Hembusan angin menerpa wajah Naura yang sedang memandangi gedung bertingkat di balkon apartemennya. "Apa kamu baik-baik saja?"Naura menepis air mata yang hampir menetes lalu menoleh ke arah Arkan. Perlahan Naura mendekat dan memeluk Arkan dengan erat. "Aku harap Mas enggak ngecewain aku," tutur Naura."Ngecewain, maksud kamu?""Setelah 21 tahun hidup baru kali ini aku benar-benar merasa menyesal memiliki ibu seperti Mamahku. Meski dulu dia memang sering menyakitiku, tapi kali ini aku benar-benar kecewa.""Apa dia mengatakan sesuatu?"Naura mengangguk. "Dia datang ke sini hanya karena uang dan membuangku karena uang."Arkan memeluk tubuh Naura dengan erat. "Lupakan semua yang dia katakan, anggap saja semua itu hanya omong kosong."Naura mengangguk pelan, dekapan serta hangatnya pelukan Arkan cukup sedikit menghilangkan beban di pundaknya."Oh ya, aku sudah menyuruh Rendi untuk mengurus semua yang di butuhkan Papahmu. Jadi, kamu enggak usah khawatir.""Makasih, Mas. Tapi, kita jadi l
Meski terlihat biasa, namun apa yang di lakukan oleh Arkan cukup berkesan untuk Naura. Dia benar-benar penyelamat di saat orang lain berkomentar buruk terhadapnya. "Sebut username media sosialmu," ujar Arkan. Naura pun menunjukkan layar ponselnya tanpa menyebutkan. "Sejak kapan Mas punya media sosial?" "Sudah lama, tapi udah enggak di pakai." "Benarkah." Naura melihat layar ponselnya saat sebuah notofikasi masuk ke ponselnya. Matanya berbinar karena dia bisa meng-tag media sosial suaminya agar semua orang percaya Arkan cuma miliknya. "Ayo, waktunya kita bersenang-senang." Arkan menarik tangan Naura membawanya ke dalam mobil yang sudah dia sewa sebelumnya untuk berjalan-jalan selama di Singapura. Naura masuk ke dalammobil sementara Arkan memasukkan koper mereka ke dalam bagasi. Sebelum ke hotel, Naura meminta Arkan untuk pergi ke sebuah supermarket. Dia ingin seharian di dalam kamar dan menikmati waktu santainya bersama Arkan."Jangan banyak-banyak nanti enggak kemakan," tutur
Adelia menatap tubuhnya di depan cermin, ada rasa ragu saat teman yang dia temui menyuruhnya untuk bergegas mengganti pakaiannya karena atasan mereka ingin menemuinya. "Jangan terlalu cantik, sepertinya dia sudah terpikat olehmu," ucap Gina. "Siapa?" tanyanya bingung. "Pak Reza. Kalau kamu bisa mendapatkan hatinya kamu pasti akan mendapatkan yang kamu mau," bisik Gina berlalu meninggalkan Adelia yang masih mematung. "Mendapatkan segalanya. Aku harus mendapatkan hatinya, apa pun akan aku lakukan demi mendapatkan apa yang aku mau," desisnya. Adelia mengoleskan lipstrik di bibirnya, menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhnya untuk memikat atasannya. Setelah siap, dia pun berjalan keluar untuk pergi ke ruangan Reza. Tok ... tok. "Permisi." Perlahan Adelia membuka pintu ruangan Reza, tapi sayangnya sang pemilk sudah tidak ada di sana. "Argh, sial. Sia-sia usahaku," gerutunya. "Maaf dengan Ibu Adelia?" Mendengar suara seorang pria, Adelia pun menoleh ke sumber suara. "Iya, saya sendi
Cahaya matahari menerobos celah tirai yang langsung menyoroti mata Naura. Perlahan dia berbalik karena merasa terganggu dengan sinar matahari yang menyolok matanya."Pagi, Sayang. Mau olah raga?"Meski kesadarannya belum sepenuhnya, tapi Naura tahu apa yang di maksud oleh Arkan. "Mas, aku lelah. Semalam kita olah raga sampai jam dua," keluh Naura berbalik membelakangi Arkan.Bukannya berhenti, Arkan malah semakin gencar menyentuh area sensitifnya. "Kamu tidur saja, biar aku yang kerja," bisiknya.Naura pun pasrah saat Arkan membalikan tubuhnya hingga terlentang. Arkan terus mencumbu tubuhnya."Ah, Mas.""Tidurlah," bisiknya.Gimana Naura bisa tidur jika tubuh terangsang dengan sentuhan Arkan. Meski diam tak melakukan perlawanan tetap saja Naura mendesah karena merasakan sensasi yang selalu membuatnya melayang."Eugh, hangat Sayang," goda Arkan di telinga Naura.Seketika bulu kuduknya meremang, membuatnya membuka mata dan mengikuti gerakan suaminya itu. Tak ingin dirinya puas lebih d
Naura duduk di ruang tunggu sembari melihat ke sekeliling. "Kenapa Mas Arkan suruh aku tunggu di sini, harusnya kan istri ikut kalau suaminya lagi di periksa," gumamnya. "Apa Mas Arkan punya penyakit parah sampai enggak boleh aku tahu?"Pikiran jahat Naura terus berputar di otaknya, banyak sekali kemungkinan-kemungkinan yang terjadi hanya karena dia tak ikut saat suaminya di periksa.Dua puluh menit berlalu, Arkan menghampiri Naura yang sedang tertunduk fokus ke ponselnya. "Bengong aja. Ayo, pulang."Seketika Naura mendongak mendapati Arkan berdiri di depannya. "Udah selesai Mas, kata dokter apa. Mas enggak sakit parah kan?"Arkan berbalik lalu memegang tangan Naura dengan lembut. "Kata dokter aku sehat.""Sehat ... Syukurlah aku takut Mas kenapa-kenapa.""Memangnya aku kenapa?""Pakai nanya lagi, biasanya kalau suami istri itu pasti ikut ke ruang dokter biar tahu penyakit pasangannya. Lah ini aku malah disuruh diam di ruang tunggu," kesal Naura sembari mencebikkan bibirnya.Arkan m
Mobil Naura terparkir di tepat di depan lobi kantornya. Sedangkan empunya sibuk membawa paper bag yang ada di ke dua tangannya."Selamat pagi, Bu.""Pagi, Pak. Ini makan sama yang lain ya," tutur Naura memberikan paper bag berisi oleh-oleh dari Singapura yang sengaja dia beli."Makasih, Bu.""Sama-sama, oh iya tolong parkirin ya.""Baik, Bu."Naura melangkah menyusuri lobi. Beberapa karyawan yang mengenali Naura menyapanya, tapi tidak dengan para karyawan yang tak mengenal siapa Naura."Naura," panggil Lala sembari melambaikan tangan."Lala ...." Keduanya saling berpelukan di depan orang-orang yang sedang menunggu lift terbuka. "Ini untukmu.""Apa ini?" Dengan cepat Lala membuka isi paper bag. "Wah ...." Mata Lala berbinar saat melihat tas pemberian Naura dengan merek ternama.Ting!Pintu lift pun terbuka, orang-orang yang mengantri lebih dulu masuk ke dalam lift, menyisakan Naura dan Lala yang masih berdiri di sana."Apa kalian habis liburan?""Hm, bulan madu lebih tepatnya," bisik N
Hening, Naura terus menatap kedua mata Liona seolah menunggu jawaban dari wanita yang ada di hadapannya itu.“Eeeee ... aku melihat postingan Arkan di media sosial,” jawabnya.Ya, dari sana Naura tahu jika selama ini mantan istri suaminya masih memantau kehidupan mereka."Benarkah, jadi kamu bisa melihat keseruan kita bulan madu," ucap Naura sengaja membuat lawannya murka.Sudut bibir Liona terangkat. Dia kembali menikmati tomyam yang ada di hadapannya. "Hm, sepertinya kalian sangat bahagia karena baru kali ini Arkan mengunggah lagi kehidupan pribadinya lagi.""Bulan madu, apa kalian sedang program bayi?" tanya Lala sengaja memperkeruh keadaan."Hm, Mas Arkan pengen cepet-cepet punya anak, takut dia keburu tua."Naura dan Lala tertawa bersama, Sedangkan Liona hanya diam.Melihat reaksi Liona yang terlihat santai membuat Naura geram. "Oh ya, aku harus segera ke kantor. Lala kamu udah selesai kan makannya?" Naura berdiri, "Kita duluan ya. Bye, Liona.""Hm, bye."Keduanya meninggalkan Li
