“Maaf, tapi aku benar-benar tidak mengerti apa maksud dari semua ini. Bagaimana mungkin aku bekerja di rumah pribadi Presiden Direktur?” Viona menyuarakan kebingungannya.
“Itu dia, Nona. Saya akan menjelaskan detailnya kepada kamu. Menurut penilaian murni kami, kamu diterima untuk bekerja dan menjadi bagian dari The Eye God Tower tetapi tidak dipekerjakan di perusahaan tetapi di rumah pribadi presiden direktur sebagai pengasuh anak dan asisten pribadi presiden direktur.”
“Perusahaan akan menggajimu dengan gaji yang layak. Kamu akan mendapatkan lima ratus juta rupiah untuk pekerjaan kamu selama masa kontrak satu tahun.”
“Untuk detail pekerjaan apa saja yang harus kamu lakukan, Direktur Utama sendiri yang akan menjelaskannya kepada kamu setelah kamu setuju untuk menandatangani kontrak kerja.”
“Kami akan memberikan waktu kepada kamu untuk memikirkan hal ini selama tiga hari mulai hari ini. Karena jika masa tenggang waktu tersebut terlewati, kesempatan ini akan diberikan kepada orang lain dalam antrian pelamar kerja.”
“Tolong berikan tanggapan kamu, Nona Viona. Kami menunggu keputusan kamu melalui email. Dan terima kasih atas waktu dan kesempatannya hari ini. Senang bertemu dengan kamu,”
Ibu Daisy menjelaskan secara detail mengenai kontrak kerja yang harus dipertimbangkan oleh Viona. Meski masih bingung, Viona tetap menanggapinya dengan tenang.
“Terima kasih, Bu, Pak. Saya akan memberikan jawaban secepatnya. Sekali lagi, terima kasih.” Viona tersenyum senang, berterima kasih kepada Ibu Daisy dan rekan-rekannya.
Setelah itu, Viona meninggalkan gedung Menara Dewa Mata dengan hati yang masih ragu-ragu.
“Lima ratus juta selama setahun bekerja dengan pria aneh itu. Apa aku tidak akan menjadi gila karenanya?” Viona menggerutu mengingat sikap Joe yang tidak masuk akal dan menjengkelkan.
Namun setelah mengingat kebutuhan mendesak akan panti asuhan, ia segera menarik napas dalam-dalam, “Apakah tidak ada pilihan lain bagiku, Tuhan?”
'Mungkin hanya ada dua. Kau menang lotre atau pulang dan berbicara baik-baik dengan Bos Besar, Bos.’
Di tengah keraguannya, kata-kata Jansen sebelumnya muncul.
“Sial. Aku tidak akan pulang. Aku akan tetap di sini tidak peduli seberapa keras si tua bangka itu memojokkanku.” gerutunya sambil mengingat wajah seorang pria tua yang dipanggil Jansen dengan sebutan ‘Bos Besar’.
Viona memutuskan untuk pergi ke tempat yang membuatnya nyaman untuk menghentikan pikirannya yang kacau. Ia harus memikirkan keputusannya untuk mengambil tawaran kontrak kerja tersebut atau mencari cara lain untuk mendapatkan uang bagi panti asuhan.
Sementara itu, setelah Viona pergi, Nyonya Daisy terlihat melaporkan hasil wawancara Viona kepada sekretaris Joe, “Nona Shera, wawancara telah selesai dan hasilnya telah diputuskan. Saya dan rekan memutuskan untuk menerima Nona Viona Bharadja untuk menerimanya. Namun untuk keputusan Nona Viona apakah menerima atau menolak, mari kita tunggu bersama.”
***
Sepulang kerja, Sammy kecil menatap Joe dengan penuh harap. Sang Papa, yang sejak awal menjanjikan kabar gembira kepadanya, kini mulai memenuhi janjinya. Dari balik jaketnya, Joe mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya kepada anaknya.
“Ada pesan video untukmu, coba buka,” kata Joe sambil tersenyum.
Seketika si kecil tersenyum karena ia yakin itu tentang Bibi Bee, dan ketika melihat wajah Viona di layar ponsel Papanya, Sammy menjadi lebih senang lagi.
'Hai, Sammy. Apa kamu masih ingat dengan Bibi Bee? Eh, tidak. Bibi Viona. Bagaimana kabarmu, Nak? Semoga kamu cepat sembuh, oke? Terima kasih sudah membantuku. Kamu sudah terlihat seperti Bumble Bee versi kecil, tau? Kamu keren, Sammy!’
'Cepat sembuh ya, supaya kamu bisa cepat kembali sekolah dan semakin pintar. Semoga nanti kita bisa bertemu lagi, ya? Sampai jumpa, pahlawanku... Muuaah!’
Tangan Sammy refleks terangkat untuk melambaikan tangan ke layar ponsel sementara Viona juga melambaikan tangan sebelum video singkat itu berakhir.
“Bagaimana, sudah membaik?” Joe bertanya dengan lembut dan Sammy mengangguk.
Namun, setelah beberapa saat, si kecil kembali murung dan terdiam. Sebagai Papanya, Joe dapat dengan mudah menebak apa yang sedang dipikirkan oleh si kecil. Tapi, itu adalah ide yang konyol bagi Joe Clayton.
Ayah tunggal yang sudah lima tahun belakangan ini merawat putranya seorang diri itu paham bahwa video singkat Viona masih belum cukup untuk si kecil. Sammy ingin bertemu langsung dengan penolongnya, Bibi Bee, dan itu adalah sesuatu yang belum bisa dipenuhi oleh Joe.
Karena itulah pria itu hanya mengabaikan sikap murung putranya seolah-olah dia tidak mengerti, dan pengabaian ini berlangsung hingga malam hari saat Ben pulang ke rumah.
“Sammy, berhentilah menonton video itu. Matamu bisa sakit, tau. Paman akan pegang tab-mu dulu supaya kamu bisa makan. Paman juga ingin melihat seperti apa video itu.” Ben mendekati Sammy dengan rasa ingin tahu yang besar. Dia baru saja diberitahu bahwa video Viona telah dikirim ke tablet Sammy.
Si kecil dengan cepat meletakkan tabletnya di dadanya dan membalikkan badannya ke samping, membelakangi semua orang. Dia berjalan menjauh dari sana, memilih untuk duduk di depan televisi besar di ruang tunggu.
“Ben, jangan usil. Dia cuma diam saja dan menghindar. Aku sudah kehabisan akal untuk membujuknya makan. Sammy baru saja akan makan ketika aku membiarkan dia memegang tab yang ada video perempuan itu sore ini.” Joe berbicara dengan intonasi rendah kepada adiknya.
“Tidakkah kau menyadari kalau anakmu merindukan perempuan itu?” dengan hampir berbisik, Ben bertanya dengan serius.
“Mungkin bisa dibilang begitu. Tapi aku masih tidak tahu mengapa Sammy sangat menyukai perempuan itu. Aku tidak bisa membiarkan orang asing mendekati Sammy seperti sebelumnya. Mereka semua penjilat dan sampah.”
“Tapi kau tidak bisa menyamaratakan semua orang seperti dulu, dan kurasa Sammy juga menjadi lebih mawas diri, Joe. Aku yakin dia sudah tahu mana orang yang baik dan buruk untuknya. Anakmu tahu siapa yang benar-benar menyayanginya.” Kata-kata Ben kepada kakaknya membuat Joe menatap Sammy yang sedang berbaring di sofa panjang sambil menonton tabletnya.
“Tapi itu benar, Joe. Menurutku Viona adalah perempuan yang baik dan tulus. Jadi aku tidak akan terlalu terkejut kalau kau dan anakmu langsung menyukainya,” Ben berucap sambil menaikkan dan menurunkan alisnya.
“Diam. Urus saja artis baru yang akan mengiklankan produk baru kita.” Joe menghardik dan ingin mengganti topik pembicaraan.
“Astaga, kau terlihat seperti kucing pemalu, hei?” Ben langsung menggoda. Namun godaan itu langsung berhenti ketika Joe mengangkat tangannya yang berisi pisau daging di depan adiknya.
“Jangan gila dulu, Bro. Rumah sakit jiwa penuh dengan caleg gagal, haha!” lanjutnya berteriak sambil berlari meninggalkan tempat itu, tanpa melupakan ejekannya pada Joe.
***
Di sebuah bangku panjang di taman kota, Viona berbaring di sana. Matanya terbuka melihat bintang-bintang yang menghiasi malam.
Ketika wanita cantik itu memejamkan mata sejenak, beberapa adegan dari masa lalu mulai muncul dan menambah kebingungannya.
'Apa yang ingin kau lakukan setelah kita kembali dari tugas militer? Apakah kau akan pergi ke kota lain atau kau akan menjalankan bisnis keluargamu?
Pertanyaan itu terlontar dari bibir seorang wanita yang sedang berada di atas pohon sambil mengamati daerah sasarannya.
'Entahlah, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah kita kembali dari perang ini?’
Dari semak-semak di bawah pohon tak jauh dari perempuan itu, Viona menjawab pertanyaan rekannya melalui alat komunikasi canggih mereka. Viona pun demikian, matanya mengamati pergerakan di sekelilingnya.
Saat itu keduanya tengah menjalankan misi untuk menghadapi pasukan pemberontak negara di daerah konflik di perbatasan Thailand. Dan, kedua wanita itu terpilih sebagai pasukan penembak jitu.
‘Aku? Hmm, mari kita dengarkan apa yang akan aku lakukan selanjutnya.’
'Di Indonesia, aku memiliki seorang nenek yang membesarkan aku hingga aku menjadi tentara seperti sekarang ini. Dia sudah tua, tetapi dia masih harus mengurus panti asuhan tempat aku dibesarkan.’
“Setelah aku kembali dari misi ini, aku akan mengajukan proposal untuk pindah ke kota itu sehingga aku dapat membantu nenekku mengurus panti asuhannya.’
“Semua gaji yang diperoleh sebagai tentara akan aku berikan kepada nenekku dan juga-,
‘Bang!’
Suara rekan Viona berhenti bersamaan dengan suara tembakan, diikuti dengan suara benda jatuh dari pohon.
'Kucing Hitam tertembak. Mata Elang tetap di tempat. Musuh mendekat. Roger!’ sebuah suara peringatan terdengar di telinga Viona saat itu.
'Aku mengerti. Siap!’ jawabnya dengan cepat.
Hati Viona terasa panas dan sakit, menahan tangis yang tidak bisa ia keluarkan. Matanya merah dan dipenuhi air mata kesedihan, tetapi tetap waspada terhadap situasi.
Tidak lama kemudian, suara rentetan tembakan terdengar dan salah satunya berasal dari senapan laras panjang milik Viona yang menembaki pasukan pemberontak negara.
Semua kenangan menyedihkan itu membuat Viona membuka matanya. Ia menyadari bahwa air mata telah membasahi matanya.
“Aku akan mewujudkan mimpimu, Viona. Meskipun nenekmu sudah meninggal, aku akan menjaga panti asuhanmu...”
Kembali ke rumah Joe yang megah. Papa satu anak ini juga mengabaikan makan malamnya setelah bercanda sebentar dengan Ben.Kini ia menghampiri Sammy, mencoba membujuk putranya untuk makan lebih banyak lagi. Karena sebelumnya hanya dua suap nasi yang berhasil masuk ke dalam mulut si kecil.“Sammy, ayo makan lagi. Koki sudah membawakan makan malam yang baru. Kau harus makan yang banyak agar cepat sehat kembali, ya?” Joe mengajak si kecil.“Aku sudah makan tadi, Papa. Aku sudah kenyang.” jawab si kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari tab yang berisi video Viona.Joe menatap Ben yang baru saja bergabung setelah berganti pakaian, “Ben, kirimkan alamat Viona.” Joe berseru.“Apa maksudmu? Ya ampun, ternyata kau serius dengan wanita itu, ya?” Ben tidak menyangka dia akan mendapat kesempatan untuk mengejek kakaknya lagi.“Jangan bercanda, aku serius, Ben. Sore ini sekretarisku memberitahukan kalau Viona diterima di kantor. Aku tidak sempat melihat datanya tadi.” Joe menjelaskan, “Jangan bila
"Aku rasa kamu keliru, Pak.” Dia berkata memprotes, “Pertama, aku tidak pernah berjanji untuk bertemu dengan anakmu secepatnya. Aku juga tidak tahu kalau anak itu mencariku, kan? Lalu bagaimana anda bisa membuat aku merasa bahwa aku adalah penjahat dan anda adalah korban?”“Kedua, dan yang harus anda ingat adalah ini. aku tidak pernah mengingkari janjiku kepada siapapun karena aku bertanggung jawab atas setiap janji yang kubuat.”Viona mengambil beberapa langkah ke depan untuk mendekatkan jarak di antara mereka. Kini ia berdiri tepat di depan wajah Joe dengan berani.“Janji adalah harga mati dan keyakinan itu telah mengalir dalam tubuhku sejak aku lahir. Tolong ingat itu dan berhentilah berbicara untuk menghakimi orang lain.”“Aku pergi.”Viona menyatakan protesnya dengan tegas di depan wajah Joe. Wanita pemberani itu meninggalkan kesan yang kuat pada dirinya sendiri. Sekali lagi, ia menegaskan kepada Joe bahwa Viona adalah wanita yang unik dengan kepribadian yang tidak biasa.***Sete
"Bos, klien kita mengajukan komplain karena pembatalan pertemuan secara sepihak," Jansen melaporkan situasinya."Apa aku perlu memberitahumu apa yang harus dilakukan?" Viona menanggapi Jansen dengan acuh tak acuh, namun matanya terfokus tajam pada sosok pria tua yang baru saja dilumpuhkan Jansen.Sementara itu, Jansen tidak menjawab ketika menyadari tatapan yang berbeda dari atasannya."Aku tahu kau tidak tidur, Pak Tua. Angkat wajahmu dan mari kita bicara." Viona berbicara dengan tenang saat berbicara dengan pria tua yang duduk dengan tenang di depannya.Tidak ada rasa takut sedikit pun di mata wanita cantik itu. Namun, pria tua itu tampak bergeming ketika ia tertangkap basah sedang berpura-pura tidur oleh Viona.Namun, setelah Viona melihat dan mempelajari wajah pria itu dengan jelas, ia tersentak kaget,"Dia..." "Aku tidak tidak menyangka seorang wanita muda sepertimu ternyata seorang gangster." Pria itu berbicara, membuyarkan lamunan Viona.Meskipun dia terkejut karena dia menyada
“Jadi, kau mengetahui semuanya dari ponsel mendiang putrimu? Itu sangat menyedihkan, Pak. Aku turut prihatin atas apa yang kau alami.” Viona menjawab. Hingga saat itu, wanita itu tidak bisa berbuat banyak. Cerita Mayor Jenderal Kenneth sangat menyedihkan untuk didengar.“Ya, berkat mimpi dari putriku, aku bisa melihat wajah para pelaku bejat itu. Berbekal pengalaman IT dari militer, aku mulai mencari sendiri ketiga belas penjahat itu. Dalam dua tahun ini, semua perampok itu telah mati di tanganku.” Mayor Jenderal Kenneth menjelaskan lagi.Ia terlihat membetulkan posisi duduknya, saat ini tubuh dan tangannya masih diikat oleh Jansen, “Tinggal satu lagi yang belum kuhabisi. Dia adalah dalang di balik perampokan dan pembunuhan berencana terhadap keluargaku.”“Aku akan sangat berterima kasih dan menerima belasungkawa kalian ketika kau mengizinkanku menjalankan tugas sebagai kepala keluarga. Aku harus menyelesaikan dendam selama dua tahun ini agar arwah istri dan kedua putriku dapat beristi
Pagi terasa sangat singkat bagi Viona. Sepanjang malam matanya terjaga. Pikirannya penuh dengan kisah dendam Mayor Jenderal Kenneth yang menyedihkan. Ia baru bisa menutup mata lelahnya di subuh hari dan terhitung hanya dua jam saja wanita itu tidur, sebelum bangun lagi untuk menjalani tugas barunya sebagai pengasuh Sammy serta asisten pribadi Joe.Viona mengenakan celana olahraga dan kaos oversize. Rambutnya diikat model kuncir kuda, dan penampilannya itu membuat dirinya kelihatan segar dan santai.Viona mulai melangkahkan kakinya menuju kamar Sammy dan membuka pintu kamar dengan perlahan. Senyum Viona mengembang saat melihat Sammy sudah bangun dan sedang duduk di sofa dengan memegang macbook dan earphone di telinga. Dari yang terlihat, sepertinya Sammy sudah mandi dan segar.“Hai…” sapa Viona sambil tersenyum manis, dan sapaannya itu berhasil membuyarkan konsentrasi Sammy yang tengah sibuk menonton macbooknya.“Bibi Bee, kau di sini?”Viona mengangguk, “Bukankah aku sudah berjanji aka
Setelah kembali dari mengantar Sammy ke sekolah, Viona kembali ke rumah karena mendapatkan telepon dari Joe yang memberitahukan dirinya akan bekerja di rumah. “Ikuti saya,” ucap Joy yang langsung diberi anggukan oleh Fiona. Keduanya berjalan menuju taman belakang, duduk di kursi panjang yang ada di sana. Bagaimana hari pertamamu bekerja di sini tanya Joy pada Fiona. “Sammy anak yang baik dan penurut. Dia membuatku senang. Aku tidak menyangka kalau anak sekecil Sammy sudah bisa melakukan hal kecil seperti mandi dan menyiapkan keperluannya secara mandiri. Aku jadi tidak merasa sedang menjadi pengasuhnya tapi malah seperti temannya saja.”Viona menjelaskan dengan tenang dan semua itu terekspresikan lewat senyuman di wajahnya. Joe tentu sangat senang mendengar hal itu. “Semua itu tidak dilakukan Sammy dalam waktu singkat,” ucapan Joe terdengar miris.“Hmm, ya. Aku mengerti,” Viona memberi tanggapan. Tidak banyak yang bisa dikatakannya saat cerita menyedihkan itu diperdengarkan padanya.
Viona memegang perutnya. Wanita itu lapar. Masih mengenakan celana olahraga dan kaos kebesaran, wanita itu terus berjalan tanpa tahu ke mana harus pergi. Ke mana ia harus pergi ketika pikirannya begitu kacau?"Benar kata orang, berharap terlalu banyak pada manusia itu menyakitkan," gumamnya. Wanita itu menatap langit yang dipenuhi burung-burung yang beterbangan, "Kalau bisa, aku ingin menjadi salah satu dari kalian. Bebas terbang tanpa beban," lanjutnya bergumam.Ia memilih duduk di salah satu kursi panjang di tepi trotoar, ia bergumam lagi mengutuk kebodohannya, "Kau bodoh, Viona. Mungkin kau langsung memutuskan untuk berhenti bekerja hanya karena mendengar perkataan orang-orang kaya seperti mereka. Apa kau lupa bagaimana orang kaya biasanya bertingkah?""Sombong, kan, memang makanan orang kaya. Bagaimana kau bisa lupa itu? Lagipula kau ada di sana untuk mengurus kebutuhan Sammy, lupakan semua itu. Sekarang kau lihat, uang untuk panti asuhan lenyap begitu saja!"Viona menghela nafas,
“Nona Viona, mari ikut saya ke dalam.” ajak seorang petugas berseragam kepolisian pada Viona.Ya, akhirnya Viona tiba di kantor polisi sektor pusat kota. Setelah mengkonfirmasi kedatangannya sebagai Viona, pemilik nomor ponsel yang ada di daftar panggilan ponsel Jansen, dia diajak untuk mendatangi rumah sakit yang tidak jauh dari sana.Keduanya berjalan mendatangi sebuah ruangan yang bagi sebagian orang terasa menyeramkan, Kamar Jenazah.Petugas yang bersama Viona berjalan mendekat ke deretan ranjang berisi mayat yang ditutupi dengan kain putih.“Di sini, Nona. Tolong katakan, apa anda mengenali pria ini? Rekan kami menemukan ponsel itu di saku jaket jenazah ini,” ucap petugas lagi.‘Saku jaket?’Deg…Jantung Viona seakan berhenti sedetik. Tubuhnya menegang, tapi bukan karena takut. Dia tidak tahu entah mengapa hatinya terasa sakit dan air matanya terasa akan jatuh saat akan membuka kain penutup mayat tersebut.Saat akan membuka kain penutup jenazah di depannya, petugas di dekat Viona
Mari kembali ke beberapa part saat Angie menghilang.Dharma dan perusahaan keluarganya di ambang kebangkrutan setelah pewaris tunggal Keluarga Mangunjati itu dipenjara akibat tuduhan kelalaian yang mengakibatkan nyawa Annabella melayang.Nyatanya Annabella meninggal pasca operasi akibat kecelakaan tempo hari. Meski sempat sadar, tapi Bella mengalami gangguan jiwa yang membuatnya terdistraksi menghabisi nyawanya sendiri.Tuan Bisma dipenjara dengan banyak tuduhan menjalankan bisnis dengan kotor, membuatnya dijatuhi bertahun-tahun hukuman. Para mantan rekan bisnisnya memberatkan hukuman beliau dan bisa dikatakan Bisma akan mendekam di penjara seumur hidup.Selain Bisma, ada Hanum yang stress berat. Beban dosa dan rasa bersalahnya pada mendiang sahabatnya, Ivy, terus menghantuinya, terlebih mendengar kabar bahwa Angie menghilang dan sempat dinyatakan meninggal.Sudah kehabisan harta, suami di penjara, putri kesayanganpun tiada, kini Hanum dijauhi teman sosialita, lalu perlahan hidupnya t
Setelah tiba di rumah sakit, Joe harus menjalani operasi perut dan dirawat intensif. Tiga hari pasca operasi ia dinyatakan koma, tapi syukurlah pada akhirnya ia kembali membuka mata dan bangun. Tepat satu minggu, barulah ia dibolehkan untuk berpindah ke ruang rawat biasa.Selain Bill dan Ben, hanya Tuan Royce yang terlihat berbolak-balik berada di depan ruangannya. Dan ketika sudah dinyatakan pulih dan bisa dijenguk, Joe melihat wajah mertuanya ketika menjenguk dan itu membuatnya tersenyum.Ben yang saat ini sudah lebih baik dan duduk di atas kursi rodanya, duduk di samping ranjang pasien Joe. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Joe dengan nada pelan, bahkan senyumnya juga terlihat dipaksakan.“Yang benar saja. Sepertinya pertanyaan ini lebih cocok kutanyakna untukmu,” Ben menjawab dengan candaan, “Bagaimana rasanya menjadi Raja tidur? Apa kau tahu, Joe, sepanjang hari menunggumu bangun aku mengeluh pada Tuhan kalau aku lebih baik mendengarmu memakiku seumur hidup daripada mendengar tangisa
Ben dan Joe tergeletak tidak berdaya. Keduanya meregang sakit yang tiada tara. Sementara itu Axe yang sudah bangkit, mendekati mereka dan menambah sakitnya.Seperti manusia tanpa hati, Axe menendang tubuh Joe dan Ben berkali-kali seolah keduanya hanyalah sekarung sampah yang wajar ditendang keras untuk menjauh.“Angie milikku. Kalian hanya merusaknya, jadi kalian harus mati!” kalimat ini terus Axe gumamkan dengan ekspresi senyuman yang mengerikan. Ya, itu adalah kepribadian jahatnya yang jelas muncul saat ini.Sambil tertawa dan terus menggumamkan kepemilikannya atas Angie, Axe tidak sedikitpun menaruh ampun pada kakak beradik yang setengah mati menahan kesakitan.Ia berhenti menghajar dua pria malang itu untuk memeriksa isi senjata api di tangannya.“Hmm, pas sekali karena peluruku tertinggal dua. Cukup untuk membunuh kalian berdua, haha!” tawanya mengejek, “Tapi sebenarnya tanpa melakukan apapun kalian sudah akan dijemput malaikat kematian!”“Tapi sepertinya aku itdak ingin lagi men
Di area pergudangan penyimpanan barang bekas perkapalan yang sudah tidak dioperasikan lagi. Di sanalah semua orang berkumpul setelah mengikuti arah laju mobil yang membawa Axe dan Angie.Dengan petunjuk yang Bill berikan, Joe dan Ben tiba di tempat tersebut.“Apa tidak berlebih sekali mengepung pria itu sampai seperti ini?” Ben bertanya dengan ekspresi rumit, “Harusnya kita tanya dulu baik-baik, kan? Karena selama ini kita tidak punya sedikitpun masalah dengannya,” sambungnya mengutarakan kebimbangan.“Kalau hanya mau basa-basi lalu apa yang kau lakukan sampai meminta bantuan temanmu di militer?” Joe mengomentari, “Lagipula kalau dia tidak bermasalah, untuk apa dia langsung kabur menerobos barikade? Dia yang paling tahu bagaimana prosedur pemeriksaan, kan? Kalau nggak punya salah, untuk apa si brengsek itu lari sampai ke sini?” Joe memberikan penilaian tepat.“Aku keluar sekarang!” sambungnya dan langsung turun dari Lamborghini Ben, menuju kerumunan petugas keamanan gabungan di depan
Angie berbalik badan dan berjalan perlahan mengikuti arah anak buah Axe.“Angie?” Axe memanggilnya lagi, tapi kali ini Angie tidak berbalik badan, “Bagaimana kalau nanti kau bertemu dengan Joe lagi? Apa kau akan ikut dia dan meninggalkanku dengan semua konsekuensi yang akan kalian tanggung nanti?” sambung Axe bertanya, dan itu sulit jelas sulit untuk dijawab.“Memangnya aku bisa apa? Aku bukan sepupu Tuhan yang bisa membujuk Tuhan untuk membuat hidupku baik-baik saja. Aku hanya manusia yang harus menerima apa dan seperti apa nasibku, kan? Aku perempuan lemah yang hanya bertahan hidup dengan masa depan yang sudah kau atur seperti ini,”“Kenapa kau tidak membiarkan Tuhan memainkan takdir sesuai keinginan-Nya?” dengan kalimat lirih Angie menjawab. Ia pun melanjutkan langkahnya yang kesusahaan, menjauh dan terus melangkah membelakangi Axe.“Kenapa harus membawa nama Tuhan, Babe? Kenapa kau terlihat pasrah dengan semua hal? Kau seperti bukan Bidadari kecil yang kukenal. Angie-ku tidak seme
“Kondisimu sedang tidak baik-baik saja, Nona. Sudah tiga hari ini kau mengalami perdarahan. Itu tandanya ada yang tidak beres dengan kandungan dan bayinya, Nona,” Dokter yang menangani Angie saat ini bersuara. Di sana juga ada Axe yang ikut mendengarkan penuturan sang dokter.“Jenderal, sepertinya kita harus kembali ke kota untuk memeriksakan secara intens kondisi Nona Angie,” ucap sang dokter lagi pada Axe. Axe terdiam mematung sambil memperhatikan raut wajah Angie yang seolah tidak beremosi.“Angie, kenapa kau diam seperti ini. Katakan sesuatu. Jangan membuatku bingung mengambil keputusan untukmu dan bayinya.” Axe bertanya lembut.“Apa aku punya pilihan? Sejak kau membawaku ke sini, aku memang sudah tidak punya pilihan lagi. Bukannya hidupku sudah kau tetapkan?” Angie terdengar putus asa. Ia tidak bisa berpikir, “Tapi kalau sampai anakku kenapa-kenapa, kurasa aku akan bunuh diriku di depanmu,”Perlahan, air mata Angie turun. Ia sepenuhnya bingung dan itu terlihat jelas di mata Axe.
Di rumah sakit terdekat, Dharma dengan pakaian bersimbah darah setelah mengangkat Bella dan membawanya ke rumah sakit, duduk tertunduk di koridor rumah sakit, tepat di depan pintu ruang operasi.Pikirannya kacau dan ada rasa penyesalan di hatinya. Kalau saja dia tidak membuat Bella mengejarnya hingga jauh. Kalau saja Bella berhenti di kantor saja dan membiarkannya pergi. Kalau saja tidak ada peristiwa video yang menghebohkan hari ini, tidak mungkin Bella mengalami kecelakaan seperti ini.“Dharma!” suara yang dikenal Dharma terdengar dan mengalihkan pandangannya.‘Bibi Hanum,” sebut Dharma dalam hati. Perlahan ia bangkit menghampiri Hanum yang mendekatinya.“Apa yang terjadi dengan Bella? kenapa dia bisa mengalami kecelakaan seperti ini?” Hanum bertanya sambil menangis pilu, meminta penjelasan Dharma tentang putrinya.“Bibi, maafkan aku,” ucap Dharma lemah dengan rasa bersalah yang sudah menumpuk di hatinya.“Jangan mengatakan maaf sekarang. Katakan padaku apa yang terjadi pada Bella?!
Saat ini di perusahaan keluarga Mangunjati sedang mengadakan pertemuan besar dengan para pemegang saham dalam rangka pembahasan pembelian saham Bharadja yang merosot tajam.Dharma sebagai pimpinan perusahaan, ingin mengakuisisi saham Bharadja guna memperbesar sayap perusahaan keluarganya.Hadir juga Bella yang merupakan salah satu penanam modal di perusahaan kekasihnya dan juga sebagai wakil dari Bharadja. Namun, saat ini tidak ada pembicaraan di antara keduanya.Dharma menolak untuk bicara dengan Bella semenjak skandal Bella terbongkar di depan mata kepalanya sendiri.Rapat sudah dimulai dengan rancangan yang sudah tersusun mantap untuk mengambil alih saham Bharadja. Namun, saat sekretaris Dharma memutar video perencanaan yang lain, bukannya video tentang perusahaan yang terputar, melainkan video suasana di sebuah kamar hotel.Vidio tersebut menampilkan seorang pria dan wanita yang sedang melakukan adegan panas dengan penuh gairah. Wajah si wanita telah tersamarkan dan meninggalkan w
"Jenderal, laporan tentang pergerakan saham The Eye God Tower mulai stabil. Dengan memutuskan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan kecil yang bermasalah, dua bersaudara itu berhasil bertahan,” seorang anak buah melaporkan perkembangan perusahaan Joe pada Axe.Tanpa menoleh, Axe hanya menaikkan senyuman tipis seakan dirinya sudah tahu kalau Joe bukanlah pria sembarangan.“Apa kau sudah menyiapkan hadiah kecil untuk jenius sombong itu? Aku rasa kau bisa mengacaukan apa yang sedang dikerjakannya,” tanya Axe yakin dan terkesan melewatkan apa yang baru saja anak buahnya sampaikan dan mengubah topic sesuka hati.“Sedang kuusahakan, Jenderal. Tapi sepertinya aku menemukan kabar baru yang menghebohkan,” ucap anak buahnya lagi, tapi lagi-lagi Axe acuh, “Ini tentang Nona Angie, Jenderal,” saat nama Angie terdengar, Jenderal muda itu segera menoleh cepat.“Apa itu?”“Berita ibukota dihebohkan dengan kabar pernikahan rahasia Joy Clayton dengan Nona Angie, dan fakta menyebutkan bahwa pernikahan