Tubuh Lunar terhuyung ke samping karena di dorong oleh wanita yang tak lain adalah Mella yang melihat suaminya ditampar oleh perempuan itu. Lunar yang terjatuh menahan rasa sakit sebab lengannya yang terbentur kusen pintu. Jelas sangat sakit.
"Kamu tidak apa-apa 'kan, Sayang?" tanya Mella dengan khawatir pada suaminya, lalu melihat pada Lunar yang sudah berdiri sambil memegang lengannya yang sakit. "Apa yang kamu lakukan di sini, Jalang?! Masih punya muka bertemu SUAMIKU, hah!"Meski merasakan sakit, tetapi Lunar berusaha menahannya. Dia tidak akan membiarkan wanita macam Mella merendahkannya seperti semalam."Siapa yang kamu sebut Jalang, Mella? Jalang itu yang suka rebut suami orang, ya berarti kamu jalangnya!" balas Lunar dengan senyum meremehkan."Kurang ajar kamu, Lunar! Kamu yang sudah merebut Satria dariku! Kalau bukan demi rencana Papa, sudah dari dulu aku menikah dengannya!" balas Mella tidak terima dengan ucapan perempuan di depannya.Lunar masih berusaha bersikap dengan tenang. "Kalau begitu, dia yang datang sendiri padaku. Sudahlah, buang-buang waktu bicara dengan manusia bad attitude seperti kamu. Lagian, aku datang ke sini karena ingin minta Satria tanda tangan surat cerai kami. Tenang saja, SUAMIMU tidak perlu datang, cukup tanda tangan saja!"Perempuan itu menekan kata suami sama seperti yang sudah Mella lakukan. Toh, dia sadar bahwa tidak mungkin bisa bersama dengan Satria lagi, dia bahkan tidak mau bersama lelaki itu lagi. Sudah ada seseorang yang akan menggantikan posisi Satria."Baguslah jika begitu. Kalian memang harus segera mengurusnya agar aku juga bisa mengesahkan pernikahanku dengan Satria. Kamu ada uang 'kan untuk mengajukan perceraian dan sewa pengacara?" ejek wanita itu dengan senyum meremehkan."Jelas saja masih punya uang! Aku perempuan mandiri, bisa berdiri di bawah kaki sendiri. Punya pekerjaan hasil usaha sendiri, tanpa orang dalam atau delegasi! Sedangkan kamu, hanya modal diri dan harga diri, tetapi tidak punya skill yang memadai!" balas Lunar lebih sadis dari ejekan Mella.Wanita itu mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Mella tidak terima dengan hinaan dari mantan istri suaminya."Aku pergi dulu dan ingat kataku untuk tidak datang saat sidang! Permisi!"Lunar memilih untuk pergi dan mengabaikan panggilan serta hinaan yang dilontarkan oleh Mella. Banyak pegawai yang melihatnya dengan pandangan yang berbeda-beda, tetapi perempuan itu tidak peduli. Saat ini dia hanya ingin mengobati lengannya yang terasa sakit karena terbentur.*****Perempuan itu sudah sampai di kantor dengan telat, sehingga manager keuangan memanggilnya ke dalam ruangan."Maafkan saya, Bu. Saya sudah sangat telat datang dari waktu jam istirahat," ucap Lunar yang merasa bersalah."Tidak apa, Lunar. Saya sudah tahu dari Tuan Bumi bahwa kamu keluar mengerjakan tugas dari beliau," sahut wanita yang berumur 40 tahun, yang memang sangat baik pada perempuan itu.Dahi Lunar mengerut, hingga dia berkata, "Lalu, kenapa anda memanggil saya? Adalah kesalahan lain atau tugas yang perlu saya kerjakan?"Jelas perempuan tersebut bingung, biasanya yang dipanggil ke ruangan manager pasti yang bermasalah atau ada tugas yang akan diberikan."Tidak ada kesalahan, bahkan saya bangga pada kamu yang menurut Tuan Bumi lebih teliti dan rinci dalam mengerjakan laporan keuangan. Maka dari itu, beliau mau mengangkat kamu menjadi sekretarisnya.""Hah?" Lunar merasa jika pendengarannya salah, tetapi dia sangat jelas mendengar bahwa managernya bilang dia akan menjadi sekretaris Bumi."Iya, Lunar. Kamu tidak salah dengar, Tuan Bumi sendiri yang meminta pada saya. Padahal, saya juga butuh kamu di sini, apalagi kinerja kamu sangat bagus. Namun, mana berani saya membatah atasan. Sekali lagi selamat dan kamu sudah bisa memindahkan barang kamu dari sekarang," jelas manager Lunar sambil tersenyum bangga.Berbeda dengan si empunya yang masih tidak percaya jika Bumi menjadikannya sekretaris lelaki itu. Bahkan dengan nakalnya, pikiran negatif hinggap begitu saja dan menimbulkan aneka macam presepsi."Wah, habis kemarin diajak dinas, sekarang jadi sekretaris CEO. Enak banget jadi kamu, Lunar. Bagaimana caranya agar bisa seperti kamu?" tanya salah satu teman kerja Lunar yang memang suka iri pada pada perempuan itu."Kamu harus rajin mengerjakan pekerjaanmu sendiri, jangan selalu menyuruh orang lain atau junior. Lalu, jangan sukanya cari muka saja, tanpa modal prestasi!" balas Lunar sambil membereskan barang-barang yang akan dibawa ke ruangan kerja barunya."Kurang ajar, kamu ... .""Nona Lunar, saya diminta oleh Tuan Bumi untuk membantu membawakan barang-barang anda," kata pemuda dengan lesung pipi di sebelah kirinya.Wanita yang tadi ingin marah pada Lunar semakin kesal, karena terkesan atasan mereka begitu mengistimewakan perempuan yang saat ini terdiam saat barang-barangnya dibawa oleh pemuda yang semua karyawan ketahui sebagai asisten pribadi Bumi."Wah, bahkan asisten bos saja sampai turun tangan? Apa jangan-jangan kamu sudah merayu Tuan Bumi dengan tubuhmu?" tanya wanita yang masih tidak terima jika Lunar diperlakukan baik oleh CEO di sana."Say to my hand!" balas Lunar seraya menunjukkan telapak tangannya.Perempuan itu malas jika harus bertengkar demi hal yang tidak terlalu penting. Bahkan dia merasa yakin, setelah ini akan banyak karyawan yang memandangnya sebelah mata karena tidak mudah menjadi sekretaris dari Sabumi Mahendra yang terkenal kejam dan pemilih dalam mencari orang kepercayaan. Dan Lunar, dengan mudah mendapatkan kepercayaan serta dekat dengan lelaki yang sudah menjadi idola banyak karyawan perempuan di perusahaan tersebut."Ehem, maaf. Sebelumnya saya mau bertanya," seru Lunar saat berada di dalam lift bersama asisten Bumi."Silakan, Nona," sahut pemuda dengan senyum manisnya."Begini. Em, kenapa Tuan Bumi menjadi saya sekretarisnya ya? Padahal, banyak karyawan yang lebih pantas menjadi sekretaris Tuan daripada saya," tanya Lunar berharap bisa mendapatkan jawaban dari pemuda di sampingnya."Nanti, anda bisa tanya sendiri pada Tuan Bumi."Zonk!Itulah yang Lunar rasakan karena tidak mendapatkan jawaban dari asisten Bumi. Jika harus bertanya pada lelaki itu, jelas perempuan tersebut merasa tidak enak dan juga takut."Ini tempat kerja anda, Nona. Tuan berpesan, bahwa jika anda sudah ada di sini maka harus menemui beliau," kata pemuda berlesung pipi.Dengan patuh perempuan tersebut mengangguk pelan seraya mengetuk pintu ruangan Bumi. Hingga terdengar suara yang mengijinkannya masuk, Lunar pun mendorong pintu dengan pelan."Masuklah, Lunar!"Perlahan perempuan itu mendekat dan berdiri di depan atasannya. Dia menundukkan kepalanya sebagai tanda kesopanan pada lelaki itu."Angkat kepalamu, Lunar. Jangan menunduk seperti mencari uang jatuh!"Seketika perempuan tersebut mengangkat kepalanya. Tatapan Bumi menyapanya dengan tajam seperti biasa."Kamu pasti ingin bertanya apa alasanku menjadimu sekretarisku 'kan?""I-iya, Tuan. Kenapa saya yang anda pilih jadi sekretaris? Saya hanya lulusan akutansi, bagaimana jika nanti saya salah dalam mengerjakan tugas sebagi sekretaris?" tanya Lunar dengan takut-takut.Bukannya menjawab, Bumi berdiri dari singgasananya. Didekatinya Lunar yang mengikuti lelaki tersebut dengan pandangannya.Bumi terus menatap Lunar, lalu duduk di sisi meja. "Aku mau dekat calon istri. Tidak salahkan jika aku melakukan hal itu?"Perempuan itu membuka mulutnya. Tidak salah? Tentu saja Lunar menyalahkan sikap atasannya karena dengan menjadikan dia sebagai sekretaris, artinya akan banyak karyawan yang tidak suka dengannya serta belum tentu dia paham dengan cara kerja menjadi sekretaris. "Ma-maaf sebelumnya, Tuan. Namun, seperti yang saya katakan tadi, bahwa basic saya bukan sekretaris, bagaimana jika nanti ... .""Aku akan memberikan kamu buku menjadi sekretaris serta bisa kamu praktekan langsung," sahut Bumi dengan cepat. "Aku tahu bahwa kamu mudah memahami sesuatu, jadi pasti mudah bagimu untuk belajar menjadi sekretaris!"Lunar bisa merasakan aroma nafas lelaki di depannya yang begitu segar. Ingin dia menjauh agar tidak terlalu dekat dengan Bumi, tetapi khawatir lelaki tersebut marah padanya. "Ada lagi, Lunar?"Perempuan itu berdehem untuk menyadarkan dirinya sendiri. "Em, itu, Tuan. Ba
Seorang perempuan duduk di meja rias sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Pikirannya masih berkelana pada gambar yang tadi dia lihat di media sosial. "Foto itu sepertinya bukan editan atau akting. Malah terlihat sangat natural. Astaga, kenapa semuanya jadi membingungkan begini?" gumam Lunar mematikan hairdryer-nya. Ceklek! Lunar menoleh ke arah pintu yang terbuka. Ada Bumi yang masuk seraya melepas jasnya dan di letakkan di atas ranjang. "Kenapa?" tanya lelaki itu melihat Lunar yang menatapnya penuh arti. Bukannya menjawab, perempuan itu terdiam dengan memikirkan apa yang hendak dia sampaikan pada Bumi. Beberapa hal yang perlu dia pertimbangkan, termasuk keberanian serta kesiapan dengan jawaban yang mungkin akan mengejutkannya. "Lunar, kenapa diam? Hm?" tanya Bumi yang sudah membuat tubuh Lunar yang duduk menjadi berbalik ke samping sampai mereka pun berhadapan. Lelaki itu menyentuh dagu perempuan di depannya. "Apa yang membuatmu membisu seperti ini? Kamu tidak tuli mendad
Pagi menjelang siang, Lunar sedang berdiri di depan mesin fotocopy. Ada beberapa berkas yang perlu dia gandakan sesuai perintah dari sang atasan. "Lama sekali fotocopy-nya? Memangnya seribu kertas yang hari dicopy?!" cibir karyawan wanita yang baru beberapa menit menunggu untuk memfotocopy.Karyawan lain yang bersama wanita itu tertawa pelan sambil berkata, "Mungkin dia mau lama-lama di sini karena ada pegawai magang yang tampan."Memang benar kalau di sana ada pegawai baru yang sedang magang dan lumayan tampan. Namun, Lunar tidak tertarik padanya. Lagipula, siapa yang mau lama-lama di sana, apalagi pekerjaannya masih sangat banyak. "Terima kasih," kata Lunar saat menerima kertas yang dia copy. Tidak mau membuang waktunya, perempuan itu segera beranjak pergi. Karyawan wanita yang tadi mencibir malah dengan iseng mengulurkan kakinya dengan pelan guna mencekal kaki Lunar. Bruk! Kertas-kertas fotocopy tadi berhamburan di lantai. Lunar menatap dua wanita yang menertawakannya. "Jatuh
Waktu cepat berlalu, sudah tiba waktunya Lunar melakukan sidang untuk bercerai. Dia sudah berada di persidangan seorang diri. Mantan suaminya -Satria- datang pada sidang itu karena pengacara dari Bumi mengatakan bahwa, ada baiknya pria itu datang untuk mentalaknya di depan pengadilan. "Dengan ini, saya menyatakan bahwa saudari Lunara Maheswari dan saudara Satria Adiwijaya sudah resmi bercerai!" Hakim mengetukkan palunya cukup keras. Lunar tersenyum sambil melihat pada pengacara yang sudah membantunya. Dia melihat pada Satria yang berdiri, lalu menarik tangannya keluar dari ruang sidang. "Apa sih! Kenapa kamu menarik tanganku seperti itu? Ingat, kamu sudah bukan suamiku yang bisa asal sentuh begitu saja!" ucap Luna dengan wajah masamnya. Satria melipat kedua tangannya di depan dada. Tak lama setelah itu, seorang wanita datang sembari merangkul lengan pria tersebut dengan begitu mesra. "Karena kalian sudah sah bercerai, maka kita bisa meresmikan pernikahan kita 'kan, Sayang?" seru
