Akhir pekan telah datang, ini adalah waktunya bermalas-malasan di rumah.
Oh salah, ini waktunya aku datang berkunjung ke rumah kedua orang tuaku sekalian memberikan uang untuk mereka.Sejak pagi aku sudah sibuk membereskan rumah, berolahraga, dan mempersiapkan barang yang akan kubawa ke rumah orang tuaku."Udah semua kan? Sekarang waktunya pergi ke rumah bapak ibuk," ucapku pada diriku sendiri sambil menyeka keringat yang menetes. Entah mengapa hari ini terasa sangat panas.Aku memesan mobil berbasis online untuk pulang ke rumah."Tujuannya ke desa X ya mbak? Alamatnya sudah benar?" tanya supir taxi online."Iya Pak, sudah benar," ucapku sambil menata tas yang kubawa.Sepanjang jalan aku memutar video-video horor yang ada di Metube. Video horor dan true crime memang video yang hampir selalu kuputar di sela-sela waktu luangku.Ketika supir taxi bertanya apakah aku kost di sini, aku langsung menjawab bahwa aku tinggal di sini bersama sanak keluargaku.Aku berbohong karena pernah melihat sebuah tips jangan pernah memberi tahu kepada siapa pun kecuali orang tuamu bahwa kamu tinggal sendirian, ataupun tinggal di kontrakan.Tadi juga aku tidak naik mobil ini dari depan kost melainkan dari minimarket yang ada di dekat kontrakan.Aku kembali mendengarkan cerita horor yang ada di playlistku. Satu jam kemudian akhirnya aku sampai di depan gapura desaku."Saya berhenti di sini saja Pak," ucapku pada supir taxi yang langsung menghentikan laju mobilnya. Kuberikan uang dengan jumlah pas dan aku pun segera meninggalkan taxi.Aku membawa tas gendongku dan buah yang kemarin kubeli.Tok tok tok"Assalamu'alaikum!" ucapku agak keras."Wa'alaikumussalam!" Suara ibuk terdengar agak jauh dari pintu depan, sepertinya beliau sedang ada di dapur. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang diikuti dengan pintu yang terbuka dari dalam."Eh nduk, sehat kamu?" tanya ibuku."Alhamdulillah sehat Bu. Bapak belum pulang?" tanyaku karena biasanya di jam ini bapak ada di rumah."Belum Nduk, sedang gotong royong itu," ucap ibuku sambil mengambil tas gendongku.Aku menanyakan kabar keluargaku dan alhamdulilah mereka semua sehat. Kedua adikku masih belum pulang dari sekolah.Kubawa buah yang kubeli ke dapur, kukeluarkan dan kuletakkan di piring. Ketika sedang asyik berbincang dengan ibuku, tiba-tiba suara kedua adikku terdengar."Mbaaak!" Kedua adikku menghampiriku dan memelukku."Hei, kalian kok sudah pulang si?" tanyaku."Hehe, ada rapat mbak, jadi pulang lebih awal," ucap mereka sambil tersenyum."Ya sudah, kamu istirahat dulu aja. Capek kan kerja lima hari full terus hari ini ke rumah. Kalian main dulu ya biar mbaknya tidur," ucap ibuku yang membuat raut wajah kedua adikku merengut.Aku masuk ke dalam kamar, memainkan ponsel dan tak lama setelahnya aku tertidur."Nduuk, sholat Dzuhur dulu." Ibu membangunkanku dari tidur yang sedang nyenyak-nyenyaknya."Iya Buk. Jam berapa sekarang?" tanyaku dengan suara khas orang bangun tidur.Aku pun bangun, mengambil wudhu dan segera melaksanakan sholat dzuhur. Selesai sholat aku keluar dan melihat bapak yang sedang duduk di kursi ruang tamu."Assalamualaikum Pak. Bapak sehat?" tanyaku sambil menyalami tangan bapakku."Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah Bapak sehat Nak. Kamu sehat kan?" tanya bapak sambil mengelus kepalaku."Alhamdulillah sehat Pak," jawabku tersenyum.Kami berdua pun berjalan ke arah dapur. Ibuku sudah ada di dapur sedang menghidangkan makan siang ke meja makan."Kok nggak bangunin aku Buk? Kalau dibangunin, aku kan bisa bantu masak," protesku. Tentu saja aku merasa bersalah karena ibuku harus memasak makan siang sendirian. Apalagi jumlahnya tidak sedikit."Nggak usah Nduk, kamu kan masih capek. Lagian ini juga nggak semuanya kok baru masak. Ada yang udah dimasak tadi pagi. Ibuk cuma masak lauknya aja," ucapnya dengan senyuman yang selalu kurindukan."Ayo makan sekarang. Bapak sudah lapar," ucap bapak setelah memanggil kedua adikku.Kami berlima makan sambil mengobrol tentang banyak hal. Pekerjaanku, pekerjaan orang tuaku, sekolah kedua adikku, dan masih banyak lagi."Ibuk sama Bapak udah nggak usah kerja. Kalian istirahat aja di rumah. Kalau mau kerja ya tanem-tanem aja di halaman belakang rumah." Percakapan yang selalu kuungkit jika pulang. Bapak ibuku sudah tua, aku tidak tega jika mereka masih harus bekerja padahal gajiku juga cukup untuk biaya sehari-hari di rumah."Bapak nggak kuat kalau diem aja di rumah. Harus gerak, harus kerja. Capek malah kalau di rumah terus," ucap bapak beralasan."Ibuk juga sama, karena dari dulu kerja di sawah kakek nenekmu, jadinya kalau diem di rumah malah bingung," ujar ibu menimpali.Sore harinya aku dan ibu berjalan-jalan di sepanjang desa. Bertemu dengan tetangga-tetangga yang sudah jarang kutemui."Nak Deeva ya? Lama ya kita nggak ketemu?" ucap salah satu tetanggaku."Iya Bulek, Bulek kan merantau, jadi kita jarang ketemu, aku pulang dua pekan sekali lho Bulek," ucapku sambil tersenyum dan menundukkan badan.Setelah memutari desa, aku dan ibu pun kembali ke rumah membawa banyak buah tangan dari tetangga-tetangga.Tadi saat sedang berjalan-jalan, beberapa tetangga memberikanku dan ibuk hasil panen mereka. Sungguh tetangga-tetanggaku adalah definisi tetangga impian semua orang. Iya kan?"Bawa apa kalian?" tanya Bapak bingung melihat kami membawa banyak plastik."Apa itu mbak?" Kedua adikku pun ikut menimpali."Alhamdulillah ini dapat banyak makanan dan sayuran dari tetangga-tetangga," ucapku sambil mengeluarkan isi plastik.Aku memutuskan untuk menggoreng kentang, kusiapkan air yang sudah dicampur garam untuk merendam kentang yang sudah dikupas. Karena di rumah tidak banyak bahan, jadi langsung saja kugoreng kentangnya."Taraaa, udah jadi nih Pak, Buk, Dek. Aku mau sholat dulu, nanti baru makan," ucapku sambil menyodorkan piring berisi kentang goreng.Selesai sholat, bapak, ibu dan kedua adikku belum ada yang menyentuh kentang gorengnya.Kami bercanda bersama dan mengobrol banyak hal. Aku sangat merindukan suasana rumahku. Jika saja di sini ada pekerjaan yang bagus dengan gaji yang bagus juga, aku tidak akan pergi ke kota yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Selesai memakan kentang, kami pun makan malam dengan ikan yang sudah digoreng ibuk.Selesai makan, kedua adikku membersihkan meja makan dan aku mencuci piring. Setelahnya kami berkumpul di ruang keluarga menonton acara televisi."Dek, ke kamar mbak sebentar," ucapku pada kedua adikku.Mereka berdua pun segera beranjak dan mengikutiku ke kamar."Ini uang saku buat kalian. Dipakai baik-baik ya. Kalian sekolahnya juga yang serius. Kita itu bukan orang kaya, yang bisa kita lakukan ya rajin belajar, rajin ibadah. Ya dek?" ucapku sambil mengelus rambut mereka berdua.Aku bangga karena mereka berdua mendapatkan beasiswa dari sekolah. Padahal aku tahu mendapat beasiswa di desaku ini sedikit sulit, karena hanya ada dua orang dari setiap angkatan yang mendapatkannya."Pak, Buk, dek, mbak balik dulu ya. Besok mbak barus kerja soalnya.""Iya mbak. Hati-hati ya.""Hati-hati ya Nduk.""Iya Buk."Aku menyalami tangan kedua orang tuaku dan adikku pun menyalami tanganku."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam."Kami berjalan menuju gapura desa dan di sana sudah ada satu mobil yang menungguku.Bapak dan ibuku membantu untuk menaikkan barang ke dalam mobil."Adeeva beneran balik ya Pak, Buk.""Dadah mbaaak!""Baik-baik ya kalian." Aku mengacak-acak rambut mereka berdua."Iya mbak."Kututup pintu mobil dan kuturunkan sejenak jendela mobil itu.Aku melambaikan tangan kepada kedua orang tuaku dan kedua adikku."Mau merantau ya mbak?""Hehe, udah lama si Pak, ya nggak jauh si, cuma di kota aja, cuma ya desa saya memang agak jauh dari kota.""Kerja apa mbak?""Saya kerja jadi karyawan Pak.""Ooh, iya iya. Ini tujuan kita benar ke minimarket A kan?""Iya Pak betul. Ada yang harus saya beli dulu di sana.""Siap mbak."Aku memasang headset dan mendengarkan cerita
Satu tahun berlalu dan aku semakin dekat dengan Gilang. Pak Kenzie pun semakin gencar mengejarku. Hari ini aku berencana bertemu dengan Ruby di taman hiburan. Ruby membawa anaknya yang sudah berusia delapan bulan lebih."Hei By!" Aku berteriak ketika kulihat Ruby yang sedang menggendong anaknya. Memakai dress berwarna kuning membuatnya terlihat fresh."Hei Deev," jawabnya sambil melambaikan tangan."Suami ke mana?" tanyaku karena tidak melihat tanda-tanda suami Ruby."Dia belum ke sini. Nanti nyusul katanya," jawab Ruby membuatku manggut-manggut."Kita mau ke mana dulu nih sambil nunggu suami kamu?" tanyaku."Kita makan dulu aja ya, laper," ucap Ruby sambil mengelus-elus perutnya."Laper terus ya Bun," godaku."Iya nih, semenjak menyusui jadi gampang banget laper."Lagi tidur ya si Angel?" Angel, nama anak pertama Ruby."Iya nih, udah lumayan lama sih merem. Paling bentar lagi juga bangun ini anak," jawab Ruby."Ya udah ayo kita ke tempat makan dulu. Isi bahan bakar sebelum mulai main.
"Adeeva, kamu sampai kapan si mau menolak saya?" tanya pak Kenzie sesaat setelah rapat dengan klien selesai.Aku yang sedang membereskan kertas-kertas pun menghentikan aktivitasku dan menoleh ke arah pak Kenzie."Saya akan terus menolak Bapak sebanyak Bapak meminta saya menjadi pacar Bapak," jawabku sambil melanjutkan pekerjaanku."Haah, gimana ini. Sayangnya saya juga belum ada keinginan untuk menyerah," ucap pak Kenzie santai."Sama seperti Bapak yang belum punya keinginan untuk menyerah, saya juga tidak ada keinginan untuk menerima Bapak." Setelah selesai merapikan kertas-kertas hasil rapat. Aku pun segera keluar yang diikuti langkah kaki pak Kenzie."Saya punya satu aja permintaan Deev," ucap pak Kenzie sembari mengejarku yang sudah berjalan di depan."Saya nggak peduli Pak, dan saya juga tidak ingin tahu apa keinginan Bapak itu," ucapku ketus tak menghiraukan pak Kenzie yang sudah ada di sampingku."Jahatnyaa," rengek pak Kenzie."Saya bukan jahat Pak, hanya saja Bapak yang tidak
Sudah beberapa jam berlalu dan pak Kenzie masih belum siuman. Entah berapa lama lagi pak Kenzie akan tertidur. Tapi aku maklum, mungkin karena tidak tidur berhari-hari, tubuhnya pun akhirnya ambruk tak berdaya.Gimana Deev? Belum siuman juga pak bos?Tanya Ruby dari telepon, karena dia sudah pulang dari tadi."Belum nih, mana Aldi juga ke mana lagi, ninggalin aku sendiri di sini sama pak bos," gerutuku kesal.Ya udah sih, kan Aldi juga udah bilang bakal bilang sama pak Kenzie buat ngasih uang lembur.Jawab Ruby seenaknya saja."Iya sih, tapi kan tetep aja lah!" dumelku.Ya udah sih, nikmatin aja, bos kita juga ganteng kan, enak dipandangi lama-lama.Dasar Ruby, kalau bicara seenaknya saja."Haish! Bodo amat lah! Udah aku tutup teleponnya!" Aku pun mematikan telepon yang masih berjalan. Aku tidak peduli jika Ruby kesal."Adeeva! Ini kubelikan makanan untukmu," ucap Aldi yang tiba-tiba saja sudah ada di depan pintu."Eh? Makasih lho, tapi aku pulang aja deh, kamu aja yang nungguin pak K
"Lho kamu?!" ucap seorang lelaki."Eh, Bapak?! Akhirnya ada juga keluarga pak Kenzie yang datang ke sini!" seruku sambil berdiri dari kursi."Pak, terima kasih banyak ya sudah datang ke sini!" Aku menggenggam dan mengguncang-guncangkan tangan kakak pak Kenzie sambil tersenyum lebar."Kamu siapa ya? Adeeva?" tanya kakak pak Kenzie yang segera kujawab dengan anggukan.Aku segera mengemas tas yang tadi dibawakan oleh Ruby ke rumah sakit."Lho kamu mau ke mana?!" tanya pak Kenzie."Pulang Pak, sudah ada keluarga Bapak di sini. Kalau gitu saya pamit dulu, permisi," ucapku dan tanpa menunggu jawaban mereka langsung keluar dari ruangan."Hei Adeeva!" Teriakan pak Kenzie terdengar, namun aku sama sekali tidak peduli dengannya. Aku hanya ingin pulang ke rumah dan beristirahat dengan nyaman.Ketika sampai di loby rumah sakit, seorang lelaki mendekatiku dan bertanya apakah benar aku Adeeva."Iya, saya Adeeva, bapak siapa ya?" tanyaku bingung karena aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya,
Seumur hidup aku belum pernah berkencan dengan satu laki-laki pun. Hari ini adalah pertama kalinya aku berkencan. Entah apakah bisa dibilang kencan atau bukan.Aku mencoba satu per satu dress yang kupunya dan memilih dress berwarna biru muda. Kupadukan dengan outer berwarna putih dan bando yang juga berwarna putih.Kupandangi pantulanku di cermin dan kupastikan bahwa penampilanku sudah cukup baik."Hei Gilang!" seruku pada Gilang yang sedang bersandar di pintu mobil berwarna putih.Secara kebetulan, Gilang memakai kemeja berwarna navy yang bisa dibilang senada dengan dressku. Lengan kemejanya dilipat setengah. Aku sedikit merasa asing dengan penampilannya hari ini.Gilang membalikkan dirinya menghadapku dan untuk beberapa detik dia terdiam."Emm, eh Adeeva, sudah siap? Ayo kita berangkat sekarang," ucapnya tergagap.Gilang membukakan pintu mobil untukku dan aku segera masuk. Gilang dengan cepat menyusul masuk ke dalam mobil.Tiba-tiba Gilang mendekat ke arahku membuatku kaget. Deru na
Sudah hampir enam bulan aku sering pergi keluar saat akhir pekan bersama Gilang ketika aku tidak pergi ke rumah orang tuaku."Kayanya ada yang lagi kasmaran nih," ucap Ruby menggodaku."Apaan, enggak kok. Biasa aja padahal," elakku."Halah, ngaku aja, hampir semua pegawai juga tau kalau kamu sering jalan berdua sama si Gilang. Beberapa orang ngeliat kalian jalan berdua," ucap Ruby.Setelah ucapannya berakhir, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara gebrakan meja."Kenapa tuh pak bos?" tanya Ruby."Entah, biasalah kumat, obatnya habis kali," jawabku sekenanya."Huuus! Nggak boleh gitu Deev, kayanyaa-""Adeeva! Kamu ikut saya dinas luar!" Ruby belum menyelesaikan perkataannya dan pak Kenzie yang sedari tadi ada di dalam ruangan tiba-tiba keluar dan berkata demikian."Hah? Kapan Pak? Sekarang?" tanyaku bingung karena setauku tidak ada jadwal apa pun di jam ini."Sekarang! Nggak usah banyak tanya! Cepat ikuti saya!" ucapnya dengan suara lantang yang membuatku, Ruby, dan Aldi saling bertatapa
Dua bulan sudah aku memikirkan tawaran dari pak Kenzie. Selama itu juga aku sering jalan-jalan berdua dengan Gilang. Aku semakin bimbang."Hei! Ngelamun aja!" Ruby datang mengagetkanku yang sedang melamun di meja kerja."Apa sih By? Ngagetin aja," dumelku."Lagian dipanggil berkali-kali diem aja. Kenapa sih?" tanya Ruby ingin tahu."Nggak ada apa-apa, santai kok," jawabku santai."Hmm, pasti ada apa-apa kalau kaya gini. Akhir-akhir ini lho kamu sering ngelamun," ucap Ruby menyadarkanku bahwa memang sudah beberapa hari ini aku semakin sering melamun."Enggak ada apa-apa By," ucapku membuat Ruby menatapku dengan wajah penuh selidik."Kayanya kamu berubah sejak ... oh aku inget! Sejak keluar sama Pak Ken-" Refleks aku menutup mulut Ruby."Bisa diem nggak sih By?!" Aku sedang bingung dengan tawaran pak Kenzie dua bulan lalu, Ruby malah membahasnya keras-keras. Bagaimana kalau pak Kenzie mendengarnya?"Udah ah By, ayo selesaiin aja kerjaan hari ini.""Iya iya Adeeva cantik, cie yang direbu