“Memangnya tidak boleh jika aku punya Paman yang kaya? Kamu juga bilang keluarga pamanmu kaya, apa kamu juga jadi simpanan pamanmu?” jawab Candra mencibir.“Kamu—!” Amy berdiri dengan marah.“Cukup Amy!” Potong Lorcan menghentikan perdebatan mereka.“Jika yang kalian maksud orang yang mengantar Candra semalam, aku kenal orang itu. Dia memang paman Candra,” lanjutnya dengan tegas membersih nama Candra.“Lorcan, aku tahu kamu baik. Tapi kamu tidak perlu berbohong untuk membela dia. Reputasi mahasiswi di kelas hancur gara-gara dia,” seru Amy kesal dan cemburu.“Aku tidak berbohong, aku memang bertemu Paman Candra kemarin di depan tempat kerja Candra. Sebagai teman sekelas, kita seharusnya membela Candra dan membantah rumor itu. Jika kalian hanya diam saja serta membiarkan orang lain dan ikut serta menuduh Candra, tidak heran orang lain akan memandang remeh kalian,” balas Lorcan dengan ekspresi tegas menatap teman-teman sekelasnya.Tidak ada yang berani membantah Lorcan. Semua orang diam
Candra membeku mendengar Liera tahu tentang latar belakangnya. Dia menjadi marah mendengar ucapan terakhirnya dan memukul meja marah.“Jangan bicara sembarang, paman Hugo tidak akan membuangku!” serunya merasa cemas dan panik dalam hati. Ucapan Liera sedikit mempengaruhinya.Orang-orang di kafe menoleh karena suara teriakan Candra cukup keras, tapi kedua orang itu tidak peduli dan saling memelototi.Liera menyeringai. “Memangnya kamu siapa bagi Hugo? Putrinya? Adiknya? Jika dia peduli padamu sedalam itu, mengapa kakakmu hanya menjadi supir dan pengawalnya? Kamu bahkan bukan anggota keluarga Wallington, beraninya kamu dan kakakmu menempel pada Hugo seperti parasit.”Mata Candra memerah ingin membantah tapi tidak menemukan kata-kata untuk membantah ucapan Liera. Dia hanya menggertakkan gigi. “Kami bukan parasit. Paman Hugo sudah seperti keluarga.”Namun Liera tidak peduli dengan pembelaanya.“Dengar gadis kecil, aku akan menjadi calon istri Hugo. Aku tidak peduli kamu anak adopsi atau
Marcus mengangguk. “Ya, aku kenal Nona Muda Walton, dia calon istri bosku.”....“Apa sih yang sudah kamu lakukan pada Nona Muda Walton?!” Marcus menatap tajam adiknya setelah mengompres memar di pipinya di bangku salah satu taman.Candra menunduk dengan ekspresi bersalah.“Aku tidak menyukai wanita itu. Dia munafik, dia tidak cocok dengan Paman Hugo,” bisiknya dengan suara pelan.“Bukan berarti kamu bisa meracuni minumannya dengan obat pencahar, apalagi Nona Muda walton adalah calon istri Tuan Hugo!” Marcus berusaha agar tidak membentak adiknya.Candra mengangkat wajahnya dengan ekspresi penuh keluhan, tapi tidak mengatakan apa-apa. Dia menelan apa pun yang ingin dia katakan pada saudaranya.Marcus meraih pundak adiknya dengan ekspresi tajam, “Candra, katakan padaku ... kamu tidak jatuh cinta pada Tuan Hugo, kan?”Mata Candra berkaca-kaca dan membalas dengan lantang. “Ya, aku jatuh cinta pada Paman Hugo. Aku cemburu dan tidak suka Paman Hugo dekat dengan wanita lain. Aku tidak mau Pa
“Baiklah, maaf sudah bersikap keras padamu. Ini semua demi kebaikanmu.”Candra hanya menanggapi dengan anggukkan dengan kepala tertunduk pasrah.“Ayo, aku akan mengantarmu ke asrama.”....Candra kembali ke asrama dengan perasaan lesu setelah kelas siang. Saat memasuki asrama, dia melihat Amy dan tiga berkumpul di ruang tamu. Candra mengerut kening melihat ruang tamu kamar asrama sangat berantakan, penuh dengan bungkusan snack, kotak susu dan lain-lain mengotori lantai.Keempat gadis itu mendongak ketika mendengar suara pintu di buka, dan berhenti berbicara ketika melihat Candra di depan pintu. Mereka kemudian mengabaikannya dan berbisik satu sama lain dengan suara rendah yang tak bisa didengar Candra, sebelum tertawa terbahak-bahak. Candra mengerut kening merasa tidak nyaman seolah-olah mereka sedang membicarakannya. Dia menggelengkan kepala tidak ingin meladeni mereka dan masuk ke dapur. Dia merasa haus. Candra membuka kulkas untuk mengambil sebotol air dingin. Ekspresi wajahnya
