Satu tahun berlalu dan aku semakin dekat dengan Gilang. Pak Kenzie pun semakin gencar mengejarku. Hari ini aku berencana bertemu dengan Ruby di taman hiburan. Ruby membawa anaknya yang sudah berusia delapan bulan lebih.
"Hei By!" Aku berteriak ketika kulihat Ruby yang sedang menggendong anaknya. Memakai dress berwarna kuning membuatnya terlihat fresh."Hei Deev," jawabnya sambil melambaikan tangan."Suami ke mana?" tanyaku karena tidak melihat tanda-tanda suami Ruby."Dia belum ke sini. Nanti nyusul katanya," jawab Ruby membuatku manggut-manggut."Kita mau ke mana dulu nih sambil nunggu suami kamu?" tanyaku."Kita makan dulu aja ya, laper," ucap Ruby sambil mengelus-elus perutnya."Laper terus ya Bun," godaku."Iya nih, semenjak menyusui jadi gampang banget laper."Lagi tidur ya si Angel?" Angel, nama anak pertama Ruby."Iya nih, udah lumayan lama sih merem. Paling bentar lagi juga bangun ini anak," jawab Ruby."Ya udah ayo kita ke tempat makan dulu. Isi bahan bakar sebelum mulai main. Mau makan apa?" tanyaku pada Ruby."Mau makan apa ya? Bingung aku tuh," jawab Ruby yang membuatku bingung juga."Ya pengen makan apa, aku ikut aja," jawabku."Aku mau ... itu deh! Ayo ke sana." Ruby menunjuk ke arah rumah makan dengan menu ayam.Seleranya tidak pernah berubah."Ya udah ayo." Kami berjalan beriringan sampai ke rumah makan tersebut."Silakan duduk, silakan pilih menunya." Sesaat setelah kami masuk, kami langsung disambut oleh salah satu pegawainya."Mau pesen apa By?" tanyaku sambil menyodorkan daftar menu kepada Ruby."Aku mau ... ayam geprek aja deh," ucapnya kepada pegawai rumah makan."Baik, ayam gepreknya satu, kalau mbaknya?" tanya pegawai itu padaku."Aku juga ayam geprek deh mas. Minumnya ... es teh susu. Kamu apa By?" tanyaku yang langsung dijawab cepat olehnya."Aku es jeruk aja.""Baik, ayam gepreknya dua, es teh susu satu, es jeruk satu. Ada tambahan lain?" tanya pegawai rumah makan."Nggak ada mas," jawab Ruby sigap.Aku dan Ruby mengobrol sembari menunggu menu makanan yang kami pesan.Ketika sedang mengobrol, pintu rumah makan dibuka dan masuklah seorang lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah suami Ruby."Hei sayang. Udah lama nunggu?" tanya suami Ruby."Hei honey, enggak kok, baru aja sampai ini. Kamu mau makan nggak?" tanya Ruby pada suaminya."Enggak deh, aku masih kenyang sayang. Sini Zidan biar sama aku aja," ucapnya sambil melepas gendongan Zidan dari Ruby."Eh, nggak papa Zidan sama aku dulu aja," tolak Ruby."Udah kamu makan dulu aja. Zidan biar sama aku. Lagian biar kamu nyaman makannya.""Iih kamu so sweet banget sih, jadi makin cinta deh," ucap Ruby yang diikuti dengan kecupan singkat."Ehem! Inget ya di sini ada jomblo," ucapku dengan suara yang agak keras, sengaja."Ehehe, ya maaf Deev," ucap Ruby sambil menunjukkan gigi kelincinya."Oh sayang, aku mau pesen minum aja deh. Tolong jus alpukat satu ya.""Oke, nanti kalau mas-mas atau mbaknya ke sini kita pesen lagi.""Oke." Sekarang Zidan sudah ada di pangkuan suami Ruby. Ketika dipindahkan, Zidan terbangun, dan langsung tersenyum."Zidan. Ini siapa ya? Ini aunty," ucapku sambil menunjuk diri sendiri."Aunty Adeeva cantik.""Idih, pede banget ya aunty.""Harus dong ah," ujarku percaya diri."Permisi, silakan makanannya." Seorang