"Gimana keadaan istrimu?" tanya Hardi dengan raut khawatir kepada Ardian."Alhamdulillah, sudah baikan, Yah. Anakku perempuan ...." Ardian tersenyum lebar dan tampak begitu semringah. Rona bahagia sangat terpancar di wajah tampannya. Ia kemudian mendaratkan bokong ke kursi panjang di sebelah sang ayah."Alhamdulillaaah ...," ucap Hardi merasa syukur. Ia mengusap wajahnya sendiri, "bayi kalian juga gimana, sehat?" tanya pria itu lagi."Masuk inkubator, Yah," jawab Ardian apa adanya."Bayi kalian kelihatan kecil sekali. Apa nggak apa-apa itu, Ar?" tanya Hardi sambil mengernyitkan dahinya."Iya, beratnya cuma 1,9 kilogram, Yah. Masih terlalu kecil. Beda dengan Arga yang BB-nya seperti anak udah cukup bulan," imbuh Ardian."Iya ya." Hardi menganggukkan kepalanya."Tapi, kata Tante Risa sih, nggak ada masalah. Anakku sehat," ujar Ardian lagi dengan senyuman yang tak pernah hilang dari bibirnya."Syukurlah kalau begitu." Hardi merasa lega mendengar ungkapan dari sang putra."Assalamualaikum!
"Maaf ya, Sya ... Ar. Bayi kalian memang cukup stabil saat ini, cuma ... dia belum bisa kalian bawa pulang. Masih perlu perhatian intensif. Ini demi kebaikannya yaa," ujar dr. Risa Nurani, Sp.OG sembari menatap bergiliran ke arah Natasya juga Ardian."Aku kira bayiku udah bisa dibawa pulang, Tan. Soalnya mmm ... Tante ingat Naura?"Risa mengangguk menjawab Natasya."Nah, dia juga melahirkan sepekan lalu. Hitungannya juga tujuh bulanan. Kenapa dia bisa bawa pulang setelah tiga hari, sementara aku nggak boleh?" lanjut Natasya."Sya ... Arga BB-nya seperti anak yang lahir cukup bulan, Sayang. Beda dengan Syirisy," sela Ardian sembari meraih telapak tangan sang istri yang tergeletak di samping brankarnya."Oh, jadi Naura melahirkan bayi prematur juga?" tanya Risa."Iya, Tan. Naura melahirkan di usia kandungan sekitar 29 pekan, kata bidannya," ungkap Ardian."Hmm ... sebenarnya itu jarang terjadi, sih. Biasanya kalo di usia kandungan segitu paling-paling bayinya masih seberat bayi kamu yan
"Boleh ya, Dad?" Natasya berjalan perlahan ke arah sang ayah sebab sambil menahan nyeri dari jalan lahirnya. Kemudian putri Steven Arnold satu-satunya itu meraih lengan pria tersebut, lantas menyenderkan kepalanya di pundak kukuhnya.Nay juga menanti jawaban dari suami esnya itu."Hmm," deham Steven, "tapi nggak boleh lebih dari tiga hari pas nginep," lanjutnya."Asiik! Thank you, Daddy!" Natasya mencium pipi sang ayah kemudian menghambur ke dada Steven dan memeluk erat lelaki itu.Ardian menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Ia tahu, meskipun keras dan tegas, Steven tentu sangat menyayangi sang putri semata wayang.Hati Steven terenyuh dengan sikap manja putrinya. Ia teringat dengan Tasya yang saat ini baru saja melahirkan. Ya, ia sadar ... kalau sang putri kecilnya yang dulu, kini sudah menjadi besar dan dewasa. Problematika kehidupan yang berat telah mulai putrinya hadapi.Di dalam hati Steven Arnold, ia tidak tega untuk membuat sang putri bersedih dan kecewa. Semampunya ia akan me
"I–iya, Tan. Makasih informasi dan sarannya." Ardian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.Natasya menatap prianya dengan heran.Ardian lalu pamit dan mengucap salam kepada Risa, kemudian memutuskan saluran telepon selulernya."Tante Risa bilang apa?" tanya Natasya.Ardian tersenyum sambil menatap lekat Natasya dengan sorot penuh arti."Kamu kenapa sih, cengengesan gitu? Dada aku sakit, nih. Solusinya gimana?" tanya Tasya dengan raut curiga karena melihat gelagat aneh suaminya."Sini, Sayang ... aku bantu biar berkurang sakitnya." Ardian beringsut mendekati sang istri."Emang gimana caranya biar redain bengkaknya ini, kata Tante Risa?" Natasya heran melihat Ardian yang mulai membuka kancing daster baby doll milik istrinya."Kamu rebahan aja ...."Tasya pun menuruti apa yang sang suami sampaikan. Baju bagian atasnya kini sudah terbuka di hadapan sang suami.Ketika Ardian mendekat ke arah dadanya ...."Eeeh! Kamu mau apaa?!" Natasya kontan mendorong kepala Ardian ketika lelaki itu
"Naura ...," bisik Arya kepada wanita yang duduk sambil menepuk pelan paha si bayi yang mulai terlelap di hadapan mereka berdua."Hmm?" Naura menoleh ke arah Arya yang jarak tempat duduk mereka di atas permadani itu cuma sekitar setengah meter saja. Tatapan itu mengisyaratkan tanya, mengapa ia dipanggil?"Kamu makin hari, makin cantik aja," ucap sang lelaki memuji. Bibir Arya tersenyum dengan tatapan penuh makna.Naura memutar bola matanya dan menghela napas lelah. Dia sudah paham sifat Arya yang sejak dulu sudah dikenal sebagai seorang perayu ulung. Ia kembali menoleh ke arah Arga yang masih belum terlalu nyenyak tidurnya. Ia memutuskan menunggu dulu sampai si bayi lelap, biar dia pun bisa menyusul tidur.Cup!Kontan saja Naura membelalakkan mata, ketika dengan gerakan cepat Arya mencuri ciuman di bibirnya. "Ap–apa-apaan kam–""Assalamualaikum!"Jantung Naura dan Arya seakan mau melompat rasanya ketika mendengar suara seseorang yang tak asing mengucapkan salam.Ya, itu adalah suara A
"Ada apa, Dek?" tanya Ardian kepada Naura setelah keduanya memasuki ruang kamar."Abang kapan nginap di sini?" tanya Naura menatap Ardian dengan sorot serius."Belum dulu ya, Dek. Abang mesti mendampingi Tasya. Syirisy juga masih perlu perhatian khusus," kilah Ardian. Saat ini pria itu memang merasa belum siap untuk tidur bersama Naura dalam satu kamar apalagi satu ranjang.Naura mendengkus tak suka. "Giliran Kak Tasya sudah lebih dari cukup loh, Bang. Bahkan aku sudah memberi jatah waktuku melebihi yang seharusnya. Apa nggak bisa Abang bersikap adil?""Shhh ...." Ardian mengarahkan telapak tangannya ke arah Naura. Ia khawatir suara wanita itu sampai ke luar ruangan. "Ck!" decak Naura. Ia mendudukkan bokongnya ke pinggir ranjang dengan wajah yang kesal."Abang minta pengertian kamu, Dek.""Aku kurang pengertian bagaimana lagi?!"Ardian menghela napas panjang, karena akhirnya Naura malah mengeraskan suaranya."Oke, oke. In syaa Allah besok Abang nginap di sini ya." Seketika hati Naur
"Ah, Mama. Ituuu, si Arga-lah mainannya." Hardi tertawa melihat wajah sang istri yang bingung."Oooh ... heheheee." Nina pun ikut tertawa setelah paham.Naura hanya tersenyum tipis melihat mertua dan iparnya di sana. Ia masih marah, sebab teringat perbuatan kurang ajar Arya sebelumnya yang mencuri ciuman bibirnya. Namun, ia belum sempat membahas itu lagi bersana lelaki tersebut."Arga makin hari, makin lucu, Ma. Jadinya aku betah main sama dia.""Kalau kamu nanti sudah selesai kuliah. Cepetan lanjut kerja, terus nikah, lalu punya anak!" seru Nina."Iya iyaa ...." Arya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sembari melirik ke arah Naura. 'Tadinya aku mau Naura yang jadi istri aku. Tahunya disalip abang sendiri,' keluhnya di dalam hati. Pria itu lalu bangkit dari duduk dan mencuci piring bekas makannya di wastafel, lantas ia melenggang masuk ke dalam kamarnya sendiri.***"Iya, Bu. Malam ini aku berdua sama Syirisy aja di rumah, soalnya Ardian mesti giliran ke rumah orang tuanya." T
"Abang dulu, deh," ucap Naura mempersilakan Ardian sambil tersipu malu."Nggak. Kamu aja dulu," sahut Ardian yang justru mempersilakan sang istri muda untuk berbicara terlebih dahulu."Hmm ... Jujur, Bang. Aku senang Abang akhirnya nginap sama aku setelah hampir dua pekan sejak pernikahan kita," ungkap Naura seraya menguntai senyum di bibirnya.Ardian membalas senyuman itu meskipun sebenarnya hatinya merasa tidak nyaman dengan kebersamaan keduanya. "Maaf kalau mungkin Abang nggak seperti yang kamu harapkan, Dek," pungkas pria itu."Hmm ... aku nggak bakal nuntut banyak sama Abang. Aku cuma minta disesuaikan aja dengan perjanjian yang pernah kita bertiga buat dulu sama Kak Tasya," imbuh Naura menatap sang suami.Ardian lalu mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Iya tidak bisa berkata banyak. "Abang tadi mau ngomong apa?" tanya Naura."Nggak ada. Cuma tadi, Abang mau kamu memahami Abang. Ini nggak mudah buat Abang, Naura .... Abang sebenarnya takut nggak bisa jadi suami yang adil untuk