“Marcus tidak bilang apa-apa. Mungkin dia akan cerita setelah kembali.”“Beritahu tentang Candra padaku nanti setelah Marcus kembali,” balas Hugo menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.“Baik, Tuan.” Andrew mengangguk dan menutup pintu sebelum masuk ke dalam mobil.“Apa Anda akan pulang ke kediaman, Tuan?” tanya menghadap Hugo.Hugo mengerut kening. Ekspresi wajahnya langsung berubah jelek ketika mengingat jadwal kencannya sekali dengan Liera Walton sore ini.“Tidak, pergi ke restoran.”“Ah, benar kencan dengan Nona Muda Walton,” celetuk Andrew mengangguk mengerti melirik Hugo melalui kaca spion.“Ya,” balas Hugo sinis memelototi sekretarisnya muram.Andrew menggaruk kepalanya meminta maaf tanggapan sinis sang bos. Dia mengemudi hendak meninggalkan perusahaan ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Dia mengerut kening melihat kontak nomor tak di kenal muncul dilayar. Namun dia tetap mengangkat panggilan itu.“Halo, selamat sore, apa ini wali Candra Claus?” terdengar suara diujung tele
Nyonya Lissen tergagap mendengar ucapan Hugo. “Kamu wali-nya? Bukankah gadis ini yatim piatu miskin?” Dia bertanya sambil melirik putrinya. Amy juga terlihat tercenggang mendengar identitias Hugo.Hugo tidak terlihat seperti seseorang yang berasal dari kelas rendah seperti Candra. Dia memiliki penampilan pengusaha dan keluarga kaya. Bagaimana Candra bisa memiliki paman yang begitu tampan dan kaya? Ini sangat tidak adil. Hati Amy penuh dengan kecemburuan.“Apa dia yatim piatu atau tidak, siapa yang memberimu keberanian untuk memanggilnya dengan kata-kata kotor itu,” desisnya mendekat dan mencengkeram lengan Nyonya Lissen dengan kejam.Candra adalah gadis yang diasuh dan dia besarkan, dia tidak menerima seseorang memanggil gadis kecilnya dengan sebutan tidak pantas itu. Apalagi melihat Candra begitu tidak berdaya dan terpojok.“Ibu!” Amy panik melihat ibunya diintimidasi dan berdiri untuk membelanya, tapi tatapan tajam Hugo membuatnya menciut dan mundur.Raut wajah Nyonya Lissen terliha
“Paman Hugo, mereka menggangguku! Bukan aku yang memulai perkelahian. Mereka yang mencuri baju-bajuku. Mereka bahkan menendang, mencakar dan menarik rambutku, sakit sekali Paman Hugo!” Dia menangis di dada Hugo dan mengadu terisak-isak seperti gadis kecil yang dianiaya.Hugo menepuk-nepuk punggungnya menenangkan, tapi membuat gadis itu tersentak dan menangis kesakitan.Ekspresi Hugo menjadi muram, dia menoleh memelototi keempat gadis lain dengan kejam. Keempat gadis itu tertunduk dengan ekspresi ketakutan dibawahNyonya Lissen yang tadinya galak dan sombong buru-buru menarik tangan putrinya.“Tuan Hugo ini hanya salah pahan, tolong jangan dianggap serius. Merek teman sekamar, kadang-kadang bisa bertengkar dan akan menjadi akrab setelah bertengkar. Tolong jangan marah.”“Ibu! Aku yang terluka di sini. Lihat wajahku hampir hancur karena dia!” Amy berseru protes. Padahal dia yang menderita luka yang sangat parah di sini.“Diam, kamu seharusnya tidak bertengkar dengan teman sekamarmu!” te
“Aku tidak bisa diam saja mereka mengeroyokku. Bahkan jika aku meminta tolong orang lain, mereka akan memukulku dulu. Bukankah sama saja aku terluka,” balasnya dengan sinis dan cemberut.Hugo membuka mulut hendak menegurnya namun berhenti. Apa yang dikatakan Candra benar. Dia menghela napas.“Jangan lakukan lagi. jika ada yang mengganggumu, kamu bisa memberitahuku, aku akan memastikan mereka tidak mengganggumu lagi.”Candra mengingat bagaimana Nyonya Lissen yang sombong langsung menciut karena identitas Hugo dan dia bisa terlepas dari hukuman apa pun karena berkelahi. Jika Hugo tidak datang hari ini, kemungkinan dia yang menderita. Bahkan sikap orang-orang itu berubah dan menyanjung Candra setelah tahu pamannya adalah CEO WLT Group.Dia tertunduk dengan sedih. Ucapan Liera benar. Dia bukan siapa-siapa tanpa Hugo.“Apa yang kamu pikirkan?” Hugo mencubit dagunya dan mengangkat agar gadis itu menatapnya.“Bukan apa-apa,” bisik Candra menatap ke bawah, tidak ingin melihat pria, takut hat
Candra terlihat ingin membantah tapi mengurungkan niatnya melihat tatapan dingin di mata pria itu. jika dia melewati batas lagi, dia takut Hugo akan membuangnya. “Aku mengerti.” Dia tertunduk dengan sedih. Hugo mengusap rambutnya. “Gadis pintar.” Dia kemudian menarik tangannya dari rambut gadis itu dan berdiri sambil memeriksa ponselnya sudah menunjukkan pukul setengah enam. Dia sudah melewatkan kencannya dengan Liera. “Istirahatlah, Paman pergi.” Candra berdiri dan meraih lengannya sebelum pria itu pergi. Hugo menatapnya dengan alis terangkat. “Biarkan aku mengantar Paman.” Dia enggan berpisah dari pria itu secepat ini, tapi Hugo orang yang sibuk. Hugo tidak mengomentarinya dan membiarkan Candra mengantarnya sampai ke bawah. “Cukup sampai di sini, luar sangat dingin,” kata Hugo saat mereka di pintu keluar asrama. Candra melepaskan lengan Hugo dengan enggan. Hugo menoleh menatapnya sesaat. “Omong-omong, aku mendengar kamu mendapat masalah di tempat kerjamu. Masalah apa lagi t
Candra sudah berhenti mencari kerja setelah apa yang dia perbuat membuat marah sang bos. Anehnya tidak yang mau mempekerjakannya. “Candra!”Sebuah suara memanggilnya mengalihkan Candra dari pikirannya. Diamenoleh melihat gadis berwajah ceria dan chubby melambai ke arahnya, Joy Phitt , teman sekamarnya yang baru. Mereka satu jurusan tapi berbeda kelas. Joy meninggalkan teman-temannya di depan kelas sebelum berlari kecil menghampirinya. “Hai, Joy, baru selesai kelas?” Sapa Candra basa-basi.Joy menggangguk dan merangkul pengan Candra.“Natal nanti, apa kamu ada acara?” tanya gadis itu mengikuti Candra meninggalkan lorong kelas.“Natal?” Candra baru mengingat sekarang sudah natal. Biasanya di hari natal, Paman Hugo akan mengajaknya dan Marcus berkumpul merayakan natal.Tapi Paman Hugo belum menghubunginya selama seminggu dan dia pun tidak bisa menghubung pria itu, batin Candra merasakan kepahitan bahwa Paman Hugo menghindarinya sekali lagi. Dia seharusnya tidak mengungkit kejadian mal
Lorcan berhenti di sebelahnya dan memandang Joy yang menjauh.“Apa aku mengganggu kalian?”Candra memandang pemuda itu dan menggelengkan kepalanya. “Tidak.”“Apa yang sedang kalian bicarakan,” tanya Lorcan penasaran.“Joy mengundangku datang ke acara natal yang diadakan teman-temannya,” balas Candra acuh tak acuh.“Lalu apa kamu akan pergi?” Lorcan menatapnya.Candra hanya menggangguk kepalanya pasrah. “Ya, aku sebenarnya tidak ingin pergi tapi Joy memaksaku. Dia akan terus menggangguku untuk ikut acara itu.” Dia mendengus kemudian memandang Lorcan.“Kamu memangilku tadi, ada apa?”Pemuda itu menyentuh tengkuknya. “Tidak apa-apa sih, apa yang kamu lakukan setelah ini? apa kamu ada kelas lagi?”“Tidak ada, aku akan ke asrama dan tidur siang. Cuaca dingin bikin ngantuk,” ujar Candra menggigil di balik sweater tebalnya.“Begitu ya ....” gumam Lorcan sesaat. “Omong-omong tentang natal, kamu akan pergi dengan Joy?”Candra mengangguk.“Bolehkan aku ikut?” Dia menatap Candra penuh harap.Ca
“Maaf ....” Dia meringis menyadari suaranya cukup keras. Dia agak terburu-buru mengungkap perasaannya di tempat dan waktu yang tidak tepat.Teman-teman sekelas mereka langsung bersiul menggoda mereka, begitu pun dengan mahasiswa dari kelas lain.“Terima!”“Terima!”“Terima saja Candra!”Ekspresi Candra berkerut tidak suka. Tapi jika dia menolak Lorcan di depan teman-teman sekelas mereka, pemuda akan malu. Lorcan sudah sangat baik dan sering membantunya. Candra tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang dan ditolak. Belum lagi di tolak di depan umum akan sangat memalukan.Candra terdiam cukup lama dan cemas, sementara teman-teman sekelasnya masih bersiul menggoda mereka. Lorcan memandangnya dengan tatapan penuh permintaan maaf dan berusaha mendiam-diamkan teman-temannya. “Candra, maaf, kamu tidak perlu menjawab. tapi kumohon beri--”Sebelum Lorcan menyelesaikan kalimatnya, seseorang memanggil Candra. “Candra.”Lorcan mengatupkan bibirnya menelan kata-kata sudah diujung tenggorokan. Di
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug