Dia menangkup punggung tangan Hugo di atas payudaranya.“Paman ….” Dia mengerang meringkuk semakin menempel ke tubuh pria itu.Hugo seolah tersadar dan melepaskan tangannya dari payudara wanita itu dengan cepat.“Maaf, aku tidak seharusnya melakukan ini padamu,” bisiknya rendah menghabiskan cairan vodka di gelas, berharap minuman itu mengalihkan perhatiannya dari nafsu terhadap gadis di sebelahnya.Candra putus asa dan malu. Dia memberanikan dirinya merangkak ke pangkuan Hugo.“Candra ….” Hugo menatapnya dengan mata melebar, namun tidak berusaha mendorong Candra turun dari pangkuannya.Candra mengangkat kepalanya dengan percaya diri melihat tatapan lapar di mata gelap pria itu.“Paman, boleh melakukan ini padaku ….” bisiknya meraih telapak tangan besar Hugo dan meletakkannya di salah satu buah dadanya. Pipinya bersemu kemerahan melihat hasrat berkobar di mata pria itu.Hugo menelan ludah, mata berkilat dengan lapar menatap telapak tangannya di payudara Candra. Dia bukan perjaka yang
Pagi itu Candra bangun dengan perasaan kosong dan linglung. Dia mengerang membenamkan wajahnya di bantal, enggan bangun dari tempat tidur.Ingatan semalam berputar di benaknya membuat Candra tenggelam dalam perasaan malu yang luar biasa. Dia tidak ingin turun menghadapi paman Hugo dan rasa malunya. Perilakunya semalam benar-benar terlalu gila. Dia merayu paman Hugo seperti jalang dan membuat pria itu menghisap putingnya.“Aahhh ... berhenti membayangkan itu!” jerit Candra gregetan menutup kepalanya dengan selimut. Kulitnya yang terlanjang bergesekan dengan kain selimut dan kasur terasa nyaman. Dia tidak mengenakan piamanya selain celana dalam yang dia kenakan semalam.Candra tidak yakin apa rayuan semalam benar-benar berhasil atau tidak.Tapi Paman Hugo hilang kontrol dan menciumnya dengan sangat bernafsu serta meraba-raba payudaranya, bahkan menghisap putingnya. Candra tersipu merasakan sensasi berdenyut di pangkal pahanya. Dia membalikkan tubuhnya hingga telentang di kasur.Dia men
“Halo Nyonya Wallington,” Bibi Ulya menghampiri mereka dan menyapa dengan sopan, diikuti oleh suaminya.Lily berhenti melihat ada banyak orang yang berkumpul di ruang tamu ini.“Oh, Bibi Ulya, apa Hugo ada di rumah?”Bibi Ulya menggelengkan kepalanya.“Tidak ada Nyonya.”“Pergi ke mana dia?”“Saya juga tidak tahu Nyonya. Tuan Hugo tidak ada rumah saat saya datang. Hanya ada Nona Candra di rumah ini.”“Candra? Gadis yang diadopsi Hugo?” Lily bertanya dengan ekspresi heran, sementara kening Liera berkerut tidak suka.Mendengar namanya disebutkan, Candra buru-buru turun dari tangga dan menghampiri mereka.“Halo, Bibi, apa kabar? Aku Candra.” Candra sedikit membungkuk hormat dan sopan di depan Lily.Mata Lily membelalak menatap Candra dengan tatapan heran dan takjub.“Astaga, kamu gadis yang cantik dan manis sekali.” Lily mengulurkan tangannya menyentuh wajah Candra mengagumi betapa cantiknya wajah gadis itu.Wajah Liera berkedut masam, tampak tidak suka dengan pujian Lily pada gadis itu.
“Ah ... kamu benar-benar gadis yang manis.” Bukan tersinggung, tapi Iris tersenyum, menatapnya tampak agak geli.Candra cemberut. Apa yang membuatnya geli? Dia langsung tidak menyukai Iris Wallington. Wanita itu mematahkan hati Paman Hugo.“Omong-omong Candra, kenapa kamu ada di sini?” Liera adalah satu-satunya orang yang tidak senang dengan Candra.“Ini libur natal, Paman Hugo membawaku ke sini tadi malam,” balas Candra menatapnya menantang.Liera tersenyum tipis, sangat tipis hingga terlihat seperti menggertak gigi. “Ah, bukankah kamu bilang kamu anak yang disponsori Hugo? Mengapa kalian tampaknya kalian sangat dekat sekali hingga kalian hanya tinggal berdua semalam.” Dia berkata lamat-lamat memandang Lily seolah ingin mengisyaratkan sesuatu.Mata Candra menyipit mengerti apa yang coba diisyaratkan oleh wanita itu. “Aku pernah tinggal di sini dengan kakakku dan Paman Hugo. Paman Hugo membiarkan kami tinggal di sini dan merayakan natal hampir setiap tahun. Memangnya salah jika aku t
“Maaf, aku akan kembali ke kamarku. Aku harus mengerjakan tugas kuliah,” kata Candra.Lily melambaikan tangannya mengizinkan. “Anak baik, meski libur kamu tetap memikirkan tugas kulaihmu. Tentu pergilah, sayang. Aku yakin kamu akan bosan dengan obrolan kami.”Candra senyum sopan dan berbalik naik ke kamarnya.....Candra terus mengurungkan dirinya di kamar menunggu para wanita itu pergi. Dia tidak membawa tugas kuliah ke sini saat paman Hugo menjemputnya dari asrama.Dia menunggu selama hampir sejam dan masih mendengar suara obrolan dan tawa dari lantai bawah.“Benar-benar sangat menyebalkan,” Candra berguma geram menggigit bantal. Dia lapar dan haus, tapi enggan turun. akan terjadi peran lisan lagi dengan Liera. Lebih baik dia menghindari wanita itu saat di depan Lily. Wanita itu seperti ingin menghancurkan citra Candra di depan ibu Paman Hugo.Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya. “Candra, ini aku Iris. boleh aku masuk ....”Candra bangun dengan panik, buru-buru dud
“Benar, kamu tahu kenapa?”Candra tidak menjawab.“Karena suamiku mencintaiku dengan begitu besar dan tidak menyerah. Dia melindungiku dan anak-anakku. Dia juga menyingkirkan orang yang mencoba mencelakaiku. Tapi bagaimana denganmu?” Iris menatap Candra. “Apa Hugo juga mencintaimu?”Candra membuang muka dan tidak menjawab.Iris mendesah. “Jadi Candra, sebelum kamu mendapatkan hati Hugo, jangan menentang siapa pun dengan sikap keras kepala. tidak ada orang yang akan melindungimu, kamu bisa membuat Nona Muda Walton melukai orang-orang terdekatmu, kamu mengerti?”Candra menunduk memikirkan ucapan Liera bahwa dia membuat Marcus berlutut dan memohon seolah dia adalah sampah tidak berarti. Dia mengepalkan tangannya merasa sangat bersama.“Aku mengerti karena kamu masih muda. Kamu labil dan tidak mengerti pikiran orang-orang di lingkaran sosial ini. Hugo juga harus disalahkan karena membesarkanmu dengan bebas. Sejujurnya, aku tidak keberatan kamu bersama Hugo selama kamu bisa membuatnya bah
“Paman Hugo!” Candra berdiri dengan gembira dan berlari menghampiri pria itu.“Paman Hugo, kamu dari mana saja?” Dia meraih telapak tangan Hugo dengan senang. Pikiran bahwa Paman Hugo mencampakknya langsung hilang. Dia senang pria itu sudah kembali dan datang ke kamarnya. Mungkin Paman Hugo sudah tidak marah padanya karena kejadian semalam? Pikirnya.Hugo tidak memperhatikannya, perhatiannya tertuju pada Iris. “Kenapa kamu masih di sini? Bukankah kamu bilang akan kembali ke York City?”Candra menggigit bibir bawahnya merasa masam dalam hati melihat perhatian Hugo hanya tertuju pada Iris.“Bibi tidak membiarkan kami pergi dan terus menahan aku dan Aiden tinggal beberapa hari. Mereka tidak rela berpisah dari Nessie dan Dimitri,” ujarnya tenang. “Bibi membawaku ke sini, agar aku berbicara denganmu.”“Jika ini tentang pernikahanku, kamu tidak perlu repot-repot, aku bisa mengurus urusanku sendiri. balas Hugo dengan bibir terkatup, tatapannya pada Iris cukup intens, bahkan mengabaikan Cand
“Nona Candra sudah kembali ke asrama. Omong-omong Tuan Hugo, bukankah Anda bilang tidak akan kembali malam ini?”“Tidak jadi,” balas Hugo dengan Hugo muram. Ibunya memaksanya datang ke kediaman Wallington untuk merayakan natal kedua, selain keluarga Walton juga hadir. Kedua keluarga itu mencoba menjodohkannya dengan Liera.Hugo sangat menyayangi ibunya, tapi dia tidak suka Lily terlalu memaksakan pernikahan padanya. Dia harus menahan amarah dan ejekan diam-diam dari Aiden Ridley.Bibi Ulya mengangguk mengerti, lalu raut wajahnya berubah cemas.“Tuan, sepertinya Nona Candra tidak sehat. Dia melewatkan sarapan dan tidak makan apa pun sepanjang hari. Dia tidur terlalu lama dan bangun saat langit sudah gelap. Wajah Nona Candra pucat, namun tidak makan malam dan langsung pulang ke asrama-nya. Padahal tadi salju turun lebar, dia langsung pulang ke asrama tanpa makan apa pun,” ujarnya menceritakan kondisi Candra.Raut wajah Hugo terlihat khawatir. Dia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug