“Nona Viona, mari ikut saya ke dalam.” ajak seorang petugas berseragam kepolisian pada Viona.Ya, akhirnya Viona tiba di kantor polisi sektor pusat kota. Setelah mengkonfirmasi kedatangannya sebagai Viona, pemilik nomor ponsel yang ada di daftar panggilan ponsel Jansen, dia diajak untuk mendatangi rumah sakit yang tidak jauh dari sana.Keduanya berjalan mendatangi sebuah ruangan yang bagi sebagian orang terasa menyeramkan, Kamar Jenazah.Petugas yang bersama Viona berjalan mendekat ke deretan ranjang berisi mayat yang ditutupi dengan kain putih.“Di sini, Nona. Tolong katakan, apa anda mengenali pria ini? Rekan kami menemukan ponsel itu di saku jaket jenazah ini,” ucap petugas lagi.‘Saku jaket?’Deg…Jantung Viona seakan berhenti sedetik. Tubuhnya menegang, tapi bukan karena takut. Dia tidak tahu entah mengapa hatinya terasa sakit dan air matanya terasa akan jatuh saat akan membuka kain penutup mayat tersebut.Saat akan membuka kain penutup jenazah di depannya, petugas di dekat Viona
“Sammy, ayo makan. Kalau kau tidak makan lalu kapan kau akan sembuh?” Ben membujuk keponakannya itu untuk makan.Sammy kembali menggelengkan kepala dengan wajah yang masih pucat, si kecil itu justru fokus pada layar televisi besar milik rumah sakit di hadapannya.“Apa pendingin kamarmu mati sampai kau harus duduk di teras semalaman?”“Tidak…”“Lalu, kenapa duduk di luar sendirian?” Ben bertanya lagi. Ia ingin mendengar apa yang keponakannya itu rasakan.Tapi Sammy hanya mengedikkan bahu, menatap Ben yang duduk di samping ranjang dengan semangkuk bubur di tangannya.“Sebaiknya kau ke kantor saja, Paman.” Sammy malah mengusir Ben.“Kau sakit dan tidak mau makan, mana mungkin aku akan pergi. Ayahmu juga belum kembali ke sini, kan?” Ben menolak.“Aku sakit, Paman. Jangan berdebat denganku,” Sammy menjawab malas.Ben mengusap dadanya pelan, ‘Sabar, Ben… Bersabarlah. Kau tahu sendiri kalau Sammy adalah fotocopy kakakmu yang keras seperti batu itu, kan?’Ben bergumam dalam hati, menyadari kal
Moment ketika ketiganya bertemu lagi setelah bertahun-tahun lalu membuat suasana menghangat.Sosok Tuan Royce, ayah angkat Angie itu memang begitu berkarisma. Kepribadiannya yang tenang dan tutur katanya yang tegas tapi disampaikan dengan lembut membuat Axe juga mengerti mengapa wanita yang disukainya itu rela meninggalkan keluarga aslinya untuk menjadi putri pemimpin gangster.Di ujung perbincangan santai, Tuan Royce meminta sedikit bantuan Axe di kepolisian. Beliau meminta tolong untuk menyelesaikan urusan jenazah Jansen agar keponakannya itu bisa dikebumikan dengan layak, selayaknya anak baik yang diberikan rumah terindah dari orang tua yang menyayanginya.Axe menepati permintaan sang Paman. Jenazah Jansen diizinkan dikembalikan ke keluarganya untuk dimakamkan dengan layak.Sore ini adalah pemakaman Jansen. Itu hanya upacara pemakaman sederhana tapi indah, yang diberikan Tuan Royce dan Angie untuknya.Angie memutuskan untuk menempatkan Jansen di pemakaman umum dekat toko bunga yang
