Seorang perempuan duduk di meja rias sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Pikirannya masih berkelana pada gambar yang tadi dia lihat di media sosial.
"Foto itu sepertinya bukan editan atau akting. Malah terlihat sangat natural. Astaga, kenapa semuanya jadi membingungkan begini?" gumam Lunar mematikan hairdryer-nya.Ceklek!Lunar menoleh ke arah pintu yang terbuka. Ada Bumi yang masuk seraya melepas jasnya dan di letakkan di atas ranjang."Kenapa?" tanya lelaki itu melihat Lunar yang menatapnya penuh arti.Bukannya menjawab, perempuan itu terdiam dengan memikirkan apa yang hendak dia sampaikan pada Bumi. Beberapa hal yang perlu dia pertimbangkan, termasuk keberanian serta kesiapan dengan jawaban yang mungkin akan mengejutkannya."Lunar, kenapa diam? Hm?" tanya Bumi yang sudah membuat tubuh Lunar yang duduk menjadi berbalik ke samping sampai mereka pun berhadapan.Lelaki itu menyentuh dagu perempuan di depannya. "Apa yang membuatmu membisu seperti ini? Kamu tidak tuli mendadak 'kan?"Gelengan diberikan oleh Lunar sembari berkata, "A-aku tidak apa-apa, Mas. Hanya ingin bertanya sesuatu padamu?""Tanya apa?" tanya Bumi seraya melepaskan tangannya dari Lunar.Lelaki tersebut berganti memegang tangan perempuan itu agar berdiri, lalu memeluk pinggangnya sampai tubuh mereka sangat menempel."Bi-bisakah kita bicara secara normal saja?" protes Lunar yang merasa risi dengan keadaan mereka sekarang.Diurai pelukan itu tanpa Bumi harus melepaskan pinggang ramping Lunar. Tatapannya menyiratkan agar perempuan itu segera mengatakan apa yang hendak disampaikan padanya."Cepat katakan, Lunar!" desak Bumi yang gemas ingin menggigit bibir merah alami kekasihnya.Dengan tubuh yang masih berdekatan dengan Bumi, Lunar mencoba untuk memberanikan dirinya mengatakan apa yang menjadi beban pikirannya."Mas, apakah ... em, apakah Mas Bumi sudah memiliki istri?" tanya perempuan itu sambil menatap lelaki yang wajahnya terlihat datar seperti biasa."Siapa yang bilang?" tanya Bumi yang kini menyentuh sebelah wajah Lunar dengan begitu lembut.Melihat wajah datar lelaki di depannya membuat bulu kuduk Lunar meremang. Rasa takut muncul begitu saja dalam dirinya."Aku sedang bertanya, Lunar! Siapa yang mengatakan hal itu padamu?" tanya lelaki itu kembali."A-aku melihat foto Mas Bumi di i*******m dengan seorang wanita. Kalian mengenakan pakaian pengantin dan nampak begitu bahagia," ucap Lunar dalam sekali helaan nafas. "Be-berarti benar 'kan kalau Mas ... sudah menikah!"Bukan pertanyaan, tetapi pernyataan yang dikatakan oleh perempuan tersebut untuk meminta penjelasan dari lelaki di depannya."Kamu benar, Lunar. Aku sudah menikah dan memiliki istri!" sahut Bumi dengan santai bahkan menunjukkan senyum miringnya.Deg!Lunar segera melepas dirinya dari Bumi yang masih menatapnya dengan senyum yang sama. Dia tidak tahu apa maksud lelaki itu, hanya saja ... Lunar tidak mau bersama lelaki yang sudah memiliki istri."Kenapa? Apakah kamu keberatan dengan aku yang sudah memiliki istri?" tanya Bumi masih dengan santai bahkan duduk di sisi ranjang."Ke-keberatan? Jelas aku keberatan, Mas! Mantan suamiku diambil oleh wanita lain dan hal itu sangat menyakitkan! Lalu, sekarang aku melakukan hal yang sama seperti yang wanita itu lakukan! Aku tidak mau, Mas! Aku tidak bisa menikah lelaki yang sudah beristri!" ucap Lunar sambil menggelengkan kepalanya."Sayangnya aku tidak memberikan kamu pilihan untuk menolak, Lunar!" kata Bumi dengan tajam dan berdiri dari duduknya.Dihampiri perempuan yang melangkah mundur untuk menghindar darinya, sayang sekali langkah kaki Bumi lebih lebar sehingga bisa memegang pinggang Lunar untuk mendekatkan tubuh mereka kembali."Sekali kamu masih ke dalam kehidupanku, maka kamu tidak akan pernah bisa lepas! Mau tidak mau, kamu harus dan akan menjadi istriku, Lunar! Tidak ada yang berubah sampai kamu melahirkan anak laki-laki untukku!" ujar Bumi menempelkan dahinya dengan dahi perempuan di depannya.Lunar berusaha melepaskan dirinya dari lelaki yang tampak menyeramkan di depannya. Pelukan Bumi yang erat membuat Lunar susah untuk melepas kedua lengan lelaki itu dari tubuhnya."Please, Mas. Kita tidak bisa begini! Aku tidak mau menyakiti hati perempuan lain dengan merebut suaminya! Tidak, Mas. Aku sungguh tidak bisa melakukan hal itu!" seru Lunar dengan lirih."Bukankah aku sudah bilang kalau kamu tidak punya pilihan apa pun, Lunar! Ingat, hanya aku yang bisa membantu kamu untuk bebas dari laki-laki seperti mantan suamimu dan mendapatkan kembali harga peninggalan orang tuamu! Tidak ada yang peduli denganmu yang sudah tidak punya apa-apa, Lunar! Hanya aku yang peduli denganmu! Ingat itu!" papar Bumi panjang lebar seraya melepas tubuh Lunar dan keluar dari kamar itu dengan membanting pintu cukup keras.Luruh sudah tubuh perempuan itu ke lantai dingin sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Lunar tidak pernah menyangka akan berada di titik saat dia sama seperti Mella yang sudah merebut suaminya."Tetapi memang tidak ada satu pun orang yang peduli denganku! Bahkan, untuk sekedar bertanya keadaan setelah kejadian itu saja, tidak ada!" gumam Lunar sambil berdiri dan melangkah menuju balkon kamar.Ditatapnya Langit malam yang kelam seperti hatinya yang sudah gelap karena kehilangan cahaya sucinya. Dia pernah mencintai dengan tulus, hingga akhirnya dijadikan korban akal bulus manusia modus. Sekarang, dia jatuh pada pada lelaki yang bisa membantunya, tetapi Lunar tidak mau menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain."Memang benar bahwa Mas Bumi yang bisa membantuku? Tetapi, apa aku harus setega itu menyakiti hati perempuan lain demi meraih apa yang aku inginkan? Bagaimana jika nanti banyak orang yang tahu tentang hal itu? Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" lirih Lunar dengan sendu sambil memegang kedua sisi kepalanya."Nona."Seseorang memanggil perempuan itu dan membuatnya menoleh."Bibi? Ada apa?" tanya Lunar seraya menghapus air matanya dengan cepat.Wanita paruh baya itu tersenyum dengan lembut. "Tuan Bumi meminta anda untuk ke ruang santai. Katanya ada yang perlu dibicarakan, Nona."Lunar berpikir apa yang hendak dikatakan oleh lelaki itu padanya. Banyak sekali opsi dalam benaknya, sampai dia memutuskan untuk segera menemui Bumi. Walaupun masih merasa sedikit takut untuk bertemu dengan lelaki yang hanya bisa membuatnya semakin stress. Namun, menghindar malah akan membuat Bumi semakin nekat."Ke sini!" kata lelaki itu saat melihat Lunar yang sudah datang agar berada di dekatnya.Perempuan tersebut berdiri di depan Bumi yang menatapnya dengan datar, lalu tiba-tiba tangannya ditarik cukup cepat. Lunar pun jatuh ke pangkuan Bumi yang segera memegang pinggangnya dengan erat."Jangan mencoba untuk berdiri atau aku akan setubuhi kamu di sini!" bisik Bumi yang menghirup aroma tubuh perempuan di pangkuannya."Bi-bisakah kita bicara biasa saja? Ti-tidak perlu saling pangku begini!" protes Lunar yang hendak berdiri.Sayangnya, bukan Bumi jika membiarkan Lunar bebas dirinya begitu saja. "Diam, Lunar! Aku mau kita bicara seperti ini! Dan aku mau membahas tentang aku dan tujuanku yang sebenarnya ingin menikah denganmu!"Pagi menjelang siang, Lunar sedang berdiri di depan mesin fotocopy. Ada beberapa berkas yang perlu dia gandakan sesuai perintah dari sang atasan. "Lama sekali fotocopy-nya? Memangnya seribu kertas yang hari dicopy?!" cibir karyawan wanita yang baru beberapa menit menunggu untuk memfotocopy.Karyawan lain yang bersama wanita itu tertawa pelan sambil berkata, "Mungkin dia mau lama-lama di sini karena ada pegawai magang yang tampan."Memang benar kalau di sana ada pegawai baru yang sedang magang dan lumayan tampan. Namun, Lunar tidak tertarik padanya. Lagipula, siapa yang mau lama-lama di sana, apalagi pekerjaannya masih sangat banyak. "Terima kasih," kata Lunar saat menerima kertas yang dia copy. Tidak mau membuang waktunya, perempuan itu segera beranjak pergi. Karyawan wanita yang tadi mencibir malah dengan iseng mengulurkan kakinya dengan pelan guna mencekal kaki Lunar. Bruk! Kertas-kertas fotocopy tadi berhamburan di lantai. Lunar menatap dua wanita yang menertawakannya. "Jatuh
Waktu cepat berlalu, sudah tiba waktunya Lunar melakukan sidang untuk bercerai. Dia sudah berada di persidangan seorang diri. Mantan suaminya -Satria- datang pada sidang itu karena pengacara dari Bumi mengatakan bahwa, ada baiknya pria itu datang untuk mentalaknya di depan pengadilan. "Dengan ini, saya menyatakan bahwa saudari Lunara Maheswari dan saudara Satria Adiwijaya sudah resmi bercerai!" Hakim mengetukkan palunya cukup keras. Lunar tersenyum sambil melihat pada pengacara yang sudah membantunya. Dia melihat pada Satria yang berdiri, lalu menarik tangannya keluar dari ruang sidang. "Apa sih! Kenapa kamu menarik tanganku seperti itu? Ingat, kamu sudah bukan suamiku yang bisa asal sentuh begitu saja!" ucap Luna dengan wajah masamnya. Satria melipat kedua tangannya di depan dada. Tak lama setelah itu, seorang wanita datang sembari merangkul lengan pria tersebut dengan begitu mesra. "Karena kalian sudah sah bercerai, maka kita bisa meresmikan pernikahan kita 'kan, Sayang?" seru
Setelah pertengkaran antara Lunar dan Mia yang diciduk oleh atasan mereka. Kini keduanya sudah kembali pada pekerjaan masing-masing. Lunar juga bekerja, tetapi di dalam ruangan Bumi sambil duduk bersisian dengan lelaki yang memaksanya untuk di sana. "Em, Tuan. Bolehkah saya kembali ke tempat kerja saya? Di sini, saya kurang fokus," ujar Lunar dengan suara pelan. Bagaimana bisa fokus kalau setiap dia mengerjakan pekerjaannya, sang atasan dengan nakal merangkul pinggangnya seraya dielus dengan pelan. Jelas saja Lunar merasa kegelian. Mau protes, dia takut jika lelaki itu marah padanya. "Tanggung! Sebentar lagi jam pulang. Jadi, kamu di sini saja!" sahut Bumi tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Perempuan itu hanya bisa pasrah, apalagi sebelah tangan lelaki itu masih saja mengelus pinggangnya. Lunar mencoba abai hingga jam pulang kantor. Toh, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membiarkannya saja. "Kenapa tadi kamu tidak mengatakan bahwa karyawan tadi mengatai kamu pelakor?" tanya
Lunar melihat pada Bumi yang juga melihat padanya. Tatapan tajam dari lelaki itu membuatnya tidak sadar bahwa tangan Bumi terulur memegang pinggangnya. "Ah!" seru Lunar sedikit kaget karena tubuhnya semakin dengan dengan sang atasan. Bumi mengelus wajah cantik di depannya dengan jari telunjuk. "Kamu tahu maksudku, Lunar. Aku tidak suka, apa yang sudah menjadi milikku dekat bahwa disentuh oleh orang lain! Terutama kaum laki-laki!"Lunar yang mendengar ucapan Bumi meringis pelan. Selain kejam, dia tidak menyangka bahwa Bumi juga bisa posesif. Padahal, mereka masih belum sah. Tidak terbayang kalau mereka sudah sah nanti. Pasti, lelaki itu akan lebih dari saat ini. "Kenapa diam?" bisik Bumi tepat di telinga perempuan dalam dekapannya. "Jangan hilang kalau kamu sedang bergumam dalam hati?"Mata perempuan itu membola. Baginya Bumi seperti cenayang yang seolah tahu apa yang ada dalam pikirannya. "Katakan apa yang ingin kamu katakan! Aku tidak suka jika kamu menyimpan sesuatu dariku!" des
Dua bulan sudah berlalu, tak terasa jika sudah selama itu juga Lunar menjadi sekretaris Bumi. Tidak banyak hal yang berubah kecuali, sikap beberapa karyawan yang sudah tidak lagi menggunjingkannya. Termasuk Mia yang tidak pernah lagi merundungnya, hanya bisa melihat dengan tatapan tajam. "Nona Lunar," panggil asisten Bumi sambil tersenyum ramah. "Anda di minta masuk ke dalam."Perasaan Lunar jadi tidak enak. Bagaimana tidak? Jika dia sudah masuk ke dalam ruangan Bumi, sudah pasti asistennya akan berada di luar. Di saat itu sang atasan pasti akan mengambil kesempatan untuk membuatnya menuruti apa pun yang lelaki itu lakukan. Ya, walaupun tidak sampai keluar batas. Tetap saja, dia merasa risi, tetapi takut untuk membantah dan protes. "Nona Lunar," seru asisten Bumi bernama Septian yang menyadarkan perempuan tersebut dari lamunannya. Lunar tersenyum dengan kaki sambil berdiri. Dia menghela nafas pelan, lalu masuk ke dalam ruangan sang atasan yang duduk di singgasananya. "Tuan," seru
Lunar melihat seseorang yang menyampirkan jas hitam padanya. Dia pun berdiri sambil melepas jas itu. "Aku tidak butuh jas darimu!" tolak Lunar mengembalikan dengan kasar benda di tangannya. Pria yang memberikan jas cukup kaget dengan perlakuan mantan istrinya. "Aku hanya berusaha mmembantumu! Sudahlah, jangan jual mahal!"Jas itu kembali terulur di depan Lunar, tetapi dia tidak sudi menerima apa pun dari pria yang sudah membuatnya menderita. "Kamu bersikap seperti ini pasti karena punya tujuan tertentu 'kan? Ah, atau karena kamu ingin perusahaan tempatku bekerja menerima kerja sama dari pabrik itu?" tanya Lunar dengan nada mengejek. Pria itu, Satrian duduk di kursi yang ada di dekatnya seraya meminta mantan istrinya juga duduk agar tidak menjadi tontonan orang-orang yang ada di sana. Dengan kasar perempuan itu duduk sediki menjauh dari mantan suaminya. "Apa? Aku rasa urusan kita sudah selesai! Kecuali masalah pabrik dan harta peninggalan Papaku!""Ayolah, Lunar! Aku akan membagi
Waktu demi waktu terus bergulir. Pertemuan yang direncanakan oleh Bumi dengan pihak dari pabrik yang dipimpin oleh Satria baru saja terjadi berdasarkan permintaan dari pihak Satria. Kini, Lunar berhadapan dengan mantan suaminya ditemani oleh Septian yang diminta atasannya untuk menangani hal tersebut. Sedangkan, Bumi bolak-balik ke luar negeri untuk mengurus perusahaan cabang di sana. "Saya suka dengan hasil kayu dari pabrik anda bahkan dengan hasil kerajinannya, Pak Satria. Hanya saja, saat ini kami masih terikat kontrak dengan pabrik kayu lain yang hasilnya sama bagus dengan hasil milik anda," jelas Septian dengan senyum ramahnya. "Lalu, selanjutnya bagaimana Pak Septian? Apakah kita masih bisa tetap bekerja sama? Saya sangat berharap bisa bekerja dengan perusahaan besar seperti milik Mahendra, karena saya yakin kita bisa saling menguntungkan. Anda bisa tanyakan hal tersebut dengan perusahaan lain yang bekerja sama dengan kami," timpal Satria dengan nada sombong dalam ucapannya. L
"Jadi, kamu mau perusahaan kita memberikan proyek pada pabrik yang dipegang oleh mantan suamimu?" tanya seorang lelaki yang duduk di kursi besarnya. Lunar tidak menyangka bahwa atasan yang dia kira berada di luar negeri, ternyata sudah berada di perusahaan. Sehingga, dia dan dan Tian memaparkan bagaimana hasil pertemuan mereka dengan pihak Satria. "Iya, Tuan. Selain demi menjalankan masalah pribadi, saya juga ingin menunjukkan pada mereka terutama pimpinan di sana, Pak Satria. Bahwa bekerja dengan perusahaan besar seperti Mahendra Corp tidak sama dengan perusahaan yang selama ini bekerja sama dengan mereka!" kata Lunar dengan begitu yakin. Bumi menatap sekretaris sekaligus calon istri keduanya dengan begitu intens. "Bagaimana jika mereka bisa membuktikannya.""Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi!""Caranya?" tantang Bumi dengan senyum miringnya. Perempuan cantik dengan rambut dikuncir kuda menjelaskan apa saja yang akan dia lakukan agar pabrik milik Satria gagal. Dia pun aka