“Aku tidak bisa diam saja mereka mengeroyokku. Bahkan jika aku meminta tolong orang lain, mereka akan memukulku dulu. Bukankah sama saja aku terluka,” balasnya dengan sinis dan cemberut.Hugo membuka mulut hendak menegurnya namun berhenti. Apa yang dikatakan Candra benar. Dia menghela napas.“Jangan lakukan lagi. jika ada yang mengganggumu, kamu bisa memberitahuku, aku akan memastikan mereka tidak mengganggumu lagi.”Candra mengingat bagaimana Nyonya Lissen yang sombong langsung menciut karena identitas Hugo dan dia bisa terlepas dari hukuman apa pun karena berkelahi. Jika Hugo tidak datang hari ini, kemungkinan dia yang menderita. Bahkan sikap orang-orang itu berubah dan menyanjung Candra setelah tahu pamannya adalah CEO WLT Group.Dia tertunduk dengan sedih. Ucapan Liera benar. Dia bukan siapa-siapa tanpa Hugo.“Apa yang kamu pikirkan?” Hugo mencubit dagunya dan mengangkat agar gadis itu menatapnya.“Bukan apa-apa,” bisik Candra menatap ke bawah, tidak ingin melihat pria, takut hat
Candra terlihat ingin membantah tapi mengurungkan niatnya melihat tatapan dingin di mata pria itu. jika dia melewati batas lagi, dia takut Hugo akan membuangnya. “Aku mengerti.” Dia tertunduk dengan sedih. Hugo mengusap rambutnya. “Gadis pintar.” Dia kemudian menarik tangannya dari rambut gadis itu dan berdiri sambil memeriksa ponselnya sudah menunjukkan pukul setengah enam. Dia sudah melewatkan kencannya dengan Liera. “Istirahatlah, Paman pergi.” Candra berdiri dan meraih lengannya sebelum pria itu pergi. Hugo menatapnya dengan alis terangkat. “Biarkan aku mengantar Paman.” Dia enggan berpisah dari pria itu secepat ini, tapi Hugo orang yang sibuk. Hugo tidak mengomentarinya dan membiarkan Candra mengantarnya sampai ke bawah. “Cukup sampai di sini, luar sangat dingin,” kata Hugo saat mereka di pintu keluar asrama. Candra melepaskan lengan Hugo dengan enggan. Hugo menoleh menatapnya sesaat. “Omong-omong, aku mendengar kamu mendapat masalah di tempat kerjamu. Masalah apa lagi t
Candra sudah berhenti mencari kerja setelah apa yang dia perbuat membuat marah sang bos. Anehnya tidak yang mau mempekerjakannya. “Candra!”Sebuah suara memanggilnya mengalihkan Candra dari pikirannya. Diamenoleh melihat gadis berwajah ceria dan chubby melambai ke arahnya, Joy Phitt , teman sekamarnya yang baru. Mereka satu jurusan tapi berbeda kelas. Joy meninggalkan teman-temannya di depan kelas sebelum berlari kecil menghampirinya. “Hai, Joy, baru selesai kelas?” Sapa Candra basa-basi.Joy menggangguk dan merangkul pengan Candra.“Natal nanti, apa kamu ada acara?” tanya gadis itu mengikuti Candra meninggalkan lorong kelas.“Natal?” Candra baru mengingat sekarang sudah natal. Biasanya di hari natal, Paman Hugo akan mengajaknya dan Marcus berkumpul merayakan natal.Tapi Paman Hugo belum menghubunginya selama seminggu dan dia pun tidak bisa menghubung pria itu, batin Candra merasakan kepahitan bahwa Paman Hugo menghindarinya sekali lagi. Dia seharusnya tidak mengungkit kejadian mal
Lorcan berhenti di sebelahnya dan memandang Joy yang menjauh.“Apa aku mengganggu kalian?”Candra memandang pemuda itu dan menggelengkan kepalanya. “Tidak.”“Apa yang sedang kalian bicarakan,” tanya Lorcan penasaran.“Joy mengundangku datang ke acara natal yang diadakan teman-temannya,” balas Candra acuh tak acuh.“Lalu apa kamu akan pergi?” Lorcan menatapnya.Candra hanya menggangguk kepalanya pasrah. “Ya, aku sebenarnya tidak ingin pergi tapi Joy memaksaku. Dia akan terus menggangguku untuk ikut acara itu.” Dia mendengus kemudian memandang Lorcan.“Kamu memangilku tadi, ada apa?”Pemuda itu menyentuh tengkuknya. “Tidak apa-apa sih, apa yang kamu lakukan setelah ini? apa kamu ada kelas lagi?”“Tidak ada, aku akan ke asrama dan tidur siang. Cuaca dingin bikin ngantuk,” ujar Candra menggigil di balik sweater tebalnya.“Begitu ya ....” gumam Lorcan sesaat. “Omong-omong tentang natal, kamu akan pergi dengan Joy?”Candra mengangguk.“Bolehkan aku ikut?” Dia menatap Candra penuh harap.Ca
“Maaf ....” Dia meringis menyadari suaranya cukup keras. Dia agak terburu-buru mengungkap perasaannya di tempat dan waktu yang tidak tepat.Teman-teman sekelas mereka langsung bersiul menggoda mereka, begitu pun dengan mahasiswa dari kelas lain.“Terima!”“Terima!”“Terima saja Candra!”Ekspresi Candra berkerut tidak suka. Tapi jika dia menolak Lorcan di depan teman-teman sekelas mereka, pemuda akan malu. Lorcan sudah sangat baik dan sering membantunya. Candra tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang dan ditolak. Belum lagi di tolak di depan umum akan sangat memalukan.Candra terdiam cukup lama dan cemas, sementara teman-teman sekelasnya masih bersiul menggoda mereka. Lorcan memandangnya dengan tatapan penuh permintaan maaf dan berusaha mendiam-diamkan teman-temannya. “Candra, maaf, kamu tidak perlu menjawab. tapi kumohon beri--”Sebelum Lorcan menyelesaikan kalimatnya, seseorang memanggil Candra. “Candra.”Lorcan mengatupkan bibirnya menelan kata-kata sudah diujung tenggorokan. Di
Liera mengangkat alis dengan ekspresi meremehkan. “Oh, sayang kamu sungguh tidak mengerti? Beginilah cara orang-orang di lingkaran kami memberi pelajaran pada seseorang yang menyinggung kami. Kakakmu pun tahu itu dan bersedia berlutut untuk melindungi masa depanmu agar tidak dianiaya.” Dia mendekat dan menunjuk kening Candra tajam.“Kamu hanya terlalu sombong dan tidak tahu diri. Hanya mereka yang berkuasa yang bisa menginjak-injak rendahan seperti kamu dan kakakmu. Kamu seharusnya tidak menyinggung perasaanku sejak awal. Sampai sekarang pun kamu tidak belajar apa-apa. Kamu pikir Hugo akan menampungmu selamanya?"Candra memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. sementara Liera terlihat menikmati melihat raut wajah Candra yang terdistorsi.“Kamu datang hanya untuk mengatakan itu?” Dia menatap Liera gentar.Liera tersenyum kemudian mengeluarkan sebuah amplop putih besar dari tas hermes-nya. “Tentu saja tidak hanya itu. Aku ingin kamu pindah dari negara
Candra mengalihkan pandangannya pada ponsel yang diletakkan di atas meja samping bathub. Dengan tangan basah dia mengambil ponselnya untuk memeriksa chat dari Hugo. Dia harus menelan kekecewaan sekali lagi melihat tidak ada balasan dari pria itu.Marcus menelepon dua kali hari ini, namun Candra tidak berani mengangkat panggilan telepon dari kakaknya. Dia malu dan takut menghadap Marcus setelah pembicaraannya dengan Liera.Mood Candra kembali jelek lagi, dia meletakkan ponselnya dengan kesal di atas meja dan menenggelamkan kepalanya dalam air berharap bisa menghilangkan stresnya. dia menahan napas dalam air selama hampir semenit sebelum mengangkat kepalanya ke permukaan dengan napas terengah-engah dan mengambil sabun mandi untuk mengosok tubuhnya. Pada saat itu ponselnya berbunyi.Candra melirik dengan acuh tak acuh sebelum matanya melebar melihat nama Hugo muncul di layar ponselnya. Dia melemparkan botol sabun mandi dan buru-buru mengambil ponsel dengan tangannya yang licin karena sab
Sejam kemudian setelah insiden kamar mandi, Candra mengganti bajunya dengan pakaian kering. Dia mengeringkan rambutnya dengan pengering dan duduk di kursi rias saat dia menelepon Hugo dengan cemas.Setelah beberapa saat panggilan telepon akhirnya terhubung. Candra mendesah lega mematikan pengering rambut dan memanggil Hugo dengan manis.“Paman Hugo ....”Suaranya semanis madu menggelitik telinga pria berusia 36 tahun tahun itu, menguji hormonnya yang baru saja reda sekali lagi.Hugo memejamkan matanya untuk menenangkan tubuhnya dari suara manis gadis itu.“Candra, ada apa?” Dia dengan tenang duduk di sofa tunggal di kamarnya dengan masih mengenakan jubah mandi. Rambutnya setengah basah. Hugo menuangkan botol wine di gelas berkaki tinggi di meja.“Aku hanya kangen Paman. paman susah dihubungi,” gumam gadis itu dengan suara sedihnya.“Hm, aku di jepang. Sibuk sekali,” balas Hugo lelah untuk menjelaskan panjang lebar sambil menyesap wine-nya.Perasaan kecewa melanda hati Candra mendengar
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug