Liona berdiri di depan pintu lobi sambil menunggu kedatangan Reza. Dia sengaja datang ke Bali hanya untuk kembali mengambil hatinya.Hampir setengah jam menunggu akhirnya sosok pria yang dia kenali berjalan mendekat. "Lama banget sih!" protes Liona."Udah nunggu lama, lagian suruh siapa nunggu kan bisa naik taksi!"Bukannya menjawab Liona malah menarik kopernya lalu masuk ke dalam mobil Reza. "Mau ke hotel atau makan dulu?" tanya Reza lagi."Ke apartemen kamu.""Oke, baiklah."Tentu Reza senang Liona mau ke apartemennya karena dia bisa leluasa menikmati tubuh wanita yang dia sukai itu. Bohong jika dia sudah tak menginginkan Liona, hanya saja dia tak ingin menunjukkan rasa ketertarikannya lagi karena tidak mau sakit hati."Kamu bilang sudah ada wanita yang menggantikan aku?"Reza melirik ke arah Liona kemudian kembali fokus ke kemudi. "Hm, dia jauh lebih muda dan cantik. Saat pertama bertemu dengan dia jujur aku bisa melupakan semua tentangmu.""Benarkah, jadi penasaran seperti apa w
Jemari Adelia terus menari di atas layar ponselnya. Dia terus mencari tahu tentang Liona melalui media sosial.Zaman sekarang hampir semua orang memiliki media sosial, Adelia yakin dia bisa mencari tahu tentang Liona."Lionalisa," gumamnya setelah mengecek banyak nama Liona yang muncul saat dia mengetik nama itu.Netra Adelia melebar kala melihat foto yang dibagikan di akun media sosial Liona."Arkan, apa dia mantan istri Arkan?"Dia pun bergegas mencari kontak Naura lalu menghubunginya. "Halo, Naura. Ini aku."[Adelia, ke mana aja. Kenapa baru hubungin aku. Kamu tau orang tua kita seperti apa kemarin gara-gara ulahmu!]"Alah, udah jangan bahas itu. Nanti aku ganti uang yang udah kamu keluarin buat bayar hutang."[Enteng banget kalau ngomong. Memangnya kamu kerja apa?]"Kamu enggak perlu tahu yang pasti aku bakalan bayar semua hutangku. Dengar Naura, apa kamu kenal sama Liona?"Hening, Adelia tak mendengar lagi ucapan Naura meski panggilan mereka masih terhubung."Kamu kenal enggak,
Suara gemercik air hujan membuat suasana haru menyelimuti hati Naura yang sedang memandangi ayahnya. Ya, semenjak pulang dari kantornya, Naura menyempatkan diri untuk datang menemui Toni. Namun, sayangnya dia sama sekali tak berani menunjukkan batang hidungnya. "Apa aku harus memberitahu Papah kalau Adelia menghubungiku?" batin Naura. Sebenarnya Naura masih kesal pada kakaknya itu, tapi saat dai bertanya soal Liona hati Naura pun mulai menerka-nerka tentang hubungan Adelia dan Liona. Drttt .... "Astaga, mengagetkan saja!" kesal Naura saat ponselnya bergetar. "Mas Arkan ... halo, Mas!" "Kamu di mana?" "Aku lagi di depan toko." "Hah, memangnya kamu habis beli apa?" Naura melipat bibirnya, bagaimana pun juga dia tak boleh membohongi suaminya itu. "Eee ... Toko Bangunan Papah." "Benarkah. kenapa kamu enggak bilang. Kan aku bisa ikut ke sana!" "Maaf." "Tunggu di sana, aku berangkat sekarang." "Enggak usah, Mas gak perlu ke si-" Belum selesai Naura berucap Arkan sudah mengakhiri
Naura mengetuk sepatunya ke meja yang ada di depannya. Sudah dua jam lebih dia menunggu kedatangan Dosen pembimbing. "Naura." Mendengar namanya di panggil Naura pun menoleh kesumber suara. "Devan, kamu mau ambil surat juga?" "Iya. Kamu sendiri ajaa, Lala ke mana?" "Lala lagi sibuk kerja jadi aku yang mewakili," jelasnya. Devan hanya mengangguk. "Oh ya, maaf waktu itu aku enggak bisa datang untuk makan siang bersama. Padahal aku yang mengajak kalian, tapi aku sendiri yang enggak datang." "Enggak apa-apa. Memangnya kamu kerja di mana?" "Gedung C. Aku kerja di perusahaan ayahku." "Benarkah, keren dong." "Biasa aja," ucapnya. Seketika suasana pun menjadi canggung. Naura bingung mencari topik pembicaraan begitu pun Devan yang diam seolah sedang menunggunya bicara. "Setelah kuliah kita selesai, kamu mau kerja atau menjadi ibu rumah tangga?" "Hah?" Sontak Naura menoleh ke arah Devan yang berada di sampingnya. "Ak-aku jelas mau kerja dulu. Aku ingin mewujudkan mimpiku sebagai sekr
Alunan musik yang berganti dengan cepat mengiringi perjalanan Naura dan Arkan kembali ke rumah. Arkan sebenarnya kesal karena lagu favoritnya terus di ganti oleh Naura."Kamu kenapa sih dari tadi ganti lagu terus?" tanya Arkan."Lagi nyari lagu sedih," jawab Naura dengan nada ketus.Arkan melirik ke arah Naura sebentar kemudian kembali fokus dengan kemudinya. "Kamu sedih kenapa?""Pakai nanya lagi.""Ya jelas aku tanya karena aku enggak tahu kamu sedih karena apa!" Arkan mulai terpancing emosi karena Naura yang terus berputar-putar."Karena Mas ketemu sama Liona.""Ya ampun, hanya karena itu kamu sedih. Dengar Sayang, aku sama Liona itu enggak ada hubungan. Lagi pula kita ini rekan bisnis pasti sering ketemu. Lagi pula suruh siapa kamu enggak angkat teleponku.""Apa hubungannya sih?""Jelas ada hubungannya karena aku ingin ngasih tahu kami kalau Liona akan datang ke kantor."Seketika Naura diam membisu tak berani lagi memancing emosi Arkan. "Ini kita langsung ke rumah Mamah kan?""Pin
Tubuh Naura mematung saat melihat Liona menatapnya dengan senyuman. Sejak kapan dia berbincang dengan Sinta?Mataku melihat ke sekeliling memastikan keberadaan Arkan. "Liona, kapan kamu datang?""Belum lama, senang bisa ketemu kamu di sini," ucapnya bersemangat.Namun, entah mengapa di balik senyumnya Naura merasa jika wanita itu sedang mencari perhatian mertuanya. "Ih, Mamah senang deh liat mantan istri dan istri Arkan akur begini. Jadi enggak ada cemburu-cemburuan," ungkapnya.Jelas cemburu, hanya saja Naura menunjukkan hal itu jika Liona kepergok berdua saja dengan Arkan."Hubungan aku dan Naura baik kok Mah. Makanya aku juga datang ke sini ingin memperbaiki semuanya," jelasnya."Maksud kamu?" tanya Sinta."Eee, maksudnya hubungan aku dan Mamah serta Papah kembali seperti dulu seperti saat aku masih menjadi menantu kalian meski sekarang sudah berpisah."Naura memalingkan wajahnya, entah mengapa dia merasa jijik mendengar niatan Liona untuk kembali dekat dengan keluarga mantan suam
Brak!Dengan sengaja Naura melempar pintu lemari dengan kesal. Hal itu rupanya membuat Arkan bangun dari tidurnya."Pelan-pelan dong!" ucapnya lalu berbalik menarik selimutnya.Tangan Naura terkepal lalu menarik baju Arkan hingga dia terduduk. "Apa yang Mas lakukan sama Liona? Tega kamu Mas, berduaan sama dia sementara aku di tinggalkan di jalan begitu saja!""Apa sih, kamu ngomong apa aku enggak ngerti?!""Semalam Mas jalan sama Liona, pelukan, ciuman dan ninggalin aku gitu aja. Bahkan Mas bilang ingin menceraikan aku."Arkan mengerutkan dahinya. "Semalam kita kan pulang duluan dari rumah Mamah. Lagi pula gimana aku bisa pergi sama Liona bicara aja enggak?""DI MIMPIKU!""Ap-apa ... tunggu, jadi kamu marah seperti ini karena mimpi, konyol sekali?!"Pletak!Arkan menyentil dahi Naura dengan kasar hingga dia mengaduh kesakitan. "Bangun, jangan mimpi terus!""Sakit Mas."Arkan berlalu meninggalkan Naura yang masih memegangi dahinya. "Mas, ih ...."Meski hanya mimpi tapi kesalnya sampai
Suara bel serta dering ponsel terus bersahutan, membangunkan Naura yang sedang terlelap tidur. "Siapa sih!" gerutu Naura. Tangannya terus meraba kasurnya untuk mencari ponselnya yang berdering."Halo."[Buka pintunya, ini aku!]"23765."[Sebentar.]Klik, suara pintu terbuka terdengar jelas di telinganya. Tak lama teriakan Lala pun menggema di seluruh ruangan. "Naura ... Naura, kamu di mana?"Ceklek."Kenapa masih tidur sih!" protes Lala berjalan mendekati Naura.Bukannya bangun Naura malah menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya. "Hei, bangun ada Ada Devan, Doni dan Mega di luar.""Apa, ngapain mereka ke sini?" Naura terduduk sekaligus terkejut mendengar penuturan Lala."Tadi pas mereka ngajak kumpul aku bilang mau ke rumah kamu. Eh mereka juga ikutan."Naura menghela napasnya lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya."Dasar, aneh," gerutunyaLala lalu kembali menyambut teman-temannya yang masih berdiri di ruang tamu. "Ayo, silahkan duduk," ucapnya seperti pemili