Hugo mengendarai mobilnya meninggalkan keluarga Wallington....Hugo menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung asrama. Dia tidak tahu apa yang membuatnya datang ke sini. dadanya penuh sesak dan kepalanya penuh dengan gambaran keluarga kecil Iris dan kemesraan mereka. Tanpa disadari, dia mengemudi sampai ke asrama Candra.Dia berdecak mengurutkan pangkal hidungnya dan mengambil sebungkus rokok dari dasboar.Kaca jendela di turunkan, Hugo menghembuskan asap keluar. Angin dingin dan serpihan salju masuk menerpa wajahnya, sedikit mendinginkan pikiran Hugo yang kusut dan perasaan sesak di dadanya mulai mereda.Hugo memejamkan mata sambil terus menghisap rokoknya tanpa berniat keluar atau menemui gadis yang di tinggal di asrama lantai tujuh. Dia memainkan ponselnya tampak ragu-ragu menghubungi seseorang.Asrama itu sepi, hanya sedikit mahasiswi yang keluar malam di malam bersalju yang dingin atau pulang ke rumah untuk merayakan natal bersama keluarga.Candra pasti sudah kembali kembali k
Candra keluar dari mobil dan memandang rumah rumah tua namun terawat dengan baik di depannya. Ini adalah rumah kakek dan nenek Hugo yang diwariskan pada pria itu. Hugo tidak pernah menjualnya meski rumah itu sudah tua dan tidak pernah ditinggali selama bertahun-tahun karena ini mengingatkannya pada kakek dan nenek yang pernah membesarkannya saat orang tuanya sibuk dengan bisnis keluarga. Di sini dia pernah tinggal sampai usia 17 tahun sebelum dikirim kuliah di luar negeri. Sudah lama sekali tidak datang ke tempat ini lagi. Dia sangat merindukan tempat ini, di mana dia tumbuh di sisi Paman Hugo-nya.Rumah ini juga mengingatkan pada pertemuan pertamannya dengan Paman Hugo. Candra dipenuhi nolstalgia mengingat kenangan yang tidak akan pernah dia lupakan. Ketika dia berusia 12 tahun, dia dan Marcus melarikan diri dari ayah kandungnya. Namun mereka menderita kelaparan setelah hidup terlunta-lunta di jalanan beberapa hari setelah melarikan diri. Mereka mengembara semakin jauh dari rumah. M
Kasihan, itu adalah pikiran pria itu saat memandang Candra. Gadis kecil itu cantik, jika dia berkeliaran dijalan tanpa dijaga oleh orang tua. Dia menjadi mangsa gelandangan atau pria-pria yang berpikiran kotor di jalanan. Ada banyak kriminalitas di dunia, apalagi anak-anak rentan diculik. Nasib gadis kecil akan sangat buruk. Pria itu tiba-tiba mengulurkan tangannya pada gadis itu untuk mengusap rambutnya.Candra tersentak mundur dan bergegas mengangkat tangannya untuk melindungi kepalanya.“Jangan pukul aku! Aku tidak akan mencuri lagi! tolong jangan pukul aku!” serunya tiba-tiba terisak.Pria itu membeku, ekspresi menjadi gelap. “Apa kamu sering dipukul? Oleh siapa?” Dia berkata dengan ekspresi serius.Candra menggelengkan kepalanya cemas dan tiba-tiba berdiri. Dia ingin melarikan diri, namun pria itu menahan tangannya.Candra menangis keras dan berusaha melepaskan diri tangan pria itu. “Tolong jangan pukul aku!” Dia terus menggumakan kata-kata itu dan terus menangis.“Tenang, tena
“Ya?” Candra berkedip berdoa dalam hati suaranya tadi tidak terlalu besar. Dia akan sangat malu jika Paman Hugo mendengar ucapan tak tahu malunya. “Aku mendengar mendengar suara tamparan,” balas Hugo menatapnya dengan alis terangkat. “Ah, itu hanya nyamuk ....” Candra nyengir pura-pura menepuk tangan seolah memukul nyamuk. Hugo hanya menatapnya dengan heran sebelum menggelengkan kepalanya. “Aneh ada nyamuk di sini. Aku akan memerintahkan besok Bibi Ulya membasmi nyamuk.” “Oh, ya jika kamu ingin makan, sepertinya ada makanan di kulkas. Bibi Pengurus sudah menyiapkannya sebelum kita datang,” lanjut Hugo memberitahu Candra. “Lalu, Paman tidak makan malam? Aku akan menyiapkan makan malam kalau begitu.” Hugo menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, aku tidak lapar,” ujarnya melambai pada Candra sebelum masuk kembali ke kamarnya. Candra terlihat menyaksikan pria itu kembali masuk ke kamarnya. Dia sudah makan sebelum ke sini dan tidak berniat menyiapkan makan malam. Dia memandang ke sek
“Paman apa itu vodka?” tanya Candra menunjuk gelas minuman di tangan Hugo.“Hm,” balas Hugo mengangguk tanpa menatap Candra.“Mengapa kamu kenakan baju itu? Apa kamu tidak kedinginan?” Dia sedikit melirik Candra sebelum mengalihkan pandangannya menatap kosong perapian yang menyala di depannya.“Aku tidak sempat ambil jaket,” balas Candra senyum malu-malu mengangkat kakinya hingga duduk bersila di sofa menyebabkan celana pendek semakin memperlihatkan pahanya.Mata Hugo melirik ke bawah pahanya yang cerah dan lembut hingga ke paha bagian dalam. Candra melihat tatapan lapar di mata pria sebelum dia mengalihkan pandangannya dengan kasar.“Apa kamu sering mengenakan pakaian seperti itu?” tanya Hugo mengerut kening menatap gelas di tangannya.“Hm, sering. Ini piama favoritku. Paman ingat, Paman yang membelikannya untukku sebagai hadiah saat umurku 13 tahun,” kata Candra mengingatkan Hugo.Kening Hugo berkerut. “Kamu sudah 19 tahun, piama itu sudah kekecilan di tubuhmu. Beli yang baru.”Can
Dia menangkup punggung tangan Hugo di atas payudaranya.“Paman ….” Dia mengerang meringkuk semakin menempel ke tubuh pria itu.Hugo seolah tersadar dan melepaskan tangannya dari payudara wanita itu dengan cepat.“Maaf, aku tidak seharusnya melakukan ini padamu,” bisiknya rendah menghabiskan cairan vodka di gelas, berharap minuman itu mengalihkan perhatiannya dari nafsu terhadap gadis di sebelahnya.Candra putus asa dan malu. Dia memberanikan dirinya merangkak ke pangkuan Hugo.“Candra ….” Hugo menatapnya dengan mata melebar, namun tidak berusaha mendorong Candra turun dari pangkuannya.Candra mengangkat kepalanya dengan percaya diri melihat tatapan lapar di mata gelap pria itu.“Paman, boleh melakukan ini padaku ….” bisiknya meraih telapak tangan besar Hugo dan meletakkannya di salah satu buah dadanya. Pipinya bersemu kemerahan melihat hasrat berkobar di mata pria itu.Hugo menelan ludah, mata berkilat dengan lapar menatap telapak tangannya di payudara Candra. Dia bukan perjaka yang
Pagi itu Candra bangun dengan perasaan kosong dan linglung. Dia mengerang membenamkan wajahnya di bantal, enggan bangun dari tempat tidur.Ingatan semalam berputar di benaknya membuat Candra tenggelam dalam perasaan malu yang luar biasa. Dia tidak ingin turun menghadapi paman Hugo dan rasa malunya. Perilakunya semalam benar-benar terlalu gila. Dia merayu paman Hugo seperti jalang dan membuat pria itu menghisap putingnya.“Aahhh ... berhenti membayangkan itu!” jerit Candra gregetan menutup kepalanya dengan selimut. Kulitnya yang terlanjang bergesekan dengan kain selimut dan kasur terasa nyaman. Dia tidak mengenakan piamanya selain celana dalam yang dia kenakan semalam.Candra tidak yakin apa rayuan semalam benar-benar berhasil atau tidak.Tapi Paman Hugo hilang kontrol dan menciumnya dengan sangat bernafsu serta meraba-raba payudaranya, bahkan menghisap putingnya. Candra tersipu merasakan sensasi berdenyut di pangkal pahanya. Dia membalikkan tubuhnya hingga telentang di kasur.Dia men
“Halo Nyonya Wallington,” Bibi Ulya menghampiri mereka dan menyapa dengan sopan, diikuti oleh suaminya.Lily berhenti melihat ada banyak orang yang berkumpul di ruang tamu ini.“Oh, Bibi Ulya, apa Hugo ada di rumah?”Bibi Ulya menggelengkan kepalanya.“Tidak ada Nyonya.”“Pergi ke mana dia?”“Saya juga tidak tahu Nyonya. Tuan Hugo tidak ada rumah saat saya datang. Hanya ada Nona Candra di rumah ini.”“Candra? Gadis yang diadopsi Hugo?” Lily bertanya dengan ekspresi heran, sementara kening Liera berkerut tidak suka.Mendengar namanya disebutkan, Candra buru-buru turun dari tangga dan menghampiri mereka.“Halo, Bibi, apa kabar? Aku Candra.” Candra sedikit membungkuk hormat dan sopan di depan Lily.Mata Lily membelalak menatap Candra dengan tatapan heran dan takjub.“Astaga, kamu gadis yang cantik dan manis sekali.” Lily mengulurkan tangannya menyentuh wajah Candra mengagumi betapa cantiknya wajah gadis itu.Wajah Liera berkedut masam, tampak tidak suka dengan pujian Lily pada gadis itu.