Share

4. Rutinitas Malam

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-19 11:49:26

Alaric membuka pintu kamar Angela tanpa mengetuk lebih dulu. Kebiasaan selama lima hari ini. Dia tahu Angela tidak pernah mengunci pintu, karena selain dia, tidak ada yang naik ke lantai tiga. Sienna pun baru pagi tadi.

Angela yang sedang duduk di ujung ranjang sontak menoleh. Rambut masih setengah basah, dia baru saja mandi. Pandangannya langsung bertemu dengan Alaric. Singkat keterkejutannya, lalu cepat-cepat mengalihkan mata, seperti biasa.

“Baru nyampe, Mas?” Pelan Angela bertanya.

Alaric melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. “Iya.” Singkat jawabnya, tapi cukup.

Suasana kamar langsung terasa aneh. Keduanya masih saja canggung saat bertemu, meski alasan mereka berada dalam situasi ini sangat jelas.

Angela memainkan jemarinya di atas paha, berusaha mengisi keheningan. “Saya pikir Mas bakal telat.”

“Meeting-nya cepat selesai.” Sebelum akhirnya duduk di sofa dekat ranjang. Alaric tidak langsung menatap Angela, malah sibuk melepas jam tangan. “Ada masalah?”

Angela menggeleng. “Enggak, Mas.”

Lalu hening lagi.

Alaric menyandarkan punggung, memijit pelipisnya sebentar. Hari ini sudah cukup melelahkan, tapi dia tetap ke sini—karena memang harus. Dia menghela napas pelan, lalu bertanya. “Sienna tadi ke sini lagi?”

Angela seharusnya tidak perlu terkejut, tapi dia tidak menyangka Alaric mempertanyakan padanya. “Mas tau?”

“Kakek yang bilang.” Alaric tidak perlu mendetailkan kalau pagi tadi pun, saat mereka sedang bercinta, si istri pertama masuk tanpa mengetuk.

“Oh,” angguk Angela, membuang segala dugaan.

Alaric melihat Angela yang lebih banyak menunduk. Sementara Angela yang bisa merasakan tatapan Alaric ke arahnya, tidak balas menatap. Bukan tidak mau, hanya saja ... mereka masih aneh satu sama lain. Terlalu banyak hal yang belum mereka bicarakan, selain dari tugas dan kewajiban yang diutamakan oleh Darmawan.

“Ada yang mau Mas omongin?” tanya Angela, ketika akhirnya berani angkat kepala. Giliran Alaric yang mengalihkan tatapan.

Alaric cuma menggeser posisi duduknya, terlihat berpikir sebelum akhirnya berkata. “Jaga jarak dari Sienna. Kalau dia tanya atau ngomong sesuatu, lebih bagus kamu hindari aja.”

Angela mengernyit sedikit, tapi tidak berniat untuk membantah. “Saya usahakan, Mas.” Kalau Sienna tidak terlalu menyerangnya dengan brutal, sungguh dia malas meladeni.

Alaric mengangguk. Percakapan selesai begitu saja. Tidak ada basa-basi tambahan, tidak ada kehangatan. Cuma formalitas yang terasa begitu jelas.

Angela menarik napas, lalu menguatkan diri untuk bertanya, “Mas nginap di sini malam ini?”

Ada jeda sejenak sebelum Alaric menjawab. “Iya.” Karena pasti dia akan malas untuk turun ke lantai dua setelah bercinta nanti. Lagipula, berada sekamar dengan Sienna yang sedang tidak stabil saat ini cukup menguras tenaga. Sementara dia begitu lelah dan butuh istirahat.

“Saya mandi dulu.” Akhirnya berdiri, Alaric melepas jas, lalu bergerak menuju kamar mandi.

Alaric keluar dari sana beberapa menit kemudian. Rambutnya basah, meneteskan air kecil-kecil ke bahunya yang cuma ditutupi kaos putih polos. Celana panjang hitam melengkapi penampilannya, sederhana seperti malam-malam lain. Uap dari air panas masih tercium samar, bercampur dengan aroma sabun yang ringan. Melangkah perlahan menuju sofa, tetapi tidak langsung duduk. Matanya melirik Angela yang masih berada di ujung ranjang, tangan wanita itu kini diam di atas pangkuan.

Angela menoleh sekilas, menatap Alaric sesaat, lalu buru-buru mengalihkan pandangan ke lantai. Rambutnya yang juga setengah basah menempel di pipi. Gaun tidur tipis berwarna krem yang dikenakan saat ini, tampak sedikit kusut di bagian bawah. Seharusnya tidak begini. Padahal dia tahu apa yang akan terjadi, seperti yang sudah pernah mereka lakukan bersama. Lima malam sebelumnya telah membuat Angela hafal pola ini, tetapi jantungnya tetap berdetak lebih cepat, entah karena canggung atau karena kejadian tadi pagi dengan Sienna.

Alaric menghela napas pelan, lalu melangkah mendekati ranjang. “Udah siap?” Dia seperti orang yang bertanya tentang tugas atau hal lain, bukan sesuatu yang intim.

Angela mengangguk pelan. Menggeser posisinya sedikit, memberi ruang bagi Alaric di ranjang, meskipun tidak langsung menatap si suami. “Udah, Mas.”

Alaric duduk di sisi ranjang. Pundaknya kaku seperti malam malam lalu. Tidak langsung menyentuh Angela—ada jeda canggung yang selalu muncul setiap mereka memulai. Tangan kanannya naik ke leher, memijat pelan, seolah mencoba meredakan ketegangan di tubuhnya sendiri. “Hari ini capek.” Tiba-tiba berkata begitu, tanpa jelas ditujukan kepada Angela atau dirinya sendiri.

Angela menatap Alaric. Ekspresinya lembut, ada garis kecil kekhawatiran di dahinya. Bukan karena takut, tetapi seakan bisa merasakan beban di pundak Alaric. Sehingga mengingatkan pada dirinya sendiri. “Mau saya pijatin dulu, Mas?” Ragu, suaranya pelan tapi tulus, berusaha mencari cara mengisi keheningan.

Alaric menoleh, matanya bertemu dengan Angela. Ada sesuatu di wajah wanita itu. Bukan kasihan, bukan permintaan, melainkan perhatian kecil yang membuatnya berhenti sejenak. Mengangguk pelan. “Boleh.” Menggeser posisinya agar Angela bisa mendekat.

Angela bangkit dari kasur, turun, lalu berdiri di belakang Alaric yang masih duduk. Tangannya naik perlahan ke pundak pria itu, jari-jari mulai menekan otot-otot yang kaku di sana. Memijat dengan hati-hati, gerakannya perlahan tetapi terasa. Dari pundak ke leher, lalu turun lagi ke bahu. Alaric diam, matanya setengah terpejam, tidak menolak. Napasnya pelan, tetapi ketegangan di tubuhnya belum sepenuhnya hilang.

Angela melanjutkan pijatan. Tangannya turun ke punggung bagian atas, mendekati tulang belikat. Jari-jarinya tanpa sengaja menyentuh sisi dada Alaric saat menekan lebih kuat. Rupanya itu membuat Alaric membuka mata tiba-tiba. Tubuh menegang, napas terhenti sesaat. Menoleh cepat, tangannya langsung menangkap pergelangan Angela, menarik wanita itu ke depan dengan gerakan yang tidak sabar.

“Mas?” Angela terkejut, suaranya naik sedikit, tetapi tidak sempat protes.

Alaric sudah menarik Angela ke pangkuannya, posisi mereka langsung berhadapan. “Ingat, jangan mendahului saya.” Tegas tapi halus, seperti peringatan yang sudah menjadi aturan. Matanya menatap Angela tajam, bukan marah, hanya memastikan.

Angela mengangguk cepat, napasnya tersendat. “Iya, Mas.” Tanpa sadar gemetar. Duduk di pangkuan Alaric, kakinya berada di kedua sisi pinggul pria itu. Gaun tidurnya terangkat hingga paha, memperlihatkan kulit pucat yang sedikit merinding akibat sentuhan tidak sengaja yang entah bagian mana tepatnya.

Alaric tidak membuang waktu. Tangannya langsung menyentuh pinggang Angela, menarik gaun tipis itu ke atas hingga terlepas dari tubuh si istri kedua. Angela hanya mengenakan pakaian dalam sederhana di bawahnya—putih, polos.

Alaric melepas kaosnya sendiri dengan gerakan cepat, melemparkannya ke lantai. Kulitnya yang hangat dari sehabis mandi tadi, bertemu dengan kulit Angela yang dingin, menciptakan sensasi aneh di antara mereka.

Mendorong Angela perlahan ke kasur, kini dia berada di atasnya. Tangan kanan menyangga tubuh, sementara tangan kiri membuka celananya hingga setengah turun, cukup untuk memulai.

Angela menunduk, tangannya mencengkeram sprei, napasnya sudah cepat meski belum ada apa-apa. Alaric memegang dagu Angela, mengangkat wajah wanita itu hingga mata mereka bertemu. “Rileks,” katanya singkat, meskipun dia sendiri tetap kaku.

Angela mengangguk. Tangannya naik ke dada Alaric, merasakan otot yang tegang di sana. Alaric menurunkan tubuhnya, masuk perlahan. Gerakan pertama yang hati-hati, terukur, seolah memastikan Angela siap.

Angela menggigit bibir, matanya terpejam sesaat, merasakan tekanan yang perlahan mengisi tubuhnya. Kulit mereka saling menempel, keringat mulai muncul di punggung Alaric, membuat rambut basahnya menempel di leher.

“Mas … pelan,” bisik Angela. Suaranya tersendat saat Alaric mendorong lagi, lebih dalam. Tubuhnya menegang, kaki terangkat sedikit, mencoba menyesuaikan posisi agar lebih nyaman.

Alaric mengangguk, tetapi tidak menjawab. Memegang pinggul Angela, jari-jarinya menekan kulit lembut di sana hingga meninggalkan bekas merah samar. Gerakannya mulai bertambah cepat, ritmenya stabil tetapi keras. Tidak liar, hanya efisien, seperti orang yang ingin segera menyelesaikan tugas. Napasnya berat, keluar dari hidung, bercampur dengan desah kecil Angela yang tertahan.

Angela merasakan puncaknya mendekat. Dadanya naik-turun cepat, keringat menetes dari leher ke tulang selangka. “Mas .…” panggilnya lagi, suara yang nyaris putus, mencoba menyampaikan bahwa dia sudah di batas.

Alaric menatap Angela tajam. “Tahan,” perintahnya yang tidak boleh dilanggar. Mendorong lebih keras, tubuhnya menegang, keringat menetes dari dagu ke dada Angela. Satu, dua, tiga gerakan kuat—lalu dia mengerang pelan, suaranya dalam dan tertahan, tubuhnya bergetar sesaat. Baru setelah itu mengangguk kecil, memberi tanda pada Angela untuk menyusulnya.

Angela melepaskan kendali. Pinggulnya naik sekali, lalu menegang dengan desah yang dia kubur di bantal. Tubuhnya gemetar hebat, kuku-kukunya mencengkeram sprei hingga kusut. Keringat mereka bercampur, membuat ranjang terasa lembab. Napas mereka saling mengejar, tetapi tidak ada pelukan, tidak ada kata manis, apalagi ciuman. Cuma keheningan yang kembali mengisi ruangan.

“Udah cukup?” tanya Alaric setelah napasnya stabil. Menarik tubuhnya, duduk di sisi ranjang.

Angela mengangguk, menarik selimut dengan tangan yang masih gemetar. “Udah, Mas.”

Alaric mengambil kaos dari lantai, mengenakannya kembali. “Kamu tidur aja. Saya di sofa.”

Angela menutupi tubuhnya, tidak membalas. Sesekali memang Alaric lebih suka tidur di sofa. Biasanya, itu pertanda, tidak akan ada lagi ronde lanjutan keesokan paginya.

Lampu kamar dimatikan.

Tidak ada yang menyadari, terutama Angela. Bahwa tatapan Alaric tadi, sekilas dan sesingkat apa pun itu, menyimpan sesuatu yang lain. Sesuatu yang bahkan Alaric sendiri enggan untuk mengakui.

Bab terkait

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   5. Ketika Malam Bicara

    Angela terbangun saat langit di luar sana masih gelap. Kamar kembali sunyi. Refleks menoleh ke sofa. Kosong.Alaric sudah pergi.Tidak ada jejak keberadaan pria itu, kecuali aroma samar sabun yang menempel di sprei, meski si suami tidak berbaring di sisinya semalaman. Angela menarik napas pelan, mencoba mengusir kecewa yang bahkan dia sendiri tidak mau mengakuinya.Dia tahu. Harusnya sudah terbiasa. Semestinya tidak masalah, karena dia punya alasan kuat saat memulai dan tetap bertahan sampai akhir tanpa harapan berlebihan.Turun dari tempat tidur, Angela melangkah menuju kamar mandi, membasuh wajah. Begitu menatap pantulan dirinya di cermin, dia sadar. Tidak ada bekas ciuman, pelukan, atau kata manis nan lembut tadi malam.Cuma tubuh yang dipakai, lalu ditinggalkan.Angela menyeka wajahnya dengan handuk. Kalau begini terus, dia akan cepat menua sebelum waktunya.***Alaric baru pulang dari berolahraga. Dia masuk ke kamar Sienna tanpa mengetuk, langsung menuju lemari. Mengambil setelan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Istri Rahasia Sang Maharaja   1. Sebagaimana Seharusnya

    “Mas,” rintih Angela, gemetar dan berusaha mengendalikan diri sekuat tenaga.“Tahan. Jangan mendahului saya.” Alaric memperingatkan. Gerakannya tetap teratur, tapi dia sengaja memperlambat, seperti sedang menguji batas kesabaran Angela.“Ngh!” Angela makin tak tahan. Tubuhnya menegang, siap mencapai puncak, tapi tatapan kosong Alaric membuatnya ragu.“Fokus,” bisik Alaric, tegas. Entah kenapa, dia sendiri belum merasakan pelepasan. Pikirannya terpecah—antara tugas yang dipaksakan kakeknya dan bayangan Sienna yang entah sedang apa sekarang. Ini pertama kalinya dia bercinta dengan wanita lain. Matanya tertuju ke dinding, gerakannya kaku, hampir tanpa perasaan.“Saya ubah posisi, Mas?” Angela menawarkan, suaranya parau. Dia juga tidak nyaman—bukan cuma fisik, tapi perasaan aneh yang terus mengusik. Alaric bukan miliknya. Dia cuma istri kedua yang keberadaannya disembunyikan.“Oke,” angguk Alaric singkat. Tangannya menarik lengan Angela, memaksa bangkit bersamanya. “Duduk di pangkuan saya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Istri Rahasia Sang Maharaja   2. Bukan Milikmu Sepenuhnya

    Memang tidak ada larangan bagi Sienna untuk ‘berkunjung’ ke lantai tiga, tapi kemunculan wanita itu untuk kedua kalinya di sana membuat Angela merasa tidak nyaman.Tepat ketika Angela sedang sarapan sendirian di meja makan bundar berlapis marmer hitam, yang berdiri kokoh di tengah ruang makan pribadinya, suara langkah Sienna terdengar mendekat.Sienna melirik ke tengah meja. Melihat lili putih segar yang berada di dalam vas bunga tinggi—bunga kesukaannya. Terendus aroma samar dari kelopak lili bercampur dengan wangi kopi yang mengepul dari cangkir Angela.Karena lantai tiga adalah wilayahnya, Angela akan bertindak selayaknya pemilik tempat. Tidak mungkin juga bersikap pura-pura tidak melihat seperti pagi tadi, ketika si istri pertama masuk tanpa permisi ke kamar si istri kedua.Melihat sikap Sienna yang bersedekap anggun, Angela menebak kalau wanita itu tidak akan bertindak brutal dengan menjambak rambutnya, menampar wajah, apalagi menyiramnya dengan kopi. “Silakan duduk, Mbak.” Sie

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Istri Rahasia Sang Maharaja   3. Lima Tahun Vs. Lima Hari

    Alaric sedang fokus pada pekerjaannya, ketika ponsel di atas meja bergetar. Meletakkan pena dengan gerakan perlahan, lalu memandang layar. Nama ‘Kakek’ tertera di sana. Tanpa ragu menjawab, meski lelah sudah dirasakannya sejak tadi.“Iya, Kek?” Daripada takut, Alaric hanya merasa terbebani. Tetap datar, seperti biasa.“Mau apa Sienna ke lantai tiga?” tanya Darmawan Maharaja, nadanya tegas tanpa basa-basi. “Dua kali dia ke sana hari ini.”Alaric diam sejenak. Tangannya tanpa sadar memutar pena di atas meja. Tidak terkejut kalau cuma satu kali, karena dia tahu Sienna masuk saat dia dan Angela sedang bercinta pagi tadi—kejadian yang coba dia lupakan karena hanya menambah beban pikiran. “Saya enggak tau, Kek. Mungkin sekedar sapa, karena Sienna belum pernah tatap muka langsung sama Angela.”“Sekedar sapa apanya?” Darmawan tiba-tiba berang. Suaranya meninggi menjadi bentakan kecil yang khas. “Udah saya bilang ceraikan dia, kenapa kamu kalah sama perempuan enggak berguna itu?”“Kek, kan ud

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17

Bab terbaru

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   5. Ketika Malam Bicara

    Angela terbangun saat langit di luar sana masih gelap. Kamar kembali sunyi. Refleks menoleh ke sofa. Kosong.Alaric sudah pergi.Tidak ada jejak keberadaan pria itu, kecuali aroma samar sabun yang menempel di sprei, meski si suami tidak berbaring di sisinya semalaman. Angela menarik napas pelan, mencoba mengusir kecewa yang bahkan dia sendiri tidak mau mengakuinya.Dia tahu. Harusnya sudah terbiasa. Semestinya tidak masalah, karena dia punya alasan kuat saat memulai dan tetap bertahan sampai akhir tanpa harapan berlebihan.Turun dari tempat tidur, Angela melangkah menuju kamar mandi, membasuh wajah. Begitu menatap pantulan dirinya di cermin, dia sadar. Tidak ada bekas ciuman, pelukan, atau kata manis nan lembut tadi malam.Cuma tubuh yang dipakai, lalu ditinggalkan.Angela menyeka wajahnya dengan handuk. Kalau begini terus, dia akan cepat menua sebelum waktunya.***Alaric baru pulang dari berolahraga. Dia masuk ke kamar Sienna tanpa mengetuk, langsung menuju lemari. Mengambil setelan

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   4. Rutinitas Malam

    Alaric membuka pintu kamar Angela tanpa mengetuk lebih dulu. Kebiasaan selama lima hari ini. Dia tahu Angela tidak pernah mengunci pintu, karena selain dia, tidak ada yang naik ke lantai tiga. Sienna pun baru pagi tadi.Angela yang sedang duduk di ujung ranjang sontak menoleh. Rambut masih setengah basah, dia baru saja mandi. Pandangannya langsung bertemu dengan Alaric. Singkat keterkejutannya, lalu cepat-cepat mengalihkan mata, seperti biasa.“Baru nyampe, Mas?” Pelan Angela bertanya.Alaric melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. “Iya.” Singkat jawabnya, tapi cukup.Suasana kamar langsung terasa aneh. Keduanya masih saja canggung saat bertemu, meski alasan mereka berada dalam situasi ini sangat jelas.Angela memainkan jemarinya di atas paha, berusaha mengisi keheningan. “Saya pikir Mas bakal telat.”“Meeting-nya cepat selesai.” Sebelum akhirnya duduk di sofa dekat ranjang. Alaric tidak langsung menatap Angela, malah sibuk melepas jam tangan. “Ada masalah?”Angela menggeleng. “

