Joy berkedip. “Perasaan? Kamu punya pacar?”Candra menggelengkan kepalanya. “Tidak, ada seseorang yang kusukai selama bertahun-tahun. Aku menyukainya, ah tidak, aku sangat mencintainya.” Dia menoleh memandang teman sekamarnya dengan ekspresi merana.“Semua orang menginginkan aku menjauh dari orang itu. Apa menurutmu mencintai itu salah?”Joy menggaruk kepalanya agak tidak mengerti dengan ucapan Candra. “Hmm ... memangnya siapa yang kamu sukai? Apa dia begitu terlarang?”Candra berkedip dan kembali menatap kosong langit-langit kamarnya. “Mungkin. Karena dia begitu terlarang hingga semua orang ingin aku menjauh.”Mulut Joy terbuka, “Menurutku jika aku mencintai seseorang, aku akan mendapatkannya meski semua orang suruh aku menjauh. Kita tidak bisa mengendalikan perasaan kita jika begitu mencintai seseorang. Yah, kecuali aku selingkuhannya atau dia orang yang sudah beristri. Perselingkuhan tetap tidak bisa dimaafkan kecuali jika aku cinta buta,” komentarnya lalu melirik Candra.“Apa or
“Apa yang harus aku lakukan mendapatkan perhatian paman Hugo? Aku tidak bisa menjauh darinya,” Candra merengek menggoyang-goyangkan lengan Joy.“Candra, kamu itu cantik sekali dan imut, ada banyak pria yang menyukaimu. Tidak sulit untuk mendapatkan perhatian pria.” Joy memperhatikan wajah Candra. Dia memiliki wajah kecil berbentuk hati, hidung mungil yang mancung dan segala tentang wajahnya sangat sempuran dan cantik.“Benarkah?” Candra meraba-raba wajahnya. “Tapi kenapa Paman Hugo tidak menyukaiku?” tanya dengan sedih.“Karena orang yang kamu sukai adalah pria yang lebih tua 17 tahun darimu. Bisa jadi selera pria yang lebih tua bukan gadis muda, tapi wanita dewasa yang siap diajak untuk komitmen,” balas Joy mengedik bahu.“Aku tahu. Aku tidak meminta pendapatmu. Aku hanya butuh saran,” protes Candra diingatkan sekali lagi sosok Liera Walton, wanita yang terlihat lebih dewasa dan cantik, juga calon istri Hugo.“Okey, okey, jika kamu tidak mau menyerah, kamu harus merayunya. Rayu dia s
Candra mengerang. “Beritahu aku sudah pulang ke apartemen kakakku. Aku liburan ke luar negeri.”“Oke. Jangan lupakan janjimu.” Joy bersenandung keluar dari kamar Candra.Candra menghela napas lega menghempaskan tubuhnya ke kasur.Rayuan seksual, ya? Pikirnya tersipu membayangkan bagaimana cara menggoda Paman Hugo.Dia tidak akan menyerah untuk mendapatkan Paman Hugo tak peduli apa yang dikatakan oleh lain. Semakin dilarang, semakin dilakukan.....Malam natal terlihat ramai di kediaman Wallington yang dulunya sepi. Hugo sudah pindah dari tempat ini ketika Iris pergi. Sekarang tempat kembali ramai, pikir Hugo ketika mendengar suara tawa dari arah ruang tamu.Hugo mengerut kening mendengar tawa yang familiar. Tawa seorang wanita dan anak-anak.Iris dan Dimitri. Mereka ada di sini? Hugo berhenti dan menarik napas dalam-dalam sebelum berbalik untuk meninggalkan tempat itu.Tapi terlambat ketika suara familiar memanggilnya dari belakang.“Hugo.”Hugo memejamkan mata sebelum menghembuskan n
“Ibu ....” Raut wajah Hugo muram menatap ibunya. “Mengapa mengapa kamu membawa Iris ke sini?” desisnya dengan suara pelan agar tidak didengar oleh wanita itu.“Iris adalah sepupumu dan putri Lilian, sudah saatnya kalian berdamai. Jangan kekanakkan melarikan diri. Kita masih keluarga, jangan karena perasaan konyolmu, kamu membuat Iris menjauh dari keluarga Wallington.” Lily menatap lengan putranya tajam dan menyeret pria itu ke depan Iris.“Iris, Hugo akan bergabung dengan kita untuk natal malam ini. Kamu tidak keberatan, kan?”Iris mencoba tersenyum. “Ya, ini natal, keluarga harus merayakan bersama,” ujarnya melirik hati-hati ke arah sepupunya.Hugo menyadari dengan masam Iris masih bersikap waspada padanya. Dulunya mereka dekat, sekarang seperti orang asing.“Aku sibuk. Masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan,” balas Hugo datar mencoba melepaskan cengkeraman Lily dari lengannya. Dia juga tidak ingin menghadapi perasaannya pada Iris. Rasa itu masih ada di hatinya.“Ini libur natal
