“Ciee... yang akan main film lagi setelah sekian lama,” kata Resti dengan menggoda.
Siang yang terasa sangat panas ini, Resti memang memutuskan singgah di sebuah cafe yang sedang viral akhir-akhir ini, tak salah memang setiap sudut cafe sangat menarik perhatian, banyak dari pengunjung yang berfoto-foto di sana, membuat Resti tertawa geli, mereka seperti sedang berwisata saja.“Ini berkat suamimu juga dia memang paling bisa diandalkan untuk hal seperti ini.”“Jangan merendah ini semua karena kamu memang punya kemampuan hebat, mereka memang sudah lama menunggu kamu kembali tapi yang ditunggu malah suka sembunyi.”Pandangan Resti jatuh pada deretan kue-kue cantik yang terpajang dia eletase cafe. “Wow sepertinya kue-kue itu lezat!” kata Resti bersorak senang,.“Memangnya kamu tidak takut gendut kue itu sangat berpotensi menaikkan timbanganmu ke kanan.”“Tidak masalah sekali-kali, lagi pula aku sudah menerapkan trik jitu supaySebagai anak orang yang tak punya di sebuah desa kecil, Ana kecil sering bermain dengan bebas di seluruh pelosok desanya, tentu saja tanpa pengawasan neneknya yang saat itu memang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, mulai dari mencari buah-buah liar di pinggir jalan untuk mengisi perutnya yang kelaparan, atau mencari ikan-ikan kecil di sungai sekedar untuk teman nasi yang akan disajikan esok hari oleh nenek. Mungkin lupa kalau kondisinya sekarang sangat jauh berbeda dengan yang dulu, bukan hanya tempatnya, akan tetapi juga keadaan perekonomiannya, juga orang-orang yang berpotensi untuk menyakitinya dan juga putra kecilnya. Uang dan kekuasaan. Itulah yang dipikirkan Ana saat Raffael mengatakan kalau Romeo hilang dari lokasi syuting dan kemungkinan menjadi korban penculikan. Ana terlalu ceroboh sebagai ibu, dia lupa sekarang Romeo bukan hanya putranya yang berharga, tapi seminggu yang lalu Raffael sudah mengumumkan pad
Bukan tanpa alasan Ana mengatakan semua itu, selain feelingnya mengatakan itu semua, dia juga tadi mencoba mengecek ponselnya yang baru saja dia isi daya di lokasi. Memang bukan secara jelas mengatakan kalau wanita itu menculik Romeo tapi pernyataan, ‘Semua kebenaran akan terungkap hari ini, dia yang merebut kebahagianku akan menderita’ membuat pikiran Ana langsung menuju ke sana, apalagi status itu diunggah di media sosial waktunya hampir bersamaan dengan hilangnya Romeo. Sedapat mungkin Ana berpikir positif, karena dia tidak ingin menimbulkan masalah baru dengan menuduh orang yang salah, apalagi orang itu bukan dari kalangan biasa yang bisa dia hadapi dengan fair, wanita itu begitu licin dan licik, sialnya lagi bahkan Raffael pasti akan melindungi wanita yang dicintainya itu meski jelas-jelas wanita itu bersalah, begitulah yang terjadi selama ini. Akan tetapi tidak ada cara lain menyelesaikan kegilaan wanita itu selain minta Raffael menghentikannya, Ana tahu secinta apapun
Anak itu meringkuk dengan ketakutan di sudut ruangan, tubuhnya menggigil mesi suhu udara di tempat ini tak bisa dikatakan dingin. Kemeja yang dia kenakan robek di beberapa tempat, padahal itu adalah kemeja kesayangannya yang baru saja dibelikan sang mama karena nilainya kembali bagus, setelah beberapa saat lalu terpuruk, astaga lupakan soal baju dan nilai, saat ini bukan saat yang tepat untuk mengingat itu semua, dia bahkan tak tahu apa bisa keluar dari sini hidup-hidup. Anak itu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, dia dikunci di sebuat gudang, bukan gudang tengah hutan seperti yang sering dilihatnya di film-film, tapi sebuah gudang penyimpanan barang bekas di dalam sebuah villa mewah di sini, dia memang belum bertemu dengan tikus dan hewan sejenisnya tapi tetap saja dia sungguh takut, andai saja dia mau mendengarkan kata-kata mamanya untuk tidak ikut orang asing semua ini tidak akan terjadi. Rasa penasaran membuatnya harus rela berada di sini dan
“Kamu sudah gila, lihat anak ini berdarah, kamu akan dalam masalah!” seru laki-laki yang baru datang mengagetkan wanita yang terlihat penuh nafsu ingin melukai Romeo. Romeo memejamkan matanya, rasa sakit dan takut memenuhi dadanya, dia tak tahu siapa laki-laki yang baru saja datang, tapi dia tak bisa berharap lebih, mungkin saja itu komplotan wanita itu yang memang punya dendam pada orang tuanya. Wajahnya terasa perih oleh luka sayatan pisau itu, juga tubuhnya yang serasa remuk, Romeo bahkan tak berani bergerak sedikit pun, dia takut kalau dia bergerak darah yang mengalir dari tubuhnya akan semakin banyak. “Sudah aku bilang kita hanya mempengaruhinya untuk membuat Raffael kacau, jangan konyol kamu dia bisa menghabisimu kalau sampai anaknya kenapa-napa!” kata laki-laki yang baru datang itu tadi dengan keras. “Kamu saja yang lemah pantas perusahanmu tak pernah maju, Raffael cinta mati padaku, dia tak akan berani memenjarakanku,” kata wanita
