Pagi menjelang siang, Lunar sedang berdiri di depan mesin fotocopy. Ada beberapa berkas yang perlu dia gandakan sesuai perintah dari sang atasan.
"Lama sekali fotocopy-nya? Memangnya seribu kertas yang hari dicopy?!" cibir karyawan wanita yang baru beberapa menit menunggu untuk memfotocopy.Karyawan lain yang bersama wanita itu tertawa pelan sambil berkata, "Mungkin dia mau lama-lama di sini karena ada pegawai magang yang tampan."Memang benar kalau di sana ada pegawai baru yang sedang magang dan lumayan tampan. Namun, Lunar tidak tertarik padanya. Lagipula, siapa yang mau lama-lama di sana, apalagi pekerjaannya masih sangat banyak."Terima kasih," kata Lunar saat menerima kertas yang dia copy.Tidak mau membuang waktunya, perempuan itu segera beranjak pergi. Karyawan wanita yang tadi mencibir malah dengan iseng mengulurkan kakinya dengan pelan guna mencekal kaki Lunar.Bruk!Kertas-kertas fotocopy tadi berhamburan di lantai. Lunar menatap dua wanita yang menertawakannya."Jatuh ya? Kasihan," kata karyawan bernim tag Mia."Kenapa harus kasihan, dengan dia jatuh nanti bisa cari perhatian pada Tuan Bumi," balas temannya yang bernama Ayu.Lunar masih memilih diam dan mengambil kertasnya yang berceceran, hingga sebuah kaki menginjak kertas yang hendak dia ambil. Bisa dia lihat bagaimana wanita di depannya memang sengaja ingin menggangu."Apa mau kalian? Aku tidak pernah punya urusan atau membuat masalah dengan kalian!" ucap Lunar yang sudah berdiri dengan wajah kesal."Tidak mengganggu dan membuat masalah? Jelas kamu melakukan hal itu karena seenaknya mengambil posisi sekretaris CEO! Kamu tidak pantas berasa di posisi itu!" seru Mia seraya mendorong bahu Lunar dengan jari telunjuknya.Dengan cepat perempuan itu menepis tangan wanita yang terus mendorongnya. "Kalau begitu katakan sendiri pada Tuan Bumi! Bilang bahwa aku tidak pantas berada di posisi itu dan ada yang lebih pantas!"Kedua wanita itu saling menatap dengan senyum mengejek. Padahal apa yang Lunar katakan sudah benar, bahwa jika ingin protes, maka langsung pada atasan mereka yang sudah menjadikannya sekretaris."Kalau kami yang bilang, Tuan Bumi pasti akan memecat kami," seru teman Mia dengan kedua tangan terlipat di depan dada."Lalu? Kalau aku yang minta pindah jabatan, kalian yakin Tuan Bumi akan memenuhinya? Hah! Tidak semudah itu Marimar!" sentak Lunar seraya kembali meminta petugas fotocopy kembali mencetak kertasnya, daripada hanya menjadi penyimak pertengkaran mereka."Sudahlah, kita pergi saja dari sini, sebentar lagi jam istirahat. Jadi, kita fotocopy nanti saja!" ucap Ayu yang menarik temannya pergi dari ruangan itu.Sebelum benar-benar pergi, Mia kembali berbalik dan berkata, "Oh ya, aku dengar kamu sudah bercerai ya? Tidak heran kalau kamu menggoda atasan agar bisa kembali pada kehidupanmu yang sebelumnya."Deg!Lunar menatap wanita yang sudah keluar dari ruangan itu. Di sana tidak ada yang tahu tentang dirinya yang bercerai dari suaminya. Namun, Mia mengetahui hal itu, padahal mereka tidak dekat. Lalu dari mana wanita itu tahu tentang perceraian Lunar dan suaminya?"Ini Mbak, sudah semua," kata pemuda yang menyodorkan kertas pada Lunar."Ah, ya. Terima kasih," sahut perempuan itu dengan cepat sambil menunjukkan senyumnya."Jangan pikirkan yang tadi mereka katakan, Mbak. Apa yang terlihat tidak semua sesuai dengan kenyataannya. Tugas kita hanya menunjukkan pada mereka bahwa kita tidak seperti yang mereka katakan. Semangat, Mbak Lunar," ucap bijak pemuda itu sambil mengepalkan tangannya ke atas.Hal tersebut membuat Lunar tertawa pelan. Benar apa yang dikatakan oleh pemuda di depannya. Banyak orang memang menilai sesuatu dari apa yang mereka pandang tanpa mau tahu bagaimana prosesnya.Sama seperti yang dia alami. Mungkin banyak orang berpikir enak menjadi sekretaris CEO yang gajinya besar dan dekat dengan atasannya yang tampan. Mereka tidak tahu saja, bagaimana Bumi yang selalu berusaha mencari cari kesempatan untuk menyentuhnya jika mereka hanya berdua. Jika terkait pekerjaan, lelaki itu sangat teliti, detail, dan perfeksionis. Tidak boleh ada salah sedikit pun. Typo satu kata saja, harus siap revisi.Kini Lunar sudah berada di meja kerjanya. Dia memilah kertas fotocopy-an tadi untuk dibagikan saat rapat setelah makan siang."Nona, Tuan Bumi meminta anda untuk ke ruangannya," ujar seorang laki-laki yang merupakan asisten pribadi Bumi yang wajahnya cukup datar seperti tuannya.Anggukan diberikan oleh Lunar sebagai jawaban. Kertas yang ada di atas meja dia rapikan lebih dulu, kemudian masuk ke dalam ruangan sang atasan."Ke marilah!" ucap Bumi dengan nada memerintah.Perempuan cantik itu melangkah dan berdiri di samping sofa tempat atasannya duduk. "Ada apa, Tuan?""Duduk dan makan!" kata Bumi seraya mendorong kotak makanan dengan merk terkenal. "Makan di sini! Bersamaku, Lunar!"Tadinya perempuan itu mau mengambil makanan dari Bumi, lalu makan di luar. Nyatanya dia harus makan dengan Bumi, sehingga Lunar memilih duduk di single sofa yang sedikit jauh dari lelaki itu. Dia tidak mau jika kejadian seperti semalam terjadi lagi. Tepatnya, saat dia dipangku oleh lelaki tersebut.Sedangkan Bumi berdecak melihat perempuan itu menjauh darinya. "Kenapa kamu duduk di situ! Duduk di sebelahku atau ... ."Lunar segera duduk di samping Bumi. Ancaman lelaki itu tidak bisa dianggap remeh, makanya demi keselamatan hidup, Lunar memilih untuk menurut pada Bumi."Pintar!" puji lelaki Bumi dengan senyum miringnya. "Anyway, aku butuh jawabanmu tentang pembahasan kita semalam? So, apa yang akan kamu pilih?"Tadinya, Lunar pikir akan makan dengan khikmat. Ternyata Bumi malah membahas permasalahan semalam. Di mana, lelaki itu menjelaskan bahwa dia butuh keturunan yang tidak bisa diberikan oleh istrinya. Lunar yang sedang putus asa pun dia pilih untuk menjadi istri rahasia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Jika yang lahir bukan anak laki-laki, maka harus selalu berusaha sampai lahir anak laki-laki.Lunar jelas masih menolak karena tidak mau jadi alasan sakit hati dan kesedihan sesamanya. Hati siapa yang tidak sakit, jika tahu suaminya memiliki istri lain. Tidak ada perempuan yang ingin miliknya dimiliki oleh orang lain. Apalagi suami. Siapa pun tidak akan ada yang rela berbagi."Aku ingatkan padamu, Lunar! Tidak ada seorang pun yang akan membantu kamu, apalagi tidak ada yang kamu miliki saat ini! Jika bersamaku, kamu akan mendapatkan semuanya kembali, bahkan kamu bisa membalas mereka dengan lebih!" bujuk Bumi seraya memegang serta mengelus tangan Lunar yang ada di atas meja.Perempuan itu melihat pada lelaki yang ada di sampingnya. "Lalu, bagaimana dengan istri Mas dan orang-orang jika tahu tentang statusku?"Hal tersebut yang membuat Lunar ragu. Pasti orang-orang akan menghinanya jika menjadi istri rahasia alias istri kedua seorang Bumi."Jangan pikirkan hal itu, Lunar. Kamu hanya perlu meyakinkan dirimu untuk menikah denganku demi mendapatkan apa yang kamu inginkan. Masalah ke depannya, biar aku yang akan mengurusnya! So?"Dilema. Itulah yang Lunar rasakan. Ingin sekali dia mengatakan 'iya' demi membalas semua sakit hatinya serta mengambil hartanya yang sudah direbut. Namun, apakah dia tega menjadi egois dan menyakiti hati istri Bumi, karena nantinya menikah tanpa ijin dari wanita itu?Waktu cepat berlalu, sudah tiba waktunya Lunar melakukan sidang untuk bercerai. Dia sudah berada di persidangan seorang diri. Mantan suaminya -Satria- datang pada sidang itu karena pengacara dari Bumi mengatakan bahwa, ada baiknya pria itu datang untuk mentalaknya di depan pengadilan. "Dengan ini, saya menyatakan bahwa saudari Lunara Maheswari dan saudara Satria Adiwijaya sudah resmi bercerai!" Hakim mengetukkan palunya cukup keras. Lunar tersenyum sambil melihat pada pengacara yang sudah membantunya. Dia melihat pada Satria yang berdiri, lalu menarik tangannya keluar dari ruang sidang. "Apa sih! Kenapa kamu menarik tanganku seperti itu? Ingat, kamu sudah bukan suamiku yang bisa asal sentuh begitu saja!" ucap Luna dengan wajah masamnya. Satria melipat kedua tangannya di depan dada. Tak lama setelah itu, seorang wanita datang sembari merangkul lengan pria tersebut dengan begitu mesra. "Karena kalian sudah sah bercerai, maka kita bisa meresmikan pernikahan kita 'kan, Sayang?" seru
Setelah pertengkaran antara Lunar dan Mia yang diciduk oleh atasan mereka. Kini keduanya sudah kembali pada pekerjaan masing-masing. Lunar juga bekerja, tetapi di dalam ruangan Bumi sambil duduk bersisian dengan lelaki yang memaksanya untuk di sana. "Em, Tuan. Bolehkah saya kembali ke tempat kerja saya? Di sini, saya kurang fokus," ujar Lunar dengan suara pelan. Bagaimana bisa fokus kalau setiap dia mengerjakan pekerjaannya, sang atasan dengan nakal merangkul pinggangnya seraya dielus dengan pelan. Jelas saja Lunar merasa kegelian. Mau protes, dia takut jika lelaki itu marah padanya. "Tanggung! Sebentar lagi jam pulang. Jadi, kamu di sini saja!" sahut Bumi tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Perempuan itu hanya bisa pasrah, apalagi sebelah tangan lelaki itu masih saja mengelus pinggangnya. Lunar mencoba abai hingga jam pulang kantor. Toh, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membiarkannya saja. "Kenapa tadi kamu tidak mengatakan bahwa karyawan tadi mengatai kamu pelakor?" tanya
Lunar melihat pada Bumi yang juga melihat padanya. Tatapan tajam dari lelaki itu membuatnya tidak sadar bahwa tangan Bumi terulur memegang pinggangnya. "Ah!" seru Lunar sedikit kaget karena tubuhnya semakin dengan dengan sang atasan. Bumi mengelus wajah cantik di depannya dengan jari telunjuk. "Kamu tahu maksudku, Lunar. Aku tidak suka, apa yang sudah menjadi milikku dekat bahwa disentuh oleh orang lain! Terutama kaum laki-laki!"Lunar yang mendengar ucapan Bumi meringis pelan. Selain kejam, dia tidak menyangka bahwa Bumi juga bisa posesif. Padahal, mereka masih belum sah. Tidak terbayang kalau mereka sudah sah nanti. Pasti, lelaki itu akan lebih dari saat ini. "Kenapa diam?" bisik Bumi tepat di telinga perempuan dalam dekapannya. "Jangan hilang kalau kamu sedang bergumam dalam hati?"Mata perempuan itu membola. Baginya Bumi seperti cenayang yang seolah tahu apa yang ada dalam pikirannya. "Katakan apa yang ingin kamu katakan! Aku tidak suka jika kamu menyimpan sesuatu dariku!" des
Dua bulan sudah berlalu, tak terasa jika sudah selama itu juga Lunar menjadi sekretaris Bumi. Tidak banyak hal yang berubah kecuali, sikap beberapa karyawan yang sudah tidak lagi menggunjingkannya. Termasuk Mia yang tidak pernah lagi merundungnya, hanya bisa melihat dengan tatapan tajam. "Nona Lunar," panggil asisten Bumi sambil tersenyum ramah. "Anda di minta masuk ke dalam."Perasaan Lunar jadi tidak enak. Bagaimana tidak? Jika dia sudah masuk ke dalam ruangan Bumi, sudah pasti asistennya akan berada di luar. Di saat itu sang atasan pasti akan mengambil kesempatan untuk membuatnya menuruti apa pun yang lelaki itu lakukan. Ya, walaupun tidak sampai keluar batas. Tetap saja, dia merasa risi, tetapi takut untuk membantah dan protes. "Nona Lunar," seru asisten Bumi bernama Septian yang menyadarkan perempuan tersebut dari lamunannya. Lunar tersenyum dengan kaki sambil berdiri. Dia menghela nafas pelan, lalu masuk ke dalam ruangan sang atasan yang duduk di singgasananya. "Tuan," seru
Lunar melihat seseorang yang menyampirkan jas hitam padanya. Dia pun berdiri sambil melepas jas itu. "Aku tidak butuh jas darimu!" tolak Lunar mengembalikan dengan kasar benda di tangannya. Pria yang memberikan jas cukup kaget dengan perlakuan mantan istrinya. "Aku hanya berusaha mmembantumu! Sudahlah, jangan jual mahal!"Jas itu kembali terulur di depan Lunar, tetapi dia tidak sudi menerima apa pun dari pria yang sudah membuatnya menderita. "Kamu bersikap seperti ini pasti karena punya tujuan tertentu 'kan? Ah, atau karena kamu ingin perusahaan tempatku bekerja menerima kerja sama dari pabrik itu?" tanya Lunar dengan nada mengejek. Pria itu, Satrian duduk di kursi yang ada di dekatnya seraya meminta mantan istrinya juga duduk agar tidak menjadi tontonan orang-orang yang ada di sana. Dengan kasar perempuan itu duduk sediki menjauh dari mantan suaminya. "Apa? Aku rasa urusan kita sudah selesai! Kecuali masalah pabrik dan harta peninggalan Papaku!""Ayolah, Lunar! Aku akan membagi
Waktu demi waktu terus bergulir. Pertemuan yang direncanakan oleh Bumi dengan pihak dari pabrik yang dipimpin oleh Satria baru saja terjadi berdasarkan permintaan dari pihak Satria. Kini, Lunar berhadapan dengan mantan suaminya ditemani oleh Septian yang diminta atasannya untuk menangani hal tersebut. Sedangkan, Bumi bolak-balik ke luar negeri untuk mengurus perusahaan cabang di sana. "Saya suka dengan hasil kayu dari pabrik anda bahkan dengan hasil kerajinannya, Pak Satria. Hanya saja, saat ini kami masih terikat kontrak dengan pabrik kayu lain yang hasilnya sama bagus dengan hasil milik anda," jelas Septian dengan senyum ramahnya. "Lalu, selanjutnya bagaimana Pak Septian? Apakah kita masih bisa tetap bekerja sama? Saya sangat berharap bisa bekerja dengan perusahaan besar seperti milik Mahendra, karena saya yakin kita bisa saling menguntungkan. Anda bisa tanyakan hal tersebut dengan perusahaan lain yang bekerja sama dengan kami," timpal Satria dengan nada sombong dalam ucapannya. L
"Jadi, kamu mau perusahaan kita memberikan proyek pada pabrik yang dipegang oleh mantan suamimu?" tanya seorang lelaki yang duduk di kursi besarnya. Lunar tidak menyangka bahwa atasan yang dia kira berada di luar negeri, ternyata sudah berada di perusahaan. Sehingga, dia dan dan Tian memaparkan bagaimana hasil pertemuan mereka dengan pihak Satria. "Iya, Tuan. Selain demi menjalankan masalah pribadi, saya juga ingin menunjukkan pada mereka terutama pimpinan di sana, Pak Satria. Bahwa bekerja dengan perusahaan besar seperti Mahendra Corp tidak sama dengan perusahaan yang selama ini bekerja sama dengan mereka!" kata Lunar dengan begitu yakin. Bumi menatap sekretaris sekaligus calon istri keduanya dengan begitu intens. "Bagaimana jika mereka bisa membuktikannya.""Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi!""Caranya?" tantang Bumi dengan senyum miringnya. Perempuan cantik dengan rambut dikuncir kuda menjelaskan apa saja yang akan dia lakukan agar pabrik milik Satria gagal. Dia pun aka
Wanita mana yang tidak bahagia jika dilamar oleh seseorang. Walaupun bukan orang yang dia cinta, tetapi pasti ada rasa bangga lamar dengan romantis. Begitupun Lunar yang merasa senang dengan lamaran yang dilakukan oleh Bumi. Hanya saja, mendengar kata 'istri rahasia' membuat perasaan sedikit meratapi nasib bahwa secara langsung dirinya tidak diakui sebagai seorang istri di depan banyak orang. "Lunar, kenapa kamu tidak membalas ucapanku? Apakah kamu masih ragu dengan pernikahan kita beberapa hari lagi?" tanya Bumi melihat calon istrinya yang terdiam. "Bu-bukan begitu, Mas. Hanya saja aku ... .""Sudahlah, aku tidak menerima penolakan. Jadi, mau tidak mau, kamu akan tetap menjadi istri rahasiaku!"Bumi memasangkan cincin yang dia beli pada jari manis Lunar. Sangat pas dan semakin cantik di jemari yang tepat. Cup! Dikecupnya tangan indah itu, lalu pandangannya terarah para netra yang juga melihat padanya. "Sekarang kamu makan dulu, setelah ini ... aku punya sesuatu untukmu," kata B