Setelah kembali dari mengantar Sammy ke sekolah, Viona kembali ke rumah karena mendapatkan telepon dari Joe yang memberitahukan dirinya akan bekerja di rumah. “Ikuti saya,” ucap Joy yang langsung diberi anggukan oleh Fiona. Keduanya berjalan menuju taman belakang, duduk di kursi panjang yang ada di sana. Bagaimana hari pertamamu bekerja di sini tanya Joy pada Fiona. “Sammy anak yang baik dan penurut. Dia membuatku senang. Aku tidak menyangka kalau anak sekecil Sammy sudah bisa melakukan hal kecil seperti mandi dan menyiapkan keperluannya secara mandiri. Aku jadi tidak merasa sedang menjadi pengasuhnya tapi malah seperti temannya saja.”Viona menjelaskan dengan tenang dan semua itu terekspresikan lewat senyuman di wajahnya. Joe tentu sangat senang mendengar hal itu. “Semua itu tidak dilakukan Sammy dalam waktu singkat,” ucapan Joe terdengar miris.“Hmm, ya. Aku mengerti,” Viona memberi tanggapan. Tidak banyak yang bisa dikatakannya saat cerita menyedihkan itu diperdengarkan padanya.
Viona memegang perutnya. Wanita itu lapar. Masih mengenakan celana olahraga dan kaos kebesaran, wanita itu terus berjalan tanpa tahu ke mana harus pergi. Ke mana ia harus pergi ketika pikirannya begitu kacau?"Benar kata orang, berharap terlalu banyak pada manusia itu menyakitkan," gumamnya. Wanita itu menatap langit yang dipenuhi burung-burung yang beterbangan, "Kalau bisa, aku ingin menjadi salah satu dari kalian. Bebas terbang tanpa beban," lanjutnya bergumam.Ia memilih duduk di salah satu kursi panjang di tepi trotoar, ia bergumam lagi mengutuk kebodohannya, "Kau bodoh, Viona. Mungkin kau langsung memutuskan untuk berhenti bekerja hanya karena mendengar perkataan orang-orang kaya seperti mereka. Apa kau lupa bagaimana orang kaya biasanya bertingkah?""Sombong, kan, memang makanan orang kaya. Bagaimana kau bisa lupa itu? Lagipula kau ada di sana untuk mengurus kebutuhan Sammy, lupakan semua itu. Sekarang kau lihat, uang untuk panti asuhan lenyap begitu saja!"Viona menghela nafas,
“Nona Viona, mari ikut saya ke dalam.” ajak seorang petugas berseragam kepolisian pada Viona.Ya, akhirnya Viona tiba di kantor polisi sektor pusat kota. Setelah mengkonfirmasi kedatangannya sebagai Viona, pemilik nomor ponsel yang ada di daftar panggilan ponsel Jansen, dia diajak untuk mendatangi rumah sakit yang tidak jauh dari sana.Keduanya berjalan mendatangi sebuah ruangan yang bagi sebagian orang terasa menyeramkan, Kamar Jenazah.Petugas yang bersama Viona berjalan mendekat ke deretan ranjang berisi mayat yang ditutupi dengan kain putih.“Di sini, Nona. Tolong katakan, apa anda mengenali pria ini? Rekan kami menemukan ponsel itu di saku jaket jenazah ini,” ucap petugas lagi.‘Saku jaket?’Deg…Jantung Viona seakan berhenti sedetik. Tubuhnya menegang, tapi bukan karena takut. Dia tidak tahu entah mengapa hatinya terasa sakit dan air matanya terasa akan jatuh saat akan membuka kain penutup mayat tersebut.Saat akan membuka kain penutup jenazah di depannya, petugas di dekat Viona
