Candra terlihat ingin membantah tapi mengurungkan niatnya melihat tatapan dingin di mata pria itu. jika dia melewati batas lagi, dia takut Hugo akan membuangnya. “Aku mengerti.” Dia tertunduk dengan sedih. Hugo mengusap rambutnya. “Gadis pintar.” Dia kemudian menarik tangannya dari rambut gadis itu dan berdiri sambil memeriksa ponselnya sudah menunjukkan pukul setengah enam. Dia sudah melewatkan kencannya dengan Liera. “Istirahatlah, Paman pergi.” Candra berdiri dan meraih lengannya sebelum pria itu pergi. Hugo menatapnya dengan alis terangkat. “Biarkan aku mengantar Paman.” Dia enggan berpisah dari pria itu secepat ini, tapi Hugo orang yang sibuk. Hugo tidak mengomentarinya dan membiarkan Candra mengantarnya sampai ke bawah. “Cukup sampai di sini, luar sangat dingin,” kata Hugo saat mereka di pintu keluar asrama. Candra melepaskan lengan Hugo dengan enggan. Hugo menoleh menatapnya sesaat. “Omong-omong, aku mendengar kamu mendapat masalah di tempat kerjamu. Masalah apa lagi t
Candra sudah berhenti mencari kerja setelah apa yang dia perbuat membuat marah sang bos. Anehnya tidak yang mau mempekerjakannya. “Candra!”Sebuah suara memanggilnya mengalihkan Candra dari pikirannya. Diamenoleh melihat gadis berwajah ceria dan chubby melambai ke arahnya, Joy Phitt , teman sekamarnya yang baru. Mereka satu jurusan tapi berbeda kelas. Joy meninggalkan teman-temannya di depan kelas sebelum berlari kecil menghampirinya. “Hai, Joy, baru selesai kelas?” Sapa Candra basa-basi.Joy menggangguk dan merangkul pengan Candra.“Natal nanti, apa kamu ada acara?” tanya gadis itu mengikuti Candra meninggalkan lorong kelas.“Natal?” Candra baru mengingat sekarang sudah natal. Biasanya di hari natal, Paman Hugo akan mengajaknya dan Marcus berkumpul merayakan natal.Tapi Paman Hugo belum menghubunginya selama seminggu dan dia pun tidak bisa menghubung pria itu, batin Candra merasakan kepahitan bahwa Paman Hugo menghindarinya sekali lagi. Dia seharusnya tidak mengungkit kejadian mal
Lorcan berhenti di sebelahnya dan memandang Joy yang menjauh.“Apa aku mengganggu kalian?”Candra memandang pemuda itu dan menggelengkan kepalanya. “Tidak.”“Apa yang sedang kalian bicarakan,” tanya Lorcan penasaran.“Joy mengundangku datang ke acara natal yang diadakan teman-temannya,” balas Candra acuh tak acuh.“Lalu apa kamu akan pergi?” Lorcan menatapnya.Candra hanya menggangguk kepalanya pasrah. “Ya, aku sebenarnya tidak ingin pergi tapi Joy memaksaku. Dia akan terus menggangguku untuk ikut acara itu.” Dia mendengus kemudian memandang Lorcan.“Kamu memangilku tadi, ada apa?”Pemuda itu menyentuh tengkuknya. “Tidak apa-apa sih, apa yang kamu lakukan setelah ini? apa kamu ada kelas lagi?”“Tidak ada, aku akan ke asrama dan tidur siang. Cuaca dingin bikin ngantuk,” ujar Candra menggigil di balik sweater tebalnya.“Begitu ya ....” gumam Lorcan sesaat. “Omong-omong tentang natal, kamu akan pergi dengan Joy?”Candra mengangguk.“Bolehkan aku ikut?” Dia menatap Candra penuh harap.Ca
“Maaf ....” Dia meringis menyadari suaranya cukup keras. Dia agak terburu-buru mengungkap perasaannya di tempat dan waktu yang tidak tepat.Teman-teman sekelas mereka langsung bersiul menggoda mereka, begitu pun dengan mahasiswa dari kelas lain.“Terima!”“Terima!”“Terima saja Candra!”Ekspresi Candra berkerut tidak suka. Tapi jika dia menolak Lorcan di depan teman-teman sekelas mereka, pemuda akan malu. Lorcan sudah sangat baik dan sering membantunya. Candra tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang dan ditolak. Belum lagi di tolak di depan umum akan sangat memalukan.Candra terdiam cukup lama dan cemas, sementara teman-teman sekelasnya masih bersiul menggoda mereka. Lorcan memandangnya dengan tatapan penuh permintaan maaf dan berusaha mendiam-diamkan teman-temannya. “Candra, maaf, kamu tidak perlu menjawab. tapi kumohon beri--”Sebelum Lorcan menyelesaikan kalimatnya, seseorang memanggil Candra. “Candra.”Lorcan mengatupkan bibirnya menelan kata-kata sudah diujung tenggorokan. Di
Liera mengangkat alis dengan ekspresi meremehkan. “Oh, sayang kamu sungguh tidak mengerti? Beginilah cara orang-orang di lingkaran kami memberi pelajaran pada seseorang yang menyinggung kami. Kakakmu pun tahu itu dan bersedia berlutut untuk melindungi masa depanmu agar tidak dianiaya.” Dia mendekat dan menunjuk kening Candra tajam.“Kamu hanya terlalu sombong dan tidak tahu diri. Hanya mereka yang berkuasa yang bisa menginjak-injak rendahan seperti kamu dan kakakmu. Kamu seharusnya tidak menyinggung perasaanku sejak awal. Sampai sekarang pun kamu tidak belajar apa-apa. Kamu pikir Hugo akan menampungmu selamanya?"Candra memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. sementara Liera terlihat menikmati melihat raut wajah Candra yang terdistorsi.“Kamu datang hanya untuk mengatakan itu?” Dia menatap Liera gentar.Liera tersenyum kemudian mengeluarkan sebuah amplop putih besar dari tas hermes-nya. “Tentu saja tidak hanya itu. Aku ingin kamu pindah dari negara
Candra mengalihkan pandangannya pada ponsel yang diletakkan di atas meja samping bathub. Dengan tangan basah dia mengambil ponselnya untuk memeriksa chat dari Hugo. Dia harus menelan kekecewaan sekali lagi melihat tidak ada balasan dari pria itu.Marcus menelepon dua kali hari ini, namun Candra tidak berani mengangkat panggilan telepon dari kakaknya. Dia malu dan takut menghadap Marcus setelah pembicaraannya dengan Liera.Mood Candra kembali jelek lagi, dia meletakkan ponselnya dengan kesal di atas meja dan menenggelamkan kepalanya dalam air berharap bisa menghilangkan stresnya. dia menahan napas dalam air selama hampir semenit sebelum mengangkat kepalanya ke permukaan dengan napas terengah-engah dan mengambil sabun mandi untuk mengosok tubuhnya. Pada saat itu ponselnya berbunyi.Candra melirik dengan acuh tak acuh sebelum matanya melebar melihat nama Hugo muncul di layar ponselnya. Dia melemparkan botol sabun mandi dan buru-buru mengambil ponsel dengan tangannya yang licin karena sab
Sejam kemudian setelah insiden kamar mandi, Candra mengganti bajunya dengan pakaian kering. Dia mengeringkan rambutnya dengan pengering dan duduk di kursi rias saat dia menelepon Hugo dengan cemas.Setelah beberapa saat panggilan telepon akhirnya terhubung. Candra mendesah lega mematikan pengering rambut dan memanggil Hugo dengan manis.“Paman Hugo ....”Suaranya semanis madu menggelitik telinga pria berusia 36 tahun tahun itu, menguji hormonnya yang baru saja reda sekali lagi.Hugo memejamkan matanya untuk menenangkan tubuhnya dari suara manis gadis itu.“Candra, ada apa?” Dia dengan tenang duduk di sofa tunggal di kamarnya dengan masih mengenakan jubah mandi. Rambutnya setengah basah. Hugo menuangkan botol wine di gelas berkaki tinggi di meja.“Aku hanya kangen Paman. paman susah dihubungi,” gumam gadis itu dengan suara sedihnya.“Hm, aku di jepang. Sibuk sekali,” balas Hugo lelah untuk menjelaskan panjang lebar sambil menyesap wine-nya.Perasaan kecewa melanda hati Candra mendengar
Joy berkedip. “Perasaan? Kamu punya pacar?”Candra menggelengkan kepalanya. “Tidak, ada seseorang yang kusukai selama bertahun-tahun. Aku menyukainya, ah tidak, aku sangat mencintainya.” Dia menoleh memandang teman sekamarnya dengan ekspresi merana.“Semua orang menginginkan aku menjauh dari orang itu. Apa menurutmu mencintai itu salah?”Joy menggaruk kepalanya agak tidak mengerti dengan ucapan Candra. “Hmm ... memangnya siapa yang kamu sukai? Apa dia begitu terlarang?”Candra berkedip dan kembali menatap kosong langit-langit kamarnya. “Mungkin. Karena dia begitu terlarang hingga semua orang ingin aku menjauh.”Mulut Joy terbuka, “Menurutku jika aku mencintai seseorang, aku akan mendapatkannya meski semua orang suruh aku menjauh. Kita tidak bisa mengendalikan perasaan kita jika begitu mencintai seseorang. Yah, kecuali aku selingkuhannya atau dia orang yang sudah beristri. Perselingkuhan tetap tidak bisa dimaafkan kecuali jika aku cinta buta,” komentarnya lalu melirik Candra.“Apa or