Hari ini aku berangkat kerja seperti biasa. Tak ada yang spesial. Aku mengawali hariku dengan berolahraga tiga puluh menit, setelahnya aku memasak makanan, mandi, makan lalu berangkat.
Aku tinggal terpisah dari kedua orang tuaku karena perjalanan dari rumah orang tuaku ke kantor lumayan jauh, jadi aku mencari kost yang dekat dengan kantorku. Harganya lumayan, tapi karena gajiku juga lumayan, jadi aku bisa mengambil kost tersebut."Eh Deev, tau nggak kalau di bawah lagi ribut ada pegawai baru?""Oh ya? Enggak, aku nggak tau.""Ish, emang kok kamu itu.""Ya emang aku nggak tau," jawabku acuh tak acuh."Tadi kamu lewat lobby kan?" tanya Ruby."Iya," jawabku singkat."Emang nggak liat rame-rame waktu jalan di lobby?""Ya liat sih kalau itu. Aku cuma nggak mau tau aja itu apa.""Ganteng lho katanya pegawai baru itu.""Ya kalau cowok wajar dong kalau ganteng, kalau cewek ganteng baru nggak wajar. Sewajarnya cewek itu cantik.""Emang ni anak nggak bisa diajak kompromi.""Haha, mau minum apa By? Aku bikinin.""Tolong bikinin ini ya, katanya minuman herbal buat ibu hamil. Suamiku yang beli.""Suami kamu emang pengertian ya.""Hihihi. Makasih ya Deev!" ucap Ruby yang melihatku semakin menjauh darinya.Aku masuk ke pantry dan segera membuat satu minuman untuk Ruby, Aldi, pak bos, dan juga untukku sendiri."Pagi-pagi udah rajin aja.""Bisa nggak sih Pak nggak tiba-tiba muncul gitu?""Enggak. Aku sukanya tiba-tiba muncul tuh.""Sabar-sabar dirikuu.""Itu minuman buat saya ya?""Bukan cuma buat Bapak sih.""Oh ya udah, tolong bawa ke ruangan saya ya."Ya emangnya biasanya dibawa ke mana bambang!"Eh itu buat pak bos? Sini aku aja yang bawain masuk.""Oh iya, tolong ya, sama ini juga minuman buat kamu.""Wah makasih ya Deev.""Iya sama-sama."Tak berapa lama Aldi masuk ke dalam ruangan, dia keluar lagi dengan masih membawa nampan yang berisi minuman untuknya dan pak bos."Kenapa? Nggak mau dia?"Plak!"Dia dia.""Ya emang dia kan? Kenapa itu? Minta aku yang anterin?"Aldi hanya mengangguk, wajahnya dipenuhi rasa bersalah."Ya udah kamu ngopi dulu aja di sini.""Makasih ya Deev.""Iya santai."Aku pun masuk dan membawakan minuman padanya."Ini minumannya Pak.""Kamu duduk situ dulu. Tunggu saya minum.""Harus banget Pak? Saya juga bikin minum di luar, mau saya minum.""Oh, kebetulan kalau gitu. Kita minum bareng aja.""Haish.""Nggak mau?" tanyanya."Iya saya ambil."Aku keluar dan segera mengambil minumanku."Mau ke mana Deev?""Disuruh minum di ruangan pak bos.""Wah wah. Semangat Deev," ucap Ruby."Semangat Deev," Aldi pun tak luput memberi semangat padaku.Memang sepertinya aku sangat butuh semangat dari banyak orang. Rasanya energiku selalu habis jika berhadapan dengan bos aneh itu."Permisi.""Masuk.""Duduk sini di depan saya.""Pak saya cuma mau infokan, nanti jam sembilan ada meeting.""Masih dua jam lagi. Santai lah. Minum dulu minumannya, ayo."Aku tak hanya diam minum di ruangan ini, aku sudah membawa tabletku dan menyicil pekerjaan yang harus kuselesaikan hari ini."Disuruh nemenin minum malah kerja.""Saya bukan orang kaya Pak yang nggak kerja pun dapat pemasukan.""Dih, saya juga nggak dapat pemasukan kalau nggak kerja walaupun saya kaya.""Saya nggak nanya.""Huft. Deev, kamu nggak mau jadi pacar aku?""Bapak Ken yang terhormat, aku nggak mau. Tolong jangan tanya-tanya terus karena saya bosan menjawabnya.""Saya nggak akan berhenti sebelum kamu jawab iya."Aku diam tidak menanggapi ucapannya.Tiba-tiba pintu ruangan pak bos terbuka. Terlihat seorang wanita memakai dress biru muda. Rambutnya yang bergelombang itu digerai. Memakai sepatu hak tinggi berwarna biru juga."Kenzie!" Wanita itu berlari ke arah pak bos dan memeluknya."Apa-apaan nih?!""Loh, kamu kok galak gitu sih sama aku?!""Kamu itu siapa? Aku kenal kamu aja enggak.""Hah? Kamu lupa sama aku? Aku Evelyn.""Aku nggak inget pernah kenal sama orang yang namanya-""Oh iya aku inget. Kamu temen SD aku dulu?""Yes! Akhirnya kamu inget."Aku merasa canggung berada di tengah-tengah orang yang sedang reuni itu."Saya izin keluar. Permisi.""Tunggu!""Siapa itu? Sekretaris kamu? Kenapa ada di dalam ruangan kamu?""Aku lagi kerja tadi.""Kamu tau nggak sih? Orang tua kita menjodohkan kita lho.""Hah? Siapa yang bilang?""Orang tua kita dong.""Gila. Aku nggak setuju!""Kenapa? Kamu juga kan belum punya pacar.""Aku emang belum punya pacar tapi aku udah punya orang yang aku suka.""Kamu pilih orang yang kamu suka dan orang tua kamu yang pilih yang mereka suka. Siapa yang bakal menang kira-kira?""Nggak usah omong kosong. Aku mau tanya dulu sama mama papa.""Silakan. Pasti mereka bakal bilang hal yang sama kok. Kemarin malam kan kami udah makan malam bersama.""Aku nggak akan mau dijodohin.""We will see. Ini mana sih yang bikin minuman? Dari tadi nggak peka banget.""Ini minumannya.""Nama kamu siapa?""Aldi.""Kenalin, aku calon istri Kenzie, bos kamu," ucap Evelyn sembari mengulurkan tangannya ke arah Aldi."Aku udah bilang ya kalau aku nggak setuju dan nggak akan mau dijodohin sama kamu. Nggak usah sok ngaku jadi calon istri aku karena aku nggak akan mengakui kamu.""Yaah, lambat laun kamu pasti sadar kalau aku adalah satu-satunya orang yang pantas untuk kamu.""Mendingan sekarang kamu pergi dari sini.""Oke oke aku pergi, besok-besok aku ke sini lagi baby. Byeee."Semua percakapan itu terdengar dari tempat dudukku karena pintu ruangan pak Kenzie terbuka sehingga suara mereka terdengar sangat keras, apalagi dengan suasana yang sepi.Ketika melewatiku, dia melihat dengan pandangan sinis. Apa salahku?"Eh eh, itu siapa? Calon istri pak Kenzie tadi dia bilang?" tanya Ruby."Entah. Nggak mau tau urusan orang kaya.""Yee, kamu mah bukan nggak mau tau urusan orang kaya, tapi nggak mau tau urusan pak Kenzie.""Betul! Seratus buat kamu!""Ck ck ck. Jangan terlalu benci, karena benci dan cinta itu punya batasan yang tipis.""Gimana nggak benci? Dia ngejar setiap hari padahal aku udah bilang kalau aku nggak suka dia dan aku nggak mau pacaran sama dia. Kalau bukan karena gaji di sini banyak, aku nggak akan bertahan di sini.""Duh duh."Waktu meeting pun tiba. Aldi membawa pak Kenzie ke ruang meeting sementara aku dan Ruby akan menyelesaikan tugas kami.Setelah hari yang melelahkan kemarin, aku pun mengawali hari dengan bahagia.Saat aku sudah sampai di lobby. Kulihat ada seorang lelaki yang menengok ke kanan kiri seperti bingung mencari ruangan."Cari apa mas?" tanyaku padanya."Eh, maaf saya pegawai baru, saya belum hafal ruangan-ruangan di kantor ini.""Masnya mau ke mana?""Saya mau ke ruang fotocopy. Karena mesin fotocopy di lantai kami sedang rusak.""Ooh, ruangan itu ada di lantai tiga. Ayo naik sama saya.""Terima kasih ya. Oh iya, nama saya Gilang.""Adeeva," jawabku sekenanya."Salam kenal ya."Aku memencet tombol lantai tiga dan segera mengantarnya ke ruang fotocopy."Terima kasih ya mbak Adeeva.""Iya sama-sama. Saya pamit dulu kalau gitu. Tau kan di mana ruangan mas?""Iya iya saya tahu.""Ya sudah, saya naik dulu."Aku naik ke lantai paling atas di gedung ini, lantai dua puluh."Hai By.""Hello. Sehat kamu?""Sehat dong. Kamu sehat?""Sehat.""Kapan mau ngajuin cuti?""Nanti bulan kedelapan.""Ooh, kenapa? Padahal kan u
Akhir pekan telah datang, ini adalah waktunya bermalas-malasan di rumah.Oh salah, ini waktunya aku datang berkunjung ke rumah kedua orang tuaku sekalian memberikan uang untuk mereka.Sejak pagi aku sudah sibuk membereskan rumah, berolahraga, dan mempersiapkan barang yang akan kubawa ke rumah orang tuaku."Udah semua kan? Sekarang waktunya pergi ke rumah bapak ibuk," ucapku pada diriku sendiri sambil menyeka keringat yang menetes. Entah mengapa hari ini terasa sangat panas.Aku memesan mobil berbasis online untuk pulang ke rumah."Tujuannya ke desa X ya mbak? Alamatnya sudah benar?" tanya supir taxi online."Iya Pak, sudah benar," ucapku sambil menata tas yang kubawa.Sepanjang jalan aku memutar video-video horor yang ada di Metube. Video horor dan true crime memang video yang hampir selalu kuputar di sela-sela waktu luangku.Ketika supir taxi bertanya apakah aku kost di sini, aku langsung menjawab bahwa aku tinggal di sini bersama sanak keluargaku.Aku berbohong karena pernah melihat
"Pak, Buk, dek, mbak balik dulu ya. Besok mbak barus kerja soalnya.""Iya mbak. Hati-hati ya.""Hati-hati ya Nduk.""Iya Buk."Aku menyalami tangan kedua orang tuaku dan adikku pun menyalami tanganku."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam."Kami berjalan menuju gapura desa dan di sana sudah ada satu mobil yang menungguku.Bapak dan ibuku membantu untuk menaikkan barang ke dalam mobil."Adeeva beneran balik ya Pak, Buk.""Dadah mbaaak!""Baik-baik ya kalian." Aku mengacak-acak rambut mereka berdua."Iya mbak."Kututup pintu mobil dan kuturunkan sejenak jendela mobil itu.Aku melambaikan tangan kepada kedua orang tuaku dan kedua adikku."Mau merantau ya mbak?""Hehe, udah lama si Pak, ya nggak jauh si, cuma di kota aja, cuma ya desa saya memang agak jauh dari kota.""Kerja apa mbak?""Saya kerja jadi karyawan Pak.""Ooh, iya iya. Ini tujuan kita benar ke minimarket A kan?""Iya Pak betul. Ada yang harus saya beli dulu di sana.""Siap mbak."Aku memasang headset dan mendengarkan cerita
Satu tahun berlalu dan aku semakin dekat dengan Gilang. Pak Kenzie pun semakin gencar mengejarku. Hari ini aku berencana bertemu dengan Ruby di taman hiburan. Ruby membawa anaknya yang sudah berusia delapan bulan lebih."Hei By!" Aku berteriak ketika kulihat Ruby yang sedang menggendong anaknya. Memakai dress berwarna kuning membuatnya terlihat fresh."Hei Deev," jawabnya sambil melambaikan tangan."Suami ke mana?" tanyaku karena tidak melihat tanda-tanda suami Ruby."Dia belum ke sini. Nanti nyusul katanya," jawab Ruby membuatku manggut-manggut."Kita mau ke mana dulu nih sambil nunggu suami kamu?" tanyaku."Kita makan dulu aja ya, laper," ucap Ruby sambil mengelus-elus perutnya."Laper terus ya Bun," godaku."Iya nih, semenjak menyusui jadi gampang banget laper."Lagi tidur ya si Angel?" Angel, nama anak pertama Ruby."Iya nih, udah lumayan lama sih merem. Paling bentar lagi juga bangun ini anak," jawab Ruby."Ya udah ayo kita ke tempat makan dulu. Isi bahan bakar sebelum mulai main.
"Adeeva, kamu sampai kapan si mau menolak saya?" tanya pak Kenzie sesaat setelah rapat dengan klien selesai.Aku yang sedang membereskan kertas-kertas pun menghentikan aktivitasku dan menoleh ke arah pak Kenzie."Saya akan terus menolak Bapak sebanyak Bapak meminta saya menjadi pacar Bapak," jawabku sambil melanjutkan pekerjaanku."Haah, gimana ini. Sayangnya saya juga belum ada keinginan untuk menyerah," ucap pak Kenzie santai."Sama seperti Bapak yang belum punya keinginan untuk menyerah, saya juga tidak ada keinginan untuk menerima Bapak." Setelah selesai merapikan kertas-kertas hasil rapat. Aku pun segera keluar yang diikuti langkah kaki pak Kenzie."Saya punya satu aja permintaan Deev," ucap pak Kenzie sembari mengejarku yang sudah berjalan di depan."Saya nggak peduli Pak, dan saya juga tidak ingin tahu apa keinginan Bapak itu," ucapku ketus tak menghiraukan pak Kenzie yang sudah ada di sampingku."Jahatnyaa," rengek pak Kenzie."Saya bukan jahat Pak, hanya saja Bapak yang tidak
Sudah beberapa jam berlalu dan pak Kenzie masih belum siuman. Entah berapa lama lagi pak Kenzie akan tertidur. Tapi aku maklum, mungkin karena tidak tidur berhari-hari, tubuhnya pun akhirnya ambruk tak berdaya.Gimana Deev? Belum siuman juga pak bos?Tanya Ruby dari telepon, karena dia sudah pulang dari tadi."Belum nih, mana Aldi juga ke mana lagi, ninggalin aku sendiri di sini sama pak bos," gerutuku kesal.Ya udah sih, kan Aldi juga udah bilang bakal bilang sama pak Kenzie buat ngasih uang lembur.Jawab Ruby seenaknya saja."Iya sih, tapi kan tetep aja lah!" dumelku.Ya udah sih, nikmatin aja, bos kita juga ganteng kan, enak dipandangi lama-lama.Dasar Ruby, kalau bicara seenaknya saja."Haish! Bodo amat lah! Udah aku tutup teleponnya!" Aku pun mematikan telepon yang masih berjalan. Aku tidak peduli jika Ruby kesal."Adeeva! Ini kubelikan makanan untukmu," ucap Aldi yang tiba-tiba saja sudah ada di depan pintu."Eh? Makasih lho, tapi aku pulang aja deh, kamu aja yang nungguin pak K
"Lho kamu?!" ucap seorang lelaki."Eh, Bapak?! Akhirnya ada juga keluarga pak Kenzie yang datang ke sini!" seruku sambil berdiri dari kursi."Pak, terima kasih banyak ya sudah datang ke sini!" Aku menggenggam dan mengguncang-guncangkan tangan kakak pak Kenzie sambil tersenyum lebar."Kamu siapa ya? Adeeva?" tanya kakak pak Kenzie yang segera kujawab dengan anggukan.Aku segera mengemas tas yang tadi dibawakan oleh Ruby ke rumah sakit."Lho kamu mau ke mana?!" tanya pak Kenzie."Pulang Pak, sudah ada keluarga Bapak di sini. Kalau gitu saya pamit dulu, permisi," ucapku dan tanpa menunggu jawaban mereka langsung keluar dari ruangan."Hei Adeeva!" Teriakan pak Kenzie terdengar, namun aku sama sekali tidak peduli dengannya. Aku hanya ingin pulang ke rumah dan beristirahat dengan nyaman.Ketika sampai di loby rumah sakit, seorang lelaki mendekatiku dan bertanya apakah benar aku Adeeva."Iya, saya Adeeva, bapak siapa ya?" tanyaku bingung karena aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya,