“Setidaknya makanlah sedikit lagi,”“Aku tidak mau. Aku akan makan banyak saat Bibi Bee datang,” pria kecil itu terus menggeleng saat Joe menyodorkan sendok berisi makanan ke arah mulutnya.“Ini sudah jam berapa, Sammy? Kau terlalu sedikit makan dan setelah itu harus minum obat, kan? Kau tidak bosan berada di rumah sakit saja, ha?”Alih-alih menanggapi omelan ayahnya, Sammy masih tetap menanyakan hal lain, “Kapan Bibi Bee datang?”Joe menghela napas lelah, mengambil ponsel yang ia letakkan setelah bicara dengan Ben tadi. Ia kembali menanyakan perihal pencarian Viona pada orang kepercayaannya. Bisa saja dirinya mencari di mana keberadaan Viona sendirian, tapi Joe tidak melakukan itu karena ia belum membutuhkan. Ia merasa akan mudah seperti mencari orang lain seperti biasanya.Namun, nyatanya nihil. Orang kepercayaan Joe bahkan tidak bisa menemukan Viona di kota itu sebelumnya.“Papa, di mana Paman Ben?”“Aku di sini. Kau mau apa lagi dariku saat papamu di sini?” sahut Ben yang baru saj
“Ben, tolong temani Sammy sebentar. Aku ingin bicara dengan Viona di luar,” Joe berucap pada Ben saat Sammy sedang tidur lelap. Sang adik mengangguk pertanda Joe sudah bisa pergi dengan Viona.“Mari ikut denganku,” ucap Joe yang langsung diberi angkutan oleh Viona. Duda tampan itu lebih memilih membawa Viona ke taman rumah sakit, duduk berdampingan di kursi panjang yang ada di sana. “Jadi bagaimana?” tanya Joe singkat.“Maksudmu?” Viona menanggapi bingung.“Apa kau mau lanjut bekerja denganku?”Viona diam. Wanita itu nampak berpikir, ‘Apa yang harus kujawab padanya?’ batinnya.“Sammy terlihat sangat menyukaimu. Jarang sekali dia bersikap seperti itu terhadap orang yang baru ia kenal,” Joe mulai membahas Sammy.“Entahlah, aku bingung,”Joe menghela nafas mendengar sikap dingin Viona. Matanya memandang ke arah seorang pria kecil yang sepertinya seusia dengan Sammy sedang bermain bola dengan baju rumah sakit, “Apa ini karena ucapan ibuku?” tanyanya spontan.“Sudah kubilang aku bingung.
Hari sudah gelap saat Joe kembali ke rumah sakit. Saat ia akan memasuki ruangan rawat Sammy, ada Ben yang juga akan masuk ke dalam.Ben lebih dulu membuka pintu dan langsung bergumam, “Aku tidur di mana?” tanya Ben saat menatap Joe yang tidak tahu apapun.Joe baru tersadar kalau Ben sedang merujuk pada Viona yang sedang tidur di kursi samping ranjang Sammy. Hatinya menghangat melihat pemandangan itu. Senyumnya terukir melihat Viona yang sedang tidur dengan tangan yang masih setia memegangi dahi si kecil.‘Ternyata kau sudah membuat pilihan…’ Joe bergumam senang dalam hati.“Kau bisa tidur di ranjang satunya, kan?” Joe memberi tanggapan pada Ben, melirik ke ranjang kosong di sisi lain ruangan itu.“Lalu Viona bagaimana?” Ben bertanya lagi, menunjuk ke Viona yang saat ini memang tertidur pulas sampai tidak menyadari kedatangan kakak-beradik itu.“Sebaiknya kau pulang dan biarkan dia tidur di tempat itu,” Joe memberi jawaban sambil menutup pintu dengan pelan.“Kau tidak kasihan padanya? R
Hadirnya Viona di dekat Sammy membuat kesehatan si kecil berangsur membaik. Dua hari setelah itu, tepatnya malam hari, Joe membawa Sammy pulang tapi dengan pengawasan ketat oleh perawat rumah sakit yang rutin memeriksa kesehatannya dalam satu minggu ke depan.Kembalinya Sammy ke rumah sudah jelas membawa Viona juga ikut bersama mereka, bersama pemikiran yang rumit yang tidak pernah hilang dari benaknya.Pagi datang dengan cepat. Viona menatap dirinya di pantulan cermin. Wanita itu menghela napas pelan, memilih melamun memikirkan keputusannya, apakah kali ini keputusan dirinya untuk lanjut bekerja di keluarga Clayton benar?Semoga saja. Dan kini harapan Viona cuma satu, tidak bertemu dengan Ibu Suri keluarga Clayton jika Viona tidak mau kembali mendapatkan ucapan menohok neneknya Sammy itu. Bukan takut, tapi dia lebih tidak ingin menambah beban pikirannya.Selesai memikirkan Nyonya Neta, pikiran Viona mengawang hingga teringat kejadian ciuman tidak sengaja yang terjadi antara dia dan Jo
“Viona, tolong bawa Sammy ke kamarnya. Aku akan menyusul nanti, ada hal yang harus kubicarakan denganmu. Ini tentang toko bunga,” ucap Joe setelah semua orang di meja makan terlihat sudah menyelesaikan bagian mereka.Viona mengangguk, “Baik, Tuan,” jawabnya singkat lalu menggendong Sammy menuju kamarnya lagi.Setelah memastikan Viona dan Sammy berjalan tanpa gangguan, Joe juga bangkit menuju kamarnya. Mengabaikan sang ibu yang sejak awal sudah diam karena ancaman Joe.Tidak terima dengan sikap putra sulungnya, Nyonya Neta langsung masuk setelah mengetuk beberapa kali pintu kamar Joe yang terbuka, sekalipun Joe belum mengizinkan ibunya masuk. Di sana Joe tampak sibuk mempersiapkan berkas-berkas yang akan dibawanya ke kantor.“Joe, sudah cukup. Kau sangat keterlaluan,” Nyonya Neta langsung memprotes sikap putranya, “Mama sudah diam selama di meja makan dengan imbalan kau akan mendengarkan permintaanku. Jadi, ayo sekarang kita bicara,”“Aku tidak punya urusan dengan temanmu, Ma. Apa Mama
Setelah Angie kembali dari ruang kepala sekolah untuk bertanya di mana ruang kelasnya dan kini sudah di depan kelas bersama gurunya, kehadirannya membuat suasana kelas yang awalnya ribut, menjadi senyap.Hal itu terjadi karena empat dari pelajar yang dihajar Angie serta anak korban pembullyan tadi berada di kelas yang sama dengan Angie.“Silahkan perkenalkan dirimu pada teman-teman sekelasmu!” ujar guru kelas tersebut. Angie mengangguk singkat sebelum tersenyum pada para anak remaja di depannya.‘Astaga, aku tidak menyangka akan mengulangi masa sekolah dan perkenalan diri seperti dulu lagi,’ Angie masih terdiam saat mengingat dirinya berada di posisi yang sama ketika ia baru saja pindah ke sekolah menengah akhirnya dulu ketika Nyonya Hanum mengajaknya pindah ke sekolah yang baru. Namun keadaan dulu dan kini berbeda. Jika dulu hanya tatapan mengejek karena berita tentang murid baru yang pindah adalah seorang gadis tanpa kasih sayang orang tua dan terbagi dengan anak angkat yang lebih
Hari-hari bahagia datang, tapi semua itu nyatanya belum cukup untuk membuat semua orang tenang. Joe dan Ben harus disibukkan dengan kepolisian yang masih belum menutup buku kasus yang banyak Axe lakukan.Sementara itu Angie sendiri harus kembali ke Bangkok bersama ayahnya setelah keduanya diberikan sanksi deportasi ringan dari negara ini. Itu bukan hal besar bagi Angie dan Tuan Royce. Mereka patuh dan sepakat dengan Joe tanpa perdebatan panjang yang awalnya ditolak Joe.Bagaimana mungkin dirinya bisa dipisahkan jarak oleh istri tercintanya, ditambah lagi dengan Sammy yang memilih ikut ibu sambungnya dan juga kakek yang mengasyikkan daripada tinggal bersama dua pria kaku seperti paman dan papanya.Tapi Joe mengerti kalau semua itu demi kebaikan bersama dan juga Angie yang memerlukan waktu untuk melatih ototnya yang tegang pasca operasi tempo hari.Sore hari setelah Angie baru kembali dari markas Teratai Mekar untuk melakukan latihan rutinnya dalam menembak, ia meminta anak buah Tuan Ro
Hari membosankan di rumah sakit berakhir, hingga tibalah semuanya pada hari ini. Tepatnya di hotel bertaraf Internasional milik Tuan Royce. Saat ini sedang diadakan acara yang meriah tapi itu hanya dihadiri orang-orang tertentu saja, bahkan tidak ada peliput media di sana. Pasalnya, hari ini merupakan hari bahagia Joe dan Angie yang sejak awal memang belum mengadakan resepsi pernikahan mereka.Para tamu yang datang tidak hanya dari kalangan pebisnis terdekat saja. Ada juga beberapa petinggi keamanan negara seperti Bill dan kenalan dekat lainnya. Dan juga, beberapa orang dengan penampilan serba hitam yang merupakan kerabat dekat Tuan Royce dan itu jelas bukan orang sembarangan.Tempat resepsi pernikahan dan juga para tamu undangan yang terbuat khusus ini juga atas saran dari Tuan Royce. Itu semua bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang ayah yang ingin memberikan hal terbaik bagi putri tunggalnya dan juga sang cucu–Sammy–yang berulang tahun ke 10 tahun ini."Ya. Sebelum kue tart pernik
Mari kembali ke beberapa part saat Angie menghilang.Dharma dan perusahaan keluarganya di ambang kebangkrutan setelah pewaris tunggal Keluarga Mangunjati itu dipenjara akibat tuduhan kelalaian yang mengakibatkan nyawa Annabella melayang.Nyatanya Annabella meninggal pasca operasi akibat kecelakaan tempo hari. Meski sempat sadar, tapi Bella mengalami gangguan jiwa yang membuatnya terdistraksi menghabisi nyawanya sendiri.Tuan Bisma dipenjara dengan banyak tuduhan menjalankan bisnis dengan kotor, membuatnya dijatuhi bertahun-tahun hukuman. Para mantan rekan bisnisnya memberatkan hukuman beliau dan bisa dikatakan Bisma akan mendekam di penjara seumur hidup.Selain Bisma, ada Hanum yang stress berat. Beban dosa dan rasa bersalahnya pada mendiang sahabatnya, Ivy, terus menghantuinya, terlebih mendengar kabar bahwa Angie menghilang dan sempat dinyatakan meninggal.Sudah kehabisan harta, suami di penjara, putri kesayanganpun tiada, kini Hanum dijauhi teman sosialita, lalu perlahan hidupnya t
Setelah tiba di rumah sakit, Joe harus menjalani operasi perut dan dirawat intensif. Tiga hari pasca operasi ia dinyatakan koma, tapi syukurlah pada akhirnya ia kembali membuka mata dan bangun. Tepat satu minggu, barulah ia dibolehkan untuk berpindah ke ruang rawat biasa.Selain Bill dan Ben, hanya Tuan Royce yang terlihat berbolak-balik berada di depan ruangannya. Dan ketika sudah dinyatakan pulih dan bisa dijenguk, Joe melihat wajah mertuanya ketika menjenguk dan itu membuatnya tersenyum.Ben yang saat ini sudah lebih baik dan duduk di atas kursi rodanya, duduk di samping ranjang pasien Joe. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Joe dengan nada pelan, bahkan senyumnya juga terlihat dipaksakan.“Yang benar saja. Sepertinya pertanyaan ini lebih cocok kutanyakna untukmu,” Ben menjawab dengan candaan, “Bagaimana rasanya menjadi Raja tidur? Apa kau tahu, Joe, sepanjang hari menunggumu bangun aku mengeluh pada Tuhan kalau aku lebih baik mendengarmu memakiku seumur hidup daripada mendengar tangisa
Ben dan Joe tergeletak tidak berdaya. Keduanya meregang sakit yang tiada tara. Sementara itu Axe yang sudah bangkit, mendekati mereka dan menambah sakitnya.Seperti manusia tanpa hati, Axe menendang tubuh Joe dan Ben berkali-kali seolah keduanya hanyalah sekarung sampah yang wajar ditendang keras untuk menjauh.“Angie milikku. Kalian hanya merusaknya, jadi kalian harus mati!” kalimat ini terus Axe gumamkan dengan ekspresi senyuman yang mengerikan. Ya, itu adalah kepribadian jahatnya yang jelas muncul saat ini.Sambil tertawa dan terus menggumamkan kepemilikannya atas Angie, Axe tidak sedikitpun menaruh ampun pada kakak beradik yang setengah mati menahan kesakitan.Ia berhenti menghajar dua pria malang itu untuk memeriksa isi senjata api di tangannya.“Hmm, pas sekali karena peluruku tertinggal dua. Cukup untuk membunuh kalian berdua, haha!” tawanya mengejek, “Tapi sebenarnya tanpa melakukan apapun kalian sudah akan dijemput malaikat kematian!”“Tapi sepertinya aku itdak ingin lagi men
Di area pergudangan penyimpanan barang bekas perkapalan yang sudah tidak dioperasikan lagi. Di sanalah semua orang berkumpul setelah mengikuti arah laju mobil yang membawa Axe dan Angie.Dengan petunjuk yang Bill berikan, Joe dan Ben tiba di tempat tersebut.“Apa tidak berlebih sekali mengepung pria itu sampai seperti ini?” Ben bertanya dengan ekspresi rumit, “Harusnya kita tanya dulu baik-baik, kan? Karena selama ini kita tidak punya sedikitpun masalah dengannya,” sambungnya mengutarakan kebimbangan.“Kalau hanya mau basa-basi lalu apa yang kau lakukan sampai meminta bantuan temanmu di militer?” Joe mengomentari, “Lagipula kalau dia tidak bermasalah, untuk apa dia langsung kabur menerobos barikade? Dia yang paling tahu bagaimana prosedur pemeriksaan, kan? Kalau nggak punya salah, untuk apa si brengsek itu lari sampai ke sini?” Joe memberikan penilaian tepat.“Aku keluar sekarang!” sambungnya dan langsung turun dari Lamborghini Ben, menuju kerumunan petugas keamanan gabungan di depan
Angie berbalik badan dan berjalan perlahan mengikuti arah anak buah Axe.“Angie?” Axe memanggilnya lagi, tapi kali ini Angie tidak berbalik badan, “Bagaimana kalau nanti kau bertemu dengan Joe lagi? Apa kau akan ikut dia dan meninggalkanku dengan semua konsekuensi yang akan kalian tanggung nanti?” sambung Axe bertanya, dan itu sulit jelas sulit untuk dijawab.“Memangnya aku bisa apa? Aku bukan sepupu Tuhan yang bisa membujuk Tuhan untuk membuat hidupku baik-baik saja. Aku hanya manusia yang harus menerima apa dan seperti apa nasibku, kan? Aku perempuan lemah yang hanya bertahan hidup dengan masa depan yang sudah kau atur seperti ini,”“Kenapa kau tidak membiarkan Tuhan memainkan takdir sesuai keinginan-Nya?” dengan kalimat lirih Angie menjawab. Ia pun melanjutkan langkahnya yang kesusahaan, menjauh dan terus melangkah membelakangi Axe.“Kenapa harus membawa nama Tuhan, Babe? Kenapa kau terlihat pasrah dengan semua hal? Kau seperti bukan Bidadari kecil yang kukenal. Angie-ku tidak seme
“Kondisimu sedang tidak baik-baik saja, Nona. Sudah tiga hari ini kau mengalami perdarahan. Itu tandanya ada yang tidak beres dengan kandungan dan bayinya, Nona,” Dokter yang menangani Angie saat ini bersuara. Di sana juga ada Axe yang ikut mendengarkan penuturan sang dokter.“Jenderal, sepertinya kita harus kembali ke kota untuk memeriksakan secara intens kondisi Nona Angie,” ucap sang dokter lagi pada Axe. Axe terdiam mematung sambil memperhatikan raut wajah Angie yang seolah tidak beremosi.“Angie, kenapa kau diam seperti ini. Katakan sesuatu. Jangan membuatku bingung mengambil keputusan untukmu dan bayinya.” Axe bertanya lembut.“Apa aku punya pilihan? Sejak kau membawaku ke sini, aku memang sudah tidak punya pilihan lagi. Bukannya hidupku sudah kau tetapkan?” Angie terdengar putus asa. Ia tidak bisa berpikir, “Tapi kalau sampai anakku kenapa-kenapa, kurasa aku akan bunuh diriku di depanmu,”Perlahan, air mata Angie turun. Ia sepenuhnya bingung dan itu terlihat jelas di mata Axe.