Home / Rumah Tangga / Istri Rahasia Sang Maharaja / 3. Lima Tahun Vs. Lima Hari

Share

3. Lima Tahun Vs. Lima Hari

last update Huling Na-update: 2025-01-17 21:23:55

Alaric sedang fokus pada pekerjaannya, ketika ponsel di atas meja bergetar. Meletakkan pena dengan gerakan perlahan, lalu memandang layar. Nama ‘Kakek’ tertera di sana. Tanpa ragu menjawab, meski lelah sudah dirasakannya sejak tadi.

“Iya, Kek?” Daripada takut, Alaric hanya merasa terbebani. Tetap datar, seperti biasa.

“Mau apa Sienna ke lantai tiga?” tanya Darmawan Maharaja, nadanya tegas tanpa basa-basi. “Dua kali dia ke sana hari ini.”

Alaric diam sejenak. Tangannya tanpa sadar memutar pena di atas meja. Tidak terkejut kalau cuma  satu kali, karena dia tahu Sienna masuk saat dia dan Angela sedang bercinta pagi tadi—kejadian yang coba dia lupakan karena hanya menambah beban pikiran. “Saya enggak tau, Kek. Mungkin sekedar sapa, karena Sienna belum pernah tatap muka langsung sama Angela.”

“Sekedar sapa apanya?” Darmawan tiba-tiba berang. Suaranya meninggi menjadi bentakan kecil yang khas. “Udah saya bilang ceraikan dia, kenapa kamu kalah sama perempuan enggak berguna itu?”

“Kek, kan udah saya bilang. Sienna enggak mau cerai. Jadi biarin aja dia begitu. Nanti juga capek sendiri.” Alaric memijat keningnya dengan tangan kiri. Benar-benar lelah, bahkan sebelum Angela hamil. Sekarang saja Sienna sudah begitu cemburu, apalagi nanti. Pikiran itu membuat bebannya terasa semakin berat.

Darmawan mendecak kesal di ujung telepon. “Ck, urus dia. Jangan sampai buat kacau. Itulah kenapa saya enggak pernah setuju ada poligami di keluarga Maharaja,” gerutunya, nada yang penuh kekesalan.

“Kalau udah capek, Sienna bakal ajukan cerai dengan sendirinya, Kek,” balas Alaric. Tetap tenang, meskipun ada kepasrahan samar lewat suaranya.

“Pokoknya jangan ada gangguan lagi. Ingat tujuan kita. Kamu ke lantai tiga malam ini, pastikan Angela aman. Hasil, Alaric. Saya cuma mau hasil.”

“Iya, Kek. Saya memang berencana ke sana malam ini. Angela pasti aman.”

“Aman aja enggak cukup!” bentak Darmawan lagi. “Saya mau penerus, bukan drama. Atur Sienna, atau saya yang turun tangan. Kamu tau saya enggak pernah main-main.”

“Iya, Kek. Biar saya yang atur Sienna,” jawab Alaric cepat, hanya agar percakapan segera selesai. Dia sudah hafal betul pola omongan kakeknya—tekanan, ancaman, lalu perintah. Rutinitas yang biasa dia jalani sejak kecil.

Percakapan terputus begitu saja, seperti biasa. Alaric meletakkan ponselnya di atas meja, lalu bersandar ke kursi. Matanya menatap plafon ruangan yang putih polos. Pena yang tadi diputar-putar, kini terlepas dari tangannya dan jatuh ke meja dengan bunyi kecil.

Alaric tidak takut pada kakeknya, cuma lelah. Lelah pada perintah yang tidak pernah berhenti, lelah dengan Sienna yang sulit dibuang begitu saja meski tidak dicintai, lelah dengan Angela yang menjadi tanggung jawab baru. Tapi dia tidak protes. Bukan karena tidak bisa, tapi dia sadar betul tanggung jawabnya di keluarga Maharaja.

Setelah menghela napas, Alaric bangkit. Melangkah menuju jendela besar, memandang ke luar. Langit mulai berubah jingga, menandakan sore akan segera berakhir. Malam ini dia harus ke lantai tiga lagi, menemui Angela, melanjutkan ‘tugas’ yang si kakek tekankan. Bukan karena dia menginginkannya, apalagi karena ada perasaan. Alaric tidak merasakan apa-apa terhadap Angela, hanya menghormati karena wanita itu memilih menjalankan perintah dengan baik—menjadi bagian dari Maharaja. Sama seperti Sienna, hanya berbeda waktunya.

“Pak, meeting jam lima sama klien dari Mabaya.” Suara asisten Alaric tiba-tiba terdengar dari intercom di meja.

Alaric segera kembali ke kursinya, menekan tombol balas. “Iya, siapin aja.” Duduk kembali, mengambil pena, lalu mencoba fokus pada dokumen di depannya. Rupanya tidak bisa. Pikiran sudah setengah melayang ke malam nanti.  Ke lantai tiga, ke Angela, dan mungkin ke Sienna yang akan cemburu lagi besok. Lelah, tetapi dia tidak bisa berhenti. Bukan karena dia tidak mau, melainkan karena tidak boleh.

Alaric satu-satunya harapan Darmawan. Karena itulah si tetua Maharaja begitu keras dalam mendidik Alaric. 

***

Meeting dengan klien dari Mabaya selesai lebih cepat dari dugaan. Harusnya sampai berjam-jam, tapi baguslah. Alaric bisa lebih cepat sampai di rumah. Perjalanan pulangnya diisi oleh beban pikiran dan tanggung jawab. Kakek, Angela dan Sienna. Dia tidak membenci mereka, hanya tidak merasakan apa-apa selain lelah.

Alaric sudah berniat langsung menuju lantai tiga, tetapi langkahnya terhenti di ujung tangga saat melihat Sienna berdiri bersedekap di dekat jendela lorong, menunggu.

Rupanya tidak perlu repot-repot menemui si istri untuk menyampaikan peringatan dari kakeknya.

“Dua kali ke lantai tiga hari ini. Mau apa lagi?” Alaric bertanya tanpa basa-basi.

Sienna menoleh, matanya menyipit. “Jadi sekarang, aku enggak boleh lagi naik ke atas nih?” Cara bicara santainya terlalu dibuat-buat.

Alaric menghela napas, mendekat beberapa langkah. “Bukan soal boleh atau enggak. Saya cuma enggak mau ada masalah.”

Sienna tersenyum miring. “Masalah?” Dia melangkah mendekat. “Mas pikir aku yang bakal bikin masalah? Aku ini istri Mas selama lima tahun. Angela yang baru datang lima hari, tapi kamu Mas yang panik.”

Alaric menatap Sienna tajam, mulai kehilangan kesabaran. “Saya enggak panik. Saya cuma mau semuanya tetap terkendali. Ingat, Sienna, saya udah kasih kemudahan. Sebelum saya menikah lagi, kamu siap saya ceraikan. Tapi kamu yang enggak mau, ‘kan? Jadi sekarang, kalau kamu enggak mau dimadu, ajukan gugat cerai. Saya selalu siap menceraikan kamu kalau memang itu maumu. Tapi kalau kamu bersikeras tetap di sini, terima konsekuensinya. Jangan ganggu Angela.”

Sienna terdiam sesaat, sebelum akhirnya tertawa kecil. “Lucu. Orang baru dibela-bela. Mas pikir aku yang bakal cari masalah? Bukan Angela yang merebut tempatku?”

Alaric tidak bereaksi. Sudah terlalu sering mendengar kalimat serupa dari Sienna, sejak Angela masuk ke kediaman Maharaja.

Sienna menarik napas, lalu melangkah lebih dekat. “Kalau aku minta kesempatan lagi?” bisiknya, hampir seperti merayu. “Aku enggak akan ganggu Angela, asal Mas kasih aku waktu. Sebelum tidur sama dia malam ini, Mas tidur sama aku dulu.”

Alaric mengerutkan kening, ekspresinya sulit dibaca. “Sienna—”

“Aku janji enggak akan ngeluh apa pun lagi,” potong Sienna cepat. “Kasih kesempatan biar aku terus coba. Aku bakal hamil, Mas. Aku bisa.”

Alaric mengembuskan napas panjang, menatap wanita itu dengan sorot mata yang hampir seperti iba. Tapi bukan iba karena cinta—melainkan karena kelelahan.

“Kamu enggak capek?” Dengan suara rendah Alaric bertanya. “Kita udah lima tahun coba, tapi kamu keguguran terus. Sayangi tubuh kamu, Sienna.”

