“Halo, aku mendengar tentangmu dari Amy,” kata Sofia.“Kamu mahasiwi pindahan dari Oxford? Mengapa kamu pindah dari kampus bergengsi itu dan pindah ke kampus biasa ini?” Cindy bertanya dengan ingin tahu memandang Candra dengan ekspresi tertarik.“Tidak ada apa-apa sih, aku hanya ingin kuliah di tanah air sendiri dan tidak ingin tinggal jauh dari kakakku,” balas Candra memberi jawaban asal.Teman-teman Amy saling memandang.“Ah, sayang sekali. Ada banyak orang ingin berkuliah di luar negeri, apalagi kampus bergengsi seperti Universitas Oxford.”Candra hanya mengedik bahu dan mengalihkan perhatiannya pada kertas koran di depannya.“Apa yang sedang kamu baca?” Amy bertanya dengan penuh perhatian memandang brosur yang sedang dibaca Candra.“Hanya mencari lowongan pekerjaan,” balas Candra menggigit paha ayam gorengnya.“Mengapa kamu mencari pekerjaan?” Amy menatapnya dengan ekspresi heran seolah Candra mencari pekerjaan adalah hal yang paling aneh.“Ya tentu saja untuk menghidupi diriku se
“Apa itu temanmu? Tampaknya dia menyukaimu,” rekan di sebelah Candra mendekat karena tidak ada antrean pelanggan. Dia memandang punggung Lorcan yang menjauh.Candra memandang punggung Lorcan dan menggelengkan kepalanya membantah ucapan rekannya, “Itu tidak mungkin. Ketua kelasku, dia selalu bersikap baik pada semua orang.”“Ayolah, siapa pun dapat melihat matanya menatapmu tertarik. Dia menyukaimu,” kata rekannya menggoda Candra.Candra hanya mengangka bahu acuh tak acuh menyiapkan pesanan Lorcan.“Hei Candra, apa kamu tidak ada rasa pada temanmu itu? dia sangat tampan loh, dan dilihat dari penampilannya, sepertinya dia dari keluarga kaya.” Rekannya menatap Candra dengan tatapan ingin tahu.Candra menggelengkan kepala. dia tidak pernah berpikir Lorcan akan menyukainya atau memikirkan pemuda itu.“Kenapa? Apa ada orang yang kamu suka?”Candra terdiam, pikirannya membawanya pada paman Hugo-nya yang tampan dan tidak bisa menahan senyum di wajahnya.Mata temannya melebar melihat ekspresi
Tak lama kemudian Candra datang mengantar pesanan mereka. Dia sesaat cemburu melihat pemandang sosok Hugo yang tampan dan Liera yang anggun duduk berhadapan. Mereka terlihat seperti pasangan yang sempurna. Mereka juga memiliki latar belakang yang sama.Candra menekan perasaan cemburu dan mendekati meja mereka dengan senyum bisnis.Hugo mendongak ketika Candra meletakkan pesanan mereka di atas meja.Candra tersenyum manis meletakkan segelas cappucino pesanan Hugo di depan pria itu.“Selamat menikmati kopi buatanku, Paman Hugo,” ujarnya dengan senyum ceria memandang Hugo dan tidak melirik wanita yang duduk di depan Hugo.Hugo tersenyum sedikit pada gadis itu. “Jangan bekerja terlalu keras. Kamu harus belajar dengan giat,” ujarnya dengan suara lembut.Candra mengangguk dengan antusias, senang Hugo menanggapinya dan tidak mengabaikannya setelah sebulan ini menghindarinya.Liera mengerut kening melihat interaksi mereka. Hugo terlihat lebih ramah di depan Candra di bandingkan dengannya. Di
“Aku akan menjadi calon istrimu, tentu harus membantu Candra. Aku bisa menyayangi dia seperti kamu juga menyayangi Candra,” balas Liera dengan senyum lembut,.“Jangan mengambil kesimpulan tentang perasaanku. Dan kamu hanya salah satu dari daftar calon istriku. Jaga sikapmu,” balas Hugo acuh tak acuh.Ekspresi Liera menjadi murung, dia mengepalkan tangannya di bawah meja. dia dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya dengan sedih dan hati-hati menatap Hugo.“Maafkan aku jika sudah lancang mencampuri urusan pribadimu, aku akan minta maaf pada Candra jika aku mengatakan sesuatu yang salah padanya.”“Lupakan, jangan ganggu dia.”Liera hanya tersenyum dan dengan cepat mengubah topik pembicaraan. Dia tidak ingin mengakhiri kencan buta mereka dengan cepat atau berpisah dengan buruk. Dia sudah menunggu kesempatan ini sebulan. Hugo orang yang sangat sibuk. Dia senang pria itu tidak langsung pergi setelah dia menyinggungnya yang berarti dia masih menghargainya.Suasana hati Liera berubah dengan c
Seorang pria keluar dari mobil dan memanggil Candra.“Paman Andrew, mengapa kamu di sini?” Candra memandang Andrew, sekretaris Hugo penuh harap.“Nona Candra, masuklah. Kami akan mengantarmu ke asrama,” ujar pria itu dengan sopan.Kami? Berarti ada Paman Hugo di dalam mobil?Candra mengangguk terlalu gembira menuju ke kursi penumpang seolah melupakan kehadiran Lorcan.Dia membuka pintu samping mobil penumpang dan melihat pria yang duduk di sisi lain kursi penumpang dengan posisi anggun memandang keluar kaca jendela.“Paman Hugo!” Dia duduk di sebelah kursi penuh penumpang dengan wajah excited seperti anak kecil. Dia sangat ingin melemparkan dirinya memeluk paman Hugo.Pria itu menoleh dengan wajah tampak ekspresi. Ekpsresinya sedikit melembut melihat wajah gadis muda itu memerah dengan senyum merekah di wajahnya yang cantik. Tatapannya turun ke mantel besar yang dikenakan Candra.“Di dalam mobil hangat, untuk apa pakai mantel?” Dia berkata dengan suara tanpa emosi.Padahal dirinya jug
Andrew melirik mereka dari kaca spion mobil sebelum mengalihkan pandangannya ke depan dan membantin melihat kedekatan mereka.“Candra ....” Hugo mendesah dengan suara berat mendorong gadis itu dan menarik lengannya dari pelukan dadanya.Candra menolak melepaskannya. Dia tahu dirinya sudah melewati batas dan tidak tahu malu. Tapi sejak kejadian malam itu, mereka sudah melewati batas antara anak asuh dan paman. Untuk apa malu? Dia sudah kehilangan kepolosannya pada pria yang dicintainya. Kapan lagi dia begitu dekat Paman Hugo-nya. Dia takut setelah ini Hugo akan menjauh lagi.Hugo menyerah mendorong gadis itu menjauh saat merasakan cengkeramnya dan membiarkan Candra bersandar di bahunya.Candra senang Hugo tidak mendorongnya menjauh lagi dan bersandar dengan manja di bahu pria itu“Siapa pemuda itu?”Candra menoleh dengan ekspresi bertanya. “Apa?”“Pemuda yang berbicara denganmu di depan kafe.”“Oh, itu ... dia ketua kelasku, Lorcan Mars.”“Apa kamu dekat dengannya?”“Hm, dia selalu m
Candra tidak ada jadwal mata kuliah pagi dan memanfaatkan waktunya untuk tidur sampai siang. Semalam dia begadang untuk mengerjakan tugas kuliah hingga tidur larut malam.Waktu berlalu ketika jam kuliah siang masuk. Dia masuk ke kelas ketika seseorang menyenggolnya dari belakang cukup keras, hampir membuat Candra jatuh tersandung ke depan.“Hei!” protes Candra ketika orang itu melewatinya begitu saja tanpa meminta maaf.Dua orang gadis itu meliriknya dengan tatapan sinis tanpa mengucapkan sepatah kata pun permintaan maaf dan menuju ke salah meja di kelas.“Hei kamu!” Candra sangat kesal diabaikan tanpa perminta maaf. Dia memandang ke sekeliling dan dia menyadari suasana dalam kelas itu tampak aneh.Teman-teman sekelasnya menatapnya dengan tatapan aneh dan berbisik ketika dia tidak melihat. Para gadis menatap dengan sinis dan menghina, sementara laki-laki menatapnya dengan tatapan tidak senonoh yang terang-terangan dan berkata sesuatu pada temannya yang tidak bisa didengar Candra, seb
“Memangnya tidak boleh jika aku punya Paman yang kaya? Kamu juga bilang keluarga pamanmu kaya, apa kamu juga jadi simpanan pamanmu?” jawab Candra mencibir.“Kamu—!” Amy berdiri dengan marah.“Cukup Amy!” Potong Lorcan menghentikan perdebatan mereka.“Jika yang kalian maksud orang yang mengantar Candra semalam, aku kenal orang itu. Dia memang paman Candra,” lanjutnya dengan tegas membersih nama Candra.“Lorcan, aku tahu kamu baik. Tapi kamu tidak perlu berbohong untuk membela dia. Reputasi mahasiswi di kelas hancur gara-gara dia,” seru Amy kesal dan cemburu.“Aku tidak berbohong, aku memang bertemu Paman Candra kemarin di depan tempat kerja Candra. Sebagai teman sekelas, kita seharusnya membela Candra dan membantah rumor itu. Jika kalian hanya diam saja serta membiarkan orang lain dan ikut serta menuduh Candra, tidak heran orang lain akan memandang remeh kalian,” balas Lorcan dengan ekspresi tegas menatap teman-teman sekelasnya.Tidak ada yang berani membantah Lorcan. Semua orang diam