“Sammy, ayo makan. Kalau kau tidak makan lalu kapan kau akan sembuh?” Ben membujuk keponakannya itu untuk makan.Sammy kembali menggelengkan kepala dengan wajah yang masih pucat, si kecil itu justru fokus pada layar televisi besar milik rumah sakit di hadapannya.“Apa pendingin kamarmu mati sampai kau harus duduk di teras semalaman?”“Tidak…”“Lalu, kenapa duduk di luar sendirian?” Ben bertanya lagi. Ia ingin mendengar apa yang keponakannya itu rasakan.Tapi Sammy hanya mengedikkan bahu, menatap Ben yang duduk di samping ranjang dengan semangkuk bubur di tangannya.“Sebaiknya kau ke kantor saja, Paman.” Sammy malah mengusir Ben.“Kau sakit dan tidak mau makan, mana mungkin aku akan pergi. Ayahmu juga belum kembali ke sini, kan?” Ben menolak.“Aku sakit, Paman. Jangan berdebat denganku,” Sammy menjawab malas.Ben mengusap dadanya pelan, ‘Sabar, Ben… Bersabarlah. Kau tahu sendiri kalau Sammy adalah fotocopy kakakmu yang keras seperti batu itu, kan?’Ben bergumam dalam hati, menyadari kal
Moment ketika ketiganya bertemu lagi setelah bertahun-tahun lalu membuat suasana menghangat.Sosok Tuan Royce, ayah angkat Angie itu memang begitu berkarisma. Kepribadiannya yang tenang dan tutur katanya yang tegas tapi disampaikan dengan lembut membuat Axe juga mengerti mengapa wanita yang disukainya itu rela meninggalkan keluarga aslinya untuk menjadi putri pemimpin gangster.Di ujung perbincangan santai, Tuan Royce meminta sedikit bantuan Axe di kepolisian. Beliau meminta tolong untuk menyelesaikan urusan jenazah Jansen agar keponakannya itu bisa dikebumikan dengan layak, selayaknya anak baik yang diberikan rumah terindah dari orang tua yang menyayanginya.Axe menepati permintaan sang Paman. Jenazah Jansen diizinkan dikembalikan ke keluarganya untuk dimakamkan dengan layak.Sore ini adalah pemakaman Jansen. Itu hanya upacara pemakaman sederhana tapi indah, yang diberikan Tuan Royce dan Angie untuknya.Angie memutuskan untuk menempatkan Jansen di pemakaman umum dekat toko bunga yang
“Setidaknya makanlah sedikit lagi,”“Aku tidak mau. Aku akan makan banyak saat Bibi Bee datang,” pria kecil itu terus menggeleng saat Joe menyodorkan sendok berisi makanan ke arah mulutnya.“Ini sudah jam berapa, Sammy? Kau terlalu sedikit makan dan setelah itu harus minum obat, kan? Kau tidak bosan berada di rumah sakit saja, ha?”Alih-alih menanggapi omelan ayahnya, Sammy masih tetap menanyakan hal lain, “Kapan Bibi Bee datang?”Joe menghela napas lelah, mengambil ponsel yang ia letakkan setelah bicara dengan Ben tadi. Ia kembali menanyakan perihal pencarian Viona pada orang kepercayaannya. Bisa saja dirinya mencari di mana keberadaan Viona sendirian, tapi Joe tidak melakukan itu karena ia belum membutuhkan. Ia merasa akan mudah seperti mencari orang lain seperti biasanya.Namun, nyatanya nihil. Orang kepercayaan Joe bahkan tidak bisa menemukan Viona di kota itu sebelumnya.“Papa, di mana Paman Ben?”“Aku di sini. Kau mau apa lagi dariku saat papamu di sini?” sahut Ben yang baru saj
“Ben, tolong temani Sammy sebentar. Aku ingin bicara dengan Viona di luar,” Joe berucap pada Ben saat Sammy sedang tidur lelap. Sang adik mengangguk pertanda Joe sudah bisa pergi dengan Viona.“Mari ikut denganku,” ucap Joe yang langsung diberi angkutan oleh Viona. Duda tampan itu lebih memilih membawa Viona ke taman rumah sakit, duduk berdampingan di kursi panjang yang ada di sana. “Jadi bagaimana?” tanya Joe singkat.“Maksudmu?” Viona menanggapi bingung.“Apa kau mau lanjut bekerja denganku?”Viona diam. Wanita itu nampak berpikir, ‘Apa yang harus kujawab padanya?’ batinnya.“Sammy terlihat sangat menyukaimu. Jarang sekali dia bersikap seperti itu terhadap orang yang baru ia kenal,” Joe mulai membahas Sammy.“Entahlah, aku bingung,”Joe menghela nafas mendengar sikap dingin Viona. Matanya memandang ke arah seorang pria kecil yang sepertinya seusia dengan Sammy sedang bermain bola dengan baju rumah sakit, “Apa ini karena ucapan ibuku?” tanyanya spontan.“Sudah kubilang aku bingung.
Hari sudah gelap saat Joe kembali ke rumah sakit. Saat ia akan memasuki ruangan rawat Sammy, ada Ben yang juga akan masuk ke dalam.Ben lebih dulu membuka pintu dan langsung bergumam, “Aku tidur di mana?” tanya Ben saat menatap Joe yang tidak tahu apapun.Joe baru tersadar kalau Ben sedang merujuk pada Viona yang sedang tidur di kursi samping ranjang Sammy. Hatinya menghangat melihat pemandangan itu. Senyumnya terukir melihat Viona yang sedang tidur dengan tangan yang masih setia memegangi dahi si kecil.‘Ternyata kau sudah membuat pilihan…’ Joe bergumam senang dalam hati.“Kau bisa tidur di ranjang satunya, kan?” Joe memberi tanggapan pada Ben, melirik ke ranjang kosong di sisi lain ruangan itu.“Lalu Viona bagaimana?” Ben bertanya lagi, menunjuk ke Viona yang saat ini memang tertidur pulas sampai tidak menyadari kedatangan kakak-beradik itu.“Sebaiknya kau pulang dan biarkan dia tidur di tempat itu,” Joe memberi jawaban sambil menutup pintu dengan pelan.“Kau tidak kasihan padanya? R
"Maaf, aku tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan yang menurutku bersifat pribadi. Dan lagi, kurasa sikapmu salah, Tuan,""Walau aku tidak mengenalmu ataupun tahu seberapa akrabnya hubunganmu dengan Wakil Presdir, tapi kau tidak dibenarkan untuk duduk di kursinya. Silahkan turun dari sana dan duduklah bersamaku di sofa,"Sikap Milea yang berani membuat Ben menyunggingkan senyumnya, meski kebodohan Milea sangat fatal kali ini. Ia melakukan kesalahan terbesar dengan tidak mengenali atasannya sendiri.Ben hanya tersenyum mengikuti perintah Milea yang sudah memasuki peran sebagai sekretaris Wakil Presdir yang baik. Ben bangkit dari kursi kebesarannya dan berjalan mendekati Milea yang lebih dulu duduk di sofa, tempat duduknya semula.Tapi langkah Ben terlihat aneh karena saat ini bukannya ia seharusnya berjalan ke sofa di seberang Milea, tapi Ben malah terlihat mendekati Milea dan mengurung Milea hingga tersudut bersandarkan kepala sofa dengan tidak nyaman."Untuk nyali seorang
"Kau Milea?" Dita bertanya dengan sedikit bingung saat melihat dengan langsung penampilan Milea saat ini.Benar saja, Milea memang terlihat seperti pria. Ya, pria yang cantik."Ya, benar. Namaku Milea Anandita. Aku yang melamar pekerjaan di perusahaan ini, Nona." jawab Milea panjang."Apa penampilanmu memang seperti ini sehari-hari?" Dita bertanya bingung."Hmm, tergantung, Nona. Aku bisa jadi apa saja sesuai kebutuhan, hehe." jawab Milea setengah tertawa, "Tapi, walau penampilanku aneh seperti ini, percayalah, aku bisa menjalankan tugas sekretaris dengan baik. Dan aku yakin bisa membantu meringankan tugas Wakil Presdir dengan pengalaman bekerjaku, Nona." sambung Milea yakin."Hmm, boleh juga. Baiklah, kurasa aku menyukaimu dan setuju agar kau menjadi sekretaris Wakil Presdir. Tapi—,” ucap Dita setengah menggantung."Kau seorang wanita. Meskipun saat ini kau berpenampilan sebagai pria, di masa depan siapa yang akan tahu apakah kau akan mengubah penampilanmu dan malah berbalik menggoda
Kantor pusat The Eye God Tower…"Cory, bagaimana dengan penerimaan sekretaris baru yang kuajukan padamu? Apa kau sudah mulai menjalankan perintahku?" tanya Dita pada sahabatnya Cory yang merupakan Manajer Departemen HRD di Eye God Tower."Sudah. Tenang saja. Aku tidak mungkin mengecewakanmu, Dita." jawab Cory santai, "Tapi, aku tidak yakin kau akan menerima wanita-wanita yang melamar ke kantor hari ini." lanjut Cory ragu."Why not? Apa ada yang salah dengan persyaratanku?" tanya Dita bingung."Hmm, entahlah. Aku tidak yakin. Silahkan kau lihat sendiri data-data pemohon pekerjaan itu. Duduklah dulu di sofa, aku akan memanggil bawahanku untuk membawa data mereka," ucap Cory seraya mempersilahkan Dita menunggu dengan santai."Apa ada yang aneh? Sepertinya persyaratan mencari sekretaris handal untuk Direktur sudah cukup standart,” Dita masih bingung."Bukan itu masalahnya. Tunggulah sebentar lagi, kau akan tahu apa yang kumaksud saat ini." ucap Cory.Beberapa menit kemudian, sekretaris Co
Kelahiran si kembar Sophia dan Sean membuat kebahagiaan keluarga Clayton menjadi lebih sempurna. Baik Angie dan bayinya, ketiganya dipulangkan dari rumah sakit dengan keadaan sehat dan bugar.Pasca Angie melahirkan secara Caesar, Joe tentu saja memerlukan banyak waktu luang di rumah untuk membantu istrinya menjaga ketiga anak mereka, karena tidak mungkin Nyonya Neta atau Tuan Royce yang terus berada di rumah mereka.Meskipun mempekerjakan Nanny, tapi Angie dan Joe berusaha memberikan waktu full untuk anak-anak mereka.Dan sudah pasti jika ceritanya seperti itu, maka ada Ben yang menjadi tumbal perusahaan. Tidak main-main, bahkan itu sampai menginjak 6 bulan. Hahaha…Sementara itu, malam hari di kantor The Eye God Tower."Sayang. Cepatlah selesaikan pekerjaanmu! Ini sudah terlalu malam." rengek seorang wanita seksi bernama Dita.Dita Sagala, itulah nama lengkap dari wanita cantik di hadapan Ben yang sudah terlihat bosan menunggu sang pacar.Faktanya, Dita adalah wanita baik dan dari ke
"Angie, kau tidak apa-apa, kan? Bagaimana perasaanmu? Kau butuh sesuatu?” Tanya Ben beruntun pada Angie.Kini Angie sudah berada di ruangan rawat. Sementara si kembar masih di ruang perawat untuk dibersihkan.“I’m OK, Ben,”“Ada yang sakit tidak? Perlu kupanggilkan dokter?” Kini ia bertanya khawatir. Raut wajah pucat kakak iparnya itu jelas sekali dilihatnya.“Tidak perlu. Terima kasih. Kau terlihat kacau,” jawab Angie sambil tersenyum ringan dan sesekali meringis.Kondisi Angie yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal mengharuskannya menjalani operasi caesar. Tapi semua itu tidka masalah, yang terpenting Angie dan kedua bayinya sehat. Itulah yang sangat penting bagi mereka semua.“Angie, terima kasih untuk semuanya,” Ben berucap lagi, kali ini wajahnya memerah menahan tangis.“Terima kasih untuk apa?”“Terima kasih karena kau datang ke keluarga kami. Membawa cahaya kebahagiaan bagi Sammy dan kakakku, tentu saj aaku juga bahagia melihat keduanya bahagia,” Ben kini menang
Angie berjalan pelan ke arah tangga sejak kehamilannya mendekati bulan kelahiran. Joe memang sengaja mengganti kamar mereka ke lantai satu, alasannya tentu saja agar Angie tidak harus bolak-balik naik turun tangga.Angie mendongak ke atas. Ini adalah hari minggu Sammy dan Ben sepertinya belum bangun, terbukti mereka yang belum turun ke bawah sejak tadi.Baru saja Angie hendak naik ke anak tangga pertama, wanita itu tiba-tiba memegangi perutnya yang terasa sakit.Angie meringis sambil memegang pegangan tangga supaya tidak jatuh. “Ya ampun, Nyonya! Nyonya tidak apa-apa?” tanya seorang asisten rumah tangga yang kebetulan lewat dengan teh di tangannya. Wanita paruh baya itu menaruh tehnya lalu beralih menghampiri Angie lagi. Dia menahan tubuh Angie agar tidak jatuh.“Bibi, sakit sekali,” lirih Angie.“Tuan Joe, Tuan Ben! Lihatlah Nyonya. Nyonya kesakitan!” Teriak asisten rumah tangga tersebut.Joe yang baru saja keluar kamar dan mendengar suara teriakan langsung berjalan terdesak. Sement
Di malam hari yang tenang setelah beberapa waktu selesai makan malam, Angie membawa Sammy ke kamarnya. Seperti biasa, meskipun sudah menginjak usia 10 tahunnya, Sammy tetap ingin dibacakan dongeng sebelum tidur.Si kecil sudah semakin pintar dan ceria. Kepercayaan dirinya juga meningkat tajam setelah Angie menjadi mentornya langsung dalam pelatihan Taekwondo. Sammy sudah tidak takut lagi pada orang-orang asing tanpa menurunkan kewaspadaannya.Setelah Sammy tidur, Angie kembali ke kamar utama, tapi Joe tidak ada di sana. Ia pun berjalan mencari suaminya dan mendapati penerangan di ruang kerja Joe menyala, itu artinya sang suami ada di sana.Dari depan pintu yang setengah terbuka, Angie bisa melihat keseriusan Joe saat bekerja. Senyumnya terangkat miris.‘Apa kau bekerja selarut ini untuk mengubur kekecewaan?’ gumam Angie dalam hati. Sedih sudah pasti karena harapan besar Joe yang ing
“Hoam…” Angie terlihat berulang kali menguap. Entah mengapa dirinya lebih sering mengantuk semingguan ini, dan ternyata keanehan menantunya itu terlihat oleh Nyonya Neta.“Apa kau sering begadang, Angie? Beristirahatlah, Nak. Kegiatanmu itu sudah banyak sekali, janganlah sering begadang,” ucap Nyonya Neta memberi perhatian.Setelah kejadian besar saat itu membuat perangainya berubah drastis pada Angie. Kini Nyonya Besar keluarga Clayton itu begitu menyayangi anak menantunya ini. Semakin menyayangi Angie, karena menantunya itu juga memperhatikannya dan sang suami yang saat ini memang sudah tidak bisa lagi melakukan pekerjaan berat.Seperti hari ini contohnya, Angie membawa dan mengantarkan ayah mertuanya ke rumah sakit untuk kontrol kesehatan. Mengingat Joe dan Ben sendiri harus berjuang menstabilkan perusahaan mereka, maka di sinilah Angie bertindak sebagai menantu yang baik.
Hari-hari kembali normal. Joe dan Angie kembali disibukkan dengan rutinitas masing-masing. Angie semakin sibuk mengurus Teratai Mekar yang kini bekerja sama dengan Kementrian Olahraga untuk mencetak atlet tangguh menuju ranah Internasional.Sementara Joe harus menghadapi ujian pekerjaan yang menumpuk. Nama baik The Eye God Tower juga sedang menjadi perbincangan di bursa saham dan kalangan pebisnis. Itu karena investor Jepang yang menarik saham mereka besar-besaran setelah kasus Axe meledak.Untuk memperbaiki keadaan perusahaannya, Joe harus lembur dan pulang dini hari semingguan ini.Pukul 11 malam, Angie yang baru kembali dari kantornya kini sudah berada di depan kantor Eye God Tower.“Aku tidak percaya kau akan lembur lagi malam ini,” Angie bergumam sambil menghela napas. Di tangannya sudah ada bungkusan cemilan malam dan kopi untuk Joe.Angie mulai melangkah masuk