pramusaji datang membawa pesanan kami."Mbak maaf, kami pesan satu lagi minumnya, jus alpukat ya," pinta Ruby pada pramusaji yang masih meletakkan piring-piring pesanan kami."Baik Ibu, ada lagi?" tanyanya."Enggak ada mbak, udah itu aja," ucap Ruby."Baik, silakan ditunggu ya," ucap pramusaji itu sebelum benar-benar pergi."Dimakan sayang makanannya. Jangan sampai kamu kurus," ucap suami Ruby."Telat Pak ngomongnya, Ruby udah keburu kurus sekarang," selaku."Aku kurus kan bukan karena nggak makan. Aku kurus karena ngasih asi ke anakku. Yey, seneng deh, nggak perlu diet, kurus sendiri," ucap Ruby bangga.Ketika aku mulai menyesap es teh susuku, kulihat ada seorang lelaki yang sangat kukenal memasuki rumah makan yang sedang kusambangi ini.Uhuk uhuk uhuk."Heh, minum buruan By," ucap Ruby cemas.Aku segera menyedot es teh susu yang sebelumnya membuatku tersedak."Kenapa Deev kok bisa sampai tersedak gitu?" tanya suami Ruby."Enggak, nggak papa kok." Aku tidak akan bilang bahwa ada Kenzie di dalam rumah makan ini.Aku berusaha menutupi wajahku dengan tangan. Namun sayang, usahaku gagal dan pak Kenzie tetap menemukanku."Eh kamu di sini juga Deev?" tanya pak Kenzie yang membuatku seketika mengumpat pelan."Sial!""Eh pak Kenzie, ada acara apa ya di sini?" tanyaku dengan nada ketus."Oh, saya lagi main aja sih sama kakak dan kakak ipar ke sini. Ada ponakan juga. Boleh nggak kalau saya duduk di sini juga?" tanya pak Kenzie yang membuatku seketika memelototkan mataku pada Ruby pertanda tidak mau.Bukannya mengikuti rencanaku, Ruby malah tersenyum dan dengan sengaja menyuruh pak Kenzie untuk duduk bersama kami."Silakan Pak duduk di samping Adeeva, masih ada kursi kosong kok," ucap Ruby membuatku langsung menendang kakinya."Awww!" Ruby berteriak agak kencang."Kamu kenapa sayang?" tanya suaminya khawatir."Eh, nggak papa. Kayanya tadi ada semut yang gigit kaki aku," jawab Ruby seadanya."Terima kasih, kalau gitu saya panggil kakak saya dulu ya," ucap pak Kenzie santai.Ketika pak Kenzie sudah agak menjauh, aku langsung protes pada Ruby, "Ish! Kamu kok gitu sih By?! Aku kan udah ngasih kode biar kamu tolak pak Kenzie duduk di sini! Malah disuruh duduk di sini!" ucapku jengkel."Habisnya gemes banget liat kalian tiap hari di kantor. Kaya kucing sama tikus aja. Lagian tinggal terima aja pak Kenzie jadi pacar apa susahnya si Deev? Nggak ada ruginya juga kan?""Ruginya ada! Gimana kalau aku jatuh cinta sedangkan dia akhirnya jadi sama calon istrinya yang sekarang?!""Ya udah sih, berarti yang belum jodoh kan?" ucap Ruby enteng."Haah, susah emang ngomong sama orang susah.""Eeh, enak aja, amit-amit. Jangan sampai jadi orang susah.""Buruan ah makannya, biar nggak makan lama-lama bareng pak Kenzie nyebelin!""Saya nyebelin?" tanya pak Kenzie yang entah sejak kapan ada di belakangku."Iya bapak nyebelin!" ucapku sedikit berteriak."Yah, padahal saya berusaha biar nggak jadi orang nyebelin lho Deev." Ucapannya membuatku memutar mataku."Silakan duduk Pak, Bu," ucap Ruby mempersilakan kepada dua orang yang datang dengan pak Kenzie."Terima kasih." Setelah mereka duduk, aku pun mempercepat makanku. Niatnya karena ingin cepat-cepat pergi. Ternyata bukannya bisa cepat pergi, aku malah ditahan oleh kakak ipar pak Kenzie. Nasib nasib."Adeeva, kamu sampai kapan si mau menolak saya?" tanya pak Kenzie sesaat setelah rapat dengan klien selesai.Aku yang sedang membereskan kertas-kertas pun menghentikan aktivitasku dan menoleh ke arah pak Kenzie."Saya akan terus menolak Bapak sebanyak Bapak meminta saya menjadi pacar Bapak," jawabku sambil melanjutkan pekerjaanku."Haah, gimana ini. Sayangnya saya juga belum ada keinginan untuk menyerah," ucap pak Kenzie santai."Sama seperti Bapak yang belum punya keinginan untuk menyerah, saya juga tidak ada keinginan untuk menerima Bapak." Setelah selesai merapikan kertas-kertas hasil rapat. Aku pun segera keluar yang diikuti langkah kaki pak Kenzie."Saya punya satu aja permintaan Deev," ucap pak Kenzie sembari mengejarku yang sudah berjalan di depan."Saya nggak peduli Pak, dan saya juga tidak ingin tahu apa keinginan Bapak itu," ucapku ketus tak menghiraukan pak Kenzie yang sudah ada di sampingku."Jahatnyaa," rengek pak Kenzie."Saya bukan jahat Pak, hanya saja Bapak yang tidak
Sudah beberapa jam berlalu dan pak Kenzie masih belum siuman. Entah berapa lama lagi pak Kenzie akan tertidur. Tapi aku maklum, mungkin karena tidak tidur berhari-hari, tubuhnya pun akhirnya ambruk tak berdaya.Gimana Deev? Belum siuman juga pak bos?Tanya Ruby dari telepon, karena dia sudah pulang dari tadi."Belum nih, mana Aldi juga ke mana lagi, ninggalin aku sendiri di sini sama pak bos," gerutuku kesal.Ya udah sih, kan Aldi juga udah bilang bakal bilang sama pak Kenzie buat ngasih uang lembur.Jawab Ruby seenaknya saja."Iya sih, tapi kan tetep aja lah!" dumelku.Ya udah sih, nikmatin aja, bos kita juga ganteng kan, enak dipandangi lama-lama.Dasar Ruby, kalau bicara seenaknya saja."Haish! Bodo amat lah! Udah aku tutup teleponnya!" Aku pun mematikan telepon yang masih berjalan. Aku tidak peduli jika Ruby kesal."Adeeva! Ini kubelikan makanan untukmu," ucap Aldi yang tiba-tiba saja sudah ada di depan pintu."Eh? Makasih lho, tapi aku pulang aja deh, kamu aja yang nungguin pak K
"Lho kamu?!" ucap seorang lelaki."Eh, Bapak?! Akhirnya ada juga keluarga pak Kenzie yang datang ke sini!" seruku sambil berdiri dari kursi."Pak, terima kasih banyak ya sudah datang ke sini!" Aku menggenggam dan mengguncang-guncangkan tangan kakak pak Kenzie sambil tersenyum lebar."Kamu siapa ya? Adeeva?" tanya kakak pak Kenzie yang segera kujawab dengan anggukan.Aku segera mengemas tas yang tadi dibawakan oleh Ruby ke rumah sakit."Lho kamu mau ke mana?!" tanya pak Kenzie."Pulang Pak, sudah ada keluarga Bapak di sini. Kalau gitu saya pamit dulu, permisi," ucapku dan tanpa menunggu jawaban mereka langsung keluar dari ruangan."Hei Adeeva!" Teriakan pak Kenzie terdengar, namun aku sama sekali tidak peduli dengannya. Aku hanya ingin pulang ke rumah dan beristirahat dengan nyaman.Ketika sampai di loby rumah sakit, seorang lelaki mendekatiku dan bertanya apakah benar aku Adeeva."Iya, saya Adeeva, bapak siapa ya?" tanyaku bingung karena aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya,
Seumur hidup aku belum pernah berkencan dengan satu laki-laki pun. Hari ini adalah pertama kalinya aku berkencan. Entah apakah bisa dibilang kencan atau bukan.Aku mencoba satu per satu dress yang kupunya dan memilih dress berwarna biru muda. Kupadukan dengan outer berwarna putih dan bando yang juga berwarna putih.Kupandangi pantulanku di cermin dan kupastikan bahwa penampilanku sudah cukup baik."Hei Gilang!" seruku pada Gilang yang sedang bersandar di pintu mobil berwarna putih.Secara kebetulan, Gilang memakai kemeja berwarna navy yang bisa dibilang senada dengan dressku. Lengan kemejanya dilipat setengah. Aku sedikit merasa asing dengan penampilannya hari ini.Gilang membalikkan dirinya menghadapku dan untuk beberapa detik dia terdiam."Emm, eh Adeeva, sudah siap? Ayo kita berangkat sekarang," ucapnya tergagap.Gilang membukakan pintu mobil untukku dan aku segera masuk. Gilang dengan cepat menyusul masuk ke dalam mobil.Tiba-tiba Gilang mendekat ke arahku membuatku kaget. Deru na
Sudah hampir enam bulan aku sering pergi keluar saat akhir pekan bersama Gilang ketika aku tidak pergi ke rumah orang tuaku."Kayanya ada yang lagi kasmaran nih," ucap Ruby menggodaku."Apaan, enggak kok. Biasa aja padahal," elakku."Halah, ngaku aja, hampir semua pegawai juga tau kalau kamu sering jalan berdua sama si Gilang. Beberapa orang ngeliat kalian jalan berdua," ucap Ruby.Setelah ucapannya berakhir, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara gebrakan meja."Kenapa tuh pak bos?" tanya Ruby."Entah, biasalah kumat, obatnya habis kali," jawabku sekenanya."Huuus! Nggak boleh gitu Deev, kayanyaa-""Adeeva! Kamu ikut saya dinas luar!" Ruby belum menyelesaikan perkataannya dan pak Kenzie yang sedari tadi ada di dalam ruangan tiba-tiba keluar dan berkata demikian."Hah? Kapan Pak? Sekarang?" tanyaku bingung karena setauku tidak ada jadwal apa pun di jam ini."Sekarang! Nggak usah banyak tanya! Cepat ikuti saya!" ucapnya dengan suara lantang yang membuatku, Ruby, dan Aldi saling bertatapa
Dua bulan sudah aku memikirkan tawaran dari pak Kenzie. Selama itu juga aku sering jalan-jalan berdua dengan Gilang. Aku semakin bimbang."Hei! Ngelamun aja!" Ruby datang mengagetkanku yang sedang melamun di meja kerja."Apa sih By? Ngagetin aja," dumelku."Lagian dipanggil berkali-kali diem aja. Kenapa sih?" tanya Ruby ingin tahu."Nggak ada apa-apa, santai kok," jawabku santai."Hmm, pasti ada apa-apa kalau kaya gini. Akhir-akhir ini lho kamu sering ngelamun," ucap Ruby menyadarkanku bahwa memang sudah beberapa hari ini aku semakin sering melamun."Enggak ada apa-apa By," ucapku membuat Ruby menatapku dengan wajah penuh selidik."Kayanya kamu berubah sejak ... oh aku inget! Sejak keluar sama Pak Ken-" Refleks aku menutup mulut Ruby."Bisa diem nggak sih By?!" Aku sedang bingung dengan tawaran pak Kenzie dua bulan lalu, Ruby malah membahasnya keras-keras. Bagaimana kalau pak Kenzie mendengarnya?"Udah ah By, ayo selesaiin aja kerjaan hari ini.""Iya iya Adeeva cantik, cie yang direbu
Aku masuk kantor seperti biasa, hanya satu hal yang berbeda yaitu statusku sebagai pacar kontrak pak Kenzie. Selebihnya tak ada yang spesial."Pagi, selamat bekerja," ucap pak Kenzie yang baru saja datang. Menyapa kami sekretarisnya, dan langsung masuk ke dalam ruangan."Kenapa tuh pak bos? Sumringah amat," ucap Ruby bingung karena sikapnya tidak seperti biasanya."Entah," jawab Aldi singkat."Aku punya satu berita, kalian jangan kaget ya," ucapku."Hee, tumben nih, berita apa berita apa?" tanya Ruby antusias."Akuu ... samaa ...