Selama dalam perjalanan pulang, Jessica merutuk. Kekesalannya mencapai ke ubun-ubun karena di saat akhir pekan pun ternyata dirinya belum bisa bebas urusan dari pak bos. Ia merasa kesabarannya sudah habis, bulan depan ia akan mengajukan surat pengunduran diri dan refreshing selama beberapa bulan sebelum akan melamar kerja lagi di perusahaan lain.
“Dua bulan lagi mobilku lunas, cicilan utang ibu juga tinggal bulan ini saja. Tabunganku lumayan buat nanti cari rumah yang lebih kecil biar tidak tinggal serumah sama nenek sihir itu. Sepertinya ini sudah saatnya aku berhenti jadi kacung Anda deh, pak Daniel yang super merepotkan,” geram Jessica.
Beberapa kali Jessica menghentikan mobil saat melewati jalur perempatan. Beberapa kali pula ia menoleh ke arah belakang untuk memastikan bosnya itu tidak sampai jatuh terguling.
“Pak Daniel kalau sedang tidur kelihatan ganteng juga,” gumam Jessica seraya menggeleng pelan merutuki bibirnya yang kelewat jujur. “Tapi kalau pas sadar, pengen aku ... huh!” Jessica mendengus, mengepalkan jemari tangannya ke setir.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih empat puluh menit akhirnya Jessica berhasil mencapai rumah Daniel. Dia memilih membawa pulang ke rumah orang tua bosnya, bukan ke apartemen. Dia merasa tidak mampu kalau harus memapah tubuh Daniel seorang diri, sedangkan pria itu dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh minuman.
“Tante Debby, selamat malam,” panggil Jessica sambil mengetuk pintu.
Wanita itu harus menunggu. Setelah beberapa kali mengetuk, akhirnya penghuni rumah membukakan pintu untuknya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, Jessica sedikit merasa bersalah karena sudah mengganggu istirahat ibu Daniel.
“Eh, Jessica, Ada apa, ya? Kok malam-malam ke sini?” tanya Debby, ibu Daniel merasa panik begitu pintu dibuka dan mendapati sekretaris sang putra berhadapan dengannya.
Debby yakin pasti Daniel sudah berbuat onar. Jessica selalu saja datang ke rumahnya bersama keadaan Daniel yang membuatnya kesal yaitu mabuk.
“Pak Daniel, Tante. Sekarang lagi di mobil Jessie,” ungkap Jessica membuat Debby mengembus napas jengkel.
“Ya udah, aku panggil orang rumah buat bantu angkat Daniel ke kamar.”
“Iya, Tante. Tadi pak Reno yang telepon Jessie.”
“Bener-bener, deh kelakuan anak ini!” geram Debby memandang mobil Jessica yang terparkir di halaman.
Debby segera masuk untuk memanggil pak Tejo dan Bu Yanti agar membantu memindahkan Daniel ke dalam rumah. Jessica hanya bisa membantu membuka pintu mobil dan mengikuti mereka sampai di ambang pintu rumah.
“Hei, Jessie! Mana berkas pengajuan proposal yang harus ...ah, kaus kakiku harusnya sama seperti dasiku ... pulpenku juga kenapa bisa acak-acakan warnanya? Kamu sengaja ‘kan bikin saya kesal? Ha! Jessie!” teriak Daniel merancau sambil berjalan sempoyongan saat dipapah Tejo dan Yanti memasuki rumah.
“Aduh, maafkan Daniel sudah merepotkan Jessica,” ucap Debby cukup merasa malu pada tingkah putranya.
“Mom, jadikan saja Jessie menan—Ah! Sial!” Suara keras seperti orang yang telah menubruk barang terdengar keras dari luar. Umpatan dari mulut Daniel pun menyusul kemudian tanpa jeda.
Lagi-lagi Debby merasa cukup malu dengan tingkah putranya karena telah menurunkan kredibilitas sebagai atasan Jessica yang sangat penting di dalam perusahaan.
“Kalau begitu saya permisi dulu, Tante. Ini sudah malam,” pamit Jessica sopan. Dia tidak ingin mendengar kekonyolan Daniel lebih lama lagi. Melihat ibunya menatap tidak nyaman, tentu saja membawa isyarat agar dirinya segera pergi dari sana.
“Kamu tidak apa-apa pulang sendiri?” tanya Debby cemas.
“Sudah biasa, Tante. Tiap lembur saya pulang sendiri.”
Jessica membalik badan menuju ke arah mobil untuk segera pulang. Rasanya sangat kesal saat enak-enak tidur harus kembali diganggu dengan tingkah bosnya lagi. Namun, langkahnya baru mencapai mobil, ibu bosnya kembali memanggil.
“Tunggu sebentar, Jessica!” teriak Debby sambil berlari kecil menghampiri Jessica yang mematung di pinggiran mobil dengan posisi tangan menarik hendel pintu.
Debby mengingat jelas kalau gadis itu sangat mengenal anaknya dengan baik. Dia merasa bahwa sekretaris pribadi anaknya itu sangat cocok untuk membantu mengatasi perangai Daniel yang susah dikendalikan. Tiba-tiba muncul ide dalam benaknya.
“Iya, ada apa, Tante?” sahut Jessica membalik badan, menghadap Debby yang kini memberikan senyuman padanya.
“Jessica, bolehkah tante minta tolong sama kamu?” ucapnya ragu-ragu.
“Iya, Tante. Minta tolong soal apa, ya?”
Jessica menatap Debby dengan pandangan mata serius. Dia merasa aneh karena tidak biasanya ibu bos Daniel itu tampak menunjukkan sikap canggung dan malu saat memandangnya.
“Ehm, itu ....”
Bersambung...
Jessica menggigit bibir bawah dengan perasaan gelisah. Dia sengaja datang lebih awal dan menunggu sudah hampir sepuluh menit, tapi sepertinya Debby belum juga datang. Jessica kemudian memesan minuman terlebih dahulu sembari membaca berita hari ini. Semalam Mommy Boss meminta bertemu di restoran ini untuk membicarakan sesuatu.“Wah, Pak Bos tampil sebagai model cover majalah dan dinobatkan sebagai pria ter- hot and sexy urutan nomor lima versi majalah Women Zone. Keren,” puji Jessica sambil berdecak, senyumnya berubah mencibir.Bagaimana ia tidak berdecak bila sehari-hari hanya disuguhi omelan dan suara ketus dari pria itu. Bahkan Jessica sama sekali tidak merasa kalau pria itu sexy melainkan hanya monster yang bersembunyi di balik wajahnya yang tampan.Gadis yatim piatu yang kini tinggal bersama ibu tiri dan adiknya itu sudah menimang-nimang untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya bulan depan. Setidaknya saat merayakan ulang tahun yang ke dua puluh tujuh tahun, ia sudah bisa menikma
Lama Jessica mencerna apa yang menjadi permintaan Mommy Bos, sebutan dari beberapa rekan kerja apabila bertemu dengan perempuan cantik dan elegan itu pada acara kantor.“Jadi, kamu mau ‘kan bantuin tante, Jess?” tanya perempuan yang menjadi idola karyawan di antara putri-putri keluarga Morgand karena pembawaannya yang ramah itu dengan tatapan penuh permohonan pada Jessica.“Ah, i-iya. Jessica akan pikir-pikir lagi, Tante,” sahut Jessica sambil meringis canggung.“Jessika bisa cerita-cerita kebaikan hati dan sikap Daniel, pasti akan banyak yang percaya. Bukankah Jessica sudah bekerja selama hampir enam tahun, ‘kan? Pasti itu menambah penilaian terhadap Daniel menjadi lebih positif di mata perempuan.” Debby memandang Jessica penuh harap.“Tapi, Tante. Apa pak Daniel setuju? Kalau dia memaki-maki saya bagaimana?” tanya Jessica memasang wajah cemas, seketika pikirannya berubah menjadi takut dengan reaksi pria itu terhadap rencana sang Mommy Boss.“Tante bakal bayar mahal jasa kamu, Jessic