Seumur hidup aku belum pernah berkencan dengan satu laki-laki pun. Hari ini adalah pertama kalinya aku berkencan. Entah apakah bisa dibilang kencan atau bukan.Aku mencoba satu per satu dress yang kupunya dan memilih dress berwarna biru muda. Kupadukan dengan outer berwarna putih dan bando yang juga berwarna putih.Kupandangi pantulanku di cermin dan kupastikan bahwa penampilanku sudah cukup baik."Hei Gilang!" seruku pada Gilang yang sedang bersandar di pintu mobil berwarna putih.Secara kebetulan, Gilang memakai kemeja berwarna navy yang bisa dibilang senada dengan dressku. Lengan kemejanya dilipat setengah. Aku sedikit merasa asing dengan penampilannya hari ini.Gilang membalikkan dirinya menghadapku dan untuk beberapa detik dia terdiam."Emm, eh Adeeva, sudah siap? Ayo kita berangkat sekarang," ucapnya tergagap.Gilang membukakan pintu mobil untukku dan aku segera masuk. Gilang dengan cepat menyusul masuk ke dalam mobil.Tiba-tiba Gilang mendekat ke arahku membuatku kaget. Deru na
Semakin hari aku menjadi semakin gelisah. Tidak ada hari yang berlalu tanpa rasa was-was. Padahal niatku pulang ke sini untuk menjernihkan pikiranku.Aku menjalani aktivitasku seperti biasa di desaku ini. Hanya saja pikiranku yang selalu berkelana tak tahu arah. Telepon dan sms dari nomor asing masih selalu masuk ke handphoneku. Tapi sekarang aku sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Aku hanya selalu memblokir nomor-nomor itu. Meskipun nomor asing akan selalu masuk entah berapa banyak pun aku menghapus dan memblokirnya.Aku belum membuka kembali tokoku karena aku sendiri yang mengepak barangnya, dan karena aku tidak membawa satu barang pun dari barang daganganku, jadi aku belum bisa membuka kembali tokoku."Nak, jadi kamu mau tinggal di sini saja?" tanya ibuku tiba-tiba pada suatu siang."Emm, enggak sih Buk, nanti rencananya aku mau pindah rumah kok, aku udah beli juga rumahnya.""Oh ya? Di mana itu?" tanya ibuku kembali."Ya, nggak jauh dari rumah Ruby, temenku itu lho Buk," uc
Lama aku memikirkan apakah harus sekarang menghubunginya ataukah nanti. Aku sangat gelisah, kudengar dari informanku bahwa Adeeva sudah pergi meninggalkan suaminya dan sekarang sedang ada di rumah orang tuanya.Setelah menguatkan hati, aku pun berniat untuk menghubungi Adeeva. Ternyata dia tidak pernah mengganti nomor handphonenya. Seperti menunggu kalau-kalau suatu saat aku akan menghubungi lagi. Ya, meskipun ini hanya rasa percaya diriku, tapi aku akan menyemangati diri sendiri bahwa Adeeva tidak mengganti nomornya karena masih mengharapkan kabarku.Tentu saja nomorku sudah tidak sama sejak terakhir kali kami berhubungan. Karena seperti yang kalian tahu, bahwa selama ini aku membatasi komunikasi dengan semua orang. Bahkan tidak ada satu pun orang dari perusahaanku yang tahu nomor pribadiku. Aku selalu memberi mereka nomor khusus yang kupakai di kantor.Selama perpisahan dengan Adeeva, kupikir hidupku akan mudah. Aku berpikir bahwa tidak butuh waktu lama dan aku akan segera melupakan
Beberapa bulan telah berlalu sejak aku menyelidiki perselingkuhan suamiku. Dengan bukti-bukti yang sudah kudapatkan, sepertinya kami bisa berpisah secepatnya.Setelah pernikahan penuh kesedihan, mungkin ini adalah yang terbaik untuk kami. Aku bisa terlepas dari keluarga besar mas Gilang yang selalu menanyakan kapan kami akan memiliki anak. Jujur saja aku selalu tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Apakah mereka pikir ketika pasangan yang sudah menikah belum memiliki keturunan, semua adalah salah wanita? Apakah mereka pikir masalahnya selalu ada pada wanita? Mengapa jarang sekali yang berpikir bahwa laki-laki mungkin saja bisa bermasalah?Aku tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Hari ini aku memutuskan untuk mengemas barang-barangku untuk keluar dari rumah ini. Di saat aku sedang mengemasi barangku, terdengar suara keras mas Gilang.(kembali ke prolog)Setelah mengatakan semua hal, aku pun bersiap untuk keluar dari rumah."Oh ya, tunggu saja, sebentar lagi surat cerai akan datan
Entah mengapa, beberapa bulan terakhir ini aku merasa suamiku berubah. Tidak, dia tidak berubah total, dia masih baik, dia juga masih menyayangi Angel, namun sekarang dia jarang ada di rumah, dia juga jarang meluangkan waktunya untukku dan Angel.Pernah suatu waktu, ketika Adeeva datang ke rumahku, dia seperti ingin mengatakan satu hal."Kenapa sih Deev, cemas gitu, ada apa?" tanyaku padanya kala itu."Eh? Nggak papa kok By, emm, suami kamu di mana By?" tanyanya tiba-tiba."Entah, tadi sih pamitnya mau ketemu temen di daerah Y. Emang kenapa?""Eh? Oh, enggak, kayanya tadi aku ngeliat suami kamu sih, tapi ya nggak tau bener apa enggaknya, soalnya ya cuma liat sekilas banget," ucapnya dengan suara yang terdengar ragu."Oooh, liat di mana Deev?" tanyaku karena jujur saja aku penasaran."Aku liat suami kamu di jalan ke arah daerah X," jawab Adeeva."Oh gitu ya."Ini aneh, jelas-jelas tadi suamiku berkata akan menemui temannya di daerah Y, daerah X itu ada di jalan yang berkebalikan dengan
Hari ini aku memutuskan untuk libur dari pekerjaanku dan bermain ke rumah Ruby. Selain aku merindukan Angel, aku juga ingin memberitahu Ruby tentang suaminya.Aku memesan taksi dan segera mengatakan alamat rumah Ruby. Karena ini memang hari libur kantor, jadi Ruby ada di rumah."Hai Angel!""Aunty!" Angel berlari ke arahku dengan terburu-buru sampai akhirnya dia malah terjatuh."Hati-hati sayang, jangan lari-larian," ucapku sambil memapah Angel untuk berdiri."Udah dibilangin jangan suka lari-lari, masih aja lari-larian terus," ucap Ruby yang tiba-tiba muncul dari arah dapur."Hai By, gimana kabar?" tanyaku yang langsung memeluknya."Kabar baik Deev. Kamu sendiri baik kan?" tanyanya membalas pelukanku."Baik juga, alhamdulilah.""Ayo masuk. Maaf ya berantakan," ucap Ruby."Enggak kok, wajar berantakan, kan ada anak kecil," ucapku lalu berjalan masuk setelah Ruby mempersilakan."Mau minum apa?" tanya Ruby."Sirup ada nggak?" tanyaku."Ada dong, mau sirup rasa apa? Jeruk? Melon? Leci?"
