Candra mengerang. “Beritahu aku sudah pulang ke apartemen kakakku. Aku liburan ke luar negeri.”“Oke. Jangan lupakan janjimu.” Joy bersenandung keluar dari kamar Candra.Candra menghela napas lega menghempaskan tubuhnya ke kasur.Rayuan seksual, ya? Pikirnya tersipu membayangkan bagaimana cara menggoda Paman Hugo.Dia tidak akan menyerah untuk mendapatkan Paman Hugo tak peduli apa yang dikatakan oleh lain. Semakin dilarang, semakin dilakukan.....Malam natal terlihat ramai di kediaman Wallington yang dulunya sepi. Hugo sudah pindah dari tempat ini ketika Iris pergi. Sekarang tempat kembali ramai, pikir Hugo ketika mendengar suara tawa dari arah ruang tamu.Hugo mengerut kening mendengar tawa yang familiar. Tawa seorang wanita dan anak-anak.Iris dan Dimitri. Mereka ada di sini? Hugo berhenti dan menarik napas dalam-dalam sebelum berbalik untuk meninggalkan tempat itu.Tapi terlambat ketika suara familiar memanggilnya dari belakang.“Hugo.”Hugo memejamkan mata sebelum menghembuskan n
“Ibu ....” Raut wajah Hugo muram menatap ibunya. “Mengapa mengapa kamu membawa Iris ke sini?” desisnya dengan suara pelan agar tidak didengar oleh wanita itu.“Iris adalah sepupumu dan putri Lilian, sudah saatnya kalian berdamai. Jangan kekanakkan melarikan diri. Kita masih keluarga, jangan karena perasaan konyolmu, kamu membuat Iris menjauh dari keluarga Wallington.” Lily menatap lengan putranya tajam dan menyeret pria itu ke depan Iris.“Iris, Hugo akan bergabung dengan kita untuk natal malam ini. Kamu tidak keberatan, kan?”Iris mencoba tersenyum. “Ya, ini natal, keluarga harus merayakan bersama,” ujarnya melirik hati-hati ke arah sepupunya.Hugo menyadari dengan masam Iris masih bersikap waspada padanya. Dulunya mereka dekat, sekarang seperti orang asing.“Aku sibuk. Masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan,” balas Hugo datar mencoba melepaskan cengkeraman Lily dari lengannya. Dia juga tidak ingin menghadapi perasaannya pada Iris. Rasa itu masih ada di hatinya.“Ini libur natal
Alpard batuk. Agar tersinggung dibilang tua. “Aku masih muda dan sehat untuk melihat Hugo menikah dan memeluk cucu beberapa tahun lagi. Jangan mengutuk di malam natal,” dia menatap istrinya menegur.Umur Lily 55 tahun, beda 20 tahun darinya. Oleh sebab itu istrinya masih terlihat kuat dan muda dibandingkan dirinya.Lily mengerucutkan bibirnya. “Tapi apa kamu tidak khawatir? Jika Hugo terlalu single, dia akan betah dan tidak ingin menikah. Kita berdua tidak akan memeluk cucu selamanya.”Alpard terlihat berpikir lalu menatap Hugo. “Ibumu benar, kamu sebentar lagi berumur 37 tahun, sudah saatnya kamu menikah. Jangan membuat ibumu terus mengkhawatirkanmu dan pikirkan perasaan kami karena kamu satu-satunya putra tunggal kami. Kami khawatir kamu akan tinggal sendiri dan tidak ada yang merawatmu jika suatu saat aku dan ibumu sudah tidak ada di dunia ini. ”Wajah Hugo terlihat cemberut namun tidak membantah ucapan orang tuanya. Sudah bosan terus mendengar ucapan itu.“Mengapa kamu belum menga
Hugo mengendarai mobilnya meninggalkan keluarga Wallington....Hugo menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung asrama. Dia tidak tahu apa yang membuatnya datang ke sini. dadanya penuh sesak dan kepalanya penuh dengan gambaran keluarga kecil Iris dan kemesraan mereka. Tanpa disadari, dia mengemudi sampai ke asrama Candra.Dia berdecak mengurutkan pangkal hidungnya dan mengambil sebungkus rokok dari dasboar.Kaca jendela di turunkan, Hugo menghembuskan asap keluar. Angin dingin dan serpihan salju masuk menerpa wajahnya, sedikit mendinginkan pikiran Hugo yang kusut dan perasaan sesak di dadanya mulai mereda.Hugo memejamkan mata sambil terus menghisap rokoknya tanpa berniat keluar atau menemui gadis yang di tinggal di asrama lantai tujuh. Dia memainkan ponselnya tampak ragu-ragu menghubungi seseorang.Asrama itu sepi, hanya sedikit mahasiswi yang keluar malam di malam bersalju yang dingin atau pulang ke rumah untuk merayakan natal bersama keluarga.Candra pasti sudah kembali kembali k
Candra keluar dari mobil dan memandang rumah rumah tua namun terawat dengan baik di depannya. Ini adalah rumah kakek dan nenek Hugo yang diwariskan pada pria itu. Hugo tidak pernah menjualnya meski rumah itu sudah tua dan tidak pernah ditinggali selama bertahun-tahun karena ini mengingatkannya pada kakek dan nenek yang pernah membesarkannya saat orang tuanya sibuk dengan bisnis keluarga. Di sini dia pernah tinggal sampai usia 17 tahun sebelum dikirim kuliah di luar negeri. Sudah lama sekali tidak datang ke tempat ini lagi. Dia sangat merindukan tempat ini, di mana dia tumbuh di sisi Paman Hugo-nya.Rumah ini juga mengingatkan pada pertemuan pertamannya dengan Paman Hugo. Candra dipenuhi nolstalgia mengingat kenangan yang tidak akan pernah dia lupakan. Ketika dia berusia 12 tahun, dia dan Marcus melarikan diri dari ayah kandungnya. Namun mereka menderita kelaparan setelah hidup terlunta-lunta di jalanan beberapa hari setelah melarikan diri. Mereka mengembara semakin jauh dari rumah. M
Kasihan, itu adalah pikiran pria itu saat memandang Candra. Gadis kecil itu cantik, jika dia berkeliaran dijalan tanpa dijaga oleh orang tua. Dia menjadi mangsa gelandangan atau pria-pria yang berpikiran kotor di jalanan. Ada banyak kriminalitas di dunia, apalagi anak-anak rentan diculik. Nasib gadis kecil akan sangat buruk. Pria itu tiba-tiba mengulurkan tangannya pada gadis itu untuk mengusap rambutnya.Candra tersentak mundur dan bergegas mengangkat tangannya untuk melindungi kepalanya.“Jangan pukul aku! Aku tidak akan mencuri lagi! tolong jangan pukul aku!” serunya tiba-tiba terisak.Pria itu membeku, ekspresi menjadi gelap. “Apa kamu sering dipukul? Oleh siapa?” Dia berkata dengan ekspresi serius.Candra menggelengkan kepalanya cemas dan tiba-tiba berdiri. Dia ingin melarikan diri, namun pria itu menahan tangannya.Candra menangis keras dan berusaha melepaskan diri tangan pria itu. “Tolong jangan pukul aku!” Dia terus menggumakan kata-kata itu dan terus menangis.“Tenang, tena
“Ya?” Candra berkedip berdoa dalam hati suaranya tadi tidak terlalu besar. Dia akan sangat malu jika Paman Hugo mendengar ucapan tak tahu malunya. “Aku mendengar mendengar suara tamparan,” balas Hugo menatapnya dengan alis terangkat. “Ah, itu hanya nyamuk ....” Candra nyengir pura-pura menepuk tangan seolah memukul nyamuk. Hugo hanya menatapnya dengan heran sebelum menggelengkan kepalanya. “Aneh ada nyamuk di sini. Aku akan memerintahkan besok Bibi Ulya membasmi nyamuk.” “Oh, ya jika kamu ingin makan, sepertinya ada makanan di kulkas. Bibi Pengurus sudah menyiapkannya sebelum kita datang,” lanjut Hugo memberitahu Candra. “Lalu, Paman tidak makan malam? Aku akan menyiapkan makan malam kalau begitu.” Hugo menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, aku tidak lapar,” ujarnya melambai pada Candra sebelum masuk kembali ke kamarnya. Candra terlihat menyaksikan pria itu kembali masuk ke kamarnya. Dia sudah makan sebelum ke sini dan tidak berniat menyiapkan makan malam. Dia memandang ke sek
“Paman apa itu vodka?” tanya Candra menunjuk gelas minuman di tangan Hugo.“Hm,” balas Hugo mengangguk tanpa menatap Candra.“Mengapa kamu kenakan baju itu? Apa kamu tidak kedinginan?” Dia sedikit melirik Candra sebelum mengalihkan pandangannya menatap kosong perapian yang menyala di depannya.“Aku tidak sempat ambil jaket,” balas Candra senyum malu-malu mengangkat kakinya hingga duduk bersila di sofa menyebabkan celana pendek semakin memperlihatkan pahanya.Mata Hugo melirik ke bawah pahanya yang cerah dan lembut hingga ke paha bagian dalam. Candra melihat tatapan lapar di mata pria sebelum dia mengalihkan pandangannya dengan kasar.“Apa kamu sering mengenakan pakaian seperti itu?” tanya Hugo mengerut kening menatap gelas di tangannya.“Hm, sering. Ini piama favoritku. Paman ingat, Paman yang membelikannya untukku sebagai hadiah saat umurku 13 tahun,” kata Candra mengingatkan Hugo.Kening Hugo berkerut. “Kamu sudah 19 tahun, piama itu sudah kekecilan di tubuhmu. Beli yang baru.”Can