Penghargaan Ayra terlihat mengencangkan genggamannya pada kotak makan itu. Dia tidak bisa memaksakan kehendaknya, Ardian benar benar tidak ingin menerima makanan itu. Arsen yang melihat hal itu hanya bisa menggenggam tangannya kuat kuat, dia ingin sekali marah, mendatangi pria itu dan memukulnya sekencang mungkin. Arsen menarik nafas panjang, akan menjadi masalah jika dia ikut campur dalam masalah rumah tangga orang lain. Ardian adalah suami sah Ayra, sedangkan dia hanyalah seorang sahabat, hanya orang lain yang tidak memiliki hak apa apa. Ayra melangkahkan kakinya keluar dari gedung kantor pusat Abadi grup. Langkahnya begitu berat, namun dia harus kuat. Ayra berjalan menuju ke sebuah bangku kayu yang ada di depan kantor. Bangku kayu bercat coklat, di letakkan di taman kecil yang ada di depan kantor. Ayra duduk di bangku itu, dia meletakkan kotak makan dua susun tepat di sebelahnya. Ayra mengambil ponsel, dia harus segera memesan taxi online. Sepertinya pulang adalah solusi ter
KekecewaanMalam harinya di kediaman keluarga Herlambang Mahendra.Semua orang terlihat antusias di meja makan. Ayra tidak pernah gagal dalam membuat makanan.Dari wajah Ayra tersirat ekspresi kesedihan. Peristiwa tadi siang benar benar membekas di ingatannya.Setelah makan malam, semua orang kembali ke tempatnya masing masing, kecuali Ayra, dia harus membersihkan seluruh perlengkapan makan yang baru saja digunakan, juga mengurus sisa makanan yang masih banyak. Hatinya benar benar mengisyaratkan kesedihan, tidak ada semangat sedikitpun. Walaupun dia berusaha memahami, dia tetaplah wanita biasa yang bisa terluka.***Setelah semuanya selesai Ayra segera naik ke kamarnya. Di dalam kamar sudah ada Ardian yang duduk di kursi, terlihat membaca buku dengan serius. Ayra tidak menyapa Ardian, dia hanya diam, masuk ke dalam kamar mandi, berganti pakaian tidur, lalu bersiap untuk tidur.Ardian melirik Ayra, dia tahu, mungkin dia sudah menyematkan luka hati pada istri barunya itu.“Apa kamu mar
Memahami SituasiSejak peristiwa itu, penolakan terhadap perhatian penting. Ayra tidak lagi memaksakan kehendaknya, dia berusaha menerima setiap keadaan, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua ini akan berlalu, akan ada cinta di hati Ardian untuknya, entah kapan, dia hanya bisa berharap.Hatinya merasa tidak adil, namun bagaimana lagi, dia sudah menikah dengan Ardian dan saat ini Ardian adalah suami sahnya.Sebelum menikah dia meyakini bahwa Ardian menginginkannya, namun setelah menikah dia memahami satu hal, bahwa rasa tertarik saja tidak cukup.Usia pernikahannya hampir menginjak satu tahun, Ardian masih belum menyentuhnya sedikitpun. Ayra mulai terbiasa dan berdamai dengan setiap keinginan akan kasih dan sayang dari suaminya. Dia berusaha menepis has-rat untuk disentuh, dia tidak tahu bagaimana rasanya disentuh oleh laki-laki, jadi dia tidak pernah merindukan hal itu.Ayra terlihat merias wajahnya, menorehkan bedak juga lipstik. Dari jauh terlihat Ardian memperhatikan, ada rasa pe
MenyadarinyaDi seberang sana teman temannya hanya bisa menerima semua keputusan Ayra, walaupun mereka tahu, Ayra begitu menyukai Hoka Band, bahkan sebagai penggemar, Ayra tidak pernah absen menyaksikan konser Hoka Band selama jarak masih bisa ditempuhnya, apalagi mereka hanya mengadakan konser dua kali dalam setahun, satu kali konser besar dan satu kali konser kecil atau mini konser yang biasanya diadakan di hotel bintang lima.Ayra hanya bisa berusaha keras menahan diri, menahan keinginan kuatnya. Dia harus belajar menerima bahwa setelah menikah dia tidak akan lagi bisa mempertahankan apa yang menjadi kesukaannya. Melihat konser musik, menyaksikan film terbaru, berjalan jalan, sepertinya itu tidak lagi bisa dia lakukan, padahal dia masih memiliki sedikit waktu ditengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, ibu yang belum memiliki anak, walaupun begitu, banyak yang harus diurusnya.***Ayra masuk ke dalam kamar, di dalam kamar terlihat Ardian sibuk bermain dengan ponselnya. Dia beg
KEBETULAN YANG ANEH"Nyonya," teriak dua satpam yang mendengar ada kegaduhan di dalam rumah. Satpam Mahi melihat nyonya mudanya duduk di lantai dengan kaki berlumuran darah."Nyonya,” teriak satpam Mahmud yang kemudian segera menolong Ayra. Luka di kaki Ayra cukup dalam, dan terus mengeluarkan darah.“Nyonya harus ke rumah sakit," ucap satpam Mahmud.“Da-darah," ucap Loly gugup, juga panic karena melihat ada darah berceceran di lantai dan Ayra mengerang kesakitan. "Pak Mahmud to-tolong temani Loly dan pak Mahi tolong antar saya ke rumah sakit,” baik nyonya ucap kedua satpamku yang kemudian dengan cekatan membantu Ayra.“To-tolong pak Mahi ambilkan tas kecil berwarna coklat muda yang ada di atas meja kamar saya," pinta Ayra."Ba-baik nyonya," ucap pak Mahi yang segera berlari ke kamar Ayra. Beberapa detik setelahnya pak Mahi keluar dari kamar Ayra dengan membawa tas yang Ayra minta."Ini nyonya," ucap pak Mahi.Ayra segera melepas apron yang masih menempel di bajunya, lalu memesan t
KEANEHAN"Apa suamimu juga datang?" tanya Arsen."Iya, mungkin sebentar lagi, kebetulan rumah sakit ini milik keluarga suamiku," ucap Isabela."Baiklah, aku akan menemanimu sampai suamimu datang," ucap Arsen."Arsen, tidak perlu, kamu pasti sibuk. Terimakasih sudah menyapaku," ucap Isabela yang sepertinya menolak dengan halus.“oh, baiklah,” ucap Arsen."Kring, kring, kring," ponsel Arsen berbunyi, panggilan itu dari tantenya, nyonya Farida.Arsen memberi isyarat bahwa dia akan menerima panggilan telepon, Isabela mengangguk."Halo tante," sapa Arsen setelah mengangkat panggilan itu."Arsen, apa kamu bisa ke rumah tante? kepala tante seperti mau pecah, rasanya sakit sekali," ucap tante Farida seraya merintih kesakitan."Tante sakit? Baiklah tante sebentar lagi Arsen ke sana.” Arsen menutup panggilan telephonenya, lalu berbalik hendak kembali ke tempat Isabela untuk berpamitan. Arsen menghentikan langkahnya, dia melihat dua orang yang tidak asing, sekian detik Arsen memperhatikan mere
Sedikit Rasa CemburuIsabela mengatakan bahwa rumah sakit ini milik keluarga suaminya.“Ya, presdir Herlambang Mahendra. Apa dia memiliki dua orang putra yang sudah menikah?” Tanya Arsen. Belum sempat Ayra menjawab pertanyaan itu, dia mendengar ada seseorang memanggil namanya."Ayra," teriak seseorang. Mendengar namanya dipanggil, Ayra segera menoleh."Mas Ardian," ucap Ayra lirih.Ternyata Ardian yang memanggil Ayra, dia mengenali Ayra. Ardian berjalan ke arah Ayra, melepaskan gandengan tangan Arsen."Mas Ardian, apa kamu menjemputku?" tanya Ayra. "I-iya, pak Mahi menghubungiku, dia memberitahuku kamu terluka dan ke rumah sakit ini," ucap Ardian.Ardian mengingat peristiwa beberapa menit yang lalu ketika dia sedang memeluk Isabela. Ponselnya berbunyi, Ardian mengangkat ponselnya."Aku angkat telepon dulu," ucap Ardian."Iya," ucap Isabela lirih.Telephone itu dari satpam Mahi."Halo," ucap Ardian setelah mengangkat panggilan teleponnya."Halo Ardian, saya ingin memberitahukan bahwa
Sang PemilikAyra menatap ke arah Ardian, baru kali ini dia mendengar Ardian mengkhawatirkannya. Apa mungkin benih cinta sudah mulai tumbuh di hati Ardian? Itu yang sedang Ayra pikirkan.Ayra merasakan Ardian memiliki perhatian yang luar biasa. Seperti begitu menyayangi dan mencintai Ayra, hal hal seperti ini membuat Ayra luluh, memiliki harapan tinggi suatu saat Ardian akan mencintainya dengan utuh, menjadi istri yang sebenarnya, lahir dan batin.Ayra sampai di kediaman keluarga Herlambang. "Aku tidak bisa menemanimu, aku harus kembali ke kantor," ucap Ardian."Ti-tidak apa apa, Terimakasih sudah mengantarku pulang," ucap Ayra yang kemudian dia keluar dari mobil Ardian yang berhenti di depan gerbang rumah. Ayra melambaikan tangan ke arah Ardian, hingga mobilnya menghilang."Nyonya, bagaimana keadaan nyonya?" tanya satpam Mahmud."Sudah diobati, tidak apa apa, terimakasih sudah khawatir," ucap Ayra."Di mana Loly? Apa dia baik baik saja?" tanya Ayra."Di dalam rumah nyonya, non Loly