"Ehem. Saya rasa itu nggak perlu, deh, Bos. Lagian yang nemeni saya tidur, kan, Clayton. Tante bener, kan, Clay?" Viona mengalihkan pembicaraan.
“Tapi, kan, saya yang anterin kamu sampai sini. Seenggaknya saya dapat satu aja dari tiga yang kamu kasih ke Clayton tadi. Itu masih bisa dibilang adil, kok.” Joe memasang wajah lesu.
Viona terkekeh, namun tidak menjawabnya dan perlahan keluar dari mobil, “Nyatanya Bos bukan anak kecil. Tapi saya tetap ngucapin banyak terima kasih buat kebaikan Bos. Mulai sekarang saya tau kalau Bos itu beda dari apa yang beredar di luaran sana. Saya janji semuanya bakalan saya simpan sendiri. Sampai jumpa, Bos. Clayton juga!"
Viona berpamitan sambil melempar senyuman merekah disertai kerlingan mata genit pada Joe sebelum menjauh dari mobil mereka. Kedipan mata Viona seakan panah malaikat asmara yang langsung mengenai jantung Joe, membuat sang duda tampan itu terpesona dan menggeleng sambil tertawa.
“Clay, kamu benera
Sementara itu di tengah kehebohan yang terjadi di gedung tengah The Eye God Tower, Viona yang akhirnya bisa melewati lautan manusia penggemar artis luar negeri, yang Viona belum tahu siapa orangnya sama sekali, langsung menuju ruang ganti dan memperkenalkan dirinya pada kru yang ada di dalam bahwa ia adalah anak magang dari bagian pemasaran yang bertugas mengamati setiap proses dalam iklan nanti.Para kru yang telah mengenal Viona sebagai rekrutan tim atas kantor, langsung menyambut Viona dengan ramah dan memberinya instruksi selanjutnya.Viona menuju ruang pemotretan sesuai arahan asisten sutradara untuk menyaksikan sesi pemotretan dengan baik sampai selesai."Viona, sebentar lagi pemeran pria utama akan bergabung untuk pemotretan. Hari ini kita akan mengambil shoot tanpa Bella, karena jadwalnya padat hari ini. Jadi kamu siap-siap, ya. Tolong laporkan semua yang baik ke tim atas.” ucap fotografer di sana. Viona menjawab dengan anggukan dan senyuman.
"Nggak usah, Bos, kerjaan gue di sini banyak, kok. Jadi nanti gue bakalan serahin semuanya sama anak bua gue dan pastikan kelas remaja bakalan naik persentasenya. Bos tenang aja.” Alex coba mengelak. Ia tidak mau lagi menertawakan bosnya yang sepertinya tidak dalam mood yang bagus.“Yang di dalam sana itu Attala Rizwan, kan, Bos? Kayaknya gue ingat itu cowok. Dia, kan, yang dulunya Bos selamatin terus sewa Bos jadi pengawal pribadinya selama satu semester. Gue bener, kan, Bos?” Alex mengalihkan pembicaraannya kembali ke topik yang Viona tuju tadi."Iya, dia. Dan Lo tau, Lex? Beberapa hari ke depan, gue malah harus berhubungan dengannya karena pekerjaan. Ampun DJ, deh… Kepala gue rasanya mau pecah.”“Kenapa, ya, belakangan hari ini gue dapat sial terus? Rasanya gue jadi pengen pulang ke Bangkok, ke rumah Papi.” Viona terdengar menghela nafas kasarnya.Tentu saja Viona merasa lelah. Dirinya yang harus repot berinteraksi dengan Joe si Presdir tampan tapi gila, yang berulang kali menggodan
Asistennya itu hanya bisa menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal, namun setelah itu Alex tersenyum menatap punggung bosnya, “Thank’s, Bos. Akhirnya gue bisa peregangan juga, hehe. Udah kaku banget badan gue,”Apa yang dikatakan Alex memang benar. Sudah lama sekali ia tidak menjalankan job seperti kali ini. Sejak ditugaskan menjaga Viona, dia tidak pernah melakukan aktivitas fisik yang berat. Olahraga biasa saja tidak bisa memuaskan tubuhnya untuk bergerak lebih banyak. Alex membutuhkan sesuatu yang lebih menantang baginya.Sebelumnya, di Bangkok. Pria gagah itu sibuk. Menghajar orang dan musuh geng dalam sehari bahkan bisa melebihi jumlah jari. Bahkan bermain kucing-kucingan dengan polisi pun menyenangkan baginya. Ini semua karena Alex adalah orang kepercayaan dan keponakan jauh ayah angkat Viona. Namun, semua kesibukan itu harus diakhiri karena ayah Viona atau Big Boss mengutusnya untuk menemani Viona ke Indonesia.Jadi, ia harus menuruti apa yang diperintahkan oleh Viona. Diam
Singkat cerita, Mayjend Kenneth yang sedang tidur tiba-tiba mendengar keributan di jalan yang tidak jauh dari rumahnya. Ia pun segera keluar dan melihat apa yang terjadi dari balkon lantai dua rumahnya.Dari sana, ia melihat tawuran yang terjadi antara dua kelompok pemuda. Mereka saling melempar batu dan bahkan ada yang mengacungkan senjata tajam. Sebagai kepala daerah, Mayjen Kenneth merasa bertanggung jawab atas lingkungannya. Alhasil, ia pun turun dan segera meninggalkan rumahnya. Sebelum pergi, ia mengingatkan istrinya, Nesya, untuk tetap berada di rumah. Mayjen Kenneth juga berpesan kepada penjaga rumahnya, Rhone, untuk tetap tinggal di rumah dan tidak pergi kemana-mana.Sebelum Mayjen Kenneth pergi, ia sempat menoleh ke belakang dan melihat rumahnya sejenak. Pria pemberani itu sempat ragu untuk pergi, namun keributan yang masih terlihat dari kejauhan membuat Mayjen Kenneth mengabaikan perasaan itu. Ia segera bergegas dan berlari bersama tetangganya, Albert, yang juga terlih
Mayjend Kenneth adalah manusia biasa. Dia mengalami trauma dan kesedihan yang luar biasa. Dia merasa telah melakukan banyak hal baik dan secara teratur membagikannya kepada semua orang, tetapi mengapa dia bisa memahami bencana yang begitu kejam? Mayjend Kenneth selalu dihantui oleh perasaan bersalah dan sering bermimpi buruk tentang betapa sadisnya para perampok membunuh keluarganya. Suatu malam, Mayjend Kenneth menyelesaikan doa malamnya dan meminta petunjuk dari Tuhan. Ketika ia tertidur, tiba-tiba ia bermimpi bahwa kedua putrinya mengunjunginya. Mereka meminta ayahnya untuk segera mencari ponsel di balik lemari kamar tidur ibunya. Mayjen Kenneth terbangun dari tidurnya dan langsung kaget karena ia tidak bermimpi, melainkan didatangi oleh arwah kedua putrinya. Mayjen Kenneth pun mencari ponsel di balik lemari sesuai petunjuk dari mendiang anak-anaknya. Ternyata ponsel milik anak bungsunya sudah mati. Mayjen Kenneth pun segera mengisi baterai ponsel anaknya dan tidak lama kemud
“Ini kamar kamu selama kamu tinggal di sini,” kata Joe sambil membuka pintu putih di depannya. Viona mengerjap beberapa kali, tidak percaya dengan ruangan besar di depannya kali ini, “Woah, besar banget. Apa semua yang kerja di rumah ini dapat kamar sebesar ini juga, Bos?” tanyanya. Joe meliriknya, “Hmm, ya. Tapi pekerja lain tinggal di bangunan lain di belakang rumah. Kamu saya tempatkan di sini karena kamu Babysitter Clayton dan juga mengurus urusan pribadi saya sebelum saya berangkat ke kantor. Lebih praktis kalau kamu tidak kejauhan biar gampang saya panggil.” Viona mengangguk sebagai tanda mengerti, “Ya, Bos. Saya ngerti dan terima kasih.” katanya dengan sopan lalu segera masuk ke ruangannya. “Viona, tunggu sebentar,” panggil Joe segera. “Kenapa, Bos?” Viona tampak menunggu. “Nggak ada. Saya cuma mau bilang selamat malam.” “Hmm, selamat malam juga, Bos. Sampai besok pagi,” jawabnya lagi. Viona tidak ingin berduaan lagi dengan Joe untuk menghindari pembicaraan yang tidak pe
“Clayton, bangun gih! Waktunya sekolah, Boy!” Arga yang sudah mengenakan pakaian kantor dengan rapi, memasuki kamar Clayton tanpa aba-aba.Pandangannya masih terfokus pada telepon genggam di tangannya, “Clayton, kamu udah mandi, kan?” panggilnya lagi karena tidak mendapat jawaban dari keponakannya.“Loh, siapa tuh?” Arga tertegun saat melihat keponakannya tidur di pangkuan seorang wanita dan terlihat sangat nyenyak karena wanita itu membelai kepalanya dengan lembut. Sang paman bahkan lebih terkejut lagi saat mengetahui bahwa wanita itu adalah Viona, wanita yang sedang dipacari kakaknya.“Viona, Lo ngapain di sini?” Arga bertanya dengan heran. Itu bisa dimaklumi karena dia belum diberitahu apa-apa.“Pagi, Pak Ben. Saya kerja di rumah ini mulai pagi ini,” Viona menjawab.“Loh, bukannya kemarin masih ngurusin Attala Rizwan? Kok sekarang udah di sini aja? Tapi kenapa Joe nggak bilang apa-apa ke gue?” Arga bergumam heran.Viona menaik-turunkan bahunya, “Pak Arga bisa tanya sendiri ke Pak
Sepulang dari mengantar Clayton ke sekolah, Viona kembali ke rumah karena mendapat telepon dari Joe yang mengatakan bahwa dia akan bekerja di rumah. “Ikut aku dulu,” ajak Joy, dan Viona langsung mengangguk. Mereka berjalan ke taman belakang dan duduk di kursi panjang. “Gimana hari pertama kamu kerja di sini,” tanya Joe kepada Viona. “Clayton anak baik dan penurut. Dia buat saya senang. Saya nggak nyangka anak sekecil Clayton bisa ngelakuin hal-hal kecil seperti mandi dan menyiapkan kebutuhannya dengan mandiri. Saya jadi nggak ngerasa jadi pengasuhnya, saya ngerasa lebih seperti temannya aja.” Viona menjelaskan dengan tenang dan semua itu terlihat dari senyuman di wajahnya. Joe tentu saja sangat senang mendengarnya. “Clayton nggak ngelakuin semuanya dalam waktu singkat,” ucapan Joe terdengar sedih. “Hmm, ya. Saya ngerti,” jawab Viona. Tidak banyak yang bisa ia katakan saat cerita sedih itu disampaikan kepadanya. Namun jawaban Joe selanjutnya membuat Viona mengangkat alisnya