Alpard batuk. Agar tersinggung dibilang tua. “Aku masih muda dan sehat untuk melihat Hugo menikah dan memeluk cucu beberapa tahun lagi. Jangan mengutuk di malam natal,” dia menatap istrinya menegur.Umur Lily 55 tahun, beda 20 tahun darinya. Oleh sebab itu istrinya masih terlihat kuat dan muda dibandingkan dirinya.Lily mengerucutkan bibirnya. “Tapi apa kamu tidak khawatir? Jika Hugo terlalu single, dia akan betah dan tidak ingin menikah. Kita berdua tidak akan memeluk cucu selamanya.”Alpard terlihat berpikir lalu menatap Hugo. “Ibumu benar, kamu sebentar lagi berumur 37 tahun, sudah saatnya kamu menikah. Jangan membuat ibumu terus mengkhawatirkanmu dan pikirkan perasaan kami karena kamu satu-satunya putra tunggal kami. Kami khawatir kamu akan tinggal sendiri dan tidak ada yang merawatmu jika suatu saat aku dan ibumu sudah tidak ada di dunia ini. ”Wajah Hugo terlihat cemberut namun tidak membantah ucapan orang tuanya. Sudah bosan terus mendengar ucapan itu.“Mengapa kamu belum menga
Hugo mengendarai mobilnya meninggalkan keluarga Wallington....Hugo menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung asrama. Dia tidak tahu apa yang membuatnya datang ke sini. dadanya penuh sesak dan kepalanya penuh dengan gambaran keluarga kecil Iris dan kemesraan mereka. Tanpa disadari, dia mengemudi sampai ke asrama Candra.Dia berdecak mengurutkan pangkal hidungnya dan mengambil sebungkus rokok dari dasboar.Kaca jendela di turunkan, Hugo menghembuskan asap keluar. Angin dingin dan serpihan salju masuk menerpa wajahnya, sedikit mendinginkan pikiran Hugo yang kusut dan perasaan sesak di dadanya mulai mereda.Hugo memejamkan mata sambil terus menghisap rokoknya tanpa berniat keluar atau menemui gadis yang di tinggal di asrama lantai tujuh. Dia memainkan ponselnya tampak ragu-ragu menghubungi seseorang.Asrama itu sepi, hanya sedikit mahasiswi yang keluar malam di malam bersalju yang dingin atau pulang ke rumah untuk merayakan natal bersama keluarga.Candra pasti sudah kembali kembali k
Candra keluar dari mobil dan memandang rumah rumah tua namun terawat dengan baik di depannya. Ini adalah rumah kakek dan nenek Hugo yang diwariskan pada pria itu. Hugo tidak pernah menjualnya meski rumah itu sudah tua dan tidak pernah ditinggali selama bertahun-tahun karena ini mengingatkannya pada kakek dan nenek yang pernah membesarkannya saat orang tuanya sibuk dengan bisnis keluarga. Di sini dia pernah tinggal sampai usia 17 tahun sebelum dikirim kuliah di luar negeri. Sudah lama sekali tidak datang ke tempat ini lagi. Dia sangat merindukan tempat ini, di mana dia tumbuh di sisi Paman Hugo-nya.Rumah ini juga mengingatkan pada pertemuan pertamannya dengan Paman Hugo. Candra dipenuhi nolstalgia mengingat kenangan yang tidak akan pernah dia lupakan. Ketika dia berusia 12 tahun, dia dan Marcus melarikan diri dari ayah kandungnya. Namun mereka menderita kelaparan setelah hidup terlunta-lunta di jalanan beberapa hari setelah melarikan diri. Mereka mengembara semakin jauh dari rumah. M
Kasihan, itu adalah pikiran pria itu saat memandang Candra. Gadis kecil itu cantik, jika dia berkeliaran dijalan tanpa dijaga oleh orang tua. Dia menjadi mangsa gelandangan atau pria-pria yang berpikiran kotor di jalanan. Ada banyak kriminalitas di dunia, apalagi anak-anak rentan diculik. Nasib gadis kecil akan sangat buruk. Pria itu tiba-tiba mengulurkan tangannya pada gadis itu untuk mengusap rambutnya.Candra tersentak mundur dan bergegas mengangkat tangannya untuk melindungi kepalanya.“Jangan pukul aku! Aku tidak akan mencuri lagi! tolong jangan pukul aku!” serunya tiba-tiba terisak.Pria itu membeku, ekspresi menjadi gelap. “Apa kamu sering dipukul? Oleh siapa?” Dia berkata dengan ekspresi serius.Candra menggelengkan kepalanya cemas dan tiba-tiba berdiri. Dia ingin melarikan diri, namun pria itu menahan tangannya.Candra menangis keras dan berusaha melepaskan diri tangan pria itu. “Tolong jangan pukul aku!” Dia terus menggumakan kata-kata itu dan terus menangis.“Tenang, tena
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug