Berusaha Menahan Sesak
Ayra sibuk menyiapkan makan malam di dapur, dia masih menjalankan semua kewajibannya, berusaha tidak mengingat hal buruk yang baru saja menimpanya. Ayra menyentuh pipinya, rasa nyeri, panas dan perih mungkin sudah memudar, tidak lagi dia rasakan, namun luka di dalam hatinya sungguh itu tidak lagi menemukan obat yang tepat."A-Ayra," ucap nyonya Sisca lirih. Nyonya Ayra terlihat mendekat kearah Ayra berdiri."I-ibu, ibu perlu apa? apa ibu mau air dingin? Ayra akan mengambilkannya," ucap Ayra, selalu dengan sikap sigapnya dalam memberikan pelayanan pada semua orang."Ti-tidak, ibu tidak butuh apa apa, ibu hanya ingin minta maaf karena ibu sudah sangat keterlaluan, mungkin karena sebelumnya ibu sudah sangat emosi dengan masalah ibu sendiri, ibu benar benar minta maaf, ibu tidak seharusnya mengatakan hal buruk seperti itu," ucap nyonya Sisca seraya menggenggam tangan Ayra.“Ibu benar benMirip Pembantu Pagi harinya, tepat pukul sepuluh pagi, Ayra sudah berada di supermarket untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga, kali ini dia berusaha dengan cepat supaya dia masih memiliki waktu untuk mengunjungi pusat kecantikan, itu yang direncanakan."Aku harus cepat, aku sudah melakukan ini selama bertahun tahun, aku bisa melakukannya walau dengan mata tertutup," ucap Ayra yakin. Dengan cekatan, Ayra mengambil seluruh barang yang akan dibeli, barang kebutuhan rumah tangga, seperti bahan makanan juga kebutuhan lain yang seluruh anggota keluarga butuhkan. "Semua sudah beres, bahan makanan, perlengkapan kebersihan, aneka makanan ringan, aneka minuman, minyak goreng, hmmm sudah semuanya," gumam Ayra. Lalu dia bergegas mendorong troli ke arah kasir. Dari jauh Arsen terlihat mengamati Ayra, hal ini sudah Arsen lakukan sejak lama. Dia tahu jadwal Ayra, kapan dia akan mengunjungi supermarket. Arsen bahkan ta
Curiga yang mengakar Arsen sampai di rumah tante Farida, dia terlihat duduk di ruang tengah dengan perasaan kesal tergambar jelas di wajahnya."Arsen sayang, kamu sudah datang," sapa nyonya Farida."Iya tante, ini Arsen bawakan cake coklat dari JIM Mall," ucap Arsen seraya menunjukkan cake coklat yang dibawanya."Terimakasih Arsen, itu cake kesukaan tante," ucap nyonys Farida sumringah. Tante Farida melihat ke arah Arsen, sepertinya ada yang aneh, wajah Arsen mengisyaratkan kekesalan juga kesedihan."Arsen, ada apa? Apa ada masalah di kantor?” Tanya tante Farida.“Apa kamu ingin kembali menjadi dokter? Apa menjadi presdir rumah sakit dan hotel sangat melelahkan?” Tanya nyonya Farida menelisik.“Tapi, di hotel, banyak yang membantumu, kamu hanya menjadi presdir, semua staff adalah professional,” gumam nyonya Farida.“Tante,” ucap Arsen.“Jangan mengkhawatirkan Arsen, Arsen
Peristiwa Mengerikan Mulai Terjadi Ayra menginjakkan kaki di apartemen itu, apartemen mewah yang harganya pun tidak biasa. Ayra memegang dadanya, menguatkan hati juga pikirannya. Jantung itu berdegup dengan kencang, seperti genderang perang, dia bahkan kesulitan untuk menstabilkan deru jantungnya.“Kamu harus kuat Ayra, apapun yang akan kamu dapatkan di tempat ini,” ucap Ayra. Dengan yakin dia memasuki apartemen itu, mendekat ke arah resepsionis sebagai jalan pintas dari pada harus mencari cari tidak jelas.“Se-selamat siang,” sapa Ayra.“Selamat siang ibu, ada yang bisa saya bantu?” Tanya resepsionis yang terdengar begitu ramah.“Ma-maaf saya mau Tanya, apa benar bapak Ardian Herlambang tinggal di salah satu unit penthouse?” Tanya Ayra. Mendengar hal itu, petugas resepsionis bernama Naira itu mengerutkan dahi. Ayra menangkap sinyal keragu raguan.“Oh, maaf, saya hanya mau mengantarkan pesanan kado,
Peristiwa Mengerikan Mulai TerjadiPart 2 Mobil Ardian masuk ke dalam lingkungan apartemen.“Itu mobil mas Ardian, ya, itu mobilnya,” ucap Ayra yakin.Ayra segera berlari mengikuti mobil itu hingga ke area parkir bawah tanah dan berhenti. Dengan nafas tersengal sengal, Ayra berhenti tepat di depan mobil Ardian.“Ar-Ardian,” ucap Isabela gugup.“Ada apa?” Tanya Ardian yang belum menyadari kehadiran Ayra.“Di-dia,” ucap Isabela seraya menunjuk ke arah Ayra berdiri. Ardian melihat kearah itu, dia kaget, ada istrinya di sana.“A-Ayra,” ucap Ardian.“Isabela, sebaiknya kamu bawa Amora naik, aku akan menemuinya,” pinta Ardian.“I-iya,” ucap Isabela yang segera keluar dari mobil, berusaha menyembunyikan wajahnya dan masuk ke dalam area apartemen. Ayra melihat wanita itu, dengan perasaan campur aduk yang luar biasa. Ayra berusaha menstabilka
Medan Perang Ardian membawa Ayra ke apartemennya, penthouse mewah yang bahkan memiliki lift sendiri. Ayra hanya diam, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia bahkan belum percaya bahwa dirinya akan mengalami hal semacam ini, bertemu dengan selingkuhan suaminya. Mereka sampai di depan pintu apartemen, Ardian membuka pintu itu.Di dalam apartemen sudah ada Isabela, duduk dengan santainya di sofa yang ada di sana.Hati Ayra bergetar hebat.“Wanita itu,” gumam Ayra. Ayra menatap wanita itu dalam dalam, bahkan matanya nyaris keluar. Isabela mengulaskan senyum, seolah sengaja melakukan itu. Dia berdiri, lalu mendekat kearah Ayra.“Apa kamu kaget?” Tanya Isabela, berusaha terlihat tenang.“Kamu?” Tanya Ayra.“Isabela?” tebak Ayra. Ardian mengerutkan dahi, dia bahkan tidak menyangka jika Ayra mengenal Isabela.“Ya, orang yang selalu kalah dari
Misi Penyelamatan Di dalam mobil, suasana tegang benar benar terasa.“Kemana kita harus membawanya?” Tanya Ardian.“Kita buang saja, kita hanyutkan di sungai,” ucap Isabela memberi ide.“Apa?” Tanya Ardian tidak percaya.“Tidak, di jembatan akan sangat ramai sekali, kita tidak bisa membuangnya di kota,” ucap Ardian“Apa kamu yakin dia sudah mati?” tanya Ardian.“Dia masih hidup, nafasnya tipis. Kamu tidak melihat darah yang keluar dari kepalanya? Aku yakin dia tidak akan bertahan,” ucap Isabela.“Apa yang kita lakukan, kita sudah menjadi pemb-unuh,” ucap Ardian gugup dan juga takut. Isabela menggenggam tangan suaminya, berusaha memberi kekuatan.“Ini yang terbaik, kita harus menyingkirkannya, tidak ada pilihan lain,” ucap Isabela.“Pikirkan anak kita, apa kamu yakin rela menukar hidupmu yang penuh dengan kemewahan dengan hidup di penjara?” Tanya Isabela.
Setelah peristiwa itu Pagi hari, Ayra tersadar, dia mendapati tubuhnya sudah berganti pakaian dengan pakaian hangat, tertutup selimut tebal, tangannya juga terpasang selang yang terhubung dengan cairan infus. Dia berada di sebuah kamar yang nyaman. Kepalanya terasa sakit, ada perban menempel di sana, mungkin itu adalah luka yang dihasilkan dari pertengkaran sengit tadi malam. Ayra yang masih begitu lemah hanya bisa menghela nafas lega, bersyukur Tuhan memberinya hidup kedua walaupun belum bisa membedakan ini semua hanya mimpi atau kenyataan. Samar samar dia melihat sosok yang sudah tidak asing lagi, dia adalah Arsen, iya Arsen. teman Ayra sewaktu masih duduk di bangku kuliah, yang selalu menjadi sahabat baiknya, hingga saat ini. Arsen duduk di kursi yang ada di kamar itu, tertidur, terlihat sangat kelelahan. Arsen yang menyelamatkannya, memberikan hidup kedua bagin
Masa Masa Sulit “Bu Ayra adalah orang yang kuat,” ucap sekretaris Edo."Ya, dia memang wanita yang kuat," ucap Arsen.“Baiklah pak, saya pulang dulu,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, maaf mengganggu waktu liburmu,” ucap Arsen.“Tidak apa apa pak, hubungi saya jika ada yang bapak perlukan,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, terima kasih,” ucap Arsen. Sekretaris Edo bergegas pergi, Arsen membawa beberapa paper bag bingkisan itu ke kamar di mana Ayra berada.“Ayra, aku membawakan semua kebutuhanmu, jika ada yang kurang sampaikan saja,” ucap Arsen pada Ayra yang terlihat mengamati pemandangan diluar jendela kamarnya. Arsen meletakkan semua bingkisan itu di lantai.“I-iya,” ucap Ayra singkat. Arsen tahu, segala hal yang menimpa Ayra tidak bisa semudah itu diterima, dia masih terguncang dan Arsen berusaha memberi Ayra ruang. "Aku ada di luar, jika kamu
Masa Masa Sulit “Bu Ayra adalah orang yang kuat,” ucap sekretaris Edo."Ya, dia memang wanita yang kuat," ucap Arsen.“Baiklah pak, saya pulang dulu,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, maaf mengganggu waktu liburmu,” ucap Arsen.“Tidak apa apa pak, hubungi saya jika ada yang bapak perlukan,” ucap sekretaris Edo.“Baiklah, terima kasih,” ucap Arsen. Sekretaris Edo bergegas pergi, Arsen membawa beberapa paper bag bingkisan itu ke kamar di mana Ayra berada.“Ayra, aku membawakan semua kebutuhanmu, jika ada yang kurang sampaikan saja,” ucap Arsen pada Ayra yang terlihat mengamati pemandangan diluar jendela kamarnya. Arsen meletakkan semua bingkisan itu di lantai.“I-iya,” ucap Ayra singkat. Arsen tahu, segala hal yang menimpa Ayra tidak bisa semudah itu diterima, dia masih terguncang dan Arsen berusaha memberi Ayra ruang. "Aku ada di luar, jika kamu
Setelah peristiwa itu Pagi hari, Ayra tersadar, dia mendapati tubuhnya sudah berganti pakaian dengan pakaian hangat, tertutup selimut tebal, tangannya juga terpasang selang yang terhubung dengan cairan infus. Dia berada di sebuah kamar yang nyaman. Kepalanya terasa sakit, ada perban menempel di sana, mungkin itu adalah luka yang dihasilkan dari pertengkaran sengit tadi malam. Ayra yang masih begitu lemah hanya bisa menghela nafas lega, bersyukur Tuhan memberinya hidup kedua walaupun belum bisa membedakan ini semua hanya mimpi atau kenyataan. Samar samar dia melihat sosok yang sudah tidak asing lagi, dia adalah Arsen, iya Arsen. teman Ayra sewaktu masih duduk di bangku kuliah, yang selalu menjadi sahabat baiknya, hingga saat ini. Arsen duduk di kursi yang ada di kamar itu, tertidur, terlihat sangat kelelahan. Arsen yang menyelamatkannya, memberikan hidup kedua bagin
Misi Penyelamatan Di dalam mobil, suasana tegang benar benar terasa.“Kemana kita harus membawanya?” Tanya Ardian.“Kita buang saja, kita hanyutkan di sungai,” ucap Isabela memberi ide.“Apa?” Tanya Ardian tidak percaya.“Tidak, di jembatan akan sangat ramai sekali, kita tidak bisa membuangnya di kota,” ucap Ardian“Apa kamu yakin dia sudah mati?” tanya Ardian.“Dia masih hidup, nafasnya tipis. Kamu tidak melihat darah yang keluar dari kepalanya? Aku yakin dia tidak akan bertahan,” ucap Isabela.“Apa yang kita lakukan, kita sudah menjadi pemb-unuh,” ucap Ardian gugup dan juga takut. Isabela menggenggam tangan suaminya, berusaha memberi kekuatan.“Ini yang terbaik, kita harus menyingkirkannya, tidak ada pilihan lain,” ucap Isabela.“Pikirkan anak kita, apa kamu yakin rela menukar hidupmu yang penuh dengan kemewahan dengan hidup di penjara?” Tanya Isabela.
Medan Perang Ardian membawa Ayra ke apartemennya, penthouse mewah yang bahkan memiliki lift sendiri. Ayra hanya diam, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia bahkan belum percaya bahwa dirinya akan mengalami hal semacam ini, bertemu dengan selingkuhan suaminya. Mereka sampai di depan pintu apartemen, Ardian membuka pintu itu.Di dalam apartemen sudah ada Isabela, duduk dengan santainya di sofa yang ada di sana.Hati Ayra bergetar hebat.“Wanita itu,” gumam Ayra. Ayra menatap wanita itu dalam dalam, bahkan matanya nyaris keluar. Isabela mengulaskan senyum, seolah sengaja melakukan itu. Dia berdiri, lalu mendekat kearah Ayra.“Apa kamu kaget?” Tanya Isabela, berusaha terlihat tenang.“Kamu?” Tanya Ayra.“Isabela?” tebak Ayra. Ardian mengerutkan dahi, dia bahkan tidak menyangka jika Ayra mengenal Isabela.“Ya, orang yang selalu kalah dari
Peristiwa Mengerikan Mulai TerjadiPart 2 Mobil Ardian masuk ke dalam lingkungan apartemen.“Itu mobil mas Ardian, ya, itu mobilnya,” ucap Ayra yakin.Ayra segera berlari mengikuti mobil itu hingga ke area parkir bawah tanah dan berhenti. Dengan nafas tersengal sengal, Ayra berhenti tepat di depan mobil Ardian.“Ar-Ardian,” ucap Isabela gugup.“Ada apa?” Tanya Ardian yang belum menyadari kehadiran Ayra.“Di-dia,” ucap Isabela seraya menunjuk ke arah Ayra berdiri. Ardian melihat kearah itu, dia kaget, ada istrinya di sana.“A-Ayra,” ucap Ardian.“Isabela, sebaiknya kamu bawa Amora naik, aku akan menemuinya,” pinta Ardian.“I-iya,” ucap Isabela yang segera keluar dari mobil, berusaha menyembunyikan wajahnya dan masuk ke dalam area apartemen. Ayra melihat wanita itu, dengan perasaan campur aduk yang luar biasa. Ayra berusaha menstabilka
Peristiwa Mengerikan Mulai Terjadi Ayra menginjakkan kaki di apartemen itu, apartemen mewah yang harganya pun tidak biasa. Ayra memegang dadanya, menguatkan hati juga pikirannya. Jantung itu berdegup dengan kencang, seperti genderang perang, dia bahkan kesulitan untuk menstabilkan deru jantungnya.“Kamu harus kuat Ayra, apapun yang akan kamu dapatkan di tempat ini,” ucap Ayra. Dengan yakin dia memasuki apartemen itu, mendekat ke arah resepsionis sebagai jalan pintas dari pada harus mencari cari tidak jelas.“Se-selamat siang,” sapa Ayra.“Selamat siang ibu, ada yang bisa saya bantu?” Tanya resepsionis yang terdengar begitu ramah.“Ma-maaf saya mau Tanya, apa benar bapak Ardian Herlambang tinggal di salah satu unit penthouse?” Tanya Ayra. Mendengar hal itu, petugas resepsionis bernama Naira itu mengerutkan dahi. Ayra menangkap sinyal keragu raguan.“Oh, maaf, saya hanya mau mengantarkan pesanan kado,
Curiga yang mengakar Arsen sampai di rumah tante Farida, dia terlihat duduk di ruang tengah dengan perasaan kesal tergambar jelas di wajahnya."Arsen sayang, kamu sudah datang," sapa nyonya Farida."Iya tante, ini Arsen bawakan cake coklat dari JIM Mall," ucap Arsen seraya menunjukkan cake coklat yang dibawanya."Terimakasih Arsen, itu cake kesukaan tante," ucap nyonys Farida sumringah. Tante Farida melihat ke arah Arsen, sepertinya ada yang aneh, wajah Arsen mengisyaratkan kekesalan juga kesedihan."Arsen, ada apa? Apa ada masalah di kantor?” Tanya tante Farida.“Apa kamu ingin kembali menjadi dokter? Apa menjadi presdir rumah sakit dan hotel sangat melelahkan?” Tanya nyonya Farida menelisik.“Tapi, di hotel, banyak yang membantumu, kamu hanya menjadi presdir, semua staff adalah professional,” gumam nyonya Farida.“Tante,” ucap Arsen.“Jangan mengkhawatirkan Arsen, Arsen
Mirip Pembantu Pagi harinya, tepat pukul sepuluh pagi, Ayra sudah berada di supermarket untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga, kali ini dia berusaha dengan cepat supaya dia masih memiliki waktu untuk mengunjungi pusat kecantikan, itu yang direncanakan."Aku harus cepat, aku sudah melakukan ini selama bertahun tahun, aku bisa melakukannya walau dengan mata tertutup," ucap Ayra yakin. Dengan cekatan, Ayra mengambil seluruh barang yang akan dibeli, barang kebutuhan rumah tangga, seperti bahan makanan juga kebutuhan lain yang seluruh anggota keluarga butuhkan. "Semua sudah beres, bahan makanan, perlengkapan kebersihan, aneka makanan ringan, aneka minuman, minyak goreng, hmmm sudah semuanya," gumam Ayra. Lalu dia bergegas mendorong troli ke arah kasir. Dari jauh Arsen terlihat mengamati Ayra, hal ini sudah Arsen lakukan sejak lama. Dia tahu jadwal Ayra, kapan dia akan mengunjungi supermarket. Arsen bahkan ta
Berusaha Menahan Sesak Ayra sibuk menyiapkan makan malam di dapur, dia masih menjalankan semua kewajibannya, berusaha tidak mengingat hal buruk yang baru saja menimpanya. Ayra menyentuh pipinya, rasa nyeri, panas dan perih mungkin sudah memudar, tidak lagi dia rasakan, namun luka di dalam hatinya sungguh itu tidak lagi menemukan obat yang tepat. "A-Ayra," ucap nyonya Sisca lirih. Nyonya Ayra terlihat mendekat kearah Ayra berdiri."I-ibu, ibu perlu apa? apa ibu mau air dingin? Ayra akan mengambilkannya," ucap Ayra, selalu dengan sikap sigapnya dalam memberikan pelayanan pada semua orang."Ti-tidak, ibu tidak butuh apa apa, ibu hanya ingin minta maaf karena ibu sudah sangat keterlaluan, mungkin karena sebelumnya ibu sudah sangat emosi dengan masalah ibu sendiri, ibu benar benar minta maaf, ibu tidak seharusnya mengatakan hal buruk seperti itu," ucap nyonya Sisca seraya menggenggam tangan Ayra.“Ibu benar ben