-""Ish, nggak usah pakai lama lah Deev!" gerutu Ruby."Hehe, aku sama pak Kenzie pacaran!" ucapku cepat."Ooh paca- hah?! Pacaran?! Kalian?! Dunia mau kiamat atau gimana nih?! Kamu kan anti banget sama pak Kenzie?!" Ruby berteriak kencang membuatku harus menutup telingaku."Ssst, jangan keras-keras ah," ucapku santai."Lagian kamu, beneran? Kamu sama pak Kenzie?!" tanya Ruby memastikan."Iya beneran kok, tapi ... cuma sebulan!" ucapku tersenyum lebar."Maksud
Tiga hari sudah aku menjadi pacar kontrak pak Kenzie, dan hanya dalam waktu tiga hari aku merasa menjadi semakin gila dengan kelakuan pak Kenzie. Bukan hanya sengaja mengumumkan hubungan kami, pak Kenzie juga dengan sengaja melakukan kontak fisik saat ada karyawan lain."Hish! Malesin banget sih Pak, berapa kali dibilang jangan pegang-pegang!" teriakku."Lah, emang kenapa sih? Lagian kamu kan pacar saya-""Pacar kontrak aja kok Pak, nggak usah berlebihan lah," ucapku malas menanggapi.Kami sedang berada di dalam lift karena kebetulan bertemu di pintu lobi."Yang semangat ya kerjanya, sayang!" ucap pak Kenzie. Pasti dengan sengaja dikeras-keraskan agar Ruby dan Aldi mendengar."Widih, tumben bareng berangkatnya? Mana sayang-sayangan lagi," ucap Ruby saat aku duduk di meja kerja."Nggak berangkat bareng kok, ketemu di bawah aja tadi. Nggak tau tuh, orang gila!" ucapku memelankan perkataanku."Hush, gila-gila gitu kan pacar kamu," goda Ruby membuatku cemberut."Idih, aku juga nggak ma-"
Semakin hari aku menjadi semakin gelisah. Tidak ada hari yang berlalu tanpa rasa was-was. Padahal niatku pulang ke sini untuk menjernihkan pikiranku.Aku menjalani aktivitasku seperti biasa di desaku ini. Hanya saja pikiranku yang selalu berkelana tak tahu arah. Telepon dan sms dari nomor asing masih selalu masuk ke handphoneku. Tapi sekarang aku sama sekali tidak peduli dengan semua itu. Aku hanya selalu memblokir nomor-nomor itu. Meskipun nomor asing akan selalu masuk entah berapa banyak pun aku menghapus dan memblokirnya.Aku belum membuka kembali tokoku karena aku sendiri yang mengepak barangnya, dan karena aku tidak membawa satu barang pun dari barang daganganku, jadi aku belum bisa membuka kembali tokoku."Nak, jadi kamu mau tinggal di sini saja?" tanya ibuku tiba-tiba pada suatu siang."Emm, enggak sih Buk, nanti rencananya aku mau pindah rumah kok, aku udah beli juga rumahnya.""Oh ya? Di mana itu?" tanya ibuku kembali."Ya, nggak jauh dari rumah Ruby, temenku itu lho Buk," uc
Lama aku memikirkan apakah harus sekarang menghubunginya ataukah nanti. Aku sangat gelisah, kudengar dari informanku bahwa Adeeva sudah pergi meninggalkan suaminya dan sekarang sedang ada di rumah orang tuanya.Setelah menguatkan hati, aku pun berniat untuk menghubungi Adeeva. Ternyata dia tidak pernah mengganti nomor handphonenya. Seperti menunggu kalau-kalau suatu saat aku akan menghubungi lagi. Ya, meskipun ini hanya rasa percaya diriku, tapi aku akan menyemangati diri sendiri bahwa Adeeva tidak mengganti nomornya karena masih mengharapkan kabarku.Tentu saja nomorku sudah tidak sama sejak terakhir kali kami berhubungan. Karena seperti yang kalian tahu, bahwa selama ini aku membatasi komunikasi dengan semua orang. Bahkan tidak ada satu pun orang dari perusahaanku yang tahu nomor pribadiku. Aku selalu memberi mereka nomor khusus yang kupakai di kantor.Selama perpisahan dengan Adeeva, kupikir hidupku akan mudah. Aku berpikir bahwa tidak butuh waktu lama dan aku akan segera melupakan
Beberapa bulan telah berlalu sejak aku menyelidiki perselingkuhan suamiku. Dengan bukti-bukti yang sudah kudapatkan, sepertinya kami bisa berpisah secepatnya.Setelah pernikahan penuh kesedihan, mungkin ini adalah yang terbaik untuk kami. Aku bisa terlepas dari keluarga besar mas Gilang yang selalu menanyakan kapan kami akan memiliki anak. Jujur saja aku selalu tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Apakah mereka pikir ketika pasangan yang sudah menikah belum memiliki keturunan, semua adalah salah wanita? Apakah mereka pikir masalahnya selalu ada pada wanita? Mengapa jarang sekali yang berpikir bahwa laki-laki mungkin saja bisa bermasalah?Aku tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Hari ini aku memutuskan untuk mengemas barang-barangku untuk keluar dari rumah ini. Di saat aku sedang mengemasi barangku, terdengar suara keras mas Gilang.(kembali ke prolog)Setelah mengatakan semua hal, aku pun bersiap untuk keluar dari rumah."Oh ya, tunggu saja, sebentar lagi surat cerai akan datan
Entah mengapa, beberapa bulan terakhir ini aku merasa suamiku berubah. Tidak, dia tidak berubah total, dia masih baik, dia juga masih menyayangi Angel, namun sekarang dia jarang ada di rumah, dia juga jarang meluangkan waktunya untukku dan Angel.Pernah suatu waktu, ketika Adeeva datang ke rumahku, dia seperti ingin mengatakan satu hal."Kenapa sih Deev, cemas gitu, ada apa?" tanyaku padanya kala itu."Eh? Nggak papa kok By, emm, suami kamu di mana By?" tanyanya tiba-tiba."Entah, tadi sih pamitnya mau ketemu temen di daerah Y. Emang kenapa?""Eh? Oh, enggak, kayanya tadi aku ngeliat suami kamu sih, tapi ya nggak tau bener apa enggaknya, soalnya ya cuma liat sekilas banget," ucapnya dengan suara yang terdengar ragu."Oooh, liat di mana Deev?" tanyaku karena jujur saja aku penasaran."Aku liat suami kamu di jalan ke arah daerah X," jawab Adeeva."Oh gitu ya."Ini aneh, jelas-jelas tadi suamiku berkata akan menemui temannya di daerah Y, daerah X itu ada di jalan yang berkebalikan dengan
Hari ini aku memutuskan untuk libur dari pekerjaanku dan bermain ke rumah Ruby. Selain aku merindukan Angel, aku juga ingin memberitahu Ruby tentang suaminya.Aku memesan taksi dan segera mengatakan alamat rumah Ruby. Karena ini memang hari libur kantor, jadi Ruby ada di rumah."Hai Angel!""Aunty!" Angel berlari ke arahku dengan terburu-buru sampai akhirnya dia malah terjatuh."Hati-hati sayang, jangan lari-larian," ucapku sambil memapah Angel untuk berdiri."Udah dibilangin jangan suka lari-lari, masih aja lari-larian terus," ucap Ruby yang tiba-tiba muncul dari arah dapur."Hai By, gimana kabar?" tanyaku yang langsung memeluknya."Kabar baik Deev. Kamu sendiri baik kan?" tanyanya membalas pelukanku."Baik juga, alhamdulilah.""Ayo masuk. Maaf ya berantakan," ucap Ruby."Enggak kok, wajar berantakan, kan ada anak kecil," ucapku lalu berjalan masuk setelah Ruby mempersilakan."Mau minum apa?" tanya Ruby."Sirup ada nggak?" tanyaku."Ada dong, mau sirup rasa apa? Jeruk? Melon? Leci?"
