“Maaf, tapi aku benar-benar tidak mengerti apa maksud dari semua ini. Bagaimana mungkin aku bekerja di rumah pribadi Presiden Direktur?” Viona menyuarakan kebingungannya.
“Itu dia, Nona. Saya akan menjelaskan detailnya kepada kamu. Menurut penilaian murni kami, kamu diterima untuk bekerja dan menjadi bagian dari The Eye God Tower tetapi tidak dipekerjakan di perusahaan tetapi di rumah pribadi presiden direktur sebagai pengasuh anak dan asisten pribadi presiden direktur.”
“Perusahaan akan menggajimu dengan gaji yang layak. Kamu akan mendapatkan lima ratus juta rupiah untuk pekerjaan kamu selama masa kontrak satu tahun.”
“Untuk detail pekerjaan apa saja yang harus kamu lakukan, Direktur Utama sendiri yang akan menjelaskannya kepada kamu setelah kamu setuju untuk menandatangani kontrak kerja.”
“Kami akan memberikan waktu kepada kamu untuk memikirkan hal ini selama tiga hari mulai hari ini. Karena jika masa tenggang waktu tersebut terlewati, kesempatan ini akan diberikan kepada orang lain dalam antrian pelamar kerja.”
“Tolong berikan tanggapan kamu, Nona Viona. Kami menunggu keputusan kamu melalui email. Dan terima kasih atas waktu dan kesempatannya hari ini. Senang bertemu dengan kamu,”
Ibu Daisy menjelaskan secara detail mengenai kontrak kerja yang harus dipertimbangkan oleh Viona. Meski masih bingung, Viona tetap menanggapinya dengan tenang.
“Terima kasih, Bu, Pak. Saya akan memberikan jawaban secepatnya. Sekali lagi, terima kasih.” Viona tersenyum senang, berterima kasih kepada Ibu Daisy dan rekan-rekannya.
Setelah itu, Viona meninggalkan gedung Menara Dewa Mata dengan hati yang masih ragu-ragu.
“Lima ratus juta selama setahun bekerja dengan pria aneh itu. Apa aku tidak akan menjadi gila karenanya?” Viona menggerutu mengingat sikap Joe yang tidak masuk akal dan menjengkelkan.
Namun setelah mengingat kebutuhan mendesak akan panti asuhan, ia segera menarik napas dalam-dalam, “Apakah tidak ada pilihan lain bagiku, Tuhan?”
'Mungkin hanya ada dua. Kau menang lotre atau pulang dan berbicara baik-baik dengan Bos Besar, Bos.’
Di tengah keraguannya, kata-kata Jansen sebelumnya muncul.
“Sial. Aku tidak akan pulang. Aku akan tetap di sini tidak peduli seberapa keras si tua bangka itu memojokkanku.” gerutunya sambil mengingat wajah seorang pria tua yang dipanggil Jansen dengan sebutan ‘Bos Besar’.
Viona memutuskan untuk pergi ke tempat yang membuatnya nyaman untuk menghentikan pikirannya yang kacau. Ia harus memikirkan keputusannya untuk mengambil tawaran kontrak kerja tersebut atau mencari cara lain untuk mendapatkan uang bagi panti asuhan.
Sementara itu, setelah Viona pergi, Nyonya Daisy terlihat melaporkan hasil wawancara Viona kepada sekretaris Joe, “Nona Shera, wawancara telah selesai dan hasilnya telah diputuskan. Saya dan rekan memutuskan untuk menerima Nona Viona Bharadja untuk menerimanya. Namun untuk keputusan Nona Viona apakah menerima atau menolak, mari kita tunggu bersama.”
***
Sepulang kerja, Sammy kecil menatap Joe dengan penuh harap. Sang Papa, yang sejak awal menjanjikan kabar gembira kepadanya, kini mulai memenuhi janjinya. Dari balik jaketnya, Joe mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya kepada anaknya.
“Ada pesan video untukmu, coba buka,” kata Joe sambil tersenyum.
Seketika si kecil tersenyum karena ia yakin itu tentang Bibi Bee, dan ketika melihat wajah Viona di layar ponsel Papanya, Sammy menjadi lebih senang lagi.
'Hai, Sammy. Apa kamu masih ingat dengan Bibi Bee? Eh, tidak. Bibi Viona. Bagaimana kabarmu, Nak? Semoga kamu cepat sembuh, oke? Terima kasih sudah membantuku. Kamu sudah terlihat seperti Bumble Bee versi kecil, tau? Kamu keren, Sammy!’
'Cepat sembuh ya, supaya kamu bisa cepat kembali sekolah dan semakin pintar. Semoga nanti kita bisa bertemu lagi, ya? Sampai jumpa, pahlawanku... Muuaah!’
Tangan Sammy refleks terangkat untuk melambaikan tangan ke layar ponsel sementara Viona juga melambaikan tangan sebelum video singkat itu berakhir.
“Bagaimana, sudah membaik?” Joe bertanya dengan lembut dan Sammy mengangguk.
Namun, setelah beberapa saat, si kecil kembali murung dan terdiam. Sebagai Papanya, Joe dapat dengan mudah menebak apa yang sedang dipikirkan oleh si kecil. Tapi, itu adalah ide yang konyol bagi Joe Clayton.
Ayah tunggal yang sudah lima tahun belakangan ini merawat putranya seorang diri itu paham bahwa video singkat Viona masih belum cukup untuk si kecil. Sammy ingin bertemu langsung dengan penolongnya, Bibi Bee, dan itu adalah sesuatu yang belum bisa dipenuhi oleh Joe.
Karena itulah pria itu hanya mengabaikan sikap murung putranya seolah-olah dia tidak mengerti, dan pengabaian ini berlangsung hingga malam hari saat Ben pulang ke rumah.
“Sammy, berhentilah menonton video itu. Matamu bisa sakit, tau. Paman akan pegang tab-mu dulu supaya kamu bisa makan. Paman juga ingin melihat seperti apa video itu.” Ben mendekati Sammy dengan rasa ingin tahu yang besar. Dia baru saja diberitahu bahwa video Viona telah dikirim ke tablet Sammy.
Si kecil dengan cepat meletakkan tabletnya di dadanya dan membalikkan badannya ke samping, membelakangi semua orang. Dia berjalan menjauh dari sana, memilih untuk duduk di depan televisi besar di ruang tunggu.
“Ben, jangan usil. Dia cuma diam saja dan menghindar. Aku sudah kehabisan akal untuk membujuknya makan. Sammy baru saja akan makan ketika aku membiarkan dia memegang tab yang ada video perempuan itu sore ini.” Joe berbicara dengan intonasi rendah kepada adiknya.
“Tidakkah kau menyadari kalau anakmu merindukan perempuan itu?” dengan hampir berbisik, Ben bertanya dengan serius.
“Mungkin bisa dibilang begitu. Tapi aku masih tidak tahu mengapa Sammy sangat menyukai perempuan itu. Aku tidak bisa membiarkan orang asing mendekati Sammy seperti sebelumnya. Mereka semua penjilat dan sampah.”
“Tapi kau tidak bisa menyamaratakan semua orang seperti dulu, dan kurasa Sammy juga menjadi lebih mawas diri, Joe. Aku yakin dia sudah tahu mana orang yang baik dan buruk untuknya. Anakmu tahu siapa yang benar-benar menyayanginya.” Kata-kata Ben kepada kakaknya membuat Joe menatap Sammy yang sedang berbaring di sofa panjang sambil menonton tabletnya.
“Tapi itu benar, Joe. Menurutku Viona adalah perempuan yang baik dan tulus. Jadi aku tidak akan terlalu terkejut kalau kau dan anakmu langsung menyukainya,” Ben berucap sambil menaikkan dan menurunkan alisnya.
“Diam. Urus saja artis baru yang akan mengiklankan produk baru kita.” Joe menghardik dan ingin mengganti topik pembicaraan.
“Astaga, kau terlihat seperti kucing pemalu, hei?” Ben langsung menggoda. Namun godaan itu langsung berhenti ketika Joe mengangkat tangannya yang berisi pisau daging di depan adiknya.
“Jangan gila dulu, Bro. Rumah sakit jiwa penuh dengan caleg gagal, haha!” lanjutnya berteriak sambil berlari meninggalkan tempat itu, tanpa melupakan ejekannya pada Joe.
***
Di sebuah bangku panjang di taman kota, Viona berbaring di sana. Matanya terbuka melihat bintang-bintang yang menghiasi malam.
Ketika wanita cantik itu memejamkan mata sejenak, beberapa adegan dari masa lalu mulai muncul dan menambah kebingungannya.
'Apa yang ingin kau lakukan setelah kita kembali dari tugas militer? Apakah kau akan pergi ke kota lain atau kau akan menjalankan bisnis keluargamu?
Pertanyaan itu terlontar dari bibir seorang wanita yang sedang berada di atas pohon sambil mengamati daerah sasarannya.
'Entahlah, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah kita kembali dari perang ini?’
Dari semak-semak di bawah pohon tak jauh dari perempuan itu, Viona menjawab pertanyaan rekannya melalui alat komunikasi canggih mereka. Viona pun demikian, matanya mengamati pergerakan di sekelilingnya.
Saat itu keduanya tengah menjalankan misi untuk menghadapi pasukan pemberontak negara di daerah konflik di perbatasan Thailand. Dan, kedua wanita itu terpilih sebagai pasukan penembak jitu.
‘Aku? Hmm, mari kita dengarkan apa yang akan aku lakukan selanjutnya.’
'Di Indonesia, aku memiliki seorang nenek yang membesarkan aku hingga aku menjadi tentara seperti sekarang ini. Dia sudah tua, tetapi dia masih harus mengurus panti asuhan tempat aku dibesarkan.’
“Setelah aku kembali dari misi ini, aku akan mengajukan proposal untuk pindah ke kota itu sehingga aku dapat membantu nenekku mengurus panti asuhannya.’
“Semua gaji yang diperoleh sebagai tentara akan aku berikan kepada nenekku dan juga-,
‘Bang!’
Suara rekan Viona berhenti bersamaan dengan suara tembakan, diikuti dengan suara benda jatuh dari pohon.
'Kucing Hitam tertembak. Mata Elang tetap di tempat. Musuh mendekat. Roger!’ sebuah suara peringatan terdengar di telinga Viona saat itu.
'Aku mengerti. Siap!’ jawabnya dengan cepat.
Hati Viona terasa panas dan sakit, menahan tangis yang tidak bisa ia keluarkan. Matanya merah dan dipenuhi air mata kesedihan, tetapi tetap waspada terhadap situasi.
Tidak lama kemudian, suara rentetan tembakan terdengar dan salah satunya berasal dari senapan laras panjang milik Viona yang menembaki pasukan pemberontak negara.
Semua kenangan menyedihkan itu membuat Viona membuka matanya. Ia menyadari bahwa air mata telah membasahi matanya.
“Aku akan mewujudkan mimpimu, Viona. Meskipun nenekmu sudah meninggal, aku akan menjaga panti asuhanmu...”
Kembali ke rumah Joe yang megah. Papa satu anak ini juga mengabaikan makan malamnya setelah bercanda sebentar dengan Ben.Kini ia menghampiri Sammy, mencoba membujuk putranya untuk makan lebih banyak lagi. Karena sebelumnya hanya dua suap nasi yang berhasil masuk ke dalam mulut si kecil.“Sammy, ayo makan lagi. Koki sudah membawakan makan malam yang baru. Kau harus makan yang banyak agar cepat sehat kembali, ya?” Joe mengajak si kecil.“Aku sudah makan tadi, Papa. Aku sudah kenyang.” jawab si kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari tab yang berisi video Viona.Joe menatap Ben yang baru saja bergabung setelah berganti pakaian, “Ben, kirimkan alamat Viona.” Joe berseru.“Apa maksudmu? Ya ampun, ternyata kau serius dengan wanita itu, ya?” Ben tidak menyangka dia akan mendapat kesempatan untuk mengejek kakaknya lagi.“Jangan bercanda, aku serius, Ben. Sore ini sekretarisku memberitahukan kalau Viona diterima di kantor. Aku tidak sempat melihat datanya tadi.” Joe menjelaskan, “Jangan bila
"Aku rasa kamu keliru, Pak.” Dia berkata memprotes, “Pertama, aku tidak pernah berjanji untuk bertemu dengan anakmu secepatnya. Aku juga tidak tahu kalau anak itu mencariku, kan? Lalu bagaimana anda bisa membuat aku merasa bahwa aku adalah penjahat dan anda adalah korban?”“Kedua, dan yang harus anda ingat adalah ini. aku tidak pernah mengingkari janjiku kepada siapapun karena aku bertanggung jawab atas setiap janji yang kubuat.”Viona mengambil beberapa langkah ke depan untuk mendekatkan jarak di antara mereka. Kini ia berdiri tepat di depan wajah Joe dengan berani.“Janji adalah harga mati dan keyakinan itu telah mengalir dalam tubuhku sejak aku lahir. Tolong ingat itu dan berhentilah berbicara untuk menghakimi orang lain.”“Aku pergi.”Viona menyatakan protesnya dengan tegas di depan wajah Joe. Wanita pemberani itu meninggalkan kesan yang kuat pada dirinya sendiri. Sekali lagi, ia menegaskan kepada Joe bahwa Viona adalah wanita yang unik dengan kepribadian yang tidak biasa.***Sete
"Bos, klien kita mengajukan komplain karena pembatalan pertemuan secara sepihak," Jansen melaporkan situasinya."Apa aku perlu memberitahumu apa yang harus dilakukan?" Viona menanggapi Jansen dengan acuh tak acuh, namun matanya terfokus tajam pada sosok pria tua yang baru saja dilumpuhkan Jansen.Sementara itu, Jansen tidak menjawab ketika menyadari tatapan yang berbeda dari atasannya."Aku tahu kau tidak tidur, Pak Tua. Angkat wajahmu dan mari kita bicara." Viona berbicara dengan tenang saat berbicara dengan pria tua yang duduk dengan tenang di depannya.Tidak ada rasa takut sedikit pun di mata wanita cantik itu. Namun, pria tua itu tampak bergeming ketika ia tertangkap basah sedang berpura-pura tidur oleh Viona.Namun, setelah Viona melihat dan mempelajari wajah pria itu dengan jelas, ia tersentak kaget,"Dia..." "Aku tidak tidak menyangka seorang wanita muda sepertimu ternyata seorang gangster." Pria itu berbicara, membuyarkan lamunan Viona.Meskipun dia terkejut karena dia menyada
“Jadi, kau mengetahui semuanya dari ponsel mendiang putrimu? Itu sangat menyedihkan, Pak. Aku turut prihatin atas apa yang kau alami.” Viona menjawab. Hingga saat itu, wanita itu tidak bisa berbuat banyak. Cerita Mayor Jenderal Kenneth sangat menyedihkan untuk didengar.“Ya, berkat mimpi dari putriku, aku bisa melihat wajah para pelaku bejat itu. Berbekal pengalaman IT dari militer, aku mulai mencari sendiri ketiga belas penjahat itu. Dalam dua tahun ini, semua perampok itu telah mati di tanganku.” Mayor Jenderal Kenneth menjelaskan lagi.Ia terlihat membetulkan posisi duduknya, saat ini tubuh dan tangannya masih diikat oleh Jansen, “Tinggal satu lagi yang belum kuhabisi. Dia adalah dalang di balik perampokan dan pembunuhan berencana terhadap keluargaku.”“Aku akan sangat berterima kasih dan menerima belasungkawa kalian ketika kau mengizinkanku menjalankan tugas sebagai kepala keluarga. Aku harus menyelesaikan dendam selama dua tahun ini agar arwah istri dan kedua putriku dapat beristi
Pagi terasa sangat singkat bagi Viona. Sepanjang malam matanya terjaga. Pikirannya penuh dengan kisah dendam Mayor Jenderal Kenneth yang menyedihkan. Ia baru bisa menutup mata lelahnya di subuh hari dan terhitung hanya dua jam saja wanita itu tidur, sebelum bangun lagi untuk menjalani tugas barunya sebagai pengasuh Sammy serta asisten pribadi Joe.Viona mengenakan celana olahraga dan kaos oversize. Rambutnya diikat model kuncir kuda, dan penampilannya itu membuat dirinya kelihatan segar dan santai.Viona mulai melangkahkan kakinya menuju kamar Sammy dan membuka pintu kamar dengan perlahan. Senyum Viona mengembang saat melihat Sammy sudah bangun dan sedang duduk di sofa dengan memegang macbook dan earphone di telinga. Dari yang terlihat, sepertinya Sammy sudah mandi dan segar.“Hai…” sapa Viona sambil tersenyum manis, dan sapaannya itu berhasil membuyarkan konsentrasi Sammy yang tengah sibuk menonton macbooknya.“Bibi Bee, kau di sini?”Viona mengangguk, “Bukankah aku sudah berjanji aka
Setelah kembali dari mengantar Sammy ke sekolah, Viona kembali ke rumah karena mendapatkan telepon dari Joe yang memberitahukan dirinya akan bekerja di rumah. “Ikuti saya,” ucap Joy yang langsung diberi anggukan oleh Fiona. Keduanya berjalan menuju taman belakang, duduk di kursi panjang yang ada di sana. Bagaimana hari pertamamu bekerja di sini tanya Joy pada Fiona. “Sammy anak yang baik dan penurut. Dia membuatku senang. Aku tidak menyangka kalau anak sekecil Sammy sudah bisa melakukan hal kecil seperti mandi dan menyiapkan keperluannya secara mandiri. Aku jadi tidak merasa sedang menjadi pengasuhnya tapi malah seperti temannya saja.”Viona menjelaskan dengan tenang dan semua itu terekspresikan lewat senyuman di wajahnya. Joe tentu sangat senang mendengar hal itu. “Semua itu tidak dilakukan Sammy dalam waktu singkat,” ucapan Joe terdengar miris.“Hmm, ya. Aku mengerti,” Viona memberi tanggapan. Tidak banyak yang bisa dikatakannya saat cerita menyedihkan itu diperdengarkan padanya.
Viona memegang perutnya. Wanita itu lapar. Masih mengenakan celana olahraga dan kaos kebesaran, wanita itu terus berjalan tanpa tahu ke mana harus pergi. Ke mana ia harus pergi ketika pikirannya begitu kacau?"Benar kata orang, berharap terlalu banyak pada manusia itu menyakitkan," gumamnya. Wanita itu menatap langit yang dipenuhi burung-burung yang beterbangan, "Kalau bisa, aku ingin menjadi salah satu dari kalian. Bebas terbang tanpa beban," lanjutnya bergumam.Ia memilih duduk di salah satu kursi panjang di tepi trotoar, ia bergumam lagi mengutuk kebodohannya, "Kau bodoh, Viona. Mungkin kau langsung memutuskan untuk berhenti bekerja hanya karena mendengar perkataan orang-orang kaya seperti mereka. Apa kau lupa bagaimana orang kaya biasanya bertingkah?""Sombong, kan, memang makanan orang kaya. Bagaimana kau bisa lupa itu? Lagipula kau ada di sana untuk mengurus kebutuhan Sammy, lupakan semua itu. Sekarang kau lihat, uang untuk panti asuhan lenyap begitu saja!"Viona menghela nafas,
“Nona Viona, mari ikut saya ke dalam.” ajak seorang petugas berseragam kepolisian pada Viona.Ya, akhirnya Viona tiba di kantor polisi sektor pusat kota. Setelah mengkonfirmasi kedatangannya sebagai Viona, pemilik nomor ponsel yang ada di daftar panggilan ponsel Jansen, dia diajak untuk mendatangi rumah sakit yang tidak jauh dari sana.Keduanya berjalan mendatangi sebuah ruangan yang bagi sebagian orang terasa menyeramkan, Kamar Jenazah.Petugas yang bersama Viona berjalan mendekat ke deretan ranjang berisi mayat yang ditutupi dengan kain putih.“Di sini, Nona. Tolong katakan, apa anda mengenali pria ini? Rekan kami menemukan ponsel itu di saku jaket jenazah ini,” ucap petugas lagi.‘Saku jaket?’Deg…Jantung Viona seakan berhenti sedetik. Tubuhnya menegang, tapi bukan karena takut. Dia tidak tahu entah mengapa hatinya terasa sakit dan air matanya terasa akan jatuh saat akan membuka kain penutup mayat tersebut.Saat akan membuka kain penutup jenazah di depannya, petugas di dekat Viona
"Maaf, aku tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan yang menurutku bersifat pribadi. Dan lagi, kurasa sikapmu salah, Tuan,""Walau aku tidak mengenalmu ataupun tahu seberapa akrabnya hubunganmu dengan Wakil Presdir, tapi kau tidak dibenarkan untuk duduk di kursinya. Silahkan turun dari sana dan duduklah bersamaku di sofa,"Sikap Milea yang berani membuat Ben menyunggingkan senyumnya, meski kebodohan Milea sangat fatal kali ini. Ia melakukan kesalahan terbesar dengan tidak mengenali atasannya sendiri.Ben hanya tersenyum mengikuti perintah Milea yang sudah memasuki peran sebagai sekretaris Wakil Presdir yang baik. Ben bangkit dari kursi kebesarannya dan berjalan mendekati Milea yang lebih dulu duduk di sofa, tempat duduknya semula.Tapi langkah Ben terlihat aneh karena saat ini bukannya ia seharusnya berjalan ke sofa di seberang Milea, tapi Ben malah terlihat mendekati Milea dan mengurung Milea hingga tersudut bersandarkan kepala sofa dengan tidak nyaman."Untuk nyali seorang
"Kau Milea?" Dita bertanya dengan sedikit bingung saat melihat dengan langsung penampilan Milea saat ini.Benar saja, Milea memang terlihat seperti pria. Ya, pria yang cantik."Ya, benar. Namaku Milea Anandita. Aku yang melamar pekerjaan di perusahaan ini, Nona." jawab Milea panjang."Apa penampilanmu memang seperti ini sehari-hari?" Dita bertanya bingung."Hmm, tergantung, Nona. Aku bisa jadi apa saja sesuai kebutuhan, hehe." jawab Milea setengah tertawa, "Tapi, walau penampilanku aneh seperti ini, percayalah, aku bisa menjalankan tugas sekretaris dengan baik. Dan aku yakin bisa membantu meringankan tugas Wakil Presdir dengan pengalaman bekerjaku, Nona." sambung Milea yakin."Hmm, boleh juga. Baiklah, kurasa aku menyukaimu dan setuju agar kau menjadi sekretaris Wakil Presdir. Tapi—,” ucap Dita setengah menggantung."Kau seorang wanita. Meskipun saat ini kau berpenampilan sebagai pria, di masa depan siapa yang akan tahu apakah kau akan mengubah penampilanmu dan malah berbalik menggoda
Kantor pusat The Eye God Tower…"Cory, bagaimana dengan penerimaan sekretaris baru yang kuajukan padamu? Apa kau sudah mulai menjalankan perintahku?" tanya Dita pada sahabatnya Cory yang merupakan Manajer Departemen HRD di Eye God Tower."Sudah. Tenang saja. Aku tidak mungkin mengecewakanmu, Dita." jawab Cory santai, "Tapi, aku tidak yakin kau akan menerima wanita-wanita yang melamar ke kantor hari ini." lanjut Cory ragu."Why not? Apa ada yang salah dengan persyaratanku?" tanya Dita bingung."Hmm, entahlah. Aku tidak yakin. Silahkan kau lihat sendiri data-data pemohon pekerjaan itu. Duduklah dulu di sofa, aku akan memanggil bawahanku untuk membawa data mereka," ucap Cory seraya mempersilahkan Dita menunggu dengan santai."Apa ada yang aneh? Sepertinya persyaratan mencari sekretaris handal untuk Direktur sudah cukup standart,” Dita masih bingung."Bukan itu masalahnya. Tunggulah sebentar lagi, kau akan tahu apa yang kumaksud saat ini." ucap Cory.Beberapa menit kemudian, sekretaris Co
Kelahiran si kembar Sophia dan Sean membuat kebahagiaan keluarga Clayton menjadi lebih sempurna. Baik Angie dan bayinya, ketiganya dipulangkan dari rumah sakit dengan keadaan sehat dan bugar.Pasca Angie melahirkan secara Caesar, Joe tentu saja memerlukan banyak waktu luang di rumah untuk membantu istrinya menjaga ketiga anak mereka, karena tidak mungkin Nyonya Neta atau Tuan Royce yang terus berada di rumah mereka.Meskipun mempekerjakan Nanny, tapi Angie dan Joe berusaha memberikan waktu full untuk anak-anak mereka.Dan sudah pasti jika ceritanya seperti itu, maka ada Ben yang menjadi tumbal perusahaan. Tidak main-main, bahkan itu sampai menginjak 6 bulan. Hahaha…Sementara itu, malam hari di kantor The Eye God Tower."Sayang. Cepatlah selesaikan pekerjaanmu! Ini sudah terlalu malam." rengek seorang wanita seksi bernama Dita.Dita Sagala, itulah nama lengkap dari wanita cantik di hadapan Ben yang sudah terlihat bosan menunggu sang pacar.Faktanya, Dita adalah wanita baik dan dari ke
"Angie, kau tidak apa-apa, kan? Bagaimana perasaanmu? Kau butuh sesuatu?” Tanya Ben beruntun pada Angie.Kini Angie sudah berada di ruangan rawat. Sementara si kembar masih di ruang perawat untuk dibersihkan.“I’m OK, Ben,”“Ada yang sakit tidak? Perlu kupanggilkan dokter?” Kini ia bertanya khawatir. Raut wajah pucat kakak iparnya itu jelas sekali dilihatnya.“Tidak perlu. Terima kasih. Kau terlihat kacau,” jawab Angie sambil tersenyum ringan dan sesekali meringis.Kondisi Angie yang tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal mengharuskannya menjalani operasi caesar. Tapi semua itu tidka masalah, yang terpenting Angie dan kedua bayinya sehat. Itulah yang sangat penting bagi mereka semua.“Angie, terima kasih untuk semuanya,” Ben berucap lagi, kali ini wajahnya memerah menahan tangis.“Terima kasih untuk apa?”“Terima kasih karena kau datang ke keluarga kami. Membawa cahaya kebahagiaan bagi Sammy dan kakakku, tentu saj aaku juga bahagia melihat keduanya bahagia,” Ben kini menang
Angie berjalan pelan ke arah tangga sejak kehamilannya mendekati bulan kelahiran. Joe memang sengaja mengganti kamar mereka ke lantai satu, alasannya tentu saja agar Angie tidak harus bolak-balik naik turun tangga.Angie mendongak ke atas. Ini adalah hari minggu Sammy dan Ben sepertinya belum bangun, terbukti mereka yang belum turun ke bawah sejak tadi.Baru saja Angie hendak naik ke anak tangga pertama, wanita itu tiba-tiba memegangi perutnya yang terasa sakit.Angie meringis sambil memegang pegangan tangga supaya tidak jatuh. “Ya ampun, Nyonya! Nyonya tidak apa-apa?” tanya seorang asisten rumah tangga yang kebetulan lewat dengan teh di tangannya. Wanita paruh baya itu menaruh tehnya lalu beralih menghampiri Angie lagi. Dia menahan tubuh Angie agar tidak jatuh.“Bibi, sakit sekali,” lirih Angie.“Tuan Joe, Tuan Ben! Lihatlah Nyonya. Nyonya kesakitan!” Teriak asisten rumah tangga tersebut.Joe yang baru saja keluar kamar dan mendengar suara teriakan langsung berjalan terdesak. Sement
Di malam hari yang tenang setelah beberapa waktu selesai makan malam, Angie membawa Sammy ke kamarnya. Seperti biasa, meskipun sudah menginjak usia 10 tahunnya, Sammy tetap ingin dibacakan dongeng sebelum tidur.Si kecil sudah semakin pintar dan ceria. Kepercayaan dirinya juga meningkat tajam setelah Angie menjadi mentornya langsung dalam pelatihan Taekwondo. Sammy sudah tidak takut lagi pada orang-orang asing tanpa menurunkan kewaspadaannya.Setelah Sammy tidur, Angie kembali ke kamar utama, tapi Joe tidak ada di sana. Ia pun berjalan mencari suaminya dan mendapati penerangan di ruang kerja Joe menyala, itu artinya sang suami ada di sana.Dari depan pintu yang setengah terbuka, Angie bisa melihat keseriusan Joe saat bekerja. Senyumnya terangkat miris.‘Apa kau bekerja selarut ini untuk mengubur kekecewaan?’ gumam Angie dalam hati. Sedih sudah pasti karena harapan besar Joe yang ing
“Hoam…” Angie terlihat berulang kali menguap. Entah mengapa dirinya lebih sering mengantuk semingguan ini, dan ternyata keanehan menantunya itu terlihat oleh Nyonya Neta.“Apa kau sering begadang, Angie? Beristirahatlah, Nak. Kegiatanmu itu sudah banyak sekali, janganlah sering begadang,” ucap Nyonya Neta memberi perhatian.Setelah kejadian besar saat itu membuat perangainya berubah drastis pada Angie. Kini Nyonya Besar keluarga Clayton itu begitu menyayangi anak menantunya ini. Semakin menyayangi Angie, karena menantunya itu juga memperhatikannya dan sang suami yang saat ini memang sudah tidak bisa lagi melakukan pekerjaan berat.Seperti hari ini contohnya, Angie membawa dan mengantarkan ayah mertuanya ke rumah sakit untuk kontrol kesehatan. Mengingat Joe dan Ben sendiri harus berjuang menstabilkan perusahaan mereka, maka di sinilah Angie bertindak sebagai menantu yang baik.
Hari-hari kembali normal. Joe dan Angie kembali disibukkan dengan rutinitas masing-masing. Angie semakin sibuk mengurus Teratai Mekar yang kini bekerja sama dengan Kementrian Olahraga untuk mencetak atlet tangguh menuju ranah Internasional.Sementara Joe harus menghadapi ujian pekerjaan yang menumpuk. Nama baik The Eye God Tower juga sedang menjadi perbincangan di bursa saham dan kalangan pebisnis. Itu karena investor Jepang yang menarik saham mereka besar-besaran setelah kasus Axe meledak.Untuk memperbaiki keadaan perusahaannya, Joe harus lembur dan pulang dini hari semingguan ini.Pukul 11 malam, Angie yang baru kembali dari kantornya kini sudah berada di depan kantor Eye God Tower.“Aku tidak percaya kau akan lembur lagi malam ini,” Angie bergumam sambil menghela napas. Di tangannya sudah ada bungkusan cemilan malam dan kopi untuk Joe.Angie mulai melangkah masuk