"Ken! Ada tamu nyari kamu tuh," ucap bang Mahendra masuk ke kamarku."Siapa Kak?" tanyaku."Ya nggak tau juga, turun sana, liat sendiri," ucap bang Mahendra.Aku pun turun dari kamar dan berjalan ke bawah."Oh ternyata kamu," ucapku karena ternyata yang datang adalah detektif pribadi kenalanku."Silakan masuk. Apa kamu sudah mendapatkan apa yang saya minta?" tanyaku yang dijawab dengan anggukan."Baiklah, nanti akan saya transfer biayanya ya, boleh saya minta dokumen yang kamu bawa itu?" tanyaku sambil menunjuk tumpukan kertas-kertas yang dia bawa."Silakan," jawabnya sembari menyodorkan dokumen yang dia bawa."Apakah ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?" tanyaku."Tidak Pak," jawabnya singkat."Baiklah, terima kasih, silakan kirimkan saja nanti tagihannya untuk saya," ucapku."Baik." Setelah itu dia langsung pamit untuk pulang. Aku pun segera membuka dokumen yang dibawakan oleh detektif tadi."Siapa dek?" tanya bang Mahendra membuatku langsung cepat-cepat membereskan dokumen yang
"Andrew, aku akan pulang ke negaraku besok," ucapku pada Andrew, sekretarisku.Andrew yang sedang memegang dokumen pun menjatuhkan dokumen-dokumen itu."Bercanda kan?" tanya Andrew padaku."Tentu saja tidak. Aku tidak bercanda, aku bahkan sudah memesan tiket untuk pulang besok. Tolong antarkan aku ke bandara besok pukul delapan pagi," ucapku."Lalu bagaimana pekerjaanmu di sini?!" teriak Andrew frustasi."Aku menyerahkannya padamu. Aku hanya sementara saja pulang, aku akan kembali lagi nanti, setelah aku menjemput calon istriku," ucapku tenang."Memangnya kau sudah punya calon istri?!" tanyanya kaget."Ya, sejujurnya sebelum datang ke sini, aku sedang dekat dengan seseorang. Namun karena keadaan, aku harus meninggalkannya daripada keluarganya diacak-acak oleh nenekku," jawabku."Sulit menjadi orang kaya ya," ucap Andrew."Kau juga kaya kan Drew?!" ucapku."Iya sih, tapi keluargaku membebaskan kami untuk melakukan apa saja," jawabnya."Ya ya, sudahlah, aku benar-benar akan pulang ya, pa
Hari ini adalah hari di mana semua anggota keluarga mas Gilang berkumpul. Semacam melakukan arisan keluarga begitu. Ada banyak orang yang datang biasanya, kata mas Gilang."Udah siap Deev?!" seru mas Gilang dari bawah."Sebentar!" Aku yang masih belum menyelesaikan riasanku pun segera mempercepatnya."Ayo Deev! Telat nanti kita!"Setelah selesai, aku pun bergegas untuk turun."Ayo mas," ucapku pada mas Gilang yang sekarang sedang bertolak pinggang sambil menatapku marah. Entah sejak kapan mas Gilang jadi mudah marah padaku. Aku sendiri tidak tahu apa alasannya."Buruan! Lelet banget sih dandan doang," ucapnya ketus."Yah, dandan kan emang lama mas, kebanyakan perempuan sih gitu," jawabku."Nggak usah banyak omong lah, besok-besok kalau mau ada arisan keluarga gini, kamu siap-siapnya dari sebelum aku mandi, jangan setelah aku mandi baru siap-siap!""Iyaa," jawabku singkat.Kami pun segera masuk ke dalam mobil dan bergegas untuk pergi ke rumah salah satu bibi mas Gilang.Sesampainya di
Tiga bulan berlalu semenjak aku dan mas Gilang menikah, sekarang jualan online-ku sudah mulai berjalan dan sudah memasuki bulan pertama semenjak pertama kali aku memutuskan untuk berjualan secara online. Masih aku sendiri yang bekerja karena aku belum berani merekrut pegawai. Saat ini aku baru saja selesai menyapu rumah dan akan melanjutkan untuk mengepel rumah."Akhirnya selesai juga," ucapku sambil mengusap keringat yang mengalir."Setrikanya kapan-kapan aja deh, sekarang mulai jualan aja kali ya, semangat diriku, ayo mulai promosi!" ucapku sambil mengepalkan tangan.Baru saja kuambil handphoneku, suara bel tiba-tiba berbunyi membuatku bertanya-tanya siapa yang datang di jam segini, karena memang waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi.Aku segera berjalan ke depan pintu dan melihat siapa tamu yang datang."Perempuan? Siapa ya? Aku belum pernah ketemu deh," ucapku bertanya-tanya saat melihat dari jendela ternyata ada seorang wanita yang memakai dress berwarna merah selutut.Lan