Lama aku memikirkan apakah harus sekarang menghubunginya ataukah nanti. Aku sangat gelisah, kudengar dari informanku bahwa Adeeva sudah pergi meninggalkan suaminya dan sekarang sedang ada di rumah orang tuanya.Setelah menguatkan hati, aku pun berniat untuk menghubungi Adeeva. Ternyata dia tidak pernah mengganti nomor handphonenya. Seperti menunggu kalau-kalau suatu saat aku akan menghubungi lagi. Ya, meskipun ini hanya rasa percaya diriku, tapi aku akan menyemangati diri sendiri bahwa Adeeva tidak mengganti nomornya karena masih mengharapkan kabarku.Tentu saja nomorku sudah tidak sama sejak terakhir kali kami berhubungan. Karena seperti yang kalian tahu, bahwa selama ini aku membatasi komunikasi dengan semua orang. Bahkan tidak ada satu pun orang dari perusahaanku yang tahu nomor pribadiku. Aku selalu memberi mereka nomor khusus yang kupakai di kantor.Selama perpisahan dengan Adeeva, kupikir hidupku akan mudah. Aku berpikir bahwa tidak butuh waktu lama dan aku akan segera melupakan
Semakin hari aku menjadi semakin gelisah. Tidak ada hari yang berlalu tanpa rasa was-was. Padahal niatku pulang ke sini untuk menjernihkan pikiranku.Aku menjalani aktivitasku seperti biasa di desaku ini. Hanya saja pikiranku yang selalu berkelana tak tahu arah. Telepon dan sms dari nomor asing masih selalu masuk ke handphoneku. Tapi sekarang aku sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Aku hanya selalu memblokir nomor-nomor itu. Meskipun nomor asing akan selalu masuk entah berapa banyak pun aku menghapus dan memblokirnya.Aku belum membuka kembali tokoku karena aku sendiri yang mengepak barangnya, dan karena aku tidak membawa satu barang pun dari barang daganganku, jadi aku belum bisa membuka kembali tokoku."Nak, jadi kamu mau tinggal di sini saja?" tanya ibuku tiba-tiba pada suatu siang."Emm, enggak sih Buk, nanti rencananya aku mau pindah rumah kok, aku udah beli juga rumahnya.""Oh ya? Di mana itu?" tanya ibuku kembali."Ya, nggak jauh dari rumah Ruby, temenku itu lho Buk," uc
"Tunggu! Mau ke mana kamu?!" Pria yang selama ini menjadi suamiku itu meninggikan suaranya padaku."Aku? Tentu saja aku harus dan akan pergi dari rumah ini. Kenapa? Kamu kan sudah punya penggantiku mas," jawabku dengan penuh emosi."Tunggu tunggu! Ini salah paham!" serunya membuatku merasa geram."Salah paham di bagian mana? Jelas-jelas kamu sudah punya istri baru kan mas? Bahkan, anakmu sudah berusia satu tahun? Mananya yang salah paham? Apakah kamu masih akan mengelak dan berkata bahwa mereka bukan istri dan anakmu? Jika otakmu sudah tidak terpakai, setidaknya pakailah hati nuranimu."Aku sungguh tak habis pikir dengan pikirannya sampai saat ini.Kembali kukemas baju-baju yang selama ini kubeli dengan uang hasil usahaku sendiri. Semua hal yang dibelikan oleh suamiku akan kutinggal di rumah ini dengan segala kenangan manis dan pahitnya."Maafkan aku sayang. Maafkan akuu. Aku khilaf," ucapnya sambil menarik-narik bajuku. Persis seperti anak kecil.Hah, bisa-bisanya dia bilang bahwa di
Namaku Adeeva Kalandra. Aku adalah seorang pegawai di salah satu perusahaan terkenal di kotaku. Menjadi salah satu sekretaris dari direktur perusahaanku.Bosku masih lajang, banyak orang yang bilang bahwa dia bahkan belum pernah memiliki pacar. Banyak juga desas-desus yang mengatakan bahwa bosku ini gay. Ada juga yang bilang bahwa dia impoten.Jujur aku tidak percaya dengan rumor kecuali jika aku melihatnya sendiri. Karena seperti yang sudah kita semua tahu, kebanyakan rumor itu tidak benar. Lagipula ...."Adeeva! Pak direktur memanggil." Sekretaris pertama bosku, Aldi yang memanggilku."Oh iya."Aku segera bergegas masuk ke dalam ruangan pak direktur.Tok tok tok."Masuk."Aku membuka pintu dan segera masuk."Ada apa Pak?" tanyaku tanpa basa-basi.Bosku itu hanya diam sambil melihat komputernya. Aku berdiri selama lima menit dan belum ada satu kata pun yang keluar dari mulut bosku."Maaf Pak. Ada apa ya memanggil saya ke sini?" tanyaku untuk kedua kalinya.Lagi-lagi bosku itu masih d
Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kedua orang tuaku bisa dibilang satu dari sekian banyak orang kaya di kotaku. Aku belum pernah merasakan kesulitan dalam hidupku.Kedua orang tuaku memberikan perusahaannya kepadaku dan kakakku. Mereka tidak pernah membeda-bedakan dan selalu berusaha untuk berlaku adil kepada kami.Kakakku sudah menikah satu tahun yang lalu dengan putri sahabat ayahku. Mereka dijodohkan, namun untungnya kulihat mereka berdua juga saling jatuh cinta. Istri kakakku sedang hamil enam bulan sekarang.Jujur saja melihat kakakku yang sudah menikah, aku juga ingin sekali menikah. Tapi aku masih memiliki satu trauma. Bukan hal besar, namun karena hal itu aku jadi belum berani menikah."Ken, ngapain bengong?" tanya kakakku."Eh bang, nggak papa kok," jawabku kaget."Nggak keluar kamu? Weekend lho ini," ucapnya sambil menyenggol-nyenggol bahuku."Haha, mau keluar ke mana Bang? Di rumah juga semuanya udah ada," jawabku jujur."Ish ish ish. Jalan-jalan ke mana kek. Nggak
Hari ini aku berangkat kerja seperti biasa. Tak ada yang spesial. Aku mengawali hariku dengan berolahraga tiga puluh menit, setelahnya aku memasak makanan, mandi, makan lalu berangkat.Aku tinggal terpisah dari kedua orang tuaku karena perjalanan dari rumah orang tuaku ke kantor lumayan jauh, jadi aku mencari kost yang dekat dengan kantorku. Harganya lumayan, tapi karena gajiku juga lumayan, jadi aku bisa mengambil kost tersebut."Eh Deev, tau nggak kalau di bawah lagi ribut ada pegawai baru?""Oh ya? Enggak, aku nggak tau.""Ish, emang kok kamu itu.""Ya emang aku nggak tau," jawabku acuh tak acuh."Tadi kamu lewat lobby kan?" tanya Ruby."Iya," jawabku singkat."Emang nggak liat rame-rame waktu jalan di lobby?""Ya liat sih kalau itu. Aku cuma nggak mau tau aja itu apa.""Ganteng lho katanya pegawai baru itu.""Ya kalau cowok wajar dong kalau ganteng, kalau cewek ganteng baru nggak wajar. Sewajarnya cewek itu cantik.""Emang ni anak nggak bisa diajak kompromi.""Haha, mau minum apa
Setelah hari yang melelahkan kemarin, aku pun mengawali hari dengan bahagia.Saat aku sudah sampai di lobby. Kulihat ada seorang lelaki yang menengok ke kanan kiri seperti bingung mencari ruangan."Cari apa mas?" tanyaku padanya."Eh, maaf saya pegawai baru, saya belum hafal ruangan-ruangan di kantor ini.""Masnya mau ke mana?""Saya mau ke ruang fotocopy. Karena mesin fotocopy di lantai kami sedang rusak.""Ooh, ruangan itu ada di lantai tiga. Ayo naik sama saya.""Terima kasih ya. Oh iya, nama saya Gilang.""Adeeva," jawabku sekenanya."Salam kenal ya."Aku memencet tombol lantai tiga dan segera mengantarnya ke ruang fotocopy."Terima kasih ya mbak Adeeva.""Iya sama-sama. Saya pamit dulu kalau gitu. Tau kan di mana ruangan mas?""Iya iya saya tahu.""Ya sudah, saya naik dulu."Aku naik ke lantai paling atas di gedung ini, lantai dua puluh."Hai By.""Hello. Sehat kamu?""Sehat dong. Kamu sehat?""Sehat.""Kapan mau ngajuin cuti?""Nanti bulan kedelapan.""Ooh, kenapa? Padahal kan u
Akhir pekan telah datang, ini adalah waktunya bermalas-malasan di rumah.Oh salah, ini waktunya aku datang berkunjung ke rumah kedua orang tuaku sekalian memberikan uang untuk mereka.Sejak pagi aku sudah sibuk membereskan rumah, berolahraga, dan mempersiapkan barang yang akan kubawa ke rumah orang tuaku."Udah semua kan? Sekarang waktunya pergi ke rumah bapak ibuk," ucapku pada diriku sendiri sambil menyeka keringat yang menetes. Entah mengapa hari ini terasa sangat panas.Aku memesan mobil berbasis online untuk pulang ke rumah."Tujuannya ke desa X ya mbak? Alamatnya sudah benar?" tanya supir taxi online."Iya Pak, sudah benar," ucapku sambil menata tas yang kubawa.Sepanjang jalan aku memutar video-video horor yang ada di Metube. Video horor dan true crime memang video yang hampir selalu kuputar di sela-sela waktu luangku.Ketika supir taxi bertanya apakah aku kost di sini, aku langsung menjawab bahwa aku tinggal di sini bersama sanak keluargaku.Aku berbohong karena pernah melihat