"Pagi, Jessie!“ sapa rekan kantor sesama sekretaris beda atasan pada Jessica yang baru datang.Gadis itu melirik sekilas jam tangan sambil menempelkan kartu karyawan ke sebuah mesin door access control hingga kunci pintu palang yang menjadi area pemisah—yang hanya bisa diakses karyawan dari Morgan Company bisa masuk, pun terbuka. Waktunya sempit, Bos Perfeksionis itu akan mengomel panjang lebar bila dia terlambat.”Hai, Chintya. Pagi juga,“ sapa balik Jessica sambil melangkah masuk melewati portal diikuti perempuan bernama Chintya itu dari mesin sebelahnya.”Aku dengar selentingan kabar kalau kamu bakal mengajukan surat permohonan resign lagi, ya?“ tanya Chintya sambil tersenyum tipis.Merek saat ini berdiri bersandingan, menunggu lift yang akan membawa ke lantai atas tempat berkantor. Jessica hanya membalas senyuman malas tanpa bersedia menjawab. Sudah bisa ditebak kalau perempuan yang sangat ingin menggantikan posisinya itu penasaran dengan kenaikan gaji yang akan diterimanya setela
“Bapak duluan saja,” ucap Jessica tersenyum sopan, mempersilakan Daniel untuk mengutarakan lebih dulu apa yang ingin disampaikan padanya.“Ok, ini soal malam itu. Saat aku mabuk. Astaga! Katanya Reno mengalihkan tanggung jawabnya padamu untuk mengantarku pulang, ya? Bedebah itu sangat kurang ajar,” rutuk Daniel seraya berdiri dari tempat duduk dengan dua telapak tangan mulai menelusup ke dalam saku celananya lalu berjalan mendekati meja Jessica yang kini menatapnya penuh minat.Sama seperti biasanya, Bos Daniel selalu menciptakan atensi kuat dan tidak menyukai pengabaian. Semua yang berhadapan dengannya harus fokus menyimak karena pria itu tidak akan pernah mengulang apa yang disampaikan apabila kurang jelas. Jessica hafal sifat itu bahkan sampai di luar kepala.“Jadi ... apa kamu benar-benar serius ingin mengundurkan diri?”Jessica mencelus, membulatkan bola mata tidak percaya pada apa yang ditanyakan bosnya. Kasus mabuk dan berhasil mengantarkan pulang yang seharusnya mendapat apres
“Tentu saja saya mata duitan.” Jessica tersipu, sama sekali tidak tersinggung karena memang dia tipe perempuan yang rela kerja lembur demi segepok uang dari bonus loyalitas di luar insentif gaji pokok.Namun, reputasinya sebagai perempuan yang sulit digoda, tentu saja tidak ada celah sedikitpun baginya dianggap sebagai sekretaris murahan. Gadis itu termasuk karyawan tahan godaan menjadi wanita simpanan yang sering terjadi di lingkungan perusahaan.Jessica bekerja siang dan malam untuk menebus sebagian besar utang yang dilakukan ayahnya semasa hidup bersama istri barunya untuk berfoya-foya. Semua orang yang mengenalnya pasti akan memberikan simpati pada perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu.Kini, ayahnya telah tiada. Namun, beban itu tidak juga menjadi ringan karena ibu tirinya masih saja bergaya hidup sosialita dengan berbagai alasan. Dia tidak mungkin langsung meninggalkan rumah itu karena masih ada adik tirinya yang harus diurus. Hubungan dengan Kim sangat baik sebagai saudar
Jessica membulatkan bola matanya, cukup kaget dengan analisa yang diberikan bosnya karena jelas itu tidak salah. Namun, Jessica tidak mungkin bicara jujur. Ia pun segera tertawa kecil sambil mengibaskan tangannya ke arah udara demi bisa menepis dugaan sang bos.“Ah, Bapak bisa saja. Saya merencanakan apa?” balasnya seraya terus berjalan mengikuti langkah Daniel agar tidak ketinggalan.“Makan malam seperti apa yang kamu impikan? Sepertinya kamu kecewa kalau tidak dilakukan malam ini,” tukas Daniel sedikit melirik ekspresi sekretaris andalannya selama enam tahun ini sambil terus saja melangkah.“Yang berkesan, mungkin,” jawab Jessica malam kikuk sendiri.Dia sedang merencanakan kencan buta antara Daniel dan seorang wanita cantik pilihan Mommy Boss, tapi kenapa rasanya malah seperti sedang merancang kencan sendiri? Membayangkan saja Jessica sudah merinding sendiri. Dia tidak berharap Daniel berpikir itu kencan antara mereka berdua, huh ... Bos dan Sekretaris? Tidak mungkin bagi Jessica
Sepanjang perjalanan Jessica hanya diam. Menatap wajah bosnya saja tidak berani. Benar 'kan apa yang dia diduga sebelumnya, bos Daniel akan memaki-makinya karena telah lancang. Tidak, bukan memaki—pikir Jessica, tetapi marah dalam diam atau menggunakan nada sarkas saat berbicara. Bukan lagi sebuah rahasia bila kisah perjalanan cinta bos Daniel tidak semulus kulit tubuhnya yang begitu terawat. Daniel ditinggalkan sang kekasih hati padahal rencana pernikahan telah mulai disusun. Perempuan cantik bernama Shofia bahkan mengumumkan pernikahan dengan pengusaha kaya raya dari Perancis setelah tiga bulan memutuskan hubungan pertunangan secara sepihak dengan Daniel. Sebagai sekretaris yang telah bekerja untuk Daniel selama enam tahun, kisah empat tahun yang lalu itu masih segar dalam ingatan Jessica. Keterpurukan yang sulit membaik—mungkin hingga saat ini. Kenyataannya Daniel masih betah hidup sendiri tanpa kekasih. Jessica mengikuti langkah Daniel, mengekor di antara para staf yang mengiku
Daniel mengamati penampilannya di depan cermin. Pakaiannya sangat pas di tubuhnya yang proporsional. Kulit putih pucat sangat terawat. Apabila Jessica bersanding dengan Daniel, mata hatinya sebagai perempuan sangat iri dengan kerapian dan kebersihan yang dimiliki sang bos. Dia merasa sangat tidak sebanding.“Atur dulu ruanganku, baru kita berangkat,” kata Daniel seraya menoleh pada meja kerjanya yang menurutnya sangat berantakan.Saat ini mereka sudah kembali dari Koy's Central. Sudah sampai di kantor pusat perusahaan Morgand Company. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Beberapa karyawan yang tidak lembur dan berkepentingan juga sudah pulang.“Baik, Pak,” balas Jessica pelan.Jessica mengeluh lelah dalam hati. Perjalanan ke Koy's Central dilanjutkan ke beberapa tempat membuat kakinya seperti mau lepas. Sepatu hak tinggi yang dipakai sangat menyebalkan bagi Jessica karena membuatnya pegal-pegal. Bayangannya untuk segera pulang lalu merendam kaki dengan air hangat dicampur tetesan ai
Jessica menyumpal kedua telinganya dengan headphone, begitu juga dengan Abby. Kedua kakak beradik beda ibu yang melahirkan itu menikmati makan malam bersama. Saling melemparkan tawa tanpa memedulikan gedoran pintu yang dilakukan Milla dari luar. Rasanya sedang malas berdebat malam-malam karena pagi harinya dia harus bekerja keras lagi demi mengumpulkan pundi-pundi uang.“Biarkan dia lelah sendiri,” bisik Jessica tersenyum manis pada Abby.“Aku rasa itu ide terbaik daripada harus mendengar kalian ribut,” balas Abby ditanggapi Jessica dengan cubitan gemas pada hidungnya. Setelah bunyi gedoran pintu menghilang, keduanya langsung membuang penutup telinga itu bersamaan diiringi tawa riang. Missi berjalan lancar.“Ibumu sudah pergi,” bisik Jessica tersenyum gemas.“Semoga dia bisa lekas tidur,” balas Abby mengangguk mengerti kalau kakaknya memang benar-benar tidak mau ribut dengan ibunya.“Hm. Kita juga setelah menghabiskan makanan ini,” sahut Jessica mulai kembali menyantap makanan dari at
Jessica meneguk ludah kering. Suasana pesta dengan berbagai hidangan mewah tersaji di hadapannya. Dengan mata kepala sendiri melihat bagaimana teman-teman ibunya menikmati secara gratis, sedangkan yang menanggung beban biaya itu dirinya.Jessica tidak menyangka. Utang yang sedianya hanya tinggal dibayarkan bulan ini ternyata diperbaharui lagi oleh sang ibu tiri demi gaya hidup mewah. Sangat tidak masuk akal bagi Jessica mengingat usianya yang sudah mencapai tiga puluh sembilan, nyatanya kedewasaan sama sekali tidak ada padanya.“Ya Tuhan. Kenapa ayah bisa bertemu dan menikah dengan perempuan gila seperti dia,” keluh Jessica sambil menghela napas.Saat ini dia sedang menunggu Abby selesai mengambil beberapa menu makanan yang diidamkannya sebelum menghancurkan dengan tongkat bisbol kesayangan almarhum ayahnya. Kesedihan Abby karena tidak diperkenankan makan makanan di dalam pesta ibunya membuat hati Jessica bagai disayat sembilu. Benar-benar ibu yang minta disadarkan dengan satu pukulan
Jessica dan pelayan restoran yang mengantar Daniel pun dibuat bingung tidak terkira. Di dalam sana terdapat dua orang perempuan saling berpelukan mesra dan tanpa malu menampilkan adegan ciuman. Jelas sebagai pria normal, Daniel langsung melengos jijik mendapati adegan seperti itu tepat di depan matanya. Daniel langsung menutup pintu lagi, tetapi langkahnya langsung dicegah Jessica agar tidak sampai pergi begitu saja dari sana.“Pak Daniel,” panggil Jessica setelah sadar dengan apa yang terjadi. Tangannya secara refleks langsung terulur pada lengan sang bos demi bisa menjaga agar pria itu tidak langsung pergi.“Apa-apaan ini!” decak Daniel dengan nada menahan kemarahan tidak terkira.“Pak, saatnya menghadapi dan memutuskan, bukannya marah,” kata Jessica berupaya untuk menenangkan hati sang Perfeksionis.“Menggelikan!” umpatnya seraya melayangkan tatapan tidak suka pada perempuan cantik yang kini duduk bersebelahan dengan wanita bergaya tomboy. “Jangan lagi menampakkan wajah kalian di
Daniel hanya mengulas senyum selintas lalu lenyap seketika sambil berbalik badan setelah melepaskan diri dari tatapan sang sekretaris.Mata Jessica pun melotot, sedikit panik karena untuk kesekian kalinya sang bos suka sekali bertele-tele padahal jelas biasanya sangat to the points. Jessica segera berinisiatif mendekat agar bosnya lekas menjawab.“Janji apa, Pak? Saya harus apa?” Jessica sedikit mengadang langkah Daniel meskipun tidak begitu kentara karena dia segera bergeser begitu menyadari terlalu dekat dengan sang bos.“Kamu harus membantu menyeleksi perempuan yang akan menjadi temanku kencan, menemaniku menemui mereka karena jelas kamu tahu aku ini sangat sulit untuk beramah-tamah dengan perempuan asing dan kamu tidak boleh meninggalkan perusahaan ini sebelum mendapatkan pengganti sekretaris baru yang kompeten,” ucap Daniel dengan wajah serius kali ini.Jessica sempat termenung mendengar penyampaian Daniel, tetapi dia pun akhirnya mengangguk setuju setelah melihat wajah pria itu
Daniel mengamati penampilannya di depan cermin. Pakaiannya sangat pas di tubuhnya yang proporsional. Kulit putih pucat sangat terawat. Apabila Jessica bersanding dengan Daniel, mata hatinya sebagai perempuan sangat iri dengan kerapian dan kebersihan yang dimiliki sang bos. Dia merasa sangat tidak sebanding.“Atur dulu ruanganku, baru kita berangkat,” kata Daniel seraya menoleh pada meja kerjanya yang menurutnya sangat berantakan.Saat ini mereka sudah kembali dari Koy's Central. Sudah sampai di kantor pusat perusahaan Morgand Company. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Beberapa karyawan yang tidak lembur dan berkepentingan juga sudah pulang.“Baik, Pak,” balas Jessica pelan.Jessica mengeluh lelah dalam hati. Perjalanan ke Koy's Central dilanjutkan ke beberapa tempat membuat kakinya seperti mau lepas. Sepatu hak tinggi yang dipakai sangat menyebalkan bagi Jessica karena membuatnya pegal-pegal. Bayangannya untuk segera pulang lalu merendam kaki dengan air hangat dicampur tetesan ai
