Daniel mengembus napas kasar. Bagaimana mungkin dia diminta menikah padahal jelas kekasih saja dia tidak jelas siapa. Ingin rasanya mendebat apa yang diamanatkan sang nenek. Namun, jelas dia tidak bisa melakukan itu karena nenek yang disayanginya telah tiada.
"Itu amanat dari nenek, Daniel. Kamu harus menikah atau kita semua tidak mendapatkan sepeser pun hasil kerja keras kami selama ini," tegas Rea, sepupu Daniel menyela.
"Kamu ini bicara apa?" Daniel meradang. Dia merasa kesal karena dijadikan obyek yang disalahkan dan menyebut diri sebagai korban dari surat wasiat neneknya itu.
"Please, Daniel. Lakukan sesuatu atau kita akan kehilangan semuanya. Menikahlah," bujuk Selly sepupunya dengan wajah memelas. "Aku tidak mau jadi miskin gara-gara kamu," lanjutnya sedih.
"What a hell ... ah, kenapa jadi aku!" Daniel mengerang kesal sendiri.
Daniel berjanji untuk tidak menikah sebelum sang mantan tunangan bernama Shofia menjadi janda dan membuat perempuan itu memohon untuk kembali bersamanya agar bisa membalas sakit hati dengan balas mencampakkan seperti apa yang diterimanya empat tahun yang lalu.
"Nyonya Airin Morgand akan menyerahkan sebanyak delapan puluh persen dari aset yang diwariskan kepada sebuah yayasan sosial apabila dalam tenggat waktu tiga bulan Tuan Daniel belum melengkapi persyaratan seperti apa yang diamanatkan di dalam surat wasiat, yaitu menyerahkan bukti akta pernikahan kepada notaris," lanjut pengacara itu membuat semua tatapan mengarah kepada Daniel yang memejamkan mata menghindari permohonan semua anggota keluarga melalui milik wajah dan sorot mata.
“Ada tambahan! Tuan Daniel Kavi Morgand harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO Morgand Company terhitung empat bulan setelah dibacakan wasiat ini apabila tidak mampu memenuhi amanat. Beliau akan digantikan oleh penerus yang bukan bagian dari keluarga Morgand melalui rapat darurat untuk menunjuk CEO yang baru. Keluarga Morgand tidak boleh lagi mencampuri urusan perusahaan Morgand Company kecuali senilai total dua puluh persen dari aset setelah terbentuk direksi yang baru."
”Nenek benar-benar keterlaluan!“ rutuk Daniel kesal bukan main.
"Kumohon, menikahlah Daniel. Hanya itu satu-satunya jalan agar kami semua tidak jatuh miskin," bujuk Mia sepupu Daniel yang lain ikut bersuara.
"Aku tidak mau!" tegas Daniel mendengkus.
"Jadi, kamu tega menghancurkan bisnis keluarga kita yang sudah turun temurun ini hanya karena egomu!" hardik pamannya kesal pada tingkah Daniel. Dia sendiri memang tidak lagi diakui berpengaruh terhadap masa depan di keluarga Morgand setelah dua anaknya perempuan semua.
"Kenapa harus dengan syarat Daniel menikah? Wah, kalian pikir ini masuk akal? Tidak ada hubungan antara aku menikah dengan warisan, 'kan?" protesnya.
"Karena kalau kamu tidak menikah, keturunan dari Jeff Morgand tidak jelas!” lontar sang ibu membuat Daniel menoleh terkejut. "Hanya kamu cucu yang akan membawa nama belakang Morgand tetap berlanjut."
"Apa maksudmu, Mom?" tanya Daniel pelan, wajahnya pias.
Daniel tidak menyangka bahwa sang ibu mengucap kalimat yang tidak pernah dipikirkannya selama ini. Biasanya ibunya hanya akan diam saja dan tidak mencampuri masalah pribadinya.
"Ibu selama ini memang membiarkan kamu bergaul sesuka hati dengan harapan bisa melupakan dendam masa lalumu. Tapi, kalau ini sudah menyangkut apa yang menjadi harapan nenekmu, wanita yang sudah menerima dan memperlakukan ibumu ini dengan baik. Ibu memutuskan untuk mencarikan jodoh untukmu," ucapnya dengan suara tegas.
"Oh My God, Mom!" tolak Daniel dengan mimik wajah menegang.
"Apa di sini ada yang tidak setuju dengan keputusanku?" tanya Debby memandang semua anggota keluarganya yang menggeleng serempak.
"Kalau Daniel menolak, sedangkan posisiku di sini hanya sebagai menantu, orang luar dan Daniel sebagai ikatan yang membuatku masih bisa berada di dalam keluarga Morgand, maka aku putuskan untuk pergi dari sini dan kembali ke Pulau Dalam. Kembali ke tempat hidupku berasal," tegas Debby lagi membuat semua tercengang. Daniel orang yang paling syok mendengarnya.
"Kakak ipar," ucap Vero menatap simpati.
"Itu keputusanku. Maaf bila ternyata tidak hanya aku yang menyusahkan keluarga ini, tapi Daniel juga. Aku menyesal tidak mendidiknya dengan baik," ucap Debby menundukkan kepalanya.
"Mom?" protes Daniel.
"Keputusan ada di tanganmu, Daniel." Debby menoleh dengan kilat kemarahan pada sang putra.
Daniel menarik napas dalam-dalam. Ia menyadari bahwa ibunya teramat sulit diterima keluarga besarnya karena status sosial dari sang ibu yang berasal dari kalangan keluarga nelayan di pulau terpencil. Ia cukup tercengang dengan keputusan sang nenek menjadikan posisi ibu yang kini sudah janda menjadi sangat penting dalam pembagian warisan.
"Nenek, ternyata begitu besar cintamu untuk ibuku," batin Daniel memandang ibunya dengan pikiran gamang.
"Menikahlah, Daniel. Pilih siapa pun wanita yang kamu inginkan, ibu tidak akan mengganggumu dalam menentukan pilihan. Tapi, kalau kamu tetap menolak, ibu terpaksa mengambil alih kehidupan pribadimu untuk menyelamatkan kerajaan bisnis keluarga Morgand agar tidak runtuh di tangan seorang wanita kelas rendahan seperti ibu." Debby masih menundukkan kepalanya, meminta maaf melalui sikapnya kepada seluruh keluarga besar Morgand hingga membuat Daniel merasa tertekan.
"Aku pergi," pamit Daniel.
Dia tidak sanggup melihat ibunya begitu merendahkan diri di hadapan keluarga dari ayahnya itu. Daniel mengabaikan panggilan semua orang karena pembacaan wasiat belum sepenuhnya selesai.
"Aku benci direndahkan," gumamnya kesal.
Langkahnya lebar, memasuki mobil dan segera meninggalkan kediaman sang nenek. Ia butuh minuman yang bersifat kuat untuk menenangkan diri.
"Bagaimana mungkin aku menikah sebelum dendamku kepada Shofia terbalaskan," desisnya kesal.
Bersambung....
Daniel menghabiskan sisa satu tegukan brandy dari dalam gelasnya, kemudian menjatuhkan kepalanya yang terasa berat dengan mata terpejam ke atas permukaan meja. Seharian dia belum makan, jadi dengan mudahnya minuman beralkohol itu membuatnya hangover. “Daniel, tumben kamu di sini?” tanya seorang pria seusia dengan Daniel duduk di sebelahnya. Tangannya menepuk punggung hingga pria itu terpaksa menegakkan kepalanya dengan kepayahan karena merasa terganggu. Matanya pun menyipit seirama dengan gerakan memutar kepala menatap wajah pria itu. “Eh, Reno. Kamu rupanya,” panggilnya pelan kemudian ambruk lagi, tertidur di meja bar. “Oh astaga, Daniel! Sejak kapan kamu suka mabuk? Gila! Bahkan aku lihat kamu mabuk Cuma selama putus dari Shofia!” desis Reno merasa kesal. Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena merasa bingung sendiri harus berbuat apa. Daniel dan Reno bersahabat sejak zaman kuliah. Meskipun kini mereka tidak sering bertemu, tetapi hubungan kedua pria yang dulu sama-
Selama dalam perjalanan pulang, Jessica merutuk. Kekesalannya mencapai ke ubun-ubun karena di saat akhir pekan pun ternyata dirinya belum bisa bebas urusan dari pak bos. Ia merasa kesabarannya sudah habis, bulan depan ia akan mengajukan surat pengunduran diri dan refreshing selama beberapa bulan sebelum akan melamar kerja lagi di perusahaan lain.“Dua bulan lagi mobilku lunas, cicilan utang ibu juga tinggal bulan ini saja. Tabunganku lumayan buat nanti cari rumah yang lebih kecil biar tidak tinggal serumah sama nenek sihir itu. Sepertinya ini sudah saatnya aku berhenti jadi kacung Anda deh, pak Daniel yang super merepotkan,” geram Jessica.Beberapa kali Jessica menghentikan mobil saat melewati jalur perempatan. Beberapa kali pula ia menoleh ke arah belakang untuk memastikan bosnya itu tidak sampai jatuh terguling.“Pak Daniel kalau sedang tidur kelihatan ganteng juga,” gumam Jessica seraya menggeleng pelan merutuki bibirnya yang kelewat jujur. “Tapi kalau pas sadar, pengen aku ... huh
Jessica menggigit bibir bawah dengan perasaan gelisah. Dia sengaja datang lebih awal dan menunggu sudah hampir sepuluh menit, tapi sepertinya Debby belum juga datang. Jessica kemudian memesan minuman terlebih dahulu sembari membaca berita hari ini. Semalam Mommy Boss meminta bertemu di restoran ini untuk membicarakan sesuatu.“Wah, Pak Bos tampil sebagai model cover majalah dan dinobatkan sebagai pria ter- hot and sexy urutan nomor lima versi majalah Women Zone. Keren,” puji Jessica sambil berdecak, senyumnya berubah mencibir.Bagaimana ia tidak berdecak bila sehari-hari hanya disuguhi omelan dan suara ketus dari pria itu. Bahkan Jessica sama sekali tidak merasa kalau pria itu sexy melainkan hanya monster yang bersembunyi di balik wajahnya yang tampan.Gadis yatim piatu yang kini tinggal bersama ibu tiri dan adiknya itu sudah menimang-nimang untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya bulan depan. Setidaknya saat merayakan ulang tahun yang ke dua puluh tujuh tahun, ia sudah bisa menikma
Lama Jessica mencerna apa yang menjadi permintaan Mommy Bos, sebutan dari beberapa rekan kerja apabila bertemu dengan perempuan cantik dan elegan itu pada acara kantor.“Jadi, kamu mau ‘kan bantuin tante, Jess?” tanya perempuan yang menjadi idola karyawan di antara putri-putri keluarga Morgand karena pembawaannya yang ramah itu dengan tatapan penuh permohonan pada Jessica.“Ah, i-iya. Jessica akan pikir-pikir lagi, Tante,” sahut Jessica sambil meringis canggung.“Jessika bisa cerita-cerita kebaikan hati dan sikap Daniel, pasti akan banyak yang percaya. Bukankah Jessica sudah bekerja selama hampir enam tahun, ‘kan? Pasti itu menambah penilaian terhadap Daniel menjadi lebih positif di mata perempuan.” Debby memandang Jessica penuh harap.“Tapi, Tante. Apa pak Daniel setuju? Kalau dia memaki-maki saya bagaimana?” tanya Jessica memasang wajah cemas, seketika pikirannya berubah menjadi takut dengan reaksi pria itu terhadap rencana sang Mommy Boss.“Tante bakal bayar mahal jasa kamu, Jessic
"Pagi, Jessie!“ sapa rekan kantor sesama sekretaris beda atasan pada Jessica yang baru datang.Gadis itu melirik sekilas jam tangan sambil menempelkan kartu karyawan ke sebuah mesin door access control hingga kunci pintu palang yang menjadi area pemisah—yang hanya bisa diakses karyawan dari Morgan Company bisa masuk, pun terbuka. Waktunya sempit, Bos Perfeksionis itu akan mengomel panjang lebar bila dia terlambat.”Hai, Chintya. Pagi juga,“ sapa balik Jessica sambil melangkah masuk melewati portal diikuti perempuan bernama Chintya itu dari mesin sebelahnya.”Aku dengar selentingan kabar kalau kamu bakal mengajukan surat permohonan resign lagi, ya?“ tanya Chintya sambil tersenyum tipis.Merek saat ini berdiri bersandingan, menunggu lift yang akan membawa ke lantai atas tempat berkantor. Jessica hanya membalas senyuman malas tanpa bersedia menjawab. Sudah bisa ditebak kalau perempuan yang sangat ingin menggantikan posisinya itu penasaran dengan kenaikan gaji yang akan diterimanya setela
“Bapak duluan saja,” ucap Jessica tersenyum sopan, mempersilakan Daniel untuk mengutarakan lebih dulu apa yang ingin disampaikan padanya.“Ok, ini soal malam itu. Saat aku mabuk. Astaga! Katanya Reno mengalihkan tanggung jawabnya padamu untuk mengantarku pulang, ya? Bedebah itu sangat kurang ajar,” rutuk Daniel seraya berdiri dari tempat duduk dengan dua telapak tangan mulai menelusup ke dalam saku celananya lalu berjalan mendekati meja Jessica yang kini menatapnya penuh minat.Sama seperti biasanya, Bos Daniel selalu menciptakan atensi kuat dan tidak menyukai pengabaian. Semua yang berhadapan dengannya harus fokus menyimak karena pria itu tidak akan pernah mengulang apa yang disampaikan apabila kurang jelas. Jessica hafal sifat itu bahkan sampai di luar kepala.“Jadi ... apa kamu benar-benar serius ingin mengundurkan diri?”Jessica mencelus, membulatkan bola mata tidak percaya pada apa yang ditanyakan bosnya. Kasus mabuk dan berhasil mengantarkan pulang yang seharusnya mendapat apres
“Tentu saja saya mata duitan.” Jessica tersipu, sama sekali tidak tersinggung karena memang dia tipe perempuan yang rela kerja lembur demi segepok uang dari bonus loyalitas di luar insentif gaji pokok.Namun, reputasinya sebagai perempuan yang sulit digoda, tentu saja tidak ada celah sedikitpun baginya dianggap sebagai sekretaris murahan. Gadis itu termasuk karyawan tahan godaan menjadi wanita simpanan yang sering terjadi di lingkungan perusahaan.Jessica bekerja siang dan malam untuk menebus sebagian besar utang yang dilakukan ayahnya semasa hidup bersama istri barunya untuk berfoya-foya. Semua orang yang mengenalnya pasti akan memberikan simpati pada perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu.Kini, ayahnya telah tiada. Namun, beban itu tidak juga menjadi ringan karena ibu tirinya masih saja bergaya hidup sosialita dengan berbagai alasan. Dia tidak mungkin langsung meninggalkan rumah itu karena masih ada adik tirinya yang harus diurus. Hubungan dengan Kim sangat baik sebagai saudar