Setelah pertengkaran antara Lunar dan Mia yang diciduk oleh atasan mereka. Kini keduanya sudah kembali pada pekerjaan masing-masing. Lunar juga bekerja, tetapi di dalam ruangan Bumi sambil duduk bersisian dengan lelaki yang memaksanya untuk di sana. "Em, Tuan. Bolehkah saya kembali ke tempat kerja saya? Di sini, saya kurang fokus," ujar Lunar dengan suara pelan. Bagaimana bisa fokus kalau setiap dia mengerjakan pekerjaannya, sang atasan dengan nakal merangkul pinggangnya seraya dielus dengan pelan. Jelas saja Lunar merasa kegelian. Mau protes, dia takut jika lelaki itu marah padanya. "Tanggung! Sebentar lagi jam pulang. Jadi, kamu di sini saja!" sahut Bumi tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Perempuan itu hanya bisa pasrah, apalagi sebelah tangan lelaki itu masih saja mengelus pinggangnya. Lunar mencoba abai hingga jam pulang kantor. Toh, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membiarkannya saja. "Kenapa tadi kamu tidak mengatakan bahwa karyawan tadi mengatai kamu pelakor?" tanya
Lunar melihat pada Bumi yang juga melihat padanya. Tatapan tajam dari lelaki itu membuatnya tidak sadar bahwa tangan Bumi terulur memegang pinggangnya. "Ah!" seru Lunar sedikit kaget karena tubuhnya semakin dengan dengan sang atasan. Bumi mengelus wajah cantik di depannya dengan jari telunjuk. "Kamu tahu maksudku, Lunar. Aku tidak suka, apa yang sudah menjadi milikku dekat bahwa disentuh oleh orang lain! Terutama kaum laki-laki!"Lunar yang mendengar ucapan Bumi meringis pelan. Selain kejam, dia tidak menyangka bahwa Bumi juga bisa posesif. Padahal, mereka masih belum sah. Tidak terbayang kalau mereka sudah sah nanti. Pasti, lelaki itu akan lebih dari saat ini. "Kenapa diam?" bisik Bumi tepat di telinga perempuan dalam dekapannya. "Jangan hilang kalau kamu sedang bergumam dalam hati?"Mata perempuan itu membola. Baginya Bumi seperti cenayang yang seolah tahu apa yang ada dalam pikirannya. "Katakan apa yang ingin kamu katakan! Aku tidak suka jika kamu menyimpan sesuatu dariku!" des
Dua bulan sudah berlalu, tak terasa jika sudah selama itu juga Lunar menjadi sekretaris Bumi. Tidak banyak hal yang berubah kecuali, sikap beberapa karyawan yang sudah tidak lagi menggunjingkannya. Termasuk Mia yang tidak pernah lagi merundungnya, hanya bisa melihat dengan tatapan tajam. "Nona Lunar," panggil asisten Bumi sambil tersenyum ramah. "Anda di minta masuk ke dalam."Perasaan Lunar jadi tidak enak. Bagaimana tidak? Jika dia sudah masuk ke dalam ruangan Bumi, sudah pasti asistennya akan berada di luar. Di saat itu sang atasan pasti akan mengambil kesempatan untuk membuatnya menuruti apa pun yang lelaki itu lakukan. Ya, walaupun tidak sampai keluar batas. Tetap saja, dia merasa risi, tetapi takut untuk membantah dan protes. "Nona Lunar," seru asisten Bumi bernama Septian yang menyadarkan perempuan tersebut dari lamunannya. Lunar tersenyum dengan kaki sambil berdiri. Dia menghela nafas pelan, lalu masuk ke dalam ruangan sang atasan yang duduk di singgasananya. "Tuan," seru
Lunar melihat seseorang yang menyampirkan jas hitam padanya. Dia pun berdiri sambil melepas jas itu. "Aku tidak butuh jas darimu!" tolak Lunar mengembalikan dengan kasar benda di tangannya. Pria yang memberikan jas cukup kaget dengan perlakuan mantan istrinya. "Aku hanya berusaha mmembantumu! Sudahlah, jangan jual mahal!"Jas itu kembali terulur di depan Lunar, tetapi dia tidak sudi menerima apa pun dari pria yang sudah membuatnya menderita. "Kamu bersikap seperti ini pasti karena punya tujuan tertentu 'kan? Ah, atau karena kamu ingin perusahaan tempatku bekerja menerima kerja sama dari pabrik itu?" tanya Lunar dengan nada mengejek. Pria itu, Satrian duduk di kursi yang ada di dekatnya seraya meminta mantan istrinya juga duduk agar tidak menjadi tontonan orang-orang yang ada di sana. Dengan kasar perempuan itu duduk sediki menjauh dari mantan suaminya. "Apa? Aku rasa urusan kita sudah selesai! Kecuali masalah pabrik dan harta peninggalan Papaku!""Ayolah, Lunar! Aku akan membagi