Liona berdiri di depan pintu lobi sambil menunggu kedatangan Reza. Dia sengaja datang ke Bali hanya untuk kembali mengambil hatinya.Hampir setengah jam menunggu akhirnya sosok pria yang dia kenali berjalan mendekat. "Lama banget sih!" protes Liona."Udah nunggu lama, lagian suruh siapa nunggu kan bisa naik taksi!"Bukannya menjawab Liona malah menarik kopernya lalu masuk ke dalam mobil Reza. "Mau ke hotel atau makan dulu?" tanya Reza lagi."Ke apartemen kamu.""Oke, baiklah."Tentu Reza senang Liona mau ke apartemennya karena dia bisa leluasa menikmati tubuh wanita yang dia sukai itu. Bohong jika dia sudah tak menginginkan Liona, hanya saja dia tak ingin menunjukkan rasa ketertarikannya lagi karena tidak mau sakit hati."Kamu bilang sudah ada wanita yang menggantikan aku?"Reza melirik ke arah Liona kemudian kembali fokus ke kemudi. "Hm, dia jauh lebih muda dan cantik. Saat pertama bertemu dengan dia jujur aku bisa melupakan semua tentangmu.""Benarkah, jadi penasaran seperti apa w
Satu bulan berlalu hubungan Naura dan Arkan semakin erat. Meski harus menjalani hubungan long distance relationship, tak menghalangi rasa cinta Arkan untuk anak dan istrinya."Pagi, Sayang."Perlahan Naura membuka mata saat mendengar suara bariton berbisik di telinganya."Kapan kamu datang?""Lima menit yang lalu. Aku rindu memeluk tubuhmu, Sayang."Seketika Naura membuka matanya. "Axel, di mana dia?"Arkan mengeratkan pelukannya. "Dia di bawah sama Papah dan Bu Dila.""Oh." Naura hanya ber-oh-ria lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Kamu mau ke mana?""Mau buat sarapan," jawab Naura mengikat rambutnya. Namun, Arkan menarik tubuh Naura hingga tergeletak di atas kasurnya. "Aku masih kangen, diam di sini sebentar saja."Naura lalu membiarkan Arkan untuk memeluknya beberapa saat sampai dia puas meluapkan rasa rindunya."PAPA ...." teriak Axel."Tuh anaknya manggil, sana samperin."Arkan menghela napasnya lalu mencium bibir Naura dengan lembut. "Ku menginginkanmu Sayang." Tanga
Suara gemercik air membangunkan Naura dari tidurnya. Dia lalu mengibas selimut yang menutupi tubuhnya dan— "Argh." Naura berteriak histeris saat melihat tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. "Apa yang terjadi, di mana bajuku?" gerutu Naura. Tak lama dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Naura pun segera menutup tubuhnya dengan selimut berpura-pura tidur untuk melihat siapa orang yang keluar dari kamar mandi. Sedikit demi sedikit Naura membuka matanya dan mendapati Arkan yang sedang memakai pakaiannya setelah mandi. "Arkan, jadi aku tidur dengan dia. Tunggu, kenapa aku bisa bersama Arkan?" batinnya. Naura mencoba mengingat kembali apa yang terjadi di klub semalam. Ingatannya mulai berputar seperti sebuah rekaman dan berakhir saat dia mencium Arkan. Naura begitu menikmati ciuman itu hingga membuatnya tak ingin melepaskan sedetik pun kesempatan itu. "Aku mencintaimu, Naura." "Aku juga mencintaimu, Arkan," ucap Naura dengan sadar hingga membuat wajahnya bers
Dentuman musik mengalun begitu kencang hingga memekikkan telinga. Namun, hal itu malah menarik atmosfer di sekitar membuat orang-orang yang berada di dalam klub ikut terhanyut dengan irama musik yang dibawakan oleh seorang DJ. "Naura, ayo turun!" ajak Sela saat mereka memasuki klub malam. "Kamu aja aku tunggu di bar ya." "Jangan di bar kita cari meja saja," ujar Sela. Matanya melihat ke sekeliling mencari tempat yang kosong. Namun, sayang tidak ada tempat kosong. Hampir semua meja terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati malam panjang mereka. "Tunggu, bukankah itu Arkan. Kita ikut di meja dia saja." Naura mencekal tangan Sela, tapi wanita itu terus berjalan meninggalkannya begitu saja. Mau tidak mau Naura pun mengikuti Sela hingga berhenti tepat di depan meja Arkan. "Hai, Arkan. Sendiri aja nih, boleh gabung?" Arkan mendelik, tanpa bicara dia bergeser tanda jika dia mempersilahkan mereka untuk duduk bersama dengannya. "Terima kasih, aku titip Naura dulu ya. B
Deburan ombak mengalihkan perhatian Naura dari Roni dan Sela yang sedang berbincang. Padahal meeting sudah berakhir dan mereka berdua masih asik bersama."Ini." Naura menoleh ke samping saat Raka memberikan kopi untuknya. "Makasih.""Sama-sama."Naura kembali menoleh ke arah Sela dan Roni, tapi mereka sudah tidak ada di sana. "Ke mana mereka pergi?""Siapa? Oh Pak Roni dan Bu Sela, paling ke hotel.""Hah, kok bisa secepat itu?"Raka tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut Naura. "Kamu tenang saja mereka sedang melihat lokasi untuk penempatan barang-barang.""Oh," ujar Naura bernapas lega. Naura pun memilih berteduh di bawah pohon yang rindang lalu menurunkan bokongnya di atas pasir. "Menurutmu bagaimana Bu Sela dan Pak Roni?""Maksudnya?"Raka tersenyum lalu menjawab, "Aku sudah lama ikut kerja dengan Pak Roni, aku tau dia tertarik pada Bosmu.""Oh, aku pikir Pak Roni bukan tipe pria idaman Bu Sela. Apa lagi usia mereka terpaut jauh, aku nggak yakin hubungan mereka akan b
Setelah pertemuan Sela dan Arkan, wanita itu terus mendiamkan Naura seolah kesal kepada.Naura pun tidak tahu harus melakukan apa karena Sela terus memalingkan wajahnya."Sebentar lagi kita sampai, apa kamu akan terus bersikap seperti itu?"Sela mendelik dan hanya menggerakkan tubuhnya seolah tak memperdulikan Naura. Kesal, Naura pun menginjak rem hingga tubuh Sela terhuyung ke depan. "Argh ... Kamu gila, apa kamu ingin aku mati?""Lihat kamu masih hidup dan berteriak dengan kencang."Sela mendelik, dengan anggunnya dia merapihkan rambutnya. "Aku kesal karena kamu nggak ngasih tahu aku kalau Arkan ada di sini.""Aku juga nggak tahu kalau dia datang ke sini. Lagi pula baru tadi pagi aku ketemu sama dia. Tunggu, kenapa kamu sekesal ini sama aku. Apa kamu masih mengharapkan dia?""Hah, yang benar saja. Mana mungkin aku mau sama duda apa lagi bekas karyawanku," cibirnya.Naura berdecak kembali mengendarai mobilnya. "Berhenti berbohong buktinya kamu kesal saat melihat aku dan Arkan bersa
Deburan ombak mengalun indah menemani Naura yang sedang menikmati kopi di pagi buta. Dia sama sekali tak bisa tidur nyenyak saat berada jauh dari putra semata wayangnya.Tok,tok."Permisi, room service."Naura menoleh ke arah pintu lalu beranjak dari kursinya.CeklekNaura terkejut melihat staf hotel membawakan sarapan ke kamarnya. "Maaf aku nggak pesan, mungkin salah kamar."Staf tersebut melihat kartu untuk memastikan jika mereka tidak salah kamar. "Dengan Ibu Naura kamar 210""Iya aku Naura, tapi aku nggak pesan," tutur Naura mencoba menjelaskan. Tak lama ponsel Naura berdering terlihat nama Arkan di sana. "Halo."[Selamat menikmati sarapannya.]"Apa, jadi kamu yang kirim makanan ini. Dari mana kamu tahu aku ada di hotel ini?"[Selamat menikmati, Sayang.]Arkan mematikan panggilannya sepihak. Mau tidak mau Naura pun mempersilahkan staf untuk masuk dan menyajikan makanan pesanan Arkan.Sudut bibir Naura terangkat saat melihat makanan pesanan Arkan. Tak lupa dia mengabadikan momen
Naura merapihkan beberapa pakaian ke dalam koper. Tak lupa dia pun memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya."Sudah di masukkan semua? Awas nanti ada yang ketinggalan!" ucap Dila sambil mengajak Axel bermain."Sepertinya sudah beres semua. Bu, aku titip Axel beberapa hari ya.""Iya, kamu tenang saja. Ibu akan menjaga Axel dengan baik, lagi pula Pak Teddi juga ada pasti dia membantu Ibu menjaga Axel."Naura tersenyum lalu beranjak dari lantai. "Aku siap-siap dulu."Seolah mengerti, Dila mengajak Axel untuk keluar dari kamar Naura.Tok, tok."Permisi."Dila menuruni anak tangga lalu menghampiri tamu yang baru saja datang."Siapa Bi?" tanya Dila saat dia berjalan ke arahnya."Itu Bu, temennya Bu Naura," jawabnya."Oh Sela. Tolong buatkan minuman buat Sela ya." Dila pun menghampiri Sela yang sedang duduk di sofa. "Eh, Sela.""Tante, hai Axel," sapa Sela saat melihat Axel tersenyum menatapnya.Mereka pun duduk bersampingan sambil bermain dengan Axel. "Acaranya mendadak ya?" selidik Dila.
Suara bising di sekitar tak mengalihkan perhatian Naura dari berkas yang ada di hadapannya. Brak!Hening seketika, semua yang ada di ruang meeting diam menatap ke arah Naura. "Ini kenapa bisa beda?"Naura menggeser berkas yang ada di depannya. "Laporan keuangan ganti, salah tuh! Teliti dulu sebelum di kirim. Ini lagi, bukannya klien kita minta ganti kursi, kenapa masih ditulis kursi dengan merek yang sama?""Ma-maaf Bu, tapi Bu Sela sudah setuju dengan merek itu," jelas Kevin.Seketika Naura menoleh ke arah Sela. "Apa, aku nggak tau ya. Kevin, kamu benar-benar ya, harusnya kamu bilang kalau barangnya di ganti, aku kan nggak tahu."Sela langsung menggeser kursinya mendekati Naura seolah menyerang Kevin."Ta-tapi Bu Se—"Mata Sela hampir saja keluar memelototi Kevin bahkan mulutnya berkomat-kamit seolah menyuruhnya tutup mulut."Bereskan semuanya, kerjakan dengan baik dan teliti. Baiklah, meeting kita tutup, selamat siang."Naura keluar dari ruang meeting di ikuti Sela di belakang. Wan
Hening, seketika Naura tak mendengar suara apapun kecuali detak jantungnya yang begitu cepat.Mata Naura terpaku pada wajah pria yang selalu membuat hatinya berdesir. "Papa," teriak Axel berjalan ke arah mereka.Refleks Arkan melepaskan tangannya dari pinggang Naura. "Sayang." Axel berlari memeluk Arkan dengan erat. "Ayo, kita cari makan," sambung Arkan meninggalkan Naura yang masih mematung. Sorak dari para tamu undangan pun kembali riuh saat Adelia bersiap melempar buket bunga yang dia pegang. "Naura, sini!" panggil Adelia. Dengan enggan Naura pun ikut ke kerumunan yang bersiap menerima buket bunga. Semua bersiap hanya Naura yang diam dan ikut berdiri dengan kerumunan."Satu, dua, tiga."Buket itu pun melayang ke arah Naura, tapi seketika tubuhnya terhuyung ke depan saat seseorang mendorongnya dari belakang. "Argh," ucap Naura terkejut. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Naura hingga menyentuh tubuhnya. "Woa, selamat Bro!" teriak Reza mengalihkan perhatian semua yang