Jessica membulatkan bola matanya, cukup kaget dengan analisa yang diberikan bosnya karena jelas itu tidak salah. Namun, Jessica tidak mungkin bicara jujur. Ia pun segera tertawa kecil sambil mengibaskan tangannya ke arah udara demi bisa menepis dugaan sang bos.“Ah, Bapak bisa saja. Saya merencanakan apa?” balasnya seraya terus berjalan mengikuti langkah Daniel agar tidak ketinggalan.“Makan malam seperti apa yang kamu impikan? Sepertinya kamu kecewa kalau tidak dilakukan malam ini,” tukas Daniel sedikit melirik ekspresi sekretaris andalannya selama enam tahun ini sambil terus saja melangkah.“Yang berkesan, mungkin,” jawab Jessica malam kikuk sendiri.Dia sedang merencanakan kencan buta antara Daniel dan seorang wanita cantik pilihan Mommy Boss, tapi kenapa rasanya malah seperti sedang merancang kencan sendiri? Membayangkan saja Jessica sudah merinding sendiri. Dia tidak berharap Daniel berpikir itu kencan antara mereka berdua, huh ... Bos dan Sekretaris? Tidak mungkin bagi Jessica
Jessica menyumpal kedua telinganya dengan headphone, begitu juga dengan Abby. Kedua kakak beradik beda ibu yang melahirkan itu menikmati makan malam bersama. Saling melemparkan tawa tanpa memedulikan gedoran pintu yang dilakukan Milla dari luar. Rasanya sedang malas berdebat malam-malam karena pagi harinya dia harus bekerja keras lagi demi mengumpulkan pundi-pundi uang.“Biarkan dia lelah sendiri,” bisik Jessica tersenyum manis pada Abby.“Aku rasa itu ide terbaik daripada harus mendengar kalian ribut,” balas Abby ditanggapi Jessica dengan cubitan gemas pada hidungnya. Setelah bunyi gedoran pintu menghilang, keduanya langsung membuang penutup telinga itu bersamaan diiringi tawa riang. Missi berjalan lancar.“Ibumu sudah pergi,” bisik Jessica tersenyum gemas.“Semoga dia bisa lekas tidur,” balas Abby mengangguk mengerti kalau kakaknya memang benar-benar tidak mau ribut dengan ibunya.“Hm. Kita juga setelah menghabiskan makanan ini,” sahut Jessica mulai kembali menyantap makanan dari at
Jessica meneguk ludah kering. Suasana pesta dengan berbagai hidangan mewah tersaji di hadapannya. Dengan mata kepala sendiri melihat bagaimana teman-teman ibunya menikmati secara gratis, sedangkan yang menanggung beban biaya itu dirinya.Jessica tidak menyangka. Utang yang sedianya hanya tinggal dibayarkan bulan ini ternyata diperbaharui lagi oleh sang ibu tiri demi gaya hidup mewah. Sangat tidak masuk akal bagi Jessica mengingat usianya yang sudah mencapai tiga puluh sembilan, nyatanya kedewasaan sama sekali tidak ada padanya.“Ya Tuhan. Kenapa ayah bisa bertemu dan menikah dengan perempuan gila seperti dia,” keluh Jessica sambil menghela napas.Saat ini dia sedang menunggu Abby selesai mengambil beberapa menu makanan yang diidamkannya sebelum menghancurkan dengan tongkat bisbol kesayangan almarhum ayahnya. Kesedihan Abby karena tidak diperkenankan makan makanan di dalam pesta ibunya membuat hati Jessica bagai disayat sembilu. Benar-benar ibu yang minta disadarkan dengan satu pukulan
Jessica dan pelayan restoran yang mengantar Daniel pun dibuat bingung tidak terkira. Di dalam sana terdapat dua orang perempuan saling berpelukan mesra dan tanpa malu menampilkan adegan ciuman. Jelas sebagai pria normal, Daniel langsung melengos jijik mendapati adegan seperti itu tepat di depan matanya. Daniel langsung menutup pintu lagi, tetapi langkahnya langsung dicegah Jessica agar tidak sampai pergi begitu saja dari sana.“Pak Daniel,” panggil Jessica setelah sadar dengan apa yang terjadi. Tangannya secara refleks langsung terulur pada lengan sang bos demi bisa menjaga agar pria itu tidak langsung pergi.“Apa-apaan ini!” decak Daniel dengan nada menahan kemarahan tidak terkira.“Pak, saatnya menghadapi dan memutuskan, bukannya marah,” kata Jessica berupaya untuk menenangkan hati sang Perfeksionis.“Menggelikan!” umpatnya seraya melayangkan tatapan tidak suka pada perempuan cantik yang kini duduk bersebelahan dengan wanita bergaya tomboy. “Jangan lagi menampakkan wajah kalian di
Daniel hanya mengulas senyum selintas lalu lenyap seketika sambil berbalik badan setelah melepaskan diri dari tatapan sang sekretaris.Mata Jessica pun melotot, sedikit panik karena untuk kesekian kalinya sang bos suka sekali bertele-tele padahal jelas biasanya sangat to the points. Jessica segera berinisiatif mendekat agar bosnya lekas menjawab.“Janji apa, Pak? Saya harus apa?” Jessica sedikit mengadang langkah Daniel meskipun tidak begitu kentara karena dia segera bergeser begitu menyadari terlalu dekat dengan sang bos.“Kamu harus membantu menyeleksi perempuan yang akan menjadi temanku kencan, menemaniku menemui mereka karena jelas kamu tahu aku ini sangat sulit untuk beramah-tamah dengan perempuan asing dan kamu tidak boleh meninggalkan perusahaan ini sebelum mendapatkan pengganti sekretaris baru yang kompeten,” ucap Daniel dengan wajah serius kali ini.Jessica sempat termenung mendengar penyampaian Daniel, tetapi dia pun akhirnya mengangguk setuju setelah melihat wajah pria itu
Daniel mengamati penampilannya di depan cermin. Pakaiannya sangat pas di tubuhnya yang proporsional. Kulit putih pucat sangat terawat. Apabila Jessica bersanding dengan Daniel, mata hatinya sebagai perempuan sangat iri dengan kerapian dan kebersihan yang dimiliki sang bos. Dia merasa sangat tidak sebanding.“Atur dulu ruanganku, baru kita berangkat,” kata Daniel seraya menoleh pada meja kerjanya yang menurutnya sangat berantakan.Saat ini mereka sudah kembali dari Koy's Central. Sudah sampai di kantor pusat perusahaan Morgand Company. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Beberapa karyawan yang tidak lembur dan berkepentingan juga sudah pulang.“Baik, Pak,” balas Jessica pelan.Jessica mengeluh lelah dalam hati. Perjalanan ke Koy's Central dilanjutkan ke beberapa tempat membuat kakinya seperti mau lepas. Sepatu hak tinggi yang dipakai sangat menyebalkan bagi Jessica karena membuatnya pegal-pegal. Bayangannya untuk segera pulang lalu merendam kaki dengan air hangat dicampur tetesan ai
Sepanjang perjalanan Jessica hanya diam. Menatap wajah bosnya saja tidak berani. Benar 'kan apa yang dia diduga sebelumnya, bos Daniel akan memaki-makinya karena telah lancang. Tidak, bukan memaki—pikir Jessica, tetapi marah dalam diam atau menggunakan nada sarkas saat berbicara. Bukan lagi sebuah rahasia bila kisah perjalanan cinta bos Daniel tidak semulus kulit tubuhnya yang begitu terawat. Daniel ditinggalkan sang kekasih hati padahal rencana pernikahan telah mulai disusun. Perempuan cantik bernama Shofia bahkan mengumumkan pernikahan dengan pengusaha kaya raya dari Perancis setelah tiga bulan memutuskan hubungan pertunangan secara sepihak dengan Daniel. Sebagai sekretaris yang telah bekerja untuk Daniel selama enam tahun, kisah empat tahun yang lalu itu masih segar dalam ingatan Jessica. Keterpurukan yang sulit membaik—mungkin hingga saat ini. Kenyataannya Daniel masih betah hidup sendiri tanpa kekasih. Jessica mengikuti langkah Daniel, mengekor di antara para staf yang mengiku
Jessica membulatkan bola matanya, cukup kaget dengan analisa yang diberikan bosnya karena jelas itu tidak salah. Namun, Jessica tidak mungkin bicara jujur. Ia pun segera tertawa kecil sambil mengibaskan tangannya ke arah udara demi bisa menepis dugaan sang bos.“Ah, Bapak bisa saja. Saya merencanakan apa?” balasnya seraya terus berjalan mengikuti langkah Daniel agar tidak ketinggalan.“Makan malam seperti apa yang kamu impikan? Sepertinya kamu kecewa kalau tidak dilakukan malam ini,” tukas Daniel sedikit melirik ekspresi sekretaris andalannya selama enam tahun ini sambil terus saja melangkah.“Yang berkesan, mungkin,” jawab Jessica malam kikuk sendiri.Dia sedang merencanakan kencan buta antara Daniel dan seorang wanita cantik pilihan Mommy Boss, tapi kenapa rasanya malah seperti sedang merancang kencan sendiri? Membayangkan saja Jessica sudah merinding sendiri. Dia tidak berharap Daniel berpikir itu kencan antara mereka berdua, huh ... Bos dan Sekretaris? Tidak mungkin bagi Jessica
“Tentu saja saya mata duitan.” Jessica tersipu, sama sekali tidak tersinggung karena memang dia tipe perempuan yang rela kerja lembur demi segepok uang dari bonus loyalitas di luar insentif gaji pokok.Namun, reputasinya sebagai perempuan yang sulit digoda, tentu saja tidak ada celah sedikitpun baginya dianggap sebagai sekretaris murahan. Gadis itu termasuk karyawan tahan godaan menjadi wanita simpanan yang sering terjadi di lingkungan perusahaan.Jessica bekerja siang dan malam untuk menebus sebagian besar utang yang dilakukan ayahnya semasa hidup bersama istri barunya untuk berfoya-foya. Semua orang yang mengenalnya pasti akan memberikan simpati pada perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu.Kini, ayahnya telah tiada. Namun, beban itu tidak juga menjadi ringan karena ibu tirinya masih saja bergaya hidup sosialita dengan berbagai alasan. Dia tidak mungkin langsung meninggalkan rumah itu karena masih ada adik tirinya yang harus diurus. Hubungan dengan Kim sangat baik sebagai saudar
“Bapak duluan saja,” ucap Jessica tersenyum sopan, mempersilakan Daniel untuk mengutarakan lebih dulu apa yang ingin disampaikan padanya.“Ok, ini soal malam itu. Saat aku mabuk. Astaga! Katanya Reno mengalihkan tanggung jawabnya padamu untuk mengantarku pulang, ya? Bedebah itu sangat kurang ajar,” rutuk Daniel seraya berdiri dari tempat duduk dengan dua telapak tangan mulai menelusup ke dalam saku celananya lalu berjalan mendekati meja Jessica yang kini menatapnya penuh minat.Sama seperti biasanya, Bos Daniel selalu menciptakan atensi kuat dan tidak menyukai pengabaian. Semua yang berhadapan dengannya harus fokus menyimak karena pria itu tidak akan pernah mengulang apa yang disampaikan apabila kurang jelas. Jessica hafal sifat itu bahkan sampai di luar kepala.“Jadi ... apa kamu benar-benar serius ingin mengundurkan diri?”Jessica mencelus, membulatkan bola mata tidak percaya pada apa yang ditanyakan bosnya. Kasus mabuk dan berhasil mengantarkan pulang yang seharusnya mendapat apres