Sienna menggigit bibir, wajahnya mengeras. “Jangan sok perhatian kalau akhirnya Mas tetap ke Angela,” balasnya pahit.

Alaric diam sejenak, sebelum akhirnya berkata dengan nada yang lebih datar. “Saya enggak mau nyakitin kamu lagi. Udah cukup.” Tanpa menunggu balasan, dia berbalik pergi.

Sienna tetap berdiri di sana, matanya menatap punggung si suami yang semakin menjauh. Tangan yang tadi mencengkeram gaun kini mengepal di sisi tubuhnya.

Tidak. Ini belum selesai.

Angela boleh saja menang sementara ini, tapi Sienna tidak akan membiarkannya merasa menang sampai akhir.

Selama masih punya kesempatan, meskipun tipis, dia akan berusaha. Karena kalau Sienna bisa hamil duluan, semuanya akan berubah.

Kaugnay na kabanata

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   4. Rutinitas Malam

    Alaric membuka pintu kamar Angela tanpa mengetuk lebih dulu. Kebiasaan selama lima hari ini. Dia tahu Angela tidak pernah mengunci pintu, karena selain dia, tidak ada yang naik ke lantai tiga. Sienna pun baru pagi tadi.Angela yang sedang duduk di ujung ranjang sontak menoleh. Rambut masih setengah basah, dia baru saja mandi. Pandangannya langsung bertemu dengan Alaric. Singkat keterkejutannya, lalu cepat-cepat mengalihkan mata, seperti biasa.“Baru nyampe, Mas?” Pelan Angela bertanya.Alaric melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. “Iya.” Singkat jawabnya, tapi cukup.Suasana kamar langsung terasa aneh. Keduanya masih saja canggung saat bertemu, meski alasan mereka berada dalam situasi ini sangat jelas.Angela memainkan jemarinya di atas paha, berusaha mengisi keheningan. “Saya pikir Mas bakal telat.”“Meeting-nya cepat selesai.” Sebelum akhirnya duduk di sofa dekat ranjang. Alaric tidak langsung menatap Angela, malah sibuk melepas jam tangan. “Ada masalah?”Angela menggeleng. “

    Huling Na-update : 2025-01-19
  • Istri Rahasia Sang Maharaja   5. Ketika Malam Bicara

    Angela terbangun saat langit di luar sana masih gelap. Kamar kembali sunyi. Refleks menoleh ke sofa. Kosong.Alaric sudah pergi.Tidak ada jejak keberadaan pria itu, kecuali aroma samar sabun yang menempel di sprei, meski si suami tidak berbaring di sisinya semalaman. Angela menarik napas pelan, mencoba mengusir kecewa yang bahkan dia sendiri tidak mau mengakuinya.Dia tahu. Harusnya sudah terbiasa. Semestinya tidak masalah, karena dia punya alasan kuat saat memulai dan tetap bertahan sampai akhir tanpa harapan berlebihan.Turun dari tempat tidur, Angela melangkah menuju kamar mandi, membasuh wajah. Begitu menatap pantulan dirinya di cermin, dia sadar. Tidak ada bekas ciuman, pelukan, atau kata manis nan lembut tadi malam.Cuma tubuh yang dipakai, lalu ditinggalkan.Angela menyeka wajahnya dengan handuk. Kalau begini terus, dia akan cepat menua sebelum waktunya.***Alaric baru pulang dari berolahraga. Dia masuk ke kamar Sienna tanpa mengetuk, langsung menuju lemari. Mengambil setelan

    Huling Na-update : 2025-03-05
  • Istri Rahasia Sang Maharaja   1. Sebagaimana Seharusnya

    “Mas,” rintih Angela, gemetar dan berusaha mengendalikan diri sekuat tenaga.“Tahan. Jangan mendahului saya.” Alaric memperingatkan. Gerakannya tetap teratur, tapi dia sengaja memperlambat, seperti sedang menguji batas kesabaran Angela.“Ngh!” Angela makin tak tahan. Tubuhnya menegang, siap mencapai puncak, tapi tatapan kosong Alaric membuatnya ragu.“Fokus,” bisik Alaric, tegas. Entah kenapa, dia sendiri belum merasakan pelepasan. Pikirannya terpecah—antara tugas yang dipaksakan kakeknya dan bayangan Sienna yang entah sedang apa sekarang. Ini pertama kalinya dia bercinta dengan wanita lain. Matanya tertuju ke dinding, gerakannya kaku, hampir tanpa perasaan.“Saya ubah posisi, Mas?” Angela menawarkan, suaranya parau. Dia juga tidak nyaman—bukan cuma fisik, tapi perasaan aneh yang terus mengusik. Alaric bukan miliknya. Dia cuma istri kedua yang keberadaannya disembunyikan.“Oke,” angguk Alaric singkat. Tangannya menarik lengan Angela, memaksa bangkit bersamanya. “Duduk di pangkuan saya

    Huling Na-update : 2025-01-08
  • Istri Rahasia Sang Maharaja   2. Bukan Milikmu Sepenuhnya

    Memang tidak ada larangan bagi Sienna untuk ‘berkunjung’ ke lantai tiga, tapi kemunculan wanita itu untuk kedua kalinya di sana membuat Angela merasa tidak nyaman.Tepat ketika Angela sedang sarapan sendirian di meja makan bundar berlapis marmer hitam, yang berdiri kokoh di tengah ruang makan pribadinya, suara langkah Sienna terdengar mendekat.Sienna melirik ke tengah meja. Melihat lili putih segar yang berada di dalam vas bunga tinggi—bunga kesukaannya. Terendus aroma samar dari kelopak lili bercampur dengan wangi kopi yang mengepul dari cangkir Angela.Karena lantai tiga adalah wilayahnya, Angela akan bertindak selayaknya pemilik tempat. Tidak mungkin juga bersikap pura-pura tidak melihat seperti pagi tadi, ketika si istri pertama masuk tanpa permisi ke kamar si istri kedua.Melihat sikap Sienna yang bersedekap anggun, Angela menebak kalau wanita itu tidak akan bertindak brutal dengan menjambak rambutnya, menampar wajah, apalagi menyiramnya dengan kopi. “Silakan duduk, Mbak.” Sie

    Huling Na-update : 2025-01-09

Pinakabagong kabanata

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   5. Ketika Malam Bicara

    Angela terbangun saat langit di luar sana masih gelap. Kamar kembali sunyi. Refleks menoleh ke sofa. Kosong.Alaric sudah pergi.Tidak ada jejak keberadaan pria itu, kecuali aroma samar sabun yang menempel di sprei, meski si suami tidak berbaring di sisinya semalaman. Angela menarik napas pelan, mencoba mengusir kecewa yang bahkan dia sendiri tidak mau mengakuinya.Dia tahu. Harusnya sudah terbiasa. Semestinya tidak masalah, karena dia punya alasan kuat saat memulai dan tetap bertahan sampai akhir tanpa harapan berlebihan.Turun dari tempat tidur, Angela melangkah menuju kamar mandi, membasuh wajah. Begitu menatap pantulan dirinya di cermin, dia sadar. Tidak ada bekas ciuman, pelukan, atau kata manis nan lembut tadi malam.Cuma tubuh yang dipakai, lalu ditinggalkan.Angela menyeka wajahnya dengan handuk. Kalau begini terus, dia akan cepat menua sebelum waktunya.***Alaric baru pulang dari berolahraga. Dia masuk ke kamar Sienna tanpa mengetuk, langsung menuju lemari. Mengambil setelan

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   4. Rutinitas Malam

    Alaric membuka pintu kamar Angela tanpa mengetuk lebih dulu. Kebiasaan selama lima hari ini. Dia tahu Angela tidak pernah mengunci pintu, karena selain dia, tidak ada yang naik ke lantai tiga. Sienna pun baru pagi tadi.Angela yang sedang duduk di ujung ranjang sontak menoleh. Rambut masih setengah basah, dia baru saja mandi. Pandangannya langsung bertemu dengan Alaric. Singkat keterkejutannya, lalu cepat-cepat mengalihkan mata, seperti biasa.“Baru nyampe, Mas?” Pelan Angela bertanya.Alaric melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. “Iya.” Singkat jawabnya, tapi cukup.Suasana kamar langsung terasa aneh. Keduanya masih saja canggung saat bertemu, meski alasan mereka berada dalam situasi ini sangat jelas.Angela memainkan jemarinya di atas paha, berusaha mengisi keheningan. “Saya pikir Mas bakal telat.”“Meeting-nya cepat selesai.” Sebelum akhirnya duduk di sofa dekat ranjang. Alaric tidak langsung menatap Angela, malah sibuk melepas jam tangan. “Ada masalah?”Angela menggeleng. “

