Waktu cepat berlalu, sudah tiba waktunya Lunar melakukan sidang untuk bercerai. Dia sudah berada di persidangan seorang diri. Mantan suaminya -Satria- datang pada sidang itu karena pengacara dari Bumi mengatakan bahwa, ada baiknya pria itu datang untuk mentalaknya di depan pengadilan.
"Dengan ini, saya menyatakan bahwa saudari Lunara Maheswari dan saudara Satria Adiwijaya sudah resmi bercerai!" Hakim mengetukkan palunya cukup keras.Lunar tersenyum sambil melihat pada pengacara yang sudah membantunya. Dia melihat pada Satria yang berdiri, lalu menarik tangannya keluar dari ruang sidang."Apa sih! Kenapa kamu menarik tanganku seperti itu? Ingat, kamu sudah bukan suamiku yang bisa asal sentuh begitu saja!" ucap Luna dengan wajah masamnya.Satria melipat kedua tangannya di depan dada. Tak lama setelah itu, seorang wanita datang sembari merangkul lengan pria tersebut dengan begitu mesra."Karena kalian sudah sah bercerai, maka kita bisa meresmikan pernikahan kita 'kan, Sayang?" seru Mella pada suaminya dengan manja, berharap bisa membuat perempuan yang ada di dekat mereka kesal.Sayangnya Lunar tidak merasa kesal, justru dia merasa muak dengan kedua orang di depannya. Walaupun, dia akui tidak mudah melupakan pria yang pernah setahun bersamanya, akan tetapi dia sudah mampu untuk mengenyahkan pikiran dan hatinya dari Satria. Lagipula, untuk apa memikirkan seseorang yang sudah menyakiti dan mengkhianati kita, lebih baik melupakannya dengan fokus pada masa depan yang masih panjang."Jika tidak ada lagi yang mau kamu bicarakan, lebih baik aku kembali ke kantor! Pekerjaanku masih banyak daripada mengurusi kalian!" tutur Lunar tersenyum paksa seraya membalikkan tubuhnya."Tunggu dulu!" cegah Satria dengan suara cukup keras, hingga membuat istrinya kesal."Sayang, apa lagi yang mau kamu bicarakan dengannya? Semua sudah selesai! Kamu ... .""Diam, Mella!" ucap pria itu dengan pelan, lalu melihat pada Lunar yang memandang dengan jegah. "Aku harap setelah ini kamu benar-benar enyah dari kehidupan kami! Kita sudah tidak punya urusan apa pun! Ingat itu, Lunar!"Dahi perempuan yang diajak bicara mengerut dalam. Dilipat kedua tangannya di depan dada sambil berkata, "Urusan pernikahan kita memang sudah selesai! Tetapi, untuk urusan harta Papaku yang kalian rebut belum selesai!""Apa yang kamu rencanakan, Lunar?!" geram Satria dengan wajah datar."Apa pun itu, bersiaplah hingga tiba saatnya semua harta itu kembali pada tuannya, yaitu aku! Ingat, kalian bukan siapa-siapa tanpa keluargaku, maka selamanya kalian tetap bukan siapa-siapa!"Seusai mengatakan hal tersebut, Lunar pergi dengan senyum sombongnya. Mungkin mereka pikir dia akan melupakan harta yang sudah direbut setelah perceraian itu. Enak saja! Lunar bukan orang yang benar-benar baik dan pasrah dengan kehidupan, sehingga dia akan mengambil apa yang memang sudah menjadi haknya.Apalagi, dia sudah setuju dengan menjadi istri rahasia Bumi. Memang berat mengambil keputusan tersebut, hanya saja dia ingin sekali bersikap egois.Walaupun Lunar sadari bahwa dia sama saja seperti Mella yang sudah merebut suaminya. Cuma dia lebih baik dari sepupunya itu. Tujuan dia melakukan hal tersebut bukan demi harta, tetapi mendapatkan kembali hartanya dan memberikan keturunan laki-laki untuk Bumi. Artinya mereka sama-sama diuntungkan, Lunar pun tidak ada pikiran untuk memiliki lelaki itu seorang diri."Enak ya kalau jadi sekretaris CEO, bisa keluar lama dan kembali kapan saja. Coba kalau karyawan lain, pasti akan diberikan peringatan!" cibir seorang wanita yang selama ini memang sering membuat masalah dengan Lunar.Tidak mau mengurusi hal tidak penting, Lunar melanjutkan langkah menuju lift agar lekas sampai di ruang kerjanya."Atau kamu dari persidangan ya? Ups, sorry. Sengaja sih, agar semua orang tahu kalau kamu sudah bercerai. Dengar-dengar ditalak tiga oleh suami, eh, mantan suamimu. Iya 'kan?" seru Mia dengan senyum mengejek pada perempuan yang berbalik dan melihatnya dengan tajam.Lunar melihat sekeliling, di mana beberapa karyawan keluar dari bilik dan ada pula yang hendak masuk ke dalam lift melihat ke arahnya setelah mendengar ucapan Mia.Heran, sungguh Lunar merasa bingung dengan Mia yang tahu dengan apa yang terjadi padanya. Mereka tidak pernah dekat, bahkan dia tidak pernah punya urusan dengan wanita yang dulunya memang beda bidang pekerjaan dengannya."Ya, aku baru saja resmi bercerai dengan mantan suami yang sudah mentalak tigaku. Kamu mau aku traktir? Hm?" tantang Lunar mencoba tetap tenang walaupun dia risi menjadi pusat perhatian, tetapi dia tidak mau jika Mia terus-terusan mencari cara untuk memojokkan serta menghinanya."Wah, kamu terlihat senang setelah bercerai. Aku tahu, pasti karena kamu punya kesempatan untuk mendekati Tuan Bumi 'kan? Ingat, dia itu sudah punya istri yang lebih daripada kamu! Jangan jadi pelakor!" hina wanita itu masih dengan senyum mengejeknya.Lunar memutar bola matanya. Dia sungguh kesal dan jegah dengan Mia yang sepertinya memang sengaja untuk menjelekkan dia di depan banyak orang. Padahal, selama ini dia tidak pernah punya masalah dengan wanita yang memang akhir-akhir ini selalu mencari urusan dengannya. Seperti tidak punya urusan lain saja!"Kamu sok tahu sekali, Mia! Memangnya kamu cenayang yang bisa membaca hati dan pikiranku? Atau ... kamu memang selalu memikirkan aku? Uwu, so sweet." Lunar mengarahkan tangannya untuk mencubit kedua pipi wanita di depannya, tetapi segera ditepis begitu saja."Untuk apa aku memikirkan perempuan calon pelakor sepertimu! Kamu itu ... .""Siapa yang kamu sebut pelakor?!" seru sebuah suara dari belakang Lunar, lebih tepatnya keluar dari dalam lift khusus petinggi.Wajah Mia memucat seketika mengetahui siapa yang mendengar ucapannya. Berbeda dengan Lunar yang memang terkejut dengan keberadaan lelaki itu, tetapi berusaha tetap tenang seperti biasanya.Bumi yang berdiri di antara Lunar dan Mia, hingga tatapannya beradu dengan sekretarisnya. Dia pun lebih dulu mengalihkan pandangannya seraya melihat pada Mia."Aku bertanya padamu ... Mia!" seru Bumi menyebut nama karyawannya setelah membaca nametag yang berada di leher wanita tersebut."I-itu, Tuan. Sa-saya ... ."Lunar berdecih dalam hatinya. Tadi saja, Mia seenaknya dengan berani menghina serta mengatainya di depan banyak orang. Sekarang, di depan atasan mereka, wanita itu malah menciut ketakutan."Kenapa diam?!" kata Bumi dengan wajah dingin seolah ingin membekukan semua yang ada di sana. "Lunar?"Karena namanya dipanggil, perempuan itu melihat pada sang atasan. "Ya, Tuan. Sebenarnya Mia mengatakan pelakor pada ... .""Pada artis sinetron yang kami tonton, Tuan. Ya 'kan, Lunar?" sela Mia sambil melihat atau lebih tepatnya mendelik pada Lunar agar mengiyakan perkataannya.Jelas saja Lunar menaikkan sebelah alisnya seraya berkata, "Sinetron apa? Kita tidak sedekat itu untuk melihat sinetron yang sama."Enak saja Mia berusaha untuk menghindari hinaannya tadi. Dan apa tadi? Wanita itu bersikap seolah mereka dekat dengan menonton sinetron yang sama, lalu membahasnya di kantor? Ayolah, Lunar tidak suka nonton sinetron, dia lebih suka lihat film India, film action, fantasi, dan thriller."Lalu, siapa orang yang dikatakan pelakor olehnya, Lunar?" tanya Bumi kembali dengan tatapan tertuju pada sekretaris cantiknya.Setelah pertengkaran antara Lunar dan Mia yang diciduk oleh atasan mereka. Kini keduanya sudah kembali pada pekerjaan masing-masing. Lunar juga bekerja, tetapi di dalam ruangan Bumi sambil duduk bersisian dengan lelaki yang memaksanya untuk di sana. "Em, Tuan. Bolehkah saya kembali ke tempat kerja saya? Di sini, saya kurang fokus," ujar Lunar dengan suara pelan. Bagaimana bisa fokus kalau setiap dia mengerjakan pekerjaannya, sang atasan dengan nakal merangkul pinggangnya seraya dielus dengan pelan. Jelas saja Lunar merasa kegelian. Mau protes, dia takut jika lelaki itu marah padanya. "Tanggung! Sebentar lagi jam pulang. Jadi, kamu di sini saja!" sahut Bumi tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Perempuan itu hanya bisa pasrah, apalagi sebelah tangan lelaki itu masih saja mengelus pinggangnya. Lunar mencoba abai hingga jam pulang kantor. Toh, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membiarkannya saja. "Kenapa tadi kamu tidak mengatakan bahwa karyawan tadi mengatai kamu pelakor?" tanya
Lunar melihat pada Bumi yang juga melihat padanya. Tatapan tajam dari lelaki itu membuatnya tidak sadar bahwa tangan Bumi terulur memegang pinggangnya. "Ah!" seru Lunar sedikit kaget karena tubuhnya semakin dengan dengan sang atasan. Bumi mengelus wajah cantik di depannya dengan jari telunjuk. "Kamu tahu maksudku, Lunar. Aku tidak suka, apa yang sudah menjadi milikku dekat bahwa disentuh oleh orang lain! Terutama kaum laki-laki!"Lunar yang mendengar ucapan Bumi meringis pelan. Selain kejam, dia tidak menyangka bahwa Bumi juga bisa posesif. Padahal, mereka masih belum sah. Tidak terbayang kalau mereka sudah sah nanti. Pasti, lelaki itu akan lebih dari saat ini. "Kenapa diam?" bisik Bumi tepat di telinga perempuan dalam dekapannya. "Jangan hilang kalau kamu sedang bergumam dalam hati?"Mata perempuan itu membola. Baginya Bumi seperti cenayang yang seolah tahu apa yang ada dalam pikirannya. "Katakan apa yang ingin kamu katakan! Aku tidak suka jika kamu menyimpan sesuatu dariku!" des
Dua bulan sudah berlalu, tak terasa jika sudah selama itu juga Lunar menjadi sekretaris Bumi. Tidak banyak hal yang berubah kecuali, sikap beberapa karyawan yang sudah tidak lagi menggunjingkannya. Termasuk Mia yang tidak pernah lagi merundungnya, hanya bisa melihat dengan tatapan tajam. "Nona Lunar," panggil asisten Bumi sambil tersenyum ramah. "Anda di minta masuk ke dalam."Perasaan Lunar jadi tidak enak. Bagaimana tidak? Jika dia sudah masuk ke dalam ruangan Bumi, sudah pasti asistennya akan berada di luar. Di saat itu sang atasan pasti akan mengambil kesempatan untuk membuatnya menuruti apa pun yang lelaki itu lakukan. Ya, walaupun tidak sampai keluar batas. Tetap saja, dia merasa risi, tetapi takut untuk membantah dan protes. "Nona Lunar," seru asisten Bumi bernama Septian yang menyadarkan perempuan tersebut dari lamunannya. Lunar tersenyum dengan kaki sambil berdiri. Dia menghela nafas pelan, lalu masuk ke dalam ruangan sang atasan yang duduk di singgasananya. "Tuan," seru
Lunar melihat seseorang yang menyampirkan jas hitam padanya. Dia pun berdiri sambil melepas jas itu. "Aku tidak butuh jas darimu!" tolak Lunar mengembalikan dengan kasar benda di tangannya. Pria yang memberikan jas cukup kaget dengan perlakuan mantan istrinya. "Aku hanya berusaha mmembantumu! Sudahlah, jangan jual mahal!"Jas itu kembali terulur di depan Lunar, tetapi dia tidak sudi menerima apa pun dari pria yang sudah membuatnya menderita. "Kamu bersikap seperti ini pasti karena punya tujuan tertentu 'kan? Ah, atau karena kamu ingin perusahaan tempatku bekerja menerima kerja sama dari pabrik itu?" tanya Lunar dengan nada mengejek. Pria itu, Satrian duduk di kursi yang ada di dekatnya seraya meminta mantan istrinya juga duduk agar tidak menjadi tontonan orang-orang yang ada di sana. Dengan kasar perempuan itu duduk sediki menjauh dari mantan suaminya. "Apa? Aku rasa urusan kita sudah selesai! Kecuali masalah pabrik dan harta peninggalan Papaku!""Ayolah, Lunar! Aku akan membagi
Waktu demi waktu terus bergulir. Pertemuan yang direncanakan oleh Bumi dengan pihak dari pabrik yang dipimpin oleh Satria baru saja terjadi berdasarkan permintaan dari pihak Satria. Kini, Lunar berhadapan dengan mantan suaminya ditemani oleh Septian yang diminta atasannya untuk menangani hal tersebut. Sedangkan, Bumi bolak-balik ke luar negeri untuk mengurus perusahaan cabang di sana. "Saya suka dengan hasil kayu dari pabrik anda bahkan dengan hasil kerajinannya, Pak Satria. Hanya saja, saat ini kami masih terikat kontrak dengan pabrik kayu lain yang hasilnya sama bagus dengan hasil milik anda," jelas Septian dengan senyum ramahnya. "Lalu, selanjutnya bagaimana Pak Septian? Apakah kita masih bisa tetap bekerja sama? Saya sangat berharap bisa bekerja dengan perusahaan besar seperti milik Mahendra, karena saya yakin kita bisa saling menguntungkan. Anda bisa tanyakan hal tersebut dengan perusahaan lain yang bekerja sama dengan kami," timpal Satria dengan nada sombong dalam ucapannya. L
"Jadi, kamu mau perusahaan kita memberikan proyek pada pabrik yang dipegang oleh mantan suamimu?" tanya seorang lelaki yang duduk di kursi besarnya. Lunar tidak menyangka bahwa atasan yang dia kira berada di luar negeri, ternyata sudah berada di perusahaan. Sehingga, dia dan dan Tian memaparkan bagaimana hasil pertemuan mereka dengan pihak Satria. "Iya, Tuan. Selain demi menjalankan masalah pribadi, saya juga ingin menunjukkan pada mereka terutama pimpinan di sana, Pak Satria. Bahwa bekerja dengan perusahaan besar seperti Mahendra Corp tidak sama dengan perusahaan yang selama ini bekerja sama dengan mereka!" kata Lunar dengan begitu yakin. Bumi menatap sekretaris sekaligus calon istri keduanya dengan begitu intens. "Bagaimana jika mereka bisa membuktikannya.""Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi!""Caranya?" tantang Bumi dengan senyum miringnya. Perempuan cantik dengan rambut dikuncir kuda menjelaskan apa saja yang akan dia lakukan agar pabrik milik Satria gagal. Dia pun aka
Wanita mana yang tidak bahagia jika dilamar oleh seseorang. Walaupun bukan orang yang dia cinta, tetapi pasti ada rasa bangga lamar dengan romantis. Begitupun Lunar yang merasa senang dengan lamaran yang dilakukan oleh Bumi. Hanya saja, mendengar kata 'istri rahasia' membuat perasaan sedikit meratapi nasib bahwa secara langsung dirinya tidak diakui sebagai seorang istri di depan banyak orang. "Lunar, kenapa kamu tidak membalas ucapanku? Apakah kamu masih ragu dengan pernikahan kita beberapa hari lagi?" tanya Bumi melihat calon istrinya yang terdiam. "Bu-bukan begitu, Mas. Hanya saja aku ... .""Sudahlah, aku tidak menerima penolakan. Jadi, mau tidak mau, kamu akan tetap menjadi istri rahasiaku!"Bumi memasangkan cincin yang dia beli pada jari manis Lunar. Sangat pas dan semakin cantik di jemari yang tepat. Cup! Dikecupnya tangan indah itu, lalu pandangannya terarah para netra yang juga melihat padanya. "Sekarang kamu makan dulu, setelah ini ... aku punya sesuatu untukmu," kata B
Melihat wanita di depannya mengepalkan tangan, Lunar pun tersenyum sambil berlalu masuk ke dalam gedung kantornya. Dia tidak peduli dengan tatapan orang-orang, toh sudah biasa. Biarkan saja mereka melakukan hal itu setiap hari, selama tidak menggangunya. yang capek juga diri mereka. Lunar harus segera ke sampai di lantainya agar bisa membuatkan minuman untuk sang atasan. Tidak perlu ke pantry, karena di tempat kerjanya sudah Bumi sediakan dispenser agar dia mudah membuat minuman. "Tuan, ini saya Lunar," ucapnya seraya mengetuk pintu ruangan Bumi. "Masuk!"Dia pun membuka pintu dengan pelan. Dibawanya sekotak bubur ayam dan kopi susu vanilla yang biasa dinikmati oleh atasannya. "Ada lagi yang Anda perlukan, Tuan?" tanya Lunar sebelum pergi dari sana. "Apakah paspor milikmu masih aktif?" Anggukan ditunjukkan sebagai jawaban. "Masih, Tuan.""Bagus! Kamu pesan tiket ke Bali untuk dua minggu lagi!" titah Bumi pada perempuan di depannya. Lunar sedikit memiringkan kepalanya tanda dia