"Ken! Ada tamu nyari kamu tuh," ucap bang Mahendra masuk ke kamarku."Siapa Kak?" tanyaku."Ya nggak tau juga, turun sana, liat sendiri," ucap bang Mahendra.Aku pun turun dari kamar dan berjalan ke bawah."Oh ternyata kamu," ucapku karena ternyata yang datang adalah detektif pribadi kenalanku."Silakan masuk. Apa kamu sudah mendapatkan apa yang saya minta?" tanyaku yang dijawab dengan anggukan."Baiklah, nanti akan saya transfer biayanya ya, boleh saya minta dokumen yang kamu bawa itu?" tanyaku sambil menunjuk tumpukan kertas-kertas yang dia bawa."Silakan," jawabnya sembari menyodorkan dokumen yang dia bawa."Apakah ada hal lain yang ingin kamu sampaikan?" tanyaku."Tidak Pak," jawabnya singkat."Baiklah, terima kasih, silakan kirimkan saja nanti tagihannya untuk saya," ucapku."Baik." Setelah itu dia langsung pamit untuk pulang. Aku pun segera membuka dokumen yang dibawakan oleh detektif tadi."Siapa dek?" tanya bang Mahendra membuatku langsung cepat-cepat membereskan dokumen yang
"Andrew, aku akan pulang ke negaraku besok," ucapku pada Andrew, sekretarisku.Andrew yang sedang memegang dokumen pun menjatuhkan dokumen-dokumen itu."Bercanda kan?" tanya Andrew padaku."Tentu saja tidak. Aku tidak bercanda, aku bahkan sudah memesan tiket untuk pulang besok. Tolong antarkan aku ke bandara besok pukul delapan pagi," ucapku."Lalu bagaimana pekerjaanmu di sini?!" teriak Andrew frustasi."Aku menyerahkannya padamu. Aku hanya sementara saja pulang, aku akan kembali lagi nanti, setelah aku menjemput calon istriku," ucapku tenang."Memangnya kau sudah punya calon istri?!" tanyanya kaget."Ya, sejujurnya sebelum datang ke sini, aku sedang dekat dengan seseorang. Namun karena keadaan, aku harus meninggalkannya daripada keluarganya diacak-acak oleh nenekku," jawabku."Sulit menjadi orang kaya ya," ucap Andrew."Kau juga kaya kan Drew?!" ucapku."Iya sih, tapi keluargaku membebaskan kami untuk melakukan apa saja," jawabnya."Ya ya, sudahlah, aku benar-benar akan pulang ya, pa
Hari ini adalah hari di mana semua anggota keluarga mas Gilang berkumpul. Semacam melakukan arisan keluarga begitu. Ada banyak orang yang datang biasanya, kata mas Gilang."Udah siap Deev?!" seru mas Gilang dari bawah."Sebentar!" Aku yang masih belum menyelesaikan riasanku pun segera mempercepatnya."Ayo Deev! Telat nanti kita!"Setelah selesai, aku pun bergegas untuk turun."Ayo mas," ucapku pada mas Gilang yang sekarang sedang bertolak pinggang sambil menatapku marah. Entah sejak kapan mas Gilang jadi mudah marah padaku. Aku sendiri tidak tahu apa alasannya."Buruan! Lelet banget sih dandan doang," ucapnya ketus."Yah, dandan kan emang lama mas, kebanyakan perempuan sih gitu," jawabku."Nggak usah banyak omong lah, besok-besok kalau mau ada arisan keluarga gini, kamu siap-siapnya dari sebelum aku mandi, jangan setelah aku mandi baru siap-siap!""Iyaa," jawabku singkat.Kami pun segera masuk ke dalam mobil dan bergegas untuk pergi ke rumah salah satu bibi mas Gilang.Sesampainya di
Tiga bulan berlalu semenjak aku dan mas Gilang menikah, sekarang jualan online-ku sudah mulai berjalan dan sudah memasuki bulan pertama semenjak pertama kali aku memutuskan untuk berjualan secara online. Masih aku sendiri yang bekerja karena aku belum berani merekrut pegawai. Saat ini aku baru saja selesai menyapu rumah dan akan melanjutkan untuk mengepel rumah."Akhirnya selesai juga," ucapku sambil mengusap keringat yang mengalir."Setrikanya kapan-kapan aja deh, sekarang mulai jualan aja kali ya, semangat diriku, ayo mulai promosi!" ucapku sambil mengepalkan tangan.Baru saja kuambil handphoneku, suara bel tiba-tiba berbunyi membuatku bertanya-tanya siapa yang datang di jam segini, karena memang waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi.Aku segera berjalan ke depan pintu dan melihat siapa tamu yang datang."Perempuan? Siapa ya? Aku belum pernah ketemu deh," ucapku bertanya-tanya saat melihat dari jendela ternyata ada seorang wanita yang memakai dress berwarna merah selutut.Lan