingat itu semua, dia bahkan tak tahu apa bisa keluar dari sini hidup-hidup. Anak itu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, dia dikunci di sebuat gudang, bukan gudang tengah hutan seperti yang sering dilihatnya di film-film, tapi sebuah gudang penyimpanan barang bekas di dalam sebuah villa mewah di sini, dia memang belum bertemu dengan tikus dan hewan sejenisnya tapi tetap saja dia sungguh takut, andai saja dia mau mendengarkan kata-kata mamanya untuk tidak ikut orang asing semua ini tidak akan terjadi. Rasa penasaran membuatnya harus rela berada di sini dan
“Kamu sudah gila, lihat anak ini berdarah, kamu akan dalam masalah!” seru laki-laki yang baru datang mengagetkan wanita yang terlihat penuh nafsu ingin melukai Romeo. Romeo memejamkan matanya, rasa sakit dan takut memenuhi dadanya, dia tak tahu siapa laki-laki yang baru saja datang, tapi dia tak bisa berharap lebih, mungkin saja itu komplotan wanita itu yang memang punya dendam pada orang tuanya. Wajahnya terasa perih oleh luka sayatan pisau itu, juga tubuhnya yang serasa remuk, Romeo bahkan tak berani bergerak sedikit pun, dia takut kalau dia bergerak darah yang mengalir dari tubuhnya akan semakin banyak. “Sudah aku bilang kita hanya mempengaruhinya untuk membuat Raffael kacau, jangan konyol kamu dia bisa menghabisimu kalau sampai anaknya kenapa-napa!” kata laki-laki yang baru datang itu tadi dengan keras. “Kamu saja yang lemah pantas perusahanmu tak pernah maju, Raffael cinta mati padaku, dia tak akan berani memenjarakanku,” kata wanita
Ana tahu dia akan gila jika hanya menunggu di sini, jam dinding sudah hampir menunjukkan pukul dua belas malam, tapi belum ada kabar keberadaan Romeo. “Mbak Ana makan dulu,” kata seorang wanita, yang tadi memang diminta untuk menemaninya. “Mbak Ana harus makan, harus punya energi, Romeo sangat membutuhkan mamanya dalam keadaan sehat,” kata wanita itu membujuk dengan halus.Demi menghormati wanita yang sduah sangat baik memperhatikannya di sini Ana mengambil kotak makanan tersebut, suapan pertama hanya Ana kunyah lalu telan, dia tidak ingin menikmati makanan yang mungkin saja akan terasa sangat enak jika da makan dalam kondisi lebih baik lagi. Akan dalam suasana seperti ini makanan itu sudah bisa masuk ke perutnya saja sudah sangat bagus, pertanyaan apa Romeo sudah makan sekarang? Apa dia diperlakukan dengan baik? Sangat menghantui pikirannya. Menurut Ana, Bella adalah wanita gila yang keji, dia bisa melakukan apa saja demi memenuhi keinginannya. Itu bukan semata karena rasa cemburu
“Non Bella ditangkap di tempat kejadian dan sekarang sedang dalam proses introgasi, karena diduga kuat ada orang lain yang juga ikut dalam rencana penculikan itu.”“Ah sial!” laki-laki itu melemparkan kotak pensil di meja kerjanya pada anak buahnya. “Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal, aku membayarmu mahal bukan untuk melaporkan hal seperti ini!” “Maaf tuan, saya kira Nona hanya liburan saja, karena itu kami tidak mengikutinya.” Laki-laki itu langsung melotot mendengar perkataan bawahannya, meski dia sangat menyadari ada andil dirinya juga yang melarang sang pengawal mengawasi Bella saat ada di properti milik keluarganya, akan tetapi egonya terlalu tinggi untuk menerima dengan lapasng kesalahanya itu. “Aku tidak mau tahu kamu harus mencari cara untuk membebaskan Bella, suap semua orang yang bisa disuap!” “Ini semua karena kamu yang terlalu memanjakannya!” laki-laki itu menoleh pada sang istri yang sedari tadi diam saja, tapi langsung bersuara beg
Sejak pembicaraan itu keduanya menjadi sangat canggung. Sandra yang melihat perubahan sikap keduanya menjadi penasaran, tapi kondisi Raffael yang masih sakit dan Ana yang sedang kacau, membuatnya lebih memilih untuk diam terlebih dahulu. Meski dia adalah ibu kandung Raffael dan juga dalang dari pernikahan mereka, akan tetapi kehidupan pernikahan mereka yang bisa dikatakan tak baik-baik saja membuatnya ragu untuk bertanya, lagi pula dia sangat sadar kalau mereka berdua sudah sama-sama dewasa dan bisa berpikir secara dewasa juga. “Kamu sebaiknya pulang saja, Ana, istirahat, biar di sini ibu dan mbk Reni yang menunggui.” Satu perubahan Romeo yang membuat Ana cemas adalah anak itu sangat ketakutan kalau ada orang asing mendekatinya, bahkan dia berteriak histeris saat dokter berusaha memeriksanya, akhirnya Ana harus mengangguk dan memeluk putranya itu agara merasa aman. “Saya tidak apa-apa bu, Saya bisa istirahat di sini saja,” kata Ana. Sebagai cucu satu-satunya keluarga kaya raya
“Romeo tidak masalah bukan kalau ditemani Tante Reni sebentar,” kata Raffael pada Romeo. “Papa dan mama akan melakukan pembicaraan orang tua?” tanya Romeo memandang kedua orang tuanya dengan mata bulatnya. “Mama akan-“ “Iya, kami perlu menyelesaikan beberapa masalah, kamu tidak keberatan bukan?”“Baiklah.” Curang! Raffael curang dengan menggunakan Romeo untuk membuat Ana menurut padanya, setelah Romeo setuju, Ana tentu saja tidak bisa mengatakan tidak, dia tidak ingin berdebat di depan putranya, Romeo anak yang cerdas dan kritis, meski tadi dia membohonginya tentang dua orang yang datang, akan tetapi pembicaraan orang-orang dewasa di sini yang langsung mengeluarkan otot membuat anak itu tahu siapa mereka. “Apa maksudmu mengajakku keluar, aku tidak peduli dengan dua orang itu,” kata Ana tak terima saat mereka sudah ada di luar kamar rawat Romeo. “Karena kamu dan aku adalah satu.” “Hah!” Ana menat
Ana tak tahu bagaimana perasaannya sekarang? Senangkah atau takut? Meski sudah lama terjun di dunia hiburan, dna banyak bergaul dengan para pengusaha sukses, nyatanya malah membuat Ana tak tenang, orang-orang seperti mereka terbiasa hidup di zona abu-abu, mereka bisa sangat baik seperti malaikat kalau ada maunya atau bisa juga kejam seperti setan saat keinginannya tak tercapai. Saat Ana melangkah di samping Raffael untuk kembali ke rumah sakit kali ini, wanita itu berusaha mencari semua kebenaran kata-kata laki-laki itu. dia tidak percaya pada Raffael, itu sudah tentu pengalaman mengajarkannya hal itu, akan tetapi dia juga bukan orang yang akan memukul rata seseorang hanya karena terpaku dengan kesalahan masa lalu, hidup mengajarkan dia bukan hanya kekerasan akan tetapi juga membuktikan ketulusan dan kasih sayang itu nyata adanya.“Apa ada yang salah di wajahku?” tanya Raffael sambil memperlambat langkah kakinya. Ana yang ditanya seperti itu b
Melihat Romeo bangun dengan wajah secerah matahari merupakan kesenangan tersendiri untuk Ana, sama dengan ibu-ibu yang lain yang ingin anak-anaknya selalu sehat dan bahagia. Keinginan sederhana yang sangat mahal untuk terjadi pada beberapa orang.“Apa papa tidak datang hari ini, Ma?” tanya Romeo saat melihat Ana yang baru saja dari kamar mandi. “Papa sedang ada urusan penting mungkin sebentar lagi dia akan datang kemari,” jawab Ana dengan senyum yang tersungging di bibirnya, meski sebenarnya dia tidak yakin Raffael akan datang ke mari hari ini karena harus memberikan keterangan pada pihak kepolisian. Ana tahu selain itu laki-laki itu harus bekerja, menjadi pimpinan bukan hanya sekedar asal menyuruh anak buah saja, akan tetapi pimpinan juga harus bertanggung jawab penuh dengan apa yang terjadi pada tempat yang dipimpinnya, begitulah pemikiran Ana selama ini. Ana juga belum bertemu dengan orang tua Raffael lagi setelah apa yang terjadi