Naura duduk di ruang tunggu sembari melihat ke sekeliling. "Kenapa Mas Arkan suruh aku tunggu di sini, harusnya kan istri ikut kalau suaminya lagi di periksa," gumamnya. "Apa Mas Arkan punya penyakit parah sampai enggak boleh aku tahu?"Pikiran jahat Naura terus berputar di otaknya, banyak sekali kemungkinan-kemungkinan yang terjadi hanya karena dia tak ikut saat suaminya di periksa.Dua puluh menit berlalu, Arkan menghampiri Naura yang sedang tertunduk fokus ke ponselnya. "Bengong aja. Ayo, pulang."Seketika Naura mendongak mendapati Arkan berdiri di depannya. "Udah selesai Mas, kata dokter apa. Mas enggak sakit parah kan?"Arkan berbalik lalu memegang tangan Naura dengan lembut. "Kata dokter aku sehat.""Sehat ... Syukurlah aku takut Mas kenapa-kenapa.""Memangnya aku kenapa?""Pakai nanya lagi, biasanya kalau suami istri itu pasti ikut ke ruang dokter biar tahu penyakit pasangannya. Lah ini aku malah disuruh diam di ruang tunggu," kesal Naura sembari mencebikkan bibirnya.Arkan m
Mobil Naura terparkir di tepat di depan lobi kantornya. Sedangkan empunya sibuk membawa paper bag yang ada di ke dua tangannya."Selamat pagi, Bu.""Pagi, Pak. Ini makan sama yang lain ya," tutur Naura memberikan paper bag berisi oleh-oleh dari Singapura yang sengaja dia beli."Makasih, Bu.""Sama-sama, oh iya tolong parkirin ya.""Baik, Bu."Naura melangkah menyusuri lobi. Beberapa karyawan yang mengenali Naura menyapanya, tapi tidak dengan para karyawan yang tak mengenal siapa Naura."Naura," panggil Lala sembari melambaikan tangan."Lala ...." Keduanya saling berpelukan di depan orang-orang yang sedang menunggu lift terbuka. "Ini untukmu.""Apa ini?" Dengan cepat Lala membuka isi paper bag. "Wah ...." Mata Lala berbinar saat melihat tas pemberian Naura dengan merek ternama.Ting!Pintu lift pun terbuka, orang-orang yang mengantri lebih dulu masuk ke dalam lift, menyisakan Naura dan Lala yang masih berdiri di sana."Apa kalian habis liburan?""Hm, bulan madu lebih tepatnya," bisik N
Hening, Naura terus menatap kedua mata Liona seolah menunggu jawaban dari wanita yang ada di hadapannya itu.“Eeeee ... aku melihat postingan Arkan di media sosial,” jawabnya.Ya, dari sana Naura tahu jika selama ini mantan istri suaminya masih memantau kehidupan mereka."Benarkah, jadi kamu bisa melihat keseruan kita bulan madu," ucap Naura sengaja membuat lawannya murka.Sudut bibir Liona terangkat. Dia kembali menikmati tomyam yang ada di hadapannya. "Hm, sepertinya kalian sangat bahagia karena baru kali ini Arkan mengunggah lagi kehidupan pribadinya lagi.""Bulan madu, apa kalian sedang program bayi?" tanya Lala sengaja memperkeruh keadaan."Hm, Mas Arkan pengen cepet-cepet punya anak, takut dia keburu tua."Naura dan Lala tertawa bersama, Sedangkan Liona hanya diam.Melihat reaksi Liona yang terlihat santai membuat Naura geram. "Oh ya, aku harus segera ke kantor. Lala kamu udah selesai kan makannya?" Naura berdiri, "Kita duluan ya. Bye, Liona.""Hm, bye."Keduanya meninggalkan Li
Liona berdiri di depan pintu lobi sambil menunggu kedatangan Reza. Dia sengaja datang ke Bali hanya untuk kembali mengambil hatinya.Hampir setengah jam menunggu akhirnya sosok pria yang dia kenali berjalan mendekat. "Lama banget sih!" protes Liona."Udah nunggu lama, lagian suruh siapa nunggu kan bisa naik taksi!"Bukannya menjawab Liona malah menarik kopernya lalu masuk ke dalam mobil Reza. "Mau ke hotel atau makan dulu?" tanya Reza lagi."Ke apartemen kamu.""Oke, baiklah."Tentu Reza senang Liona mau ke apartemennya karena dia bisa leluasa menikmati tubuh wanita yang dia sukai itu. Bohong jika dia sudah tak menginginkan Liona, hanya saja dia tak ingin menunjukkan rasa ketertarikannya lagi karena tidak mau sakit hati."Kamu bilang sudah ada wanita yang menggantikan aku?"Reza melirik ke arah Liona kemudian kembali fokus ke kemudi. "Hm, dia jauh lebih muda dan cantik. Saat pertama bertemu dengan dia jujur aku bisa melupakan semua tentangmu.""Benarkah, jadi penasaran seperti apa w