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   3. Lima Tahun Vs. Lima Hari

    Alaric sedang fokus pada pekerjaannya, ketika ponsel di atas meja bergetar. Meletakkan pena dengan gerakan perlahan, lalu memandang layar. Nama ‘Kakek’ tertera di sana. Tanpa ragu menjawab, meski lelah sudah dirasakannya sejak tadi.“Iya, Kek?” Daripada takut, Alaric hanya merasa terbebani. Tetap datar, seperti biasa.“Mau apa Sienna ke lantai tiga?” tanya Darmawan Maharaja, nadanya tegas tanpa basa-basi. “Dua kali dia ke sana hari ini.”Alaric diam sejenak. Tangannya tanpa sadar memutar pena di atas meja. Tidak terkejut kalau cuma satu kali, karena dia tahu Sienna masuk saat dia dan Angela sedang bercinta pagi tadi—kejadian yang coba dia lupakan karena hanya menambah beban pikiran. “Saya enggak tau, Kek. Mungkin sekedar sapa, karena Sienna belum pernah tatap muka langsung sama Angela.”“Sekedar sapa apanya?” Darmawan tiba-tiba berang. Suaranya meninggi menjadi bentakan kecil yang khas. “Udah saya bilang ceraikan dia, kenapa kamu kalah sama perempuan enggak berguna itu?”“Kek, kan ud

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   2. Bukan Milikmu Sepenuhnya

    Memang tidak ada larangan bagi Sienna untuk ‘berkunjung’ ke lantai tiga, tapi kemunculan wanita itu untuk kedua kalinya di sana membuat Angela merasa tidak nyaman.Tepat ketika Angela sedang sarapan sendirian di meja makan bundar berlapis marmer hitam, yang berdiri kokoh di tengah ruang makan pribadinya, suara langkah Sienna terdengar mendekat.Sienna melirik ke tengah meja. Melihat lili putih segar yang berada di dalam vas bunga tinggi—bunga kesukaannya. Terendus aroma samar dari kelopak lili bercampur dengan wangi kopi yang mengepul dari cangkir Angela.Karena lantai tiga adalah wilayahnya, Angela akan bertindak selayaknya pemilik tempat. Tidak mungkin juga bersikap pura-pura tidak melihat seperti pagi tadi, ketika si istri pertama masuk tanpa permisi ke kamar si istri kedua.Melihat sikap Sienna yang bersedekap anggun, Angela menebak kalau wanita itu tidak akan bertindak brutal dengan menjambak rambutnya, menampar wajah, apalagi menyiramnya dengan kopi. “Silakan duduk, Mbak.” Sie

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   1. Sebagaimana Seharusnya

    “Mas,” rintih Angela, gemetar dan berusaha mengendalikan diri sekuat tenaga.“Tahan. Jangan mendahului saya.” Alaric memperingatkan. Gerakannya tetap teratur, tapi dia sengaja memperlambat, seperti sedang menguji batas kesabaran Angela.“Ngh!” Angela makin tak tahan. Tubuhnya menegang, siap mencapai puncak, tapi tatapan kosong Alaric membuatnya ragu.“Fokus,” bisik Alaric, tegas. Entah kenapa, dia sendiri belum merasakan pelepasan. Pikirannya terpecah—antara tugas yang dipaksakan kakeknya dan bayangan Sienna yang entah sedang apa sekarang. Ini pertama kalinya dia bercinta dengan wanita lain. Matanya tertuju ke dinding, gerakannya kaku, hampir tanpa perasaan.“Saya ubah posisi, Mas?” Angela menawarkan, suaranya parau. Dia juga tidak nyaman—bukan cuma fisik, tapi perasaan aneh yang terus mengusik. Alaric bukan miliknya. Dia cuma istri kedua yang keberadaannya disembunyikan.“Oke,” angguk Alaric singkat. Tangannya menarik lengan Angela, memaksa bangkit bersamanya. “Duduk di pangkuan saya

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status