Lunar masih tidak percaya bahwa lelaki yang saat ini satu meja makan dengannya tahu semua tentang dia. Perempuan tersebut menyakini bahwa Bumi bukanlah orang sembarangan karena hanya dalam semalam, lelaki itu sudah tahu tentangnya.
"Bagaimana Tuan bisa ... ." Lunar menghentikan ucapannya karena melihat tatapan Bumi yang tajam, sehingga dia menyadari kesalahannya. "M-mas, bagaimana bisa tahu tentang aku?""Tidak penting aku tahu dari mana! Sekarang selesaikan sarapanmu!" sahut Bumi dengan cepat serta menikmati makanan yang ada di atas meja.Sedangkan perempuan itu tidak lagi bertanya. Percuma saja, Bumi tidak akan pernah memberitahunya apa pun.Seusai sarapan, Lunar bersiap berangkat bekerja. "A-aku berangkat kerja dulu, Mas.""Ya sudah, kita bersama saja! Aku antar kamu ke tempat kerja!"Bumi berjalan lebih dulu keluar dari apartemen, artinya perempuan itu tidak bisa menolak. Keputusan yang lelaki buat adalah final yang tidak bisa dibantah."Em, Mas kerja di mana?" tanya Lunar dengan sedikit takut-takut.Lelaki itu menoleh dengan tatapan tajamnya, lalu tersenyum miring. "Nanti juga kamu akan tahu."Lagi! Bumi memberikan sahutan yang membuat perempuan itu kembali bungkam dan bingung untuk membuka pembicaraan.Mobil sport merah itu membelah jalanan yang cukup padat karena macet. Untungnya Bumi begitu lihai, hingga bisa membawa mobilnya dengan cukup baik dan sampai di kantor Lunar tepat waktu."M-mas juga tahu kantorku?" tanya Lunar yang kembali mengingat bahwa dia belum memberitahu di mana tempat kerjanya. Namun, Bumi menghentikan mobil tepat di kantor tempatnya bekerja."Aku tahu semua tentang kamu, Lunar. Bahkan, pakaian dalam kamu pun aku tahu!" sahut lelaki tersebut sambil tersenyum miringLunar melototkan mata seraya menyilangkan kedua tangan seolah menutupi tubuhnya. "Mas Bumi mesum!"Dia segera keluar dari mobil dan masuk ke dalam kantornya. Lunar bekerja sebagai salah satu staff keuangan. Meski punya pabrik peninggalan orang tuanya, Lunar merasa tidak siap memimpin pabrik, sehingga dia mempercayakan semua itu pada Om-nya alias Papa Mella dan juga mantan suaminya -Satria-. Kini dia sadar bahwa semua salah, karena secara tidak langsung, dia yang telah memberikan mereka peluang untuk mengambil hartanya."Hei, melamun saja," kata seorang pria yang berdiri di belakang tubuh Lunar."Ish, siapa yang melamun!" sanggah Lunar yang merasa tidak melamun, hanya terdiam saja."Oh ya, kamu diminta untuk memberikan laporan ini untuk CEO baru kita, sekaligus memberikan laporan hasil dinasmu kemarin."Dahi Lunar mengerut mendengar ada CEO baru di kantornya. "Sejak kapan ada CEO baru? Apa sejak dinas?"Anggukan ditujukkan oleh teman kerja perempuan tersebut. "Iya. Dia sangat kejam, Lun. Semua laporan dia buang jika ada yang salah. Bahkan ada typo saja, akan dia coret dengan panjang. Sebaiknya, kamu hati-hati saat menemuinya. Sudah sana."Mendengar cerita temannya tentang CEO baru yang katanya kejam, membuat Lunar jadi takut sendiri. Namun, dia mencoba untuk tetap tenang.Tring!Lift yang perempuan tersebut naiki sudah sampai di lantai tempat CEO-nya berada. Dengan jantung berdetak kencang dia tersenyum saat melihat sekretaris CEO yang mempersilakan nya untuk masuk."Permisi, Tuan. Saya ... ."Deg!"Mas Bumi?" seru Lunar melihat lelaki yang tadi mengantarkannya ke kantor ada di ruangan itu. "M-mas ... CEO baru di sini?""Kejutan! Tetapi kamu harus memanggilku Tuan selama di sini seperti yang lain! Mana laporan keuangan yang aku minta!" kata lelaki tersebut dengan wajah datar.Dengan tubuh yang masih gemetar, perempuan tersebut memberanikan dirinya untuk memberikan laporan keuangan hasil dinas dan keuangan bulan ini."Jelaskan!" perintah lelaki itu seraya mengecek satu per satu laporan yang dibawa Lunar.Perempuan itu mencoba menjelaskan dengan santai, meskipun dalam hatinya berdetak dengan kencang. Dia khawatir jika nanti Bumi melemparkan laporannya karena ada kesalahan."Bagus! Laporanmu juga rapi! Hanya saja ada typo yang perlu kamu perbaiki, jadi bawa lagi dan perbaiki lagi!"Lunar mengambil berkas yang katanya perlu diperbaiki dengan senyum mengembang. Bumi tidak memperlakukannya dengan kejam seperti yang temannya tadi katakan."Bawa juga berkas ini!" kata Bumi memberikan berkas dengan map berwarna hijau tua."Berkas apa ini, Tuan?" tanya Lunar seraya mengambil dan mengecek isinya."Itu berkas perceraianmu! Minta tanda tangan mantan suamimu! Buktikan bahwa kamu bisa tanpa mereka!" sahut Bumi dengan senyum miring khasnya.Lunar membaca setiap isi dari berkas perceraian itu. "Baik, Tuan. Saya akan datang padanya saat jam istirahat nanti.""Hm, sekarang pergilah!"Perempuan tersebut mengangguk dengan pelan sembari pergi dari sana. Dia tersenyum karena bisa mengajukan gugatan cerai pada Satria. Benar kata Bumi, bahwa dengan begitu artinya dia bisa menunjukkan bisa hidup lebih baik walaupun tanpa mereka.******"Lunar? Kenapa kamu ke sini? Bukankah aku sudah bilang jangan menunjukkan dirimu lagi!" sentak seorang pria yang merupakan mantan suami perempuan itu.Lunar duduk di kursi dalam ruangan yang dulunya adalah ruangan almarhum ayahnya. Dia mengeluarkan berkas dari tasnya dan diberikan pada surai cerai yang dibawa pada Satria."Tanda tangani surai cerai itu! Supaya kita benar-benar berpisah secara hukum!"Pria tersebut mengambil berkas yang diberikan oleh istri yang sudah dia talak. "Jadi, kamu masih punya uang untuk mengajukan surai cerai?"Lunar tergelak bahkan hampir saja tertawa, hanya saja dia menahannya. "Tentu saja aku punya uang. Aku 'kan punya pekerjaan dan kartu ATM-nya aku simpan di tempat yang tidak bisa kamu atau lainnya ketahui. Sudahlah, segera tanda tangani surat itu. Toh, kamu sudah mentalak tiga aku!"Wajah Satria terlihat mengetat seperti marah, tetapi pria tersebut segera tanda tangan dan melemparkan berkas tersebut pada mantan istrinya."Terima kasih dan kamu tidak perlu datang saat sidang agar prosesnya cepat selesai. Permisi," kata Lunar beranjak pergi dari sana."Apakah kamu sudah tidak mencintaiku lagi, Lunar?" tanya Satria saat perempuan itu akan membuka keluar dari sana.Lunar berbalik seraya menunjukkan senyumnya. "Cinta? Untuk apa aku mencintai seorang pengkhianat? Apalagi kamu sudah mentalak tiga dan mengambil semua harta peninggalan Papaku? Lalu, bagian mana harus membuat aku tetap mencintai kamu? Tidak ada!""Bagus! Aku pun tidak pernah mencintai kamu! Hanya Mella yang selama ini aku cintai dan jika bukan karena rencana Papa Mella, aku tidak akan pernah mau bersama perempuan seperti kamu!" balas Satria dengan senyum puasnya.Kedua tangan Lunar terkepal dengan erat. Amarah dan rasa benci kembali hinggap dalam dadanya. Ingin dia menangis, tetapi perempuan tersebut tidak mau menunjukkan kesedihannya yang justru akan membuat pria di depannya merasa semakin menang."Kamu pun tidak mungkin asik untuk diajak bergumul di atas ranjang. Tidak seperti Mella yang ... ."Plak!"Apaan kamu, Lunar!"Tubuh Lunar terhuyung ke samping karena di dorong oleh wanita yang tak lain adalah Mella yang melihat suaminya ditampar oleh perempuan itu. Lunar yang terjatuh menahan rasa sakit sebab lengannya yang terbentur kusen pintu. Jelas sangat sakit. "Kamu tidak apa-apa 'kan, Sayang?" tanya Mella dengan khawatir pada suaminya, lalu melihat pada Lunar yang sudah berdiri sambil memegang lengannya yang sakit. "Apa yang kamu lakukan di sini, Jalang?! Masih punya muka bertemu SUAMIKU, hah!"Meski merasakan sakit, tetapi Lunar berusaha menahannya. Dia tidak akan membiarkan wanita macam Mella merendahkannya seperti semalam. "Siapa yang kamu sebut Jalang, Mella? Jalang itu yang suka rebut suami orang, ya berarti kamu jalangnya!" balas Lunar dengan senyum meremehkan. "Kurang ajar kamu, Lunar! Kamu yang sudah merebut Satria dariku! Kalau bukan demi rencana Papa, sudah dari dulu aku menikah dengannya!" balas Mella tidak terima dengan ucapan perempuan di depannya. Lunar masih berusaha bersikap dengan
Bumi terus menatap Lunar, lalu duduk di sisi meja. "Aku mau dekat calon istri. Tidak salahkan jika aku melakukan hal itu?"Perempuan itu membuka mulutnya. Tidak salah? Tentu saja Lunar menyalahkan sikap atasannya karena dengan menjadikan dia sebagai sekretaris, artinya akan banyak karyawan yang tidak suka dengannya serta belum tentu dia paham dengan cara kerja menjadi sekretaris. "Ma-maaf sebelumnya, Tuan. Namun, seperti yang saya katakan tadi, bahwa basic saya bukan sekretaris, bagaimana jika nanti ... .""Aku akan memberikan kamu buku menjadi sekretaris serta bisa kamu praktekan langsung," sahut Bumi dengan cepat. "Aku tahu bahwa kamu mudah memahami sesuatu, jadi pasti mudah bagimu untuk belajar menjadi sekretaris!"Lunar bisa merasakan aroma nafas lelaki di depannya yang begitu segar. Ingin dia menjauh agar tidak terlalu dekat dengan Bumi, tetapi khawatir lelaki tersebut marah padanya. "Ada lagi, Lunar?"Perempuan itu berdehem untuk menyadarkan dirinya sendiri. "Em, itu, Tuan. Ba
Seorang perempuan duduk di meja rias sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Pikirannya masih berkelana pada gambar yang tadi dia lihat di media sosial. "Foto itu sepertinya bukan editan atau akting. Malah terlihat sangat natural. Astaga, kenapa semuanya jadi membingungkan begini?" gumam Lunar mematikan hairdryer-nya. Ceklek! Lunar menoleh ke arah pintu yang terbuka. Ada Bumi yang masuk seraya melepas jasnya dan di letakkan di atas ranjang. "Kenapa?" tanya lelaki itu melihat Lunar yang menatapnya penuh arti. Bukannya menjawab, perempuan itu terdiam dengan memikirkan apa yang hendak dia sampaikan pada Bumi. Beberapa hal yang perlu dia pertimbangkan, termasuk keberanian serta kesiapan dengan jawaban yang mungkin akan mengejutkannya. "Lunar, kenapa diam? Hm?" tanya Bumi yang sudah membuat tubuh Lunar yang duduk menjadi berbalik ke samping sampai mereka pun berhadapan. Lelaki itu menyentuh dagu perempuan di depannya. "Apa yang membuatmu membisu seperti ini? Kamu tidak tuli mendad
Pagi menjelang siang, Lunar sedang berdiri di depan mesin fotocopy. Ada beberapa berkas yang perlu dia gandakan sesuai perintah dari sang atasan. "Lama sekali fotocopy-nya? Memangnya seribu kertas yang hari dicopy?!" cibir karyawan wanita yang baru beberapa menit menunggu untuk memfotocopy.Karyawan lain yang bersama wanita itu tertawa pelan sambil berkata, "Mungkin dia mau lama-lama di sini karena ada pegawai magang yang tampan."Memang benar kalau di sana ada pegawai baru yang sedang magang dan lumayan tampan. Namun, Lunar tidak tertarik padanya. Lagipula, siapa yang mau lama-lama di sana, apalagi pekerjaannya masih sangat banyak. "Terima kasih," kata Lunar saat menerima kertas yang dia copy. Tidak mau membuang waktunya, perempuan itu segera beranjak pergi. Karyawan wanita yang tadi mencibir malah dengan iseng mengulurkan kakinya dengan pelan guna mencekal kaki Lunar. Bruk! Kertas-kertas fotocopy tadi berhamburan di lantai. Lunar menatap dua wanita yang menertawakannya. "Jatuh