Sepanjang perjalanan Jessica hanya diam. Menatap wajah bosnya saja tidak berani. Benar 'kan apa yang dia diduga sebelumnya, bos Daniel akan memaki-makinya karena telah lancang. Tidak, bukan memaki—pikir Jessica, tetapi marah dalam diam atau menggunakan nada sarkas saat berbicara. Bukan lagi sebuah rahasia bila kisah perjalanan cinta bos Daniel tidak semulus kulit tubuhnya yang begitu terawat. Daniel ditinggalkan sang kekasih hati padahal rencana pernikahan telah mulai disusun. Perempuan cantik bernama Shofia bahkan mengumumkan pernikahan dengan pengusaha kaya raya dari Perancis setelah tiga bulan memutuskan hubungan pertunangan secara sepihak dengan Daniel. Sebagai sekretaris yang telah bekerja untuk Daniel selama enam tahun, kisah empat tahun yang lalu itu masih segar dalam ingatan Jessica. Keterpurukan yang sulit membaik—mungkin hingga saat ini. Kenyataannya Daniel masih betah hidup sendiri tanpa kekasih. Jessica mengikuti langkah Daniel, mengekor di antara para staf yang mengiku
Jessica membulatkan bola matanya, cukup kaget dengan analisa yang diberikan bosnya karena jelas itu tidak salah. Namun, Jessica tidak mungkin bicara jujur. Ia pun segera tertawa kecil sambil mengibaskan tangannya ke arah udara demi bisa menepis dugaan sang bos.“Ah, Bapak bisa saja. Saya merencanakan apa?” balasnya seraya terus berjalan mengikuti langkah Daniel agar tidak ketinggalan.“Makan malam seperti apa yang kamu impikan? Sepertinya kamu kecewa kalau tidak dilakukan malam ini,” tukas Daniel sedikit melirik ekspresi sekretaris andalannya selama enam tahun ini sambil terus saja melangkah.“Yang berkesan, mungkin,” jawab Jessica malam kikuk sendiri.Dia sedang merencanakan kencan buta antara Daniel dan seorang wanita cantik pilihan Mommy Boss, tapi kenapa rasanya malah seperti sedang merancang kencan sendiri? Membayangkan saja Jessica sudah merinding sendiri. Dia tidak berharap Daniel berpikir itu kencan antara mereka berdua, huh ... Bos dan Sekretaris? Tidak mungkin bagi Jessica
“Tentu saja saya mata duitan.” Jessica tersipu, sama sekali tidak tersinggung karena memang dia tipe perempuan yang rela kerja lembur demi segepok uang dari bonus loyalitas di luar insentif gaji pokok.Namun, reputasinya sebagai perempuan yang sulit digoda, tentu saja tidak ada celah sedikitpun baginya dianggap sebagai sekretaris murahan. Gadis itu termasuk karyawan tahan godaan menjadi wanita simpanan yang sering terjadi di lingkungan perusahaan.Jessica bekerja siang dan malam untuk menebus sebagian besar utang yang dilakukan ayahnya semasa hidup bersama istri barunya untuk berfoya-foya. Semua orang yang mengenalnya pasti akan memberikan simpati pada perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu.Kini, ayahnya telah tiada. Namun, beban itu tidak juga menjadi ringan karena ibu tirinya masih saja bergaya hidup sosialita dengan berbagai alasan. Dia tidak mungkin langsung meninggalkan rumah itu karena masih ada adik tirinya yang harus diurus. Hubungan dengan Kim sangat baik sebagai saudar
“Bapak duluan saja,” ucap Jessica tersenyum sopan, mempersilakan Daniel untuk mengutarakan lebih dulu apa yang ingin disampaikan padanya.“Ok, ini soal malam itu. Saat aku mabuk. Astaga! Katanya Reno mengalihkan tanggung jawabnya padamu untuk mengantarku pulang, ya? Bedebah itu sangat kurang ajar,” rutuk Daniel seraya berdiri dari tempat duduk dengan dua telapak tangan mulai menelusup ke dalam saku celananya lalu berjalan mendekati meja Jessica yang kini menatapnya penuh minat.Sama seperti biasanya, Bos Daniel selalu menciptakan atensi kuat dan tidak menyukai pengabaian. Semua yang berhadapan dengannya harus fokus menyimak karena pria itu tidak akan pernah mengulang apa yang disampaikan apabila kurang jelas. Jessica hafal sifat itu bahkan sampai di luar kepala.“Jadi ... apa kamu benar-benar serius ingin mengundurkan diri?”Jessica mencelus, membulatkan bola mata tidak percaya pada apa yang ditanyakan bosnya. Kasus mabuk dan berhasil mengantarkan pulang yang seharusnya mendapat apres