Bumi terus menatap Lunar, lalu duduk di sisi meja. "Aku mau dekat calon istri. Tidak salahkan jika aku melakukan hal itu?"
Perempuan itu membuka mulutnya. Tidak salah? Tentu saja Lunar menyalahkan sikap atasannya karena dengan menjadikan dia sebagai sekretaris, artinya akan banyak karyawan yang tidak suka dengannya serta belum tentu dia paham dengan cara kerja menjadi sekretaris."Ma-maaf sebelumnya, Tuan. Namun, seperti yang saya katakan tadi, bahwa basic saya bukan sekretaris, bagaimana jika nanti ... .""Aku akan memberikan kamu buku menjadi sekretaris serta bisa kamu praktekan langsung," sahut Bumi dengan cepat. "Aku tahu bahwa kamu mudah memahami sesuatu, jadi pasti mudah bagimu untuk belajar menjadi sekretaris!"Lunar bisa merasakan aroma nafas lelaki di depannya yang begitu segar. Ingin dia menjauh agar tidak terlalu dekat dengan Bumi, tetapi khawatir lelaki tersebut marah padanya."Ada lagi, Lunar?"Perempuan itu berdehem untuk menyadarkan dirinya sendiri. "Em, itu, Tuan. Ba-bagaimana jika saya salah dalam menginput data atau menjadwalkan kegiatan anda? Dan juga bagaimana dengan presepsi karyawan lain tentang saya yang tiba-tiba jadi sekretaris anda?"Bumi menyentuh dagu perempuan di depannya, hingga mereka saling bertatapan dengan intens. "Kamu pasti bisa menjadi sekretaris yang baik, Lunar. Aku percaya dengan kemampuanmu, lalu kenapa kamu tidak? Soal karyawan lain, kenapa harus memikirkan tentang apa yang mereka pikirkan? Jika nantinya mereka cukup keterlaluan, maka tinggal aku pecat atau hancurkan! Gampang 'kan?"Lunar menelan ludahnya dengan kesusahan. Lelaki di depannya memang kejam dan Bumi adalah calon suaminya, di mana mereka akan menikah jika nanti urusan perceraiannya selesai."Sekarang, kamu pelajari menjadi sekretaris yang baik. Buku dan contohnya bisa kamu lihat di komputer dan mejamu," kata Bumi lagi seraya melepaskan dagu Lunar.Perempuan tersebut mengangguk dengan kaku. Lunar hendak pergi, tetapi lengannya di pegang oleh sang atasan."Aws, maaf, Tuan," ringis Lunar sembari melepas tangan Bumi dari lengannya yang tadi terluka.Tanpa banyak kata Bumi memegang lengan Lunar dan menarik ke atas lengan jas yang perempuan itu kenakanWarna keunguan begitu kontras dengan kulit Lunar yang putih. Perempuan tersebut belum sempat mengecek dan mengobatinya karena sesaat sampai di perusahaan, dia segera dipanggil ke ruangan manager."Kenapa bisa begini? Apakah ulah mantan suamimu?" tanya Bumi dengan alis menyatu serta wajah yang mengetat marah."I-itu ... .""Jawab dengan jujur atau aku akan mencari tahunya sendiri!" sentak lelaki itu dengan suara dalam.Lunar kembali menelan ludahnya dengan susah payah. Dia pun menceritakan apa dan bagaimana kejadian yang membuatnya mendapatkan memar seperti itu. Sesekali Lunar memperhatikan wajah atasannya yang kian mengelap seperti akan membawanya ke jurang kegelapan. Sedikit berlebihan, hanya saja perempuan tersebut merasa demikian."Sekarang kamu obati memar ini. Ada kotak obat di meja kerjamu!" kata Bumi yang mengelus dengan pelan memar di lengan perempuan itu.Ada rasa haru yang menerpa hati Lunar. Sayangnya, apa yang lelaki itu lakukan tidak sinkron dengan wajahnya yang datar dan dingin."Sa-saya permisi dulu, Tuan." Dia menarik lengannya dari sang atasan, lalu berlalu dari ruangan tersebut dengan perasaan yang lega.Dada Lunar berdegup cukup kencang. Entah apa yang sedang dia lakukan, hingga jantungnya bisa berdisko seperti itu."Sepertinya efek Tuan Bumi cukup kuat. Tidak mungkin 'kan jika aku menyukainya secepat ini? Aku baru ditalak semalam dan ... hah, sudahlah. Sebaiknya aku belajar jadi sekretaris yang baik dan benar."Perempuan tersebut membuka buku yang menjelaskan tentang menjadi sekretaris seraya menyalakan layar di depannya agar bisa dia praktekkan secara langsung.*****Tak terasa waktu sudah menunjukkan sore hari. Jam pulang kurang beberapa menit lagi, sehingga Lunar merapikan mejanya yang cukup berantakan serta menyimpan jurnal yang berisi daftar kerja atau aktivitas Bumi esok hari."Aku akan pamit pulang pada Tuan Bumi dulu," gumam perempuan tersebut seraya mengetuk pintu sang atasan.Setelah mendapatkan kode suara boleh masuk, dia pun membuka pintu dan melihat Bumi yang fokus pada layar ponselnya."Permisi, Tuan. Saya hanya ingin pamit pulang lebih dulu, apa boleh?"Lelaki itu mengalihkan atensinya dari ponsel jadi menatap perempuan di depannya. "Kamu naik apa? Tadi kamu berangkat bersamaku 'kan?"Lunar tersenyum, lalu menyahut, "Saya bisa pesan mobil online, Tuan. Jadi, anda tidak perlu khawatir.""Baiklah. Pulang ke apartemen dan jangan coba-coba pergi ke mana pun tanpa ijin dariku!""Ba-baik, Tuan." Perempuan tersebut segera memundurkan diri keluar dari ruangan itu.Lunar mengambil tasnya dan melangkah menuju lift yang akan membawanya ke lantai dasar. Maka dari itu, tidak butuh waktu lama perempuan tersebut sudah sampai di lantai yang paling bawah perusahaan tersebut."Oh, jadi dia yang menjadi sekretaris Tuan Bumi? Biasa saja, malah tidak cantik," ucap seseorang yang melewati Lunar dan menatap dengan sinis."Katanya sih dia pakai cara jitu untuk bisa dekat dengan Tuan Bumi," balas wanita satunya yang saat ini berada tepat di depan perempuan yang mereka bicarakan.Tidak ada yang bisa Lunar lakukan selain diam dan mendengarkan. Toh, mereka tidak tahu apa yang membuatnya berada di posisi itu. Walaupun benar bahwa dia menjadi sekretaris karena alasan absurd atasannya, tetapi dia juga punya kemampuan yang cukup bisa diakui.Dug!Perempuan itu terhuyung ke depan. Untung saja tidak jatuh, meski lengannya yang memar sedikit terasa perih."Ups, sorry. Sengaja untuk perempuan yang suka goda atasan!" ujar wanita yang merupakan teman awalnya satu staff dengan Lunar."Oh, begitu? Biasanya orang yang suka menghina orang lain adalah orang yang lebih hina!" balas perempuan tersebut dengan senyum manisnya.Merasa tidak terima dengan ucapan Lunar, wanita itu mengangkat tangannya hendak memukul perempuan yang sudah berani menghinanya.Sayang sekali, dengan cepat Lunar memegang tangan wanita di depannya itu. "Jaga tanganmu untuk melakukan kebaikan, bukan untuk menyakiti banyak orang. Kamu wanita berpendidikan, jangan kalah pada preman atau pengemis yang tahu tentang moral dan kesopanan!"Dilepaskannya dengan kasar tangan yang Lunar pegang, lalu dia pun kembali melanjutkan langkahnya. Lunar memesan mobil online dan dalam waktu kurang dari 10 menit sudah berada di depannya."Ke jalan xxxx ya, Pak," kata perempuan itu memberitahukan alamat barunya.Saat di dalam mobil, Lunar kembali teringat dengan masa ketika dia menikah dengan Satria. Pria yang dipilih oleh orang tuanya sebelum meninggal. Mereka percaya bahwa pria itu bisa membahagiakannya, tetapi malah menciptakan neraka baginya."Hah, sudahlah. Daripada aku memikirkan hal itu, sebaiknya aku cari tahu siapa sebenarnya Tuan Bumi. Ya, walaupun aku tahu, dia adalah anak dari Tuan Mahendra. Namun, aku masih penasaran dengannya."Lunar pun menyalakan ponselnya dan mengetik nama Bumi di kolom pencarian. Di sana tidak banyak artikel tentang lelaki tersebut, sehingga perempuan itu mencari melalui aplikasi media sosial lainnya."Tidak mungkin," gumam Lunar saat menemukan akun Bumi di media sosial yang ternyata tidak dikunci.Seorang perempuan duduk di meja rias sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Pikirannya masih berkelana pada gambar yang tadi dia lihat di media sosial. "Foto itu sepertinya bukan editan atau akting. Malah terlihat sangat natural. Astaga, kenapa semuanya jadi membingungkan begini?" gumam Lunar mematikan hairdryer-nya. Ceklek! Lunar menoleh ke arah pintu yang terbuka. Ada Bumi yang masuk seraya melepas jasnya dan di letakkan di atas ranjang. "Kenapa?" tanya lelaki itu melihat Lunar yang menatapnya penuh arti. Bukannya menjawab, perempuan itu terdiam dengan memikirkan apa yang hendak dia sampaikan pada Bumi. Beberapa hal yang perlu dia pertimbangkan, termasuk keberanian serta kesiapan dengan jawaban yang mungkin akan mengejutkannya. "Lunar, kenapa diam? Hm?" tanya Bumi yang sudah membuat tubuh Lunar yang duduk menjadi berbalik ke samping sampai mereka pun berhadapan. Lelaki itu menyentuh dagu perempuan di depannya. "Apa yang membuatmu membisu seperti ini? Kamu tidak tuli mendad
Pagi menjelang siang, Lunar sedang berdiri di depan mesin fotocopy. Ada beberapa berkas yang perlu dia gandakan sesuai perintah dari sang atasan. "Lama sekali fotocopy-nya? Memangnya seribu kertas yang hari dicopy?!" cibir karyawan wanita yang baru beberapa menit menunggu untuk memfotocopy.Karyawan lain yang bersama wanita itu tertawa pelan sambil berkata, "Mungkin dia mau lama-lama di sini karena ada pegawai magang yang tampan."Memang benar kalau di sana ada pegawai baru yang sedang magang dan lumayan tampan. Namun, Lunar tidak tertarik padanya. Lagipula, siapa yang mau lama-lama di sana, apalagi pekerjaannya masih sangat banyak. "Terima kasih," kata Lunar saat menerima kertas yang dia copy. Tidak mau membuang waktunya, perempuan itu segera beranjak pergi. Karyawan wanita yang tadi mencibir malah dengan iseng mengulurkan kakinya dengan pelan guna mencekal kaki Lunar. Bruk! Kertas-kertas fotocopy tadi berhamburan di lantai. Lunar menatap dua wanita yang menertawakannya. "Jatuh
Waktu cepat berlalu, sudah tiba waktunya Lunar melakukan sidang untuk bercerai. Dia sudah berada di persidangan seorang diri. Mantan suaminya -Satria- datang pada sidang itu karena pengacara dari Bumi mengatakan bahwa, ada baiknya pria itu datang untuk mentalaknya di depan pengadilan. "Dengan ini, saya menyatakan bahwa saudari Lunara Maheswari dan saudara Satria Adiwijaya sudah resmi bercerai!" Hakim mengetukkan palunya cukup keras. Lunar tersenyum sambil melihat pada pengacara yang sudah membantunya. Dia melihat pada Satria yang berdiri, lalu menarik tangannya keluar dari ruang sidang. "Apa sih! Kenapa kamu menarik tanganku seperti itu? Ingat, kamu sudah bukan suamiku yang bisa asal sentuh begitu saja!" ucap Luna dengan wajah masamnya. Satria melipat kedua tangannya di depan dada. Tak lama setelah itu, seorang wanita datang sembari merangkul lengan pria tersebut dengan begitu mesra. "Karena kalian sudah sah bercerai, maka kita bisa meresmikan pernikahan kita 'kan, Sayang?" seru
Setelah pertengkaran antara Lunar dan Mia yang diciduk oleh atasan mereka. Kini keduanya sudah kembali pada pekerjaan masing-masing. Lunar juga bekerja, tetapi di dalam ruangan Bumi sambil duduk bersisian dengan lelaki yang memaksanya untuk di sana. "Em, Tuan. Bolehkah saya kembali ke tempat kerja saya? Di sini, saya kurang fokus," ujar Lunar dengan suara pelan. Bagaimana bisa fokus kalau setiap dia mengerjakan pekerjaannya, sang atasan dengan nakal merangkul pinggangnya seraya dielus dengan pelan. Jelas saja Lunar merasa kegelian. Mau protes, dia takut jika lelaki itu marah padanya. "Tanggung! Sebentar lagi jam pulang. Jadi, kamu di sini saja!" sahut Bumi tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Perempuan itu hanya bisa pasrah, apalagi sebelah tangan lelaki itu masih saja mengelus pinggangnya. Lunar mencoba abai hingga jam pulang kantor. Toh, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membiarkannya saja. "Kenapa tadi kamu tidak mengatakan bahwa karyawan tadi mengatai kamu pelakor?" tanya
Lunar melihat pada Bumi yang juga melihat padanya. Tatapan tajam dari lelaki itu membuatnya tidak sadar bahwa tangan Bumi terulur memegang pinggangnya. "Ah!" seru Lunar sedikit kaget karena tubuhnya semakin dengan dengan sang atasan. Bumi mengelus wajah cantik di depannya dengan jari telunjuk. "Kamu tahu maksudku, Lunar. Aku tidak suka, apa yang sudah menjadi milikku dekat bahwa disentuh oleh orang lain! Terutama kaum laki-laki!"Lunar yang mendengar ucapan Bumi meringis pelan. Selain kejam, dia tidak menyangka bahwa Bumi juga bisa posesif. Padahal, mereka masih belum sah. Tidak terbayang kalau mereka sudah sah nanti. Pasti, lelaki itu akan lebih dari saat ini. "Kenapa diam?" bisik Bumi tepat di telinga perempuan dalam dekapannya. "Jangan hilang kalau kamu sedang bergumam dalam hati?"Mata perempuan itu membola. Baginya Bumi seperti cenayang yang seolah tahu apa yang ada dalam pikirannya. "Katakan apa yang ingin kamu katakan! Aku tidak suka jika kamu menyimpan sesuatu dariku!" des
Dua bulan sudah berlalu, tak terasa jika sudah selama itu juga Lunar menjadi sekretaris Bumi. Tidak banyak hal yang berubah kecuali, sikap beberapa karyawan yang sudah tidak lagi menggunjingkannya. Termasuk Mia yang tidak pernah lagi merundungnya, hanya bisa melihat dengan tatapan tajam. "Nona Lunar," panggil asisten Bumi sambil tersenyum ramah. "Anda di minta masuk ke dalam."Perasaan Lunar jadi tidak enak. Bagaimana tidak? Jika dia sudah masuk ke dalam ruangan Bumi, sudah pasti asistennya akan berada di luar. Di saat itu sang atasan pasti akan mengambil kesempatan untuk membuatnya menuruti apa pun yang lelaki itu lakukan. Ya, walaupun tidak sampai keluar batas. Tetap saja, dia merasa risi, tetapi takut untuk membantah dan protes. "Nona Lunar," seru asisten Bumi bernama Septian yang menyadarkan perempuan tersebut dari lamunannya. Lunar tersenyum dengan kaki sambil berdiri. Dia menghela nafas pelan, lalu masuk ke dalam ruangan sang atasan yang duduk di singgasananya. "Tuan," seru
Lunar melihat seseorang yang menyampirkan jas hitam padanya. Dia pun berdiri sambil melepas jas itu. "Aku tidak butuh jas darimu!" tolak Lunar mengembalikan dengan kasar benda di tangannya. Pria yang memberikan jas cukup kaget dengan perlakuan mantan istrinya. "Aku hanya berusaha mmembantumu! Sudahlah, jangan jual mahal!"Jas itu kembali terulur di depan Lunar, tetapi dia tidak sudi menerima apa pun dari pria yang sudah membuatnya menderita. "Kamu bersikap seperti ini pasti karena punya tujuan tertentu 'kan? Ah, atau karena kamu ingin perusahaan tempatku bekerja menerima kerja sama dari pabrik itu?" tanya Lunar dengan nada mengejek. Pria itu, Satrian duduk di kursi yang ada di dekatnya seraya meminta mantan istrinya juga duduk agar tidak menjadi tontonan orang-orang yang ada di sana. Dengan kasar perempuan itu duduk sediki menjauh dari mantan suaminya. "Apa? Aku rasa urusan kita sudah selesai! Kecuali masalah pabrik dan harta peninggalan Papaku!""Ayolah, Lunar! Aku akan membagi
Waktu demi waktu terus bergulir. Pertemuan yang direncanakan oleh Bumi dengan pihak dari pabrik yang dipimpin oleh Satria baru saja terjadi berdasarkan permintaan dari pihak Satria. Kini, Lunar berhadapan dengan mantan suaminya ditemani oleh Septian yang diminta atasannya untuk menangani hal tersebut. Sedangkan, Bumi bolak-balik ke luar negeri untuk mengurus perusahaan cabang di sana. "Saya suka dengan hasil kayu dari pabrik anda bahkan dengan hasil kerajinannya, Pak Satria. Hanya saja, saat ini kami masih terikat kontrak dengan pabrik kayu lain yang hasilnya sama bagus dengan hasil milik anda," jelas Septian dengan senyum ramahnya. "Lalu, selanjutnya bagaimana Pak Septian? Apakah kita masih bisa tetap bekerja sama? Saya sangat berharap bisa bekerja dengan perusahaan besar seperti milik Mahendra, karena saya yakin kita bisa saling menguntungkan. Anda bisa tanyakan hal tersebut dengan perusahaan lain yang bekerja sama dengan kami," timpal Satria dengan nada sombong dalam ucapannya. L