“Saya rasa Anda keliru, Pak.” Dia berkata memprotes, “Pertama, saya tidak pernah berjanji untuk bertemu dengan anak Anda sebelumnya. Saya juga tidak tahu kalau anak itu mencari saya, kan? Lalu bagaimana Anda bisa membuat saya merasa bahwa saya adalah penjahat dan Anda adalah korban?” “Kedua, dan yang harus kamu ingat adalah ini. Saya tidak pernah mengingkari janji saya kepada siapa pun karena saya bertanggung jawab atas setiap janji yang saya buat.” Viona mengambil beberapa langkah ke depan untuk mendekatkan jarak di antara mereka. Kini ia berdiri tepat di depan wajah Joe dengan berani. “Janji adalah harga mati dan keyakinan itu telah mengalir dalam tubuh saya sejak saya lahir. Tolong ingat itu dan berhentilah berbicara untuk menghakimi orang lain.” “Saya pergi.” Viona menyatakan protesnya dengan tegas di depan wajah Joe. Wanita pemberani itu meninggalkan kesan yang kuat pada dirinya sendiri. Sekali lagi, ia menegaskan kepada Joe bahwa Viona adalah wanita yang unik dengan kepribad
"Clayton mencari kamu waktu bangun. Saya sudah menunjukkan video kamu, tapi sepertinya itu masih belum cukup. Dan sekarang, lihat. Saya nggak bohong soal Clayton ke kamu, kan? Dia mau bersama kamu." Joe membuka suaranya, menjelaskan maksud kedatangan mereka."Kamu kenapa pengen banget ketemu Tante, Clay” Viona terlihat bingung sambil mengelus kepala Clayton yang tenang di pelukannya."Clay, kamu dengar dan bisa jawab, kan?" Joe melemparkan pertanyaan pada Clayton sebelum ke Viona kembali. "Dan maaf, kalau malam-malam begini, kami mengganggu istirahat kamu. Habis Clayton lebih tenang, kami bakalan pamit, kok. Jadi, saya harap kamu bisa memaklumi situasinya." tambahnya lagi.Si kecil Clayton yang mendengar sang papa mengucapkan kalimat 'pergi' langsung menoleh ke wajah Joe dengan tatapan protes, kemudian kembali memeluk Viona lebih erat, “Clay nggak mau pergi. Papa aja yang pulang sendirian.”"Hei, nggak boleh ngomong gitu sama orang tua. Minta maaf ke Papa dulu gih.” Viona menasihati C
"Terima kasih, Bos. Saya nggak nyangka ucapan selamat pertama karena berhasil diterima kerja, dari bos besar saya sendiri. Saya jadi sungkan.” ucap Viona sambil memancarkan senyuman yang tulus dari lubuk hatinya yang paling dalam.Joe yang memandang Viona sejenak, langsung memalingkan pandangannya ke arah lain. Jantungnya kembali berdetak lebih kencang saat ini. Syukurlah dering ponsel di saku menyelamatkan wajahnya yang sudah memerah karena tersipu. Ia beranjak mengangkat telepon menuju beranda tempat anak buah Viona keluar tadi.Sementara Viona mencoba berbincang dengan si kecil Clayton."Hai, Bee Kecil, apa masakan Tante enak? Apa kepedasan buat kamu atau gimana? Bilang aja biar Tante tau nantinya harus tambah atau kurangi apa gitu, waktu buatin kamu makanan lagi.”“Memangnya Tante mau masakin Clay lagi kalau Clay bilang ke Tante?” Clayton membalas pertanyaan dengan pertanyaan juga. Pupil matanya bahkan bergetar dan sudah basah
Setelah Joe keluar dari kamar mandi, tampilannya terlihat berubah. Yang tadinya sangat gagah dengan jaket kulit mewah, kini setelah ia membuka jaketnya dan menunjukkan dalaman baju kaos polos biasa, membuat penampilannya terkesan santai, namun ketampanan yang dimiliki Joe tetaplah paripurna dan tidak berkurang sedikitpun.Joe kembali duduk di sofa dan menyandarkan tubuhnya sepanjang sofa tersebut. Sementara si kecil Clayton, menunggu Viona yang terlihat masih diam memperhatikan sang papa. Clayton baru tersadar saat suara Joe terdengar bicara pada Tante Bee-nya."Kenapa kamu perhatiin saya sampai segitunya. Tutup mulut kamu dulu, kalau nggak iler kamu netes di lantai." dengan senyuman menggoda iman, Joe mengejek Viona yang tengah melamun memandangnya.Refleks Viona menutup mulutnya dan berlari kecil ke kamar mandi. Ia menyelesaikan ritual mandinya secepat kilat, karena akan segan bila meninggalkan tamu berlama-lama. Ia keluar dengan memakai piyama tidur yang menu
"Maaf, karena saya godain kamu. Entah kenapa saya suka aja lihat ekspresi kamu begitu." Joe tertawa kecil melihat ekspresi Viona yang kebingungan.Tapi sepertinya kebingungan itu teralihkan dengan terpesonanya Viona melihat Joe merekahkan senyuman menawan yang membuat matanya seakan terhanyut saat memandang.‘Ctik! Ctik!’Petikan jari Joe menyadarkan lamunan Viona yang tidak melepas pandangannya dari wajahnya."Ayolah, Viona... Jangan buat saya baper dan ngerasa kamu benar-benar mau kita ciuman ulang. Tapi kalau memang itu benar, saya janji kok bakalan cium kamu dengan serius." ucap Joe sambil menyilangkan tangannya di dada, masih menertawakan wajah polos Viona."No, no, no. Terima kasih banyak dan tolong Bos lupain aja kalimat bodoh barusan." jawab Viona cepat dan langsung berlalu menuju dapur.‘Sadar, Vio, sadar… Lo harus kuat, nggak boleh kalah sama senyumnya. Lo mau diabetes karena kemanisan apa?’ rut
Suasana menjadi kikuk dan tidak nyaman yang Viona rasakan. Kediaman Joe setelah mendengarkan jawabannya membuat Viona tidak enak hati."Bos, kalau nggak ada hal lain lagi, saya izin balik ke Clayton. Selamat malam, Bos," ucap Viona dengan hati-hati bangkit dari sofa, dibarengi dengan selangkah kakinya berbalik arah.Joe menyambar tangan Viona dengan cepat, hingga Viona kembali berbalik badan dan duduk, "Saya nggak lagi buru-buru, duduk dulu sebentar lagi," ucapnya dengan pandangan seperti ingin menerkam Viona.‘Apa-apaan? Lo memang nggak buru-buru, tapi bisa nggak jangan pegang tangan gue dan ngelihatinnya biasa aja? Lo, kan, nggak tau kalau jantung gue hampir salto, Bos!’ gerutunya lagi dalam hati. Dengan berat hati, Viona duduk kembali bersama Joe.Joe tersenyum tanpa melepaskan genggamannya dari tangan Viona. Ia menarik tangan Viona dan membungkukkan kepalanya seakan hendak mencium tangan Viona, membuat ekspresi Viona menjadi lebih ka
“Aku pulang, ya, Yah. Mas Dharma pulang hari ini, jadi aku harus buru-buru berberes sebelum dia sampai di apartemennya.” Viona bergumam sedih sambil menyeka air mata yang membasahi wajahnya.Dengan satu tangan bertumpu di tanah pusara sang ayah yang masih terbilang baru, Viona mencoba berdiri dan menegakkan tubuhnya dengan sempurna. Perlahan, ia melangkah keluar dari area pemakaman umum yang menjadi rumah abadi sang ayah angkat sejak beberapa bulan yang lalu.Siang itu Viona harus bergegas merapikan apartemen Dharma untuk menyambut kepulangan sang kekasih dari luar negeri.Viona menuruni mobilnya dan kembali ke apartemen Dharma dengan senyum bahagia, dan masuk ke dalam kamar apartemen tersebut seperti biasa. Perempuan berperut buncit itu langsung terkesiap saat melihat beberapa potong pakaian perempuan yang bukan miliknya tercecer di lantai.Tubuh Viona menegang tidak percaya. Kakinya seakan tidak sanggup untuk menahan tubuhnya yang lemas saat
“J-jangan… tolong berhenti… Akh, sakit…” Viona merintih kesakitan dan terus berusaha mendorong seorang pria yang saat ini menindihnya sekuat tenaga.“Maaf, tapi saya nggak bisa berhenti… saya sudah nanggung. Tapi saya juga nggak mau ngelakuin ini ke kamu. Ini terpaksa, akh…” jawab seorang pria bertubuh gagah menahan erangan kenikmatan yang diterimanya dari Viona malam itu.“Ja–ngan… akh, tolong berhenti, Mas. Ini sakit, ahh…" Viona kembali memohon. Ia sendiri sedang berjuang menahan perih yang belum kunjung hilang setelah kesuciannya direnggut. Tapi pria itu tetap tidak menurunkan ritma permainan panasnya bersama Viona.Suara desahan Viona dengan pria yang menidurinya memenuhi kamar hotel VVIP malam itu. Mengingat kembali sekujur tubuh mereka yang dipenuhi keringat meskipun AC di ruangan mewah tersebut menyala dengan sangat baik.Kini, Viona berpikir tentang kebenaran yan