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   3. Lima Tahun Vs. Lima Hari

    Alaric sedang fokus pada pekerjaannya, ketika ponsel di atas meja bergetar. Meletakkan pena dengan gerakan perlahan, lalu memandang layar. Nama ‘Kakek’ tertera di sana. Tanpa ragu menjawab, meski lelah sudah dirasakannya sejak tadi.“Iya, Kek?” Daripada takut, Alaric hanya merasa terbebani. Tetap datar, seperti biasa.“Mau apa Sienna ke lantai tiga?” tanya Darmawan Maharaja, nadanya tegas tanpa basa-basi. “Dua kali dia ke sana hari ini.”Alaric diam sejenak. Tangannya tanpa sadar memutar pena di atas meja. Tidak terkejut kalau cuma satu kali, karena dia tahu Sienna masuk saat dia dan Angela sedang bercinta pagi tadi—kejadian yang coba dia lupakan karena hanya menambah beban pikiran. “Saya enggak tau, Kek. Mungkin sekedar sapa, karena Sienna belum pernah tatap muka langsung sama Angela.”“Sekedar sapa apanya?” Darmawan tiba-tiba berang. Suaranya meninggi menjadi bentakan kecil yang khas. “Udah saya bilang ceraikan dia, kenapa kamu kalah sama perempuan enggak berguna itu?”“Kek, kan ud

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   2. Bukan Milikmu Sepenuhnya

    Memang tidak ada larangan bagi Sienna untuk ‘berkunjung’ ke lantai tiga, tapi kemunculan wanita itu untuk kedua kalinya di sana membuat Angela merasa tidak nyaman.Tepat ketika Angela sedang sarapan sendirian di meja makan bundar berlapis marmer hitam, yang berdiri kokoh di tengah ruang makan pribadinya, suara langkah Sienna terdengar mendekat.Sienna melirik ke tengah meja. Melihat lili putih segar yang berada di dalam vas bunga tinggi—bunga kesukaannya. Terendus aroma samar dari kelopak lili bercampur dengan wangi kopi yang mengepul dari cangkir Angela.Karena lantai tiga adalah wilayahnya, Angela akan bertindak selayaknya pemilik tempat. Tidak mungkin juga bersikap pura-pura tidak melihat seperti pagi tadi, ketika si istri pertama masuk tanpa permisi ke kamar si istri kedua.Melihat sikap Sienna yang bersedekap anggun, Angela menebak kalau wanita itu tidak akan bertindak brutal dengan menjambak rambutnya, menampar wajah, apalagi menyiramnya dengan kopi. “Silakan duduk, Mbak.” Sie

  • Istri Rahasia Sang Maharaja   1. Sebagaimana Seharusnya

    “Mas,” rintih Angela, gemetar dan berusaha mengendalikan diri sekuat tenaga.“Tahan. Jangan mendahului saya.” Alaric memperingatkan. Gerakannya tetap teratur, tapi dia sengaja memperlambat, seperti sedang menguji batas kesabaran Angela.“Ngh!” Angela makin tak tahan. Tubuhnya menegang, siap mencapai puncak, tapi tatapan kosong Alaric membuatnya ragu.“Fokus,” bisik Alaric, tegas. Entah kenapa, dia sendiri belum merasakan pelepasan. Pikirannya terpecah—antara tugas yang dipaksakan kakeknya dan bayangan Sienna yang entah sedang apa sekarang. Ini pertama kalinya dia bercinta dengan wanita lain. Matanya tertuju ke dinding, gerakannya kaku, hampir tanpa perasaan.“Saya ubah posisi, Mas?” Angela menawarkan, suaranya parau. Dia juga tidak nyaman—bukan cuma fisik, tapi perasaan aneh yang terus mengusik. Alaric bukan miliknya. Dia cuma istri kedua yang keberadaannya disembunyikan.“Oke,” angguk Alaric singkat. Tangannya menarik lengan Angela, memaksa bangkit bersamanya. “Duduk di pangkuan saya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status