Ana tahu dia akan gila jika hanya menunggu di sini, jam dinding sudah hampir menunjukkan pukul dua belas malam, tapi belum ada kabar keberadaan Romeo. “Mbak Ana makan dulu,” kata seorang wanita, yang tadi memang diminta untuk menemaninya. “Mbak Ana harus makan, harus punya energi, Romeo sangat membutuhkan mamanya dalam keadaan sehat,” kata wanita itu membujuk dengan halus.Demi menghormati wanita yang sduah sangat baik memperhatikannya di sini Ana mengambil kotak makanan tersebut, suapan pertama hanya Ana kunyah lalu telan, dia tidak ingin menikmati makanan yang mungkin saja akan terasa sangat enak jika da makan dalam kondisi lebih baik lagi. Akan dalam suasana seperti ini makanan itu sudah bisa masuk ke perutnya saja sudah sangat bagus, pertanyaan apa Romeo sudah makan sekarang? Apa dia diperlakukan dengan baik? Sangat menghantui pikirannya. Menurut Ana, Bella adalah wanita gila yang keji, dia bisa melakukan apa saja demi memenuhi keinginannya. Itu bukan semata karena rasa cemburu
“Non Bella ditangkap di tempat kejadian dan sekarang sedang dalam proses introgasi, karena diduga kuat ada orang lain yang juga ikut dalam rencana penculikan itu.”“Ah sial!” laki-laki itu melemparkan kotak pensil di meja kerjanya pada anak buahnya. “Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal, aku membayarmu mahal bukan untuk melaporkan hal seperti ini!” “Maaf tuan, saya kira Nona hanya liburan saja, karena itu kami tidak mengikutinya.” Laki-laki itu langsung melotot mendengar perkataan bawahannya, meski dia sangat menyadari ada andil dirinya juga yang melarang sang pengawal mengawasi Bella saat ada di properti milik keluarganya, akan tetapi egonya terlalu tinggi untuk menerima dengan lapasng kesalahanya itu. “Aku tidak mau tahu kamu harus mencari cara untuk membebaskan Bella, suap semua orang yang bisa disuap!” “Ini semua karena kamu yang terlalu memanjakannya!” laki-laki itu menoleh pada sang istri yang sedari tadi diam saja, tapi langsung bersuara beg
Sejak pembicaraan itu keduanya menjadi sangat canggung. Sandra yang melihat perubahan sikap keduanya menjadi penasaran, tapi kondisi Raffael yang masih sakit dan Ana yang sedang kacau, membuatnya lebih memilih untuk diam terlebih dahulu. Meski dia adalah ibu kandung Raffael dan juga dalang dari pernikahan mereka, akan tetapi kehidupan pernikahan mereka yang bisa dikatakan tak baik-baik saja membuatnya ragu untuk bertanya, lagi pula dia sangat sadar kalau mereka berdua sudah sama-sama dewasa dan bisa berpikir secara dewasa juga. “Kamu sebaiknya pulang saja, Ana, istirahat, biar di sini ibu dan mbk Reni yang menunggui.” Satu perubahan Romeo yang membuat Ana cemas adalah anak itu sangat ketakutan kalau ada orang asing mendekatinya, bahkan dia berteriak histeris saat dokter berusaha memeriksanya, akhirnya Ana harus mengangguk dan memeluk putranya itu agara merasa aman. “Saya tidak apa-apa bu, Saya bisa istirahat di sini saja,” kata Ana. Sebagai cucu satu-satunya keluarga kaya raya
“Romeo tidak masalah bukan kalau ditemani Tante Reni sebentar,” kata Raffael pada Romeo. “Papa dan mama akan melakukan pembicaraan orang tua?” tanya Romeo memandang kedua orang tuanya dengan mata bulatnya. “Mama akan-“ “Iya, kami perlu menyelesaikan beberapa masalah, kamu tidak keberatan bukan?”“Baiklah.” Curang! Raffael curang dengan menggunakan Romeo untuk membuat Ana menurut padanya, setelah Romeo setuju, Ana tentu saja tidak bisa mengatakan tidak, dia tidak ingin berdebat di depan putranya, Romeo anak yang cerdas dan kritis, meski tadi dia membohonginya tentang dua orang yang datang, akan tetapi pembicaraan orang-orang dewasa di sini yang langsung mengeluarkan otot membuat anak itu tahu siapa mereka. “Apa maksudmu mengajakku keluar, aku tidak peduli dengan dua orang itu,” kata Ana tak terima saat mereka sudah ada di luar kamar rawat Romeo. “Karena kamu dan aku adalah satu.” “Hah!” Ana menat