Joe yang hendak mengejar, dengan cepat didorong oleh Ben, “Apalagi yang ingin kau lakukan? Apa lagi yang kau butuhkan darinya?”
Terdiam dan tidak bisa menjawab. Joe pun bingung mengapa ia begitu tertarik untuk menanggapi keberanian Viona. Duda tampan itu memilih untuk mengabaikan Ben dan beranjak ke kursinya.
“Kenapa kau tidak menjawab?” Ben melanjutkan, “aku tidak sedang bermimpi, kan? Kudengar kau melamar gadis itu tadi. Apa kau sudah mulai move on, bro? Wow, bagus sekali. Aku turut berbahagia untukmu!”
Ben tidak menyembunyikan kebahagiaannya ketika dia berpikir bahwa kakaknya sudah mulai membuka hatinya untuk wanita lagi.
Sebagai adiknya, dia adalah orang yang paling tahu betapa hancurnya kakaknya ketika istrinya meninggal. Hanya Ben yang berada di sisi Joe saat sang kakak memutuskan hubungan dengan orang tua mereka dan memilih untuk membesarkan Sammy seorang diri.
Melihat interaksi Joe dan Viona tadi membuat Ben menaruh harapan baik pada kehidupan kakaknya.
“Diamlah. Berisik sekali.” ujar Joe yang langsung menghentikan tawa adiknya dengan kalimat berikutnya, ”Aku mau pulang. Kau lembur sampai malam.”
“Apa-apaan ini?! Aku harus lembur lagi? Ini kejam, tau!” protesnya dengan segera, tapi kakaknya tetap tidak peduli.
Joe mengabaikan kakaknya dan mulai berjalan keluar dari kamarnya. Setelah pintu tertutup, ia langsung dihampiri oleh sekretarisnya-Shera, “Bos?”
“Atur ulang panggilan untuk wawancara lain untuk wanita itu. Pastikan bagian personalia tidak menyebutkan nama saya. Keputusan untuk menerimanya atau tidak adalah urusanmu. Lakukan seprofesional mungkin sesuai prosedur.” perintahnya.
“Oke, Bos. Ada lagi, Bos?” Shera bertanya.
“Pak Ben ada di dalam. Tolong bantu dia untuk menggantikan saya. Saya mau pulang, anak saya sedang tidak enak badan. Selamat siang, Shera.” jawabnya lengkap dan mulai berjalan meninggalkan sekretarisnya.
Saat dia berjalan, ingatannya tentang Viona kembali dan ini membuat senyum Joe sedikit terangkat sambil bergumam, “Apa yang salah denganku? Kenapa aku bisa luluh dengan perempuan itu?”
***
Seperti yang diperintahkan Joe, manajemen perekrutan karyawan The Eye God Tower segera mengirimkan undangan wawancara ulang kepada Viona. Itulah alasan Viona kembali ke gedung perusahaan Joe yang telah ia tinggalkan kemarin.
Ditambah lagi kabar yang disampaikan Jansen tadi pagi membuat Viona harus segera mendapatkan pekerjaan dari perusahaan Joe.
“Sudah sampai, Bos.” Jansen memotong pembicaraan Viona.
“Apa yang kau katakan tadi adalah berita valid, Jansen? Akan kurobek mulutmu kalau bohong.” Viona yang tersadar dari lamunannya langsung bertanya kepada Jansen dengan serius.
“Kau bisa tanya langsung ke Bos Besar untuk mendapatkan berita yang valid tentang pembelian tanah dari hasil lelang itu, Bos. Aku tidak mungkin berbohong kepadamu.” Jansen menjawab dengan jujur dan itu terlihat dari raut wajahnya.
Kabar tentang lelang tanah yang dimenangkan oleh 'Bos Besar', seperti yang disampaikan Jansen, membuat Viona khawatir. Itu artinya, bangunan panti asuhan yang dulu pernah ditempatinya dan saat ini sedang diperjuangkan oleh Viona, harus segera dipindahkan sebelum anak-anak panti asuhan tidur di pinggir jalan setelah rumah mereka rata dengan tanah.
Pihak panti asuhan juga tidak bisa berbuat apa-apa karena bangunan panti asuhan tersebut dibangun tanpa izin mendirikan bangunan resmi dari pemerintah. Mereka harus rela pindah tanpa ada ganti rugi sepeser pun.
“Bukankah sebaiknya kau pulang dan bicara baik-baik dengan Bos Besar, Bos?” Jansen bertanya dengan hati-hati.
“Kira-kira berapa banyak uang yang harus kudapatkan untuk memindahkan dua puluh anak yatim piatu itu ke tempat yang layak huni?” Alih-alih menjawab pertanyaan Jansen sebelumnya, Viona malah mengganti topik pembicaraan.
Jansen menarik napas panjang sebelum menjawab, “Lima Ratus Juta Rupiah. Kurasa uang sebanyak itu bisa untuk membeli rumah yang cukup besar untuk anak-anak, Bos.”
“Jumlah yang sangat banyak. Dari mana aku akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat?” Lagi-lagi, bukannya menanggapi perkataan Jansen, Viona malah bergumam sendiri, dan itu membuat Jansen sedikit kesal.
“Hanya ada dua kemungkinan. Kau menang lotre atau pulang dan berbicara dengan Big Boss. Selain itu-,”
“Lupakan saja. Otakmu terlalu kecil untuk memikirkan hal-hal besar.” Viona langsung mencibir. Ternyata sejak awal ia sudah mendengarkan ocehan Jansen, “Aku mau turun sekarang, dan kuminta kau jangan terus mengikutiku. Aku ingin bebas, tau?”
“Terserah kau saja, Bos. Tapi aku akan tetap mengamatimu dari jauh. Semoga berhasil, Bos!” Jansen berkata pada Viona dan setelah itu, dia mengemudikan mobilnya kembali.
“Terserahmu,” gumam Viona lalu berjalan masuk ke dalam gedung besar tempat ia akan memulai perjalanan barunya-The Eye God Tower.
Karena kehebohan yang ditimbulkan Joe kemarin dan juga lalu lintas yang padat di ibukota, Viona datang terlambat. Untungnya, Jansen ada di sana dan langsung mengajaknya untuk melakukan wawancara ulang di kantor besar tersebut.
Viona segera berlari ke dalam, sebelum sampai di ruangan HRD yang harus ditujunya, Viona didorong oleh satpam yang berjaga di sana.
“Maaf, Pak. Saya terlambat. Bisa antar saya ke bagian ini?” Viona menyapa mereka sambil menyodorkan email tentang ruangan mana yang harus ia tuju. Namun kedua petugas keamanan di depannya hanya bertukar pkamung dan saling menggelengkan kepala.
“Ini sudah terlambat, Nona. Di kantor ini, tidak ada yang suka dengan orang yang terlambat. Waktu adalah uang!” salah satu satpam mencibir Viona.
“Tapi datang terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali, bukan begitu, Pak? Siapa tahu ternyata saya masih punya nasib baik dan menunggu saya di dalam? Apa kalian berdua ingin ini menjadi masalah bagi kalian?” Pernyataan Viona membuat mereka bingung karena apa yang dikatakannya mungkin saja benar.
Setelah berpikir sejenak, kedua petugas keamanan di depan Viona saling bertukar pkamung hingga akhirnya mereka mengambil keputusan, “Baiklah, Nona. Mari kami antar ke dalam.” kata petugas yang sebelumnya mencibir Viona.
Viona berseru senang dalam hati. Dengan harapan yang tinggi, ia mengikuti langkah satpam yang membawanya ke sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu terlihat sudah ada beberapa orang yang menunggu.
“Permisi, Ny. Daisy. Saya mengantarkan Nona ini. Katanya beliau datang karena ada undangan wawancara.” Petugas keamanan itu menyapa dan memberitahukan kedatangan Viona.
Seketika itu juga, tatapan mata seorang wanita berusia 40-an bernama Daisy melirik ke arah Viona, disusul dengan tatapan mata seorang pria berpakaian rapi dengan kacamata bertengger di hidungnya, seolah menilai cara berpakaian dan penampilan Viona saat ini.
“Silakan duduk dan mulai perkenalkan diri kamu.” Satu kalimat tegas tanpa basa-basi keluar dari mulut Ny. Daisy.
Viona menegakkan posisinya dan dengan tenang mulai memperkenalkan diri kepada kedua penilai di depannya. Perlahan tapi pasti, ia dapat masuk ke dalam percakapan dan dengan cepat mengubah ekspresi kedua penilai dari sinis menjadi santai.
Baik Ibu Daisy maupun pria yang menjadi rekannya tampak terpesona pada Viona, yang ternyata sangat cerdas ketika ditanyai banyak pertanyaan sulit.
Ibu Daisy dan rekannya menghentikan pertanyaan mereka sejenak. Mereka berdua terlihat berdiskusi tanpa melibatkan Viona.
'Apa? Sudah cukup? Tapi kenapa mereka kebanyakan bertanya tentang keluarga dan anak-anak? Bukankah ini perusahaan gadget ternama di negeri ini? Apa hubungannya dengan keluarga dan anak-anak?
Viona bergumam. Ia bingung mengapa sebagian besar pertanyaan yang diajukan oleh Ibu Daisy tidak berhubungan dengan perusahaan.
“Lalu, bagaimana dengan alamat kamu? Di resume kamu, tertulis alamat kamu saat ini adalah sebuah toko bunga di Distrik Kuning, dan setahu saya, area itu adalah aset milik perusahaan ini. Bisa kamu jelaskan, Nona Viona?” Nyonya Daisy bertanya lagi.
“Saya lahir di kota ini, tapi tumbuh dan tinggal di Bangkok. Beberapa bulan yang lalu saya baru saja kembali ke kota ini dan memutuskan untuk menetap di negara ini. Anda bisa melihat identitas saya di surat lamaran kerja saya.”
“Dan ketika saya mendapatkan tempat tinggal dan toko untuk membuka usaha, ternyata pemilik toko sebelumnya telah menipu saya. Saya menyesal karena tidak berhati-hati dan ternyata ruko tersebut telah menjadi aset perusahaan ini,”
Viona menjawab dengan jujur dan dengan sikapnya yang tenang dalam menyampaikan semuanya, membuat Ibu Daisy dan rekan-rekannya mengambil keputusan.
Setelah menunggu beberapa saat, Ibu Daisy akhirnya menyatakan keputusannya, “Oke, kami sudah memutuskan. Kamu diterima sebagai bagian dari The God Eye Tower, tapi tidak ditugaskan di kantor ini.”
Ucapan Nyonya Daisy langsung membuat Viona bingung, “Apa maksudnya, Bu? Saya tidak mengerti,”
“Ini sedikit membingungkan untuk dijelaskan, tapi sebenarnya, perusahaan ini tidak memiliki lowongan untuk karyawan baru.” Bu Daisy menjelaskan lagi, namun hal ini membuat Viona semakin bingung, “Kamu diterima dan akan ditempatkan di rumah Direktur Utama untuk bekerja di sana,”
“Apa?”
“Maaf, tapi aku benar-benar tidak mengerti apa maksud dari semua ini. Bagaimana mungkin aku bekerja di rumah pribadi Presiden Direktur?” Viona menyuarakan kebingungannya.“Itu dia, Nona. Saya akan menjelaskan detailnya kepada kamu. Menurut penilaian murni kami, kamu diterima untuk bekerja dan menjadi bagian dari The Eye God Tower tetapi tidak dipekerjakan di perusahaan tetapi di rumah pribadi presiden direktur sebagai pengasuh anak dan asisten pribadi presiden direktur.” “Perusahaan akan menggajimu dengan gaji yang layak. Kamu akan mendapatkan lima ratus juta rupiah untuk pekerjaan kamu selama masa kontrak satu tahun.”“Untuk detail pekerjaan apa saja yang harus kamu lakukan, Direktur Utama sendiri yang akan menjelaskannya kepada kamu setelah kamu setuju untuk menandatangani kontrak kerja.”“Kami akan memberikan waktu kepada kamu untuk memikirkan hal ini selama tiga hari mulai hari ini. Karena jika masa tenggang waktu tersebut terlewati, kesempatan ini akan diberikan kepada orang lain
Kembali ke rumah Joe yang megah. Papa satu anak ini juga mengabaikan makan malamnya setelah bercanda sebentar dengan Ben.Kini ia menghampiri Sammy, mencoba membujuk putranya untuk makan lebih banyak lagi. Karena sebelumnya hanya dua suap nasi yang berhasil masuk ke dalam mulut si kecil.“Sammy, ayo makan lagi. Koki sudah membawakan makan malam yang baru. Kau harus makan yang banyak agar cepat sehat kembali, ya?” Joe mengajak si kecil.“Aku sudah makan tadi, Papa. Aku sudah kenyang.” jawab si kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari tab yang berisi video Viona.Joe menatap Ben yang baru saja bergabung setelah berganti pakaian, “Ben, kirimkan alamat Viona.” Joe berseru.“Apa maksudmu? Ya ampun, ternyata kau serius dengan wanita itu, ya?” Ben tidak menyangka dia akan mendapat kesempatan untuk mengejek kakaknya lagi.“Jangan bercanda, aku serius, Ben. Sore ini sekretarisku memberitahukan kalau Viona diterima di kantor. Aku tidak sempat melihat datanya tadi.” Joe menjelaskan, “Jangan bila
"Aku rasa kamu keliru, Pak.” Dia berkata memprotes, “Pertama, aku tidak pernah berjanji untuk bertemu dengan anakmu secepatnya. Aku juga tidak tahu kalau anak itu mencariku, kan? Lalu bagaimana anda bisa membuat aku merasa bahwa aku adalah penjahat dan anda adalah korban?”“Kedua, dan yang harus anda ingat adalah ini. aku tidak pernah mengingkari janjiku kepada siapapun karena aku bertanggung jawab atas setiap janji yang kubuat.”Viona mengambil beberapa langkah ke depan untuk mendekatkan jarak di antara mereka. Kini ia berdiri tepat di depan wajah Joe dengan berani.“Janji adalah harga mati dan keyakinan itu telah mengalir dalam tubuhku sejak aku lahir. Tolong ingat itu dan berhentilah berbicara untuk menghakimi orang lain.”“Aku pergi.”Viona menyatakan protesnya dengan tegas di depan wajah Joe. Wanita pemberani itu meninggalkan kesan yang kuat pada dirinya sendiri. Sekali lagi, ia menegaskan kepada Joe bahwa Viona adalah wanita yang unik dengan kepribadian yang tidak biasa.***Sete
"Bos, klien kita mengajukan komplain karena pembatalan pertemuan secara sepihak," Jansen melaporkan situasinya."Apa aku perlu memberitahumu apa yang harus dilakukan?" Viona menanggapi Jansen dengan acuh tak acuh, namun matanya terfokus tajam pada sosok pria tua yang baru saja dilumpuhkan Jansen.Sementara itu, Jansen tidak menjawab ketika menyadari tatapan yang berbeda dari atasannya."Aku tahu kau tidak tidur, Pak Tua. Angkat wajahmu dan mari kita bicara." Viona berbicara dengan tenang saat berbicara dengan pria tua yang duduk dengan tenang di depannya.Tidak ada rasa takut sedikit pun di mata wanita cantik itu. Namun, pria tua itu tampak bergeming ketika ia tertangkap basah sedang berpura-pura tidur oleh Viona.Namun, setelah Viona melihat dan mempelajari wajah pria itu dengan jelas, ia tersentak kaget,"Dia..." "Aku tidak tidak menyangka seorang wanita muda sepertimu ternyata seorang gangster." Pria itu berbicara, membuyarkan lamunan Viona.Meskipun dia terkejut karena dia menyada
“Jadi, kau mengetahui semuanya dari ponsel mendiang putrimu? Itu sangat menyedihkan, Pak. Aku turut prihatin atas apa yang kau alami.” Viona menjawab. Hingga saat itu, wanita itu tidak bisa berbuat banyak. Cerita Mayor Jenderal Kenneth sangat menyedihkan untuk didengar.“Ya, berkat mimpi dari putriku, aku bisa melihat wajah para pelaku bejat itu. Berbekal pengalaman IT dari militer, aku mulai mencari sendiri ketiga belas penjahat itu. Dalam dua tahun ini, semua perampok itu telah mati di tanganku.” Mayor Jenderal Kenneth menjelaskan lagi.Ia terlihat membetulkan posisi duduknya, saat ini tubuh dan tangannya masih diikat oleh Jansen, “Tinggal satu lagi yang belum kuhabisi. Dia adalah dalang di balik perampokan dan pembunuhan berencana terhadap keluargaku.”“Aku akan sangat berterima kasih dan menerima belasungkawa kalian ketika kau mengizinkanku menjalankan tugas sebagai kepala keluarga. Aku harus menyelesaikan dendam selama dua tahun ini agar arwah istri dan kedua putriku dapat beristi
Pagi terasa sangat singkat bagi Viona. Sepanjang malam matanya terjaga. Pikirannya penuh dengan kisah dendam Mayor Jenderal Kenneth yang menyedihkan. Ia baru bisa menutup mata lelahnya di subuh hari dan terhitung hanya dua jam saja wanita itu tidur, sebelum bangun lagi untuk menjalani tugas barunya sebagai pengasuh Sammy serta asisten pribadi Joe.Viona mengenakan celana olahraga dan kaos oversize. Rambutnya diikat model kuncir kuda, dan penampilannya itu membuat dirinya kelihatan segar dan santai.Viona mulai melangkahkan kakinya menuju kamar Sammy dan membuka pintu kamar dengan perlahan. Senyum Viona mengembang saat melihat Sammy sudah bangun dan sedang duduk di sofa dengan memegang macbook dan earphone di telinga. Dari yang terlihat, sepertinya Sammy sudah mandi dan segar.“Hai…” sapa Viona sambil tersenyum manis, dan sapaannya itu berhasil membuyarkan konsentrasi Sammy yang tengah sibuk menonton macbooknya.“Bibi Bee, kau di sini?”Viona mengangguk, “Bukankah aku sudah berjanji aka
Setelah kembali dari mengantar Sammy ke sekolah, Viona kembali ke rumah karena mendapatkan telepon dari Joe yang memberitahukan dirinya akan bekerja di rumah. “Ikuti saya,” ucap Joy yang langsung diberi anggukan oleh Fiona. Keduanya berjalan menuju taman belakang, duduk di kursi panjang yang ada di sana. Bagaimana hari pertamamu bekerja di sini tanya Joy pada Fiona. “Sammy anak yang baik dan penurut. Dia membuatku senang. Aku tidak menyangka kalau anak sekecil Sammy sudah bisa melakukan hal kecil seperti mandi dan menyiapkan keperluannya secara mandiri. Aku jadi tidak merasa sedang menjadi pengasuhnya tapi malah seperti temannya saja.”Viona menjelaskan dengan tenang dan semua itu terekspresikan lewat senyuman di wajahnya. Joe tentu sangat senang mendengar hal itu. “Semua itu tidak dilakukan Sammy dalam waktu singkat,” ucapan Joe terdengar miris.“Hmm, ya. Aku mengerti,” Viona memberi tanggapan. Tidak banyak yang bisa dikatakannya saat cerita menyedihkan itu diperdengarkan padanya.
Viona memegang perutnya. Wanita itu lapar. Masih mengenakan celana olahraga dan kaos kebesaran, wanita itu terus berjalan tanpa tahu ke mana harus pergi. Ke mana ia harus pergi ketika pikirannya begitu kacau?"Benar kata orang, berharap terlalu banyak pada manusia itu menyakitkan," gumamnya. Wanita itu menatap langit yang dipenuhi burung-burung yang beterbangan, "Kalau bisa, aku ingin menjadi salah satu dari kalian. Bebas terbang tanpa beban," lanjutnya bergumam.Ia memilih duduk di salah satu kursi panjang di tepi trotoar, ia bergumam lagi mengutuk kebodohannya, "Kau bodoh, Viona. Mungkin kau langsung memutuskan untuk berhenti bekerja hanya karena mendengar perkataan orang-orang kaya seperti mereka. Apa kau lupa bagaimana orang kaya biasanya bertingkah?""Sombong, kan, memang makanan orang kaya. Bagaimana kau bisa lupa itu? Lagipula kau ada di sana untuk mengurus kebutuhan Sammy, lupakan semua itu. Sekarang kau lihat, uang untuk panti asuhan lenyap begitu saja!"Viona menghela nafas,
"Maaf, aku tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan yang menurutku bersifat pribadi. Dan lagi, kurasa sikapmu salah, Tuan,""Walau aku tidak mengenalmu ataupun tahu seberapa akrabnya hubunganmu dengan Wakil Presdir, tapi kau tidak dibenarkan untuk duduk di kursinya. Silahkan turun dari sana dan duduklah bersamaku di sofa,"Sikap Milea yang berani membuat Ben menyunggingkan senyumnya, meski kebodohan Milea sangat fatal kali ini. Ia melakukan kesalahan terbesar dengan tidak mengenali atasannya sendiri.Ben hanya tersenyum mengikuti perintah Milea yang sudah memasuki peran sebagai sekretaris Wakil Presdir yang baik. Ben bangkit dari kursi kebesarannya dan berjalan mendekati Milea yang lebih dulu duduk di sofa, tempat duduknya semula.Tapi langkah Ben terlihat aneh karena saat ini bukannya ia seharusnya berjalan ke sofa di seberang Milea, tapi Ben malah terlihat mendekati Milea dan mengurung Milea hingga tersudut bersandarkan kepala sofa dengan tidak nyaman."Untuk nyali seorang
"Kau Milea?" Dita bertanya dengan sedikit bingung saat melihat dengan langsung penampilan Milea saat ini.Benar saja, Milea memang terlihat seperti pria. Ya, pria yang cantik."Ya, benar. Namaku Milea Anandita. Aku yang melamar pekerjaan di perusahaan ini, Nona." jawab Milea panjang."Apa penampilanmu memang seperti ini sehari-hari?" Dita bertanya bingung."Hmm, tergantung, Nona. Aku bisa jadi apa saja sesuai kebutuhan, hehe." jawab Milea setengah tertawa, "Tapi, walau penampilanku aneh seperti ini, percayalah, aku bisa menjalankan tugas sekretaris dengan baik. Dan aku yakin bisa membantu meringankan tugas Wakil Presdir dengan pengalaman bekerjaku, Nona." sambung Milea yakin."Hmm, boleh juga. Baiklah, kurasa aku menyukaimu dan setuju agar kau menjadi sekretaris Wakil Presdir. Tapi—,” ucap Dita setengah menggantung."Kau seorang wanita. Meskipun saat ini kau berpenampilan sebagai pria, di masa depan siapa yang akan tahu apakah kau akan mengubah penampilanmu dan malah berbalik menggoda
Kantor pusat The Eye God Tower…"Cory, bagaimana dengan penerimaan sekretaris baru yang kuajukan padamu? Apa kau sudah mulai menjalankan perintahku?" tanya Dita pada sahabatnya Cory yang merupakan Manajer Departemen HRD di Eye God Tower."Sudah. Tenang saja. Aku tidak mungkin mengecewakanmu, Dita." jawab Cory santai, "Tapi, aku tidak yakin kau akan menerima wanita-wanita yang melamar ke kantor hari ini." lanjut Cory ragu."Why not? Apa ada yang salah dengan persyaratanku?" tanya Dita bingung."Hmm, entahlah. Aku tidak yakin. Silahkan kau lihat sendiri data-data pemohon pekerjaan itu. Duduklah dulu di sofa, aku akan memanggil bawahanku untuk membawa data mereka," ucap Cory seraya mempersilahkan Dita menunggu dengan santai."Apa ada yang aneh? Sepertinya persyaratan mencari sekretaris handal untuk Direktur sudah cukup standart,” Dita masih bingung."Bukan itu masalahnya. Tunggulah sebentar lagi, kau akan tahu apa yang kumaksud saat ini." ucap Cory.Beberapa menit kemudian, sekretaris Co
Kelahiran si kembar Sophia dan Sean membuat kebahagiaan keluarga Clayton menjadi lebih sempurna. Baik Angie dan bayinya, ketiganya dipulangkan dari rumah sakit dengan keadaan sehat dan bugar.Pasca Angie melahirkan secara Caesar, Joe tentu saja memerlukan banyak waktu luang di rumah untuk membantu istrinya menjaga ketiga anak mereka, karena tidak mungkin Nyonya Neta atau Tuan Royce yang terus berada di rumah mereka.Meskipun mempekerjakan Nanny, tapi Angie dan Joe berusaha memberikan waktu full untuk anak-anak mereka.Dan sudah pasti jika ceritanya seperti itu, maka ada Ben yang menjadi tumbal perusahaan. Tidak main-main, bahkan itu sampai menginjak 6 bulan. Hahaha…Sementara itu, malam hari di kantor The Eye God Tower."Sayang. Cepatlah selesaikan pekerjaanmu! Ini sudah terlalu malam." rengek seorang wanita seksi bernama Dita.Dita Sagala, itulah nama lengkap dari wanita cantik di hadapan Ben yang sudah terlihat bosan menunggu sang pacar.Faktanya, Dita adalah wanita baik dan dari ke
"Angie, kau tidak apa-apa, kan? Bagaimana perasaanmu? Kau butuh sesuatu?” Tanya Ben beruntun pada Angie.Kini Angie sudah berada di ruangan rawat. Sementara si kembar masih di ruang perawat untuk dibersihkan.“I’m OK, Ben,”“Ada yang sakit tidak? Perlu kupanggilkan dokter?” Kini ia bertanya khawatir. Raut wajah pucat kakak iparnya itu jelas sekali dilihatnya.“Tidak perlu. Terima kasih. Kau terlihat kacau,” jawab Angie sambil tersenyum ringan dan sesekali meringis.Kondisi Angie yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal mengharuskannya menjalani operasi caesar. Tapi semua itu tidka masalah, yang terpenting Angie dan kedua bayinya sehat. Itulah yang sangat penting bagi mereka semua.“Angie, terima kasih untuk semuanya,” Ben berucap lagi, kali ini wajahnya memerah menahan tangis.“Terima kasih untuk apa?”“Terima kasih karena kau datang ke keluarga kami. Membawa cahaya kebahagiaan bagi Sammy dan kakakku, tentu saj aaku juga bahagia melihat keduanya bahagia,” Ben kini menang
Angie berjalan pelan ke arah tangga sejak kehamilannya mendekati bulan kelahiran. Joe memang sengaja mengganti kamar mereka ke lantai satu, alasannya tentu saja agar Angie tidak harus bolak-balik naik turun tangga.Angie mendongak ke atas. Ini adalah hari minggu Sammy dan Ben sepertinya belum bangun, terbukti mereka yang belum turun ke bawah sejak tadi.Baru saja Angie hendak naik ke anak tangga pertama, wanita itu tiba-tiba memegangi perutnya yang terasa sakit.Angie meringis sambil memegang pegangan tangga supaya tidak jatuh. “Ya ampun, Nyonya! Nyonya tidak apa-apa?” tanya seorang asisten rumah tangga yang kebetulan lewat dengan teh di tangannya. Wanita paruh baya itu menaruh tehnya lalu beralih menghampiri Angie lagi. Dia menahan tubuh Angie agar tidak jatuh.“Bibi, sakit sekali,” lirih Angie.“Tuan Joe, Tuan Ben! Lihatlah Nyonya. Nyonya kesakitan!” Teriak asisten rumah tangga tersebut.Joe yang baru saja keluar kamar dan mendengar suara teriakan langsung berjalan terdesak. Sement
Di malam hari yang tenang setelah beberapa waktu selesai makan malam, Angie membawa Sammy ke kamarnya. Seperti biasa, meskipun sudah menginjak usia 10 tahunnya, Sammy tetap ingin dibacakan dongeng sebelum tidur.Si kecil sudah semakin pintar dan ceria. Kepercayaan dirinya juga meningkat tajam setelah Angie menjadi mentornya langsung dalam pelatihan Taekwondo. Sammy sudah tidak takut lagi pada orang-orang asing tanpa menurunkan kewaspadaannya.Setelah Sammy tidur, Angie kembali ke kamar utama, tapi Joe tidak ada di sana. Ia pun berjalan mencari suaminya dan mendapati penerangan di ruang kerja Joe menyala, itu artinya sang suami ada di sana.Dari depan pintu yang setengah terbuka, Angie bisa melihat keseriusan Joe saat bekerja. Senyumnya terangkat miris.‘Apa kau bekerja selarut ini untuk mengubur kekecewaan?’ gumam Angie dalam hati. Sedih sudah pasti karena harapan besar Joe yang ing
“Hoam…” Angie terlihat berulang kali menguap. Entah mengapa dirinya lebih sering mengantuk semingguan ini, dan ternyata keanehan menantunya itu terlihat oleh Nyonya Neta.“Apa kau sering begadang, Angie? Beristirahatlah, Nak. Kegiatanmu itu sudah banyak sekali, janganlah sering begadang,” ucap Nyonya Neta memberi perhatian.Setelah kejadian besar saat itu membuat perangainya berubah drastis pada Angie. Kini Nyonya Besar keluarga Clayton itu begitu menyayangi anak menantunya ini. Semakin menyayangi Angie, karena menantunya itu juga memperhatikannya dan sang suami yang saat ini memang sudah tidak bisa lagi melakukan pekerjaan berat.Seperti hari ini contohnya, Angie membawa dan mengantarkan ayah mertuanya ke rumah sakit untuk kontrol kesehatan. Mengingat Joe dan Ben sendiri harus berjuang menstabilkan perusahaan mereka, maka di sinilah Angie bertindak sebagai menantu yang baik.
Hari-hari kembali normal. Joe dan Angie kembali disibukkan dengan rutinitas masing-masing. Angie semakin sibuk mengurus Teratai Mekar yang kini bekerja sama dengan Kementrian Olahraga untuk mencetak atlet tangguh menuju ranah Internasional.Sementara Joe harus menghadapi ujian pekerjaan yang menumpuk. Nama baik The Eye God Tower juga sedang menjadi perbincangan di bursa saham dan kalangan pebisnis. Itu karena investor Jepang yang menarik saham mereka besar-besaran setelah kasus Axe meledak.Untuk memperbaiki keadaan perusahaannya, Joe harus lembur dan pulang dini hari semingguan ini.Pukul 11 malam, Angie yang baru kembali dari kantornya kini sudah berada di depan kantor Eye God Tower.“Aku tidak percaya kau akan lembur lagi malam ini,” Angie bergumam sambil menghela napas. Di tangannya sudah ada bungkusan cemilan malam dan kopi untuk Joe.Angie mulai melangkah masuk