Waktu cepat berlalu, sudah tiba waktunya Lunar melakukan sidang untuk bercerai. Dia sudah berada di persidangan seorang diri. Mantan suaminya -Satria- datang pada sidang itu karena pengacara dari Bumi mengatakan bahwa, ada baiknya pria itu datang untuk mentalaknya di depan pengadilan. "Dengan ini, saya menyatakan bahwa saudari Lunara Maheswari dan saudara Satria Adiwijaya sudah resmi bercerai!" Hakim mengetukkan palunya cukup keras. Lunar tersenyum sambil melihat pada pengacara yang sudah membantunya. Dia melihat pada Satria yang berdiri, lalu menarik tangannya keluar dari ruang sidang. "Apa sih! Kenapa kamu menarik tanganku seperti itu? Ingat, kamu sudah bukan suamiku yang bisa asal sentuh begitu saja!" ucap Luna dengan wajah masamnya. Satria melipat kedua tangannya di depan dada. Tak lama setelah itu, seorang wanita datang sembari merangkul lengan pria tersebut dengan begitu mesra. "Karena kalian sudah sah bercerai, maka kita bisa meresmikan pernikahan kita 'kan, Sayang?" seru
Setelah pertengkaran antara Lunar dan Mia yang diciduk oleh atasan mereka. Kini keduanya sudah kembali pada pekerjaan masing-masing. Lunar juga bekerja, tetapi di dalam ruangan Bumi sambil duduk bersisian dengan lelaki yang memaksanya untuk di sana. "Em, Tuan. Bolehkah saya kembali ke tempat kerja saya? Di sini, saya kurang fokus," ujar Lunar dengan suara pelan. Bagaimana bisa fokus kalau setiap dia mengerjakan pekerjaannya, sang atasan dengan nakal merangkul pinggangnya seraya dielus dengan pelan. Jelas saja Lunar merasa kegelian. Mau protes, dia takut jika lelaki itu marah padanya. "Tanggung! Sebentar lagi jam pulang. Jadi, kamu di sini saja!" sahut Bumi tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Perempuan itu hanya bisa pasrah, apalagi sebelah tangan lelaki itu masih saja mengelus pinggangnya. Lunar mencoba abai hingga jam pulang kantor. Toh, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membiarkannya saja. "Kenapa tadi kamu tidak mengatakan bahwa karyawan tadi mengatai kamu pelakor?" tanya
Lunar melihat pada Bumi yang juga melihat padanya. Tatapan tajam dari lelaki itu membuatnya tidak sadar bahwa tangan Bumi terulur memegang pinggangnya. "Ah!" seru Lunar sedikit kaget karena tubuhnya semakin dengan dengan sang atasan. Bumi mengelus wajah cantik di depannya dengan jari telunjuk. "Kamu tahu maksudku, Lunar. Aku tidak suka, apa yang sudah menjadi milikku dekat bahwa disentuh oleh orang lain! Terutama kaum laki-laki!"Lunar yang mendengar ucapan Bumi meringis pelan. Selain kejam, dia tidak menyangka bahwa Bumi juga bisa posesif. Padahal, mereka masih belum sah. Tidak terbayang kalau mereka sudah sah nanti. Pasti, lelaki itu akan lebih dari saat ini. "Kenapa diam?" bisik Bumi tepat di telinga perempuan dalam dekapannya. "Jangan hilang kalau kamu sedang bergumam dalam hati?"Mata perempuan itu membola. Baginya Bumi seperti cenayang yang seolah tahu apa yang ada dalam pikirannya. "Katakan apa yang ingin kamu katakan! Aku tidak suka jika kamu menyimpan sesuatu dariku!" des
Dua bulan sudah berlalu, tak terasa jika sudah selama itu juga Lunar menjadi sekretaris Bumi. Tidak banyak hal yang berubah kecuali, sikap beberapa karyawan yang sudah tidak lagi menggunjingkannya. Termasuk Mia yang tidak pernah lagi merundungnya, hanya bisa melihat dengan tatapan tajam. "Nona Lunar," panggil asisten Bumi sambil tersenyum ramah. "Anda di minta masuk ke dalam."Perasaan Lunar jadi tidak enak. Bagaimana tidak? Jika dia sudah masuk ke dalam ruangan Bumi, sudah pasti asistennya akan berada di luar. Di saat itu sang atasan pasti akan mengambil kesempatan untuk membuatnya menuruti apa pun yang lelaki itu lakukan. Ya, walaupun tidak sampai keluar batas. Tetap saja, dia merasa risi, tetapi takut untuk membantah dan protes. "Nona Lunar," seru asisten Bumi bernama Septian yang menyadarkan perempuan tersebut dari lamunannya. Lunar tersenyum dengan kaki sambil berdiri. Dia menghela nafas pelan, lalu masuk ke dalam ruangan sang atasan yang duduk di singgasananya. "Tuan," seru