Jemari Adelia terus menari di atas layar ponselnya. Dia terus mencari tahu tentang Liona melalui media sosial.Zaman sekarang hampir semua orang memiliki media sosial, Adelia yakin dia bisa mencari tahu tentang Liona."Lionalisa," gumamnya setelah mengecek banyak nama Liona yang muncul saat dia mengetik nama itu.Netra Adelia melebar kala melihat foto yang dibagikan di akun media sosial Liona."Arkan, apa dia mantan istri Arkan?"Dia pun bergegas mencari kontak Naura lalu menghubunginya. "Halo, Naura. Ini aku."[Adelia, ke mana aja. Kenapa baru hubungin aku. Kamu tau orang tua kita seperti apa kemarin gara-gara ulahmu!]"Alah, udah jangan bahas itu. Nanti aku ganti uang yang udah kamu keluarin buat bayar hutang."[Enteng banget kalau ngomong. Memangnya kamu kerja apa?]"Kamu enggak perlu tahu yang pasti aku bakalan bayar semua hutangku. Dengar Naura, apa kamu kenal sama Liona?"Hening, Adelia tak mendengar lagi ucapan Naura meski panggilan mereka masih terhubung."Kamu kenal enggak,
Suara gemercik air hujan membuat suasana haru menyelimuti hati Naura yang sedang memandangi ayahnya. Ya, semenjak pulang dari kantornya, Naura menyempatkan diri untuk datang menemui Toni. Namun, sayangnya dia sama sekali tak berani menunjukkan batang hidungnya. "Apa aku harus memberitahu Papah kalau Adelia menghubungiku?" batin Naura. Sebenarnya Naura masih kesal pada kakaknya itu, tapi saat dai bertanya soal Liona hati Naura pun mulai menerka-nerka tentang hubungan Adelia dan Liona. Drttt .... "Astaga, mengagetkan saja!" kesal Naura saat ponselnya bergetar. "Mas Arkan ... halo, Mas!" "Kamu di mana?" "Aku lagi di depan toko." "Hah, memangnya kamu habis beli apa?" Naura melipat bibirnya, bagaimana pun juga dia tak boleh membohongi suaminya itu. "Eee ... Toko Bangunan Papah." "Benarkah. kenapa kamu enggak bilang. Kan aku bisa ikut ke sana!" "Maaf." "Tunggu di sana, aku berangkat sekarang." "Enggak usah, Mas gak perlu ke si-" Belum selesai Naura berucap Arkan sudah mengakhiri
Naura mengetuk sepatunya ke meja yang ada di depannya. Sudah dua jam lebih dia menunggu kedatangan Dosen pembimbing. "Naura." Mendengar namanya di panggil Naura pun menoleh kesumber suara. "Devan, kamu mau ambil surat juga?" "Iya. Kamu sendiri ajaa, Lala ke mana?" "Lala lagi sibuk kerja jadi aku yang mewakili," jelasnya. Devan hanya mengangguk. "Oh ya, maaf waktu itu aku enggak bisa datang untuk makan siang bersama. Padahal aku yang mengajak kalian, tapi aku sendiri yang enggak datang." "Enggak apa-apa. Memangnya kamu kerja di mana?" "Gedung C. Aku kerja di perusahaan ayahku." "Benarkah, keren dong." "Biasa aja," ucapnya. Seketika suasana pun menjadi canggung. Naura bingung mencari topik pembicaraan begitu pun Devan yang diam seolah sedang menunggunya bicara. "Setelah kuliah kita selesai, kamu mau kerja atau menjadi ibu rumah tangga?" "Hah?" Sontak Naura menoleh ke arah Devan yang berada di sampingnya. "Ak-aku jelas mau kerja dulu. Aku ingin mewujudkan mimpiku sebagai sekr
Alunan musik yang berganti dengan cepat mengiringi perjalanan Naura dan Arkan kembali ke rumah. Arkan sebenarnya kesal karena lagu favoritnya terus di ganti oleh Naura."Kamu kenapa sih dari tadi ganti lagu terus?" tanya Arkan."Lagi nyari lagu sedih," jawab Naura dengan nada ketus.Arkan melirik ke arah Naura sebentar kemudian kembali fokus dengan kemudinya. "Kamu sedih kenapa?""Pakai nanya lagi.""Ya jelas aku tanya karena aku enggak tahu kamu sedih karena apa!" Arkan mulai terpancing emosi karena Naura yang terus berputar-putar."Karena Mas ketemu sama Liona.""Ya ampun, hanya karena itu kamu sedih. Dengar Sayang, aku sama Liona itu enggak ada hubungan. Lagi pula kita ini rekan bisnis pasti sering ketemu. Lagi pula suruh siapa kamu enggak angkat teleponku.""Apa hubungannya sih?""Jelas ada hubungannya karena aku ingin ngasih tahu kami kalau Liona akan datang ke kantor."Seketika Naura diam membisu tak berani lagi memancing emosi Arkan. "Ini kita langsung ke rumah Mamah kan?""Pin