"Maaf, Nona Airina. Saya lepas kendali, jadi apakah Anda berniat investasi atau memberi sumbangan untuk panti asuhan saya?" tanya Albert mengulangi lagi ucapannya. "Nanti akan aku pikirkan, Tuan Albert. Untuk saat ini aku belum bisa menentukan," jawab Airina. "Sialan, ternyata Anda ini memang wanita pelit!" pekiknya. Dengan tidak sopan Albert keluar dari butik, langkahnya terburu-buru bahkan tanpa berpamitan dengan sopan. Alih-alih mendapatkan hasil, ia malah terlihat seperti pria arogan yang tidak tahu malu. "Nona, apakah Anda baik-baik saja? Apa pria itu melukai, Nona?" tanya Tiwi selepas Albert keluar butik. "Ti-tidak, Tiwi. Aku baik-baik saja, dan lupakan saja kejadian sore ini. Jangan katakan pada Arsen atau siapa pun itu!" titah Airina, ia memijat pelipisnya yang terasa sedikit pusing. "Dasar laki-laki gila!" pekiknya lirih. Airina kembali melangkahkan kakinya di ruang kerjanya, menatap ke arah jendela. Sebuah mobil Bentley hitam terlihat sudah parkir di depan butik. "It
"Seharusnya memang seperti itu, jadi lebih baik besok aku ke bank. Emm ... Iya, begitu saja!" ucap Airina lirih. Kini ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, tubuh lelahnya itu memenuhi ranjangnya itu. Mata yang fokus menatap langit-langit kamar, ada hal membuatnya masih berpikir keras. "Bagaimana ya?" tanya Airina pada dirinya sendiri. Terlalu kalut dalam pikirannya, Airina secara tidak sengaja tertidur pulas. Mata yang sudah terpejam rapat. Pada sebuah ruangan dengan pencahayaan minim. Airina berjalan sendirian, langkahnya pelan namun dengan penuh keraguan. "Halo, apa ada orang?" tanya Airina pada orang di sekitarnya. "Sepertinya aku mengenal ruangan ini, tidak asing tapi aku masih ragu ...." gumam Airina dalam benaknya. Tok tok tok! Airina terperanjat, matanya terbuka lebar. Dengan degup jantung yang berdetak lebih kencang. Airina mengelus dadanya berulang. "Itu hanya mimpi!" ucapnya lirih. "Siapa?" tanya Airina lirih pada seseorang yang mengetuk pintu. "Arsen, kamu kena
"Arsen, aku pamit ya!" pamitnya pada Arsen yang berdiri di samping mobil Bentle hitam. "Aron, Aiden. Jaga istriku baik-baik, jangan sampai ia terluka sedikit pun!" tegas Arsen pada dua bawahannya. "Baik, Tuan muda." Mobil itu melaju saat Aron menarik pedal gas, dengan kecepatan yang standar. Pagi-pagi sekali Airina pergi ke Mitleburg, bukan untuk menemui ibunya. melainkan untuk tugas lain yang menurutnya mulia. "Aron, nanti ikuti share lokasi yang aku kirim ya," ucap Airina lirih. "Ba-baik, Nona." Aron mengangguk paham, ia melajukan mobil dengan cepat. Menembus kabut pagi yang cukup tebal dan menghalangi jarak pandang. Setelah 2 jam perjalanan, tibalah mereka di sebuah panti asuhan bernama Little home. "Apa benar alamatnya ini, Nona?" tanya Aron memastikan. "Iya, benar ini. Kalian tunggu di sini saja ya, aku akan masuk sebentar," ujar Airina tanpa ragu. "Maaf, Nona. Saya harus ikut masuk mengawasi Anda, emm bukan apa-apa. Tapi ini sudah tugas saya," elak Aiden dengan tegas.
"Serakah!" pekik Airina keras. CIT! Mobil Bentley hitam itu berhenti mendadak, membuat beberapa orang di dalamnya sedikit terguncang. Aron dan Aiden sontak menoleh ke sumber suara. "Nona, ada apa?" tanya keduanya kompak. Airina menghela nafasnya panjang sebelum menjawab pertanyaan. Manik matanya masih tertuju pada ponsel berisi pesan dari Albert. "Bacalah," ucapnya. Sebelah tangannya memberikan ponsel itu pada Aron. Dengan decak kesal, Aiden hanya bisa menatap bengis ke arah Airina. "Nona, ini sudah tanda-tanda tidak benar. Jangan Anda lanjutkan transaksi itu," tutur Aiden dengan tegas."Baiklah, Nona. Saya dan Aron sudah memperingatkan di awal," ucap Aiden pasrah. "Aiden, yang tidak benar itu hanya Albert. Shena dan anak-anak yatim piatu itu butuh bantuan. Jangan halangi aku lagi ya, aku ingin membantu mereka. Dan ya, aku ini anak yatim tahu rasa ...." ucap Airina panjang lebar. Tidak lama dari itu, Aron kembali menarik pedal gas mobil itu. Kembali ke jalanan yang cukup rama
"Aku yakin, Ratu. Kenapa kamu seolah tidak percaya dengan aku?" todong tanya Airina pada Ratu. "Bukan tidak percaya, Nona muda. Tetapi, omset kita bulan ini cukup banyak dan ... bisa dipakai untuk mengganti alat atau membeli alat baru. Memberi sumbangan itu baik, Nona. Tapi ...." Ratu tidak menemukan kalimat yang tepat untuk mencegah Airina. Ia hanya bisa terdiam sejenak dan... "Ratu, aku tidak ada waktu banyak untuk menunggumu berpikir!" seru Airina dengan ketus. Ratu mendongakkan kepalanya, "Nona, saya berkata seperti ini biar Anda tidak terjerumus, tapi kalau Anda sudah merasa yakin. Ya sudah, silakan lakukan apa yang menurut Anda benar!" tegas Ratu dengan menarik buku catatan keuangan itu. "Saya pamit, Nona!" Ratu melangkah ke luar ruangan, tanpa mempertimbangkan apa pun pada Airina. "Ratu siapkan uang untuk kuberikan pada Albert!" seru Airina keras. "Baik, Nona. Tunggu sebentar," ucap Ratu dengan melangkahkan kakinya ke luar. "Terima kasih, Ratu." Suara yang mungkin tid
"Memang gila!" pekik Airina keras, setelah membaca pesan dari Albert. Ia benar-benar harus memutar otak, saat tubuhnya sedang lemah seperti ini. Selalu ada hal diluar nalar terjadi padanya. "Ada apa?" tanya Arsen secara tiba-tiba. Airina terperanjat saat mendengar suara Arsen yang melengking di telinganya. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya, rahasia yang harus tertutup rapat. Sebenarnya, ada ide untuk meminta bantuan pada Arsen. Tetapi belum saatnya pria itu tahu. "Kamu mengatakan itu di hadapanku, apa kamu menghinaku menjadi pria gila?" todong tanya Arsen. Ia mencondongkan tatapannya pada Airina. "Tidak, bukan kamu!" seru Airina keras. "Lalu siapa laki-laki gila yang kau maki itu? Apa kau sedang berselingkuh dengan pria lain?" hardik tanya Arsen dengan menatap tajam Airina. "Kau menuduhku selingkuh? yang benar saja, Arsen!" Airina semakin naik pitam, ia sudah tidak bisa berkata-kata. Pikirannya melayang pada pesan Albert yang membuatnya semakin pusing. [Tuan Albert, maaf
Manik mana Airina membelalakkan lebar saat mendapati pesan dari Shena. Ia benar-benar terkejut saat membaca satu persatu kalimat yang ada. "Albert, di mana?" gumam Airina lirih. Airina berpikir keras hingga kepalanya kembali terasa pusing. Bagaimana tidak Albert membawa uang 20 juta dollar darinya. "Siapa itu Albert?" todong tanya Arsen, tatapannya lekat ke arah Airina. "Stop, sekarang tolong diamlah dulu, jangan banyak tanya!" gertak Airina keras. Airina berjalan menjauh dari Arsen, dengan susah payah ia menelepon Tiwi asistennya. Malam yang sudah cukup larut, bisa saja Tiwi sudah terlelap."Pada ke mana sih! Lalu, ke mana Albert pergi? Apa dia dirampok saat di jalan?" tanya Airina pada dirinya sendiri. Rasanya ingin sekali memaki dirinya yang kurang bertanggung jawab ini. "Airina, ada apa?" tanya Arsen dengan berjalan mendekati Airina. "Tidak ada apa-apa, hanya kesalahan teknis dan ... aku yang gagal dalam bertanggung jawab," jawabnya..Langkahnya kini masuk ke dalam kamar, m
Airina meyakinkan dirinya sendiri, pernikahan kontraknya akan segera segera berakhir. Sudah saatnya ia memberi jarak pada Arsen. "Ya, aku harus segera menjauhinya, agar orang-orang yang berusaha mengusik ketenanganku. Tidak ikut mengusik ketenangan Arsen, dia layak lebih bahagia dengan wanita pilihannya," gumam Airina lirih. Tok tok tok! "Nona, saya Tiwi ijin masuk ke ruangan!" seru Tiwi keras dari luar ruangan. "Masuklah!" Airina hanya menatap ke arah pintu, raut wajah Tiwi terlihat berbeda dari biasanya. Apa yang ia sembunyikan rapat-rapat kali ini. "Ada apa?" tanya Airina tanpa basa-basi. "Sa-saya minta maaf, Nona. Anda bisa melihat ini," Tiwi menyerahkan ponselnya pada Airina. Sontak lemas tubuhnya dibuat membawa berita terbaru dari instagrom lambe dower itu. Sebuah akun dengan berita paling hot sampai paling jadul ada di sana. Nama Airina terpampang jelas dengan judul seorang pemilik butik sekaligus istri Arsen Pinault tidak ikhlas menyumbang pada panti asuhan little hom