“Kyaaaa ….” Semua orang di gedung asrama lantai tujuh menjulurkan kepala keluar dari pintu kamar dan memandang kamar 507. Suara-suara itu tidak berhenti. Teriakan lain menyusul disertai banyak makian, benar-benar heboh. Para mahasiswi keluar dari kamar untuk melihat melihat apa yang terjadi di kamar asrama 507. Saat salah satu gadis membuka pintu kamar yang tidak terkunci, mereka melihat perkelahian lima orang gadis. Candra membabi buta duduk di perut Amy da menghajar wajah gadis itu. Sementara ketiga teman Amy berusaha menariknya menjauh, mencakar, menendang Candra agar dia melepaskan Amy. Tapi gadis mungil itu seolah memiliki kekuatan badak, tidak tergerak dan terus menghajar Amy membabi buta membuat semua orang ketakuran. “Tolong! Tolong! Jauhkan dia dariku! Arrgghh ….” Amy menangis histeris. Wajahnya berdarah dan akan hancur di tangan Candra. Teman-temannya takut dengan kebrutalan Candra dan masih berusaha keras untuk menarik menariknya. “Dasar gila! Kamu akan membunuh Amy
“Marcus tidak bilang apa-apa. Mungkin dia akan cerita setelah kembali.”“Beritahu tentang Candra padaku nanti setelah Marcus kembali,” balas Hugo menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.“Baik, Tuan.” Andrew mengangguk dan menutup pintu sebelum masuk ke dalam mobil.“Apa Anda akan pulang ke kediaman, Tuan?” tanya menghadap Hugo.Hugo mengerut kening. Ekspresi wajahnya langsung berubah jelek ketika mengingat jadwal kencannya sekali dengan Liera Walton sore ini.“Tidak, pergi ke restoran.”“Ah, benar kencan dengan Nona Muda Walton,” celetuk Andrew mengangguk mengerti melirik Hugo melalui kaca spion.“Ya,” balas Hugo sinis memelototi sekretarisnya muram.Andrew menggaruk kepalanya meminta maaf tanggapan sinis sang bos. Dia mengemudi hendak meninggalkan perusahaan ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Dia mengerut kening melihat kontak nomor tak di kenal muncul dilayar. Namun dia tetap mengangkat panggilan itu.“Halo, selamat sore, apa ini wali Candra Claus?” terdengar suara diujung tele
Nyonya Lissen tergagap mendengar ucapan Hugo. “Kamu wali-nya? Bukankah gadis ini yatim piatu miskin?” Dia bertanya sambil melirik putrinya. Amy juga terlihat tercenggang mendengar identitias Hugo.Hugo tidak terlihat seperti seseorang yang berasal dari kelas rendah seperti Candra. Dia memiliki penampilan pengusaha dan keluarga kaya. Bagaimana Candra bisa memiliki paman yang begitu tampan dan kaya? Ini sangat tidak adil. Hati Amy penuh dengan kecemburuan.“Apa dia yatim piatu atau tidak, siapa yang memberimu keberanian untuk memanggilnya dengan kata-kata kotor itu,” desisnya mendekat dan mencengkeram lengan Nyonya Lissen dengan kejam.Candra adalah gadis yang diasuh dan dia besarkan, dia tidak menerima seseorang memanggil gadis kecilnya dengan sebutan tidak pantas itu. Apalagi melihat Candra begitu tidak berdaya dan terpojok.“Ibu!” Amy panik melihat ibunya diintimidasi dan berdiri untuk membelanya, tapi tatapan tajam Hugo membuatnya menciut dan mundur.Raut wajah Nyonya Lissen terliha
“Paman Hugo, mereka menggangguku! Bukan aku yang memulai perkelahian. Mereka yang mencuri baju-bajuku. Mereka bahkan menendang, mencakar dan menarik rambutku, sakit sekali Paman Hugo!” Dia menangis di dada Hugo dan mengadu terisak-isak seperti gadis kecil yang dianiaya.Hugo menepuk-nepuk punggungnya menenangkan, tapi membuat gadis itu tersentak dan menangis kesakitan.Ekspresi Hugo menjadi muram, dia menoleh memelototi keempat gadis lain dengan kejam. Keempat gadis itu tertunduk dengan ekspresi ketakutan dibawahNyonya Lissen yang tadinya galak dan sombong buru-buru menarik tangan putrinya.“Tuan Hugo ini hanya salah pahan, tolong jangan dianggap serius. Merek teman sekamar, kadang-kadang bisa bertengkar dan akan menjadi akrab setelah bertengkar. Tolong jangan marah.”“Ibu! Aku yang terluka di sini. Lihat wajahku hampir hancur karena dia!” Amy berseru protes. Padahal dia yang menderita luka yang sangat parah di sini.“Diam, kamu seharusnya tidak bertengkar dengan teman sekamarmu!” te
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug