Nyonya Lissen tergagap mendengar ucapan Hugo. “Kamu wali-nya? Bukankah gadis ini yatim piatu miskin?” Dia bertanya sambil melirik putrinya. Amy juga terlihat tercenggang mendengar identitias Hugo.Hugo tidak terlihat seperti seseorang yang berasal dari kelas rendah seperti Candra. Dia memiliki penampilan pengusaha dan keluarga kaya. Bagaimana Candra bisa memiliki paman yang begitu tampan dan kaya? Ini sangat tidak adil. Hati Amy penuh dengan kecemburuan.“Apa dia yatim piatu atau tidak, siapa yang memberimu keberanian untuk memanggilnya dengan kata-kata kotor itu,” desisnya mendekat dan mencengkeram lengan Nyonya Lissen dengan kejam.Candra adalah gadis yang diasuh dan dia besarkan, dia tidak menerima seseorang memanggil gadis kecilnya dengan sebutan tidak pantas itu. Apalagi melihat Candra begitu tidak berdaya dan terpojok.“Ibu!” Amy panik melihat ibunya diintimidasi dan berdiri untuk membelanya, tapi tatapan tajam Hugo membuatnya menciut dan mundur.Raut wajah Nyonya Lissen terliha
“Paman Hugo, mereka menggangguku! Bukan aku yang memulai perkelahian. Mereka yang mencuri baju-bajuku. Mereka bahkan menendang, mencakar dan menarik rambutku, sakit sekali Paman Hugo!” Dia menangis di dada Hugo dan mengadu terisak-isak seperti gadis kecil yang dianiaya.Hugo menepuk-nepuk punggungnya menenangkan, tapi membuat gadis itu tersentak dan menangis kesakitan.Ekspresi Hugo menjadi muram, dia menoleh memelototi keempat gadis lain dengan kejam. Keempat gadis itu tertunduk dengan ekspresi ketakutan dibawahNyonya Lissen yang tadinya galak dan sombong buru-buru menarik tangan putrinya.“Tuan Hugo ini hanya salah pahan, tolong jangan dianggap serius. Merek teman sekamar, kadang-kadang bisa bertengkar dan akan menjadi akrab setelah bertengkar. Tolong jangan marah.”“Ibu! Aku yang terluka di sini. Lihat wajahku hampir hancur karena dia!” Amy berseru protes. Padahal dia yang menderita luka yang sangat parah di sini.“Diam, kamu seharusnya tidak bertengkar dengan teman sekamarmu!” te
“Aku tidak bisa diam saja mereka mengeroyokku. Bahkan jika aku meminta tolong orang lain, mereka akan memukulku dulu. Bukankah sama saja aku terluka,” balasnya dengan sinis dan cemberut.Hugo membuka mulut hendak menegurnya namun berhenti. Apa yang dikatakan Candra benar. Dia menghela napas.“Jangan lakukan lagi. jika ada yang mengganggumu, kamu bisa memberitahuku, aku akan memastikan mereka tidak mengganggumu lagi.”Candra mengingat bagaimana Nyonya Lissen yang sombong langsung menciut karena identitas Hugo dan dia bisa terlepas dari hukuman apa pun karena berkelahi. Jika Hugo tidak datang hari ini, kemungkinan dia yang menderita. Bahkan sikap orang-orang itu berubah dan menyanjung Candra setelah tahu pamannya adalah CEO WLT Group.Dia tertunduk dengan sedih. Ucapan Liera benar. Dia bukan siapa-siapa tanpa Hugo.“Apa yang kamu pikirkan?” Hugo mencubit dagunya dan mengangkat agar gadis itu menatapnya.“Bukan apa-apa,” bisik Candra menatap ke bawah, tidak ingin melihat pria, takut hat
Candra terlihat ingin membantah tapi mengurungkan niatnya melihat tatapan dingin di mata pria itu. jika dia melewati batas lagi, dia takut Hugo akan membuangnya. “Aku mengerti.” Dia tertunduk dengan sedih. Hugo mengusap rambutnya. “Gadis pintar.” Dia kemudian menarik tangannya dari rambut gadis itu dan berdiri sambil memeriksa ponselnya sudah menunjukkan pukul setengah enam. Dia sudah melewatkan kencannya dengan Liera. “Istirahatlah, Paman pergi.” Candra berdiri dan meraih lengannya sebelum pria itu pergi. Hugo menatapnya dengan alis terangkat. “Biarkan aku mengantar Paman.” Dia enggan berpisah dari pria itu secepat ini, tapi Hugo orang yang sibuk. Hugo tidak mengomentarinya dan membiarkan Candra mengantarnya sampai ke bawah. “Cukup sampai di sini, luar sangat dingin,” kata Hugo saat mereka di pintu keluar asrama. Candra melepaskan lengan Hugo dengan enggan. Hugo menoleh menatapnya sesaat. “Omong-omong, aku mendengar kamu mendapat masalah di tempat kerjamu. Masalah apa lagi t
Candra sudah berhenti mencari kerja setelah apa yang dia perbuat membuat marah sang bos. Anehnya tidak yang mau mempekerjakannya. “Candra!”Sebuah suara memanggilnya mengalihkan Candra dari pikirannya. Diamenoleh melihat gadis berwajah ceria dan chubby melambai ke arahnya, Joy Phitt , teman sekamarnya yang baru. Mereka satu jurusan tapi berbeda kelas. Joy meninggalkan teman-temannya di depan kelas sebelum berlari kecil menghampirinya. “Hai, Joy, baru selesai kelas?” Sapa Candra basa-basi.Joy menggangguk dan merangkul pengan Candra.“Natal nanti, apa kamu ada acara?” tanya gadis itu mengikuti Candra meninggalkan lorong kelas.“Natal?” Candra baru mengingat sekarang sudah natal. Biasanya di hari natal, Paman Hugo akan mengajaknya dan Marcus berkumpul merayakan natal.Tapi Paman Hugo belum menghubunginya selama seminggu dan dia pun tidak bisa menghubung pria itu, batin Candra merasakan kepahitan bahwa Paman Hugo menghindarinya sekali lagi. Dia seharusnya tidak mengungkit kejadian mal
Lorcan berhenti di sebelahnya dan memandang Joy yang menjauh.“Apa aku mengganggu kalian?”Candra memandang pemuda itu dan menggelengkan kepalanya. “Tidak.”“Apa yang sedang kalian bicarakan,” tanya Lorcan penasaran.“Joy mengundangku datang ke acara natal yang diadakan teman-temannya,” balas Candra acuh tak acuh.“Lalu apa kamu akan pergi?” Lorcan menatapnya.Candra hanya menggangguk kepalanya pasrah. “Ya, aku sebenarnya tidak ingin pergi tapi Joy memaksaku. Dia akan terus menggangguku untuk ikut acara itu.” Dia mendengus kemudian memandang Lorcan.“Kamu memangilku tadi, ada apa?”Pemuda itu menyentuh tengkuknya. “Tidak apa-apa sih, apa yang kamu lakukan setelah ini? apa kamu ada kelas lagi?”“Tidak ada, aku akan ke asrama dan tidur siang. Cuaca dingin bikin ngantuk,” ujar Candra menggigil di balik sweater tebalnya.“Begitu ya ....” gumam Lorcan sesaat. “Omong-omong tentang natal, kamu akan pergi dengan Joy?”Candra mengangguk.“Bolehkan aku ikut?” Dia menatap Candra penuh harap.Ca
“Maaf ....” Dia meringis menyadari suaranya cukup keras. Dia agak terburu-buru mengungkap perasaannya di tempat dan waktu yang tidak tepat.Teman-teman sekelas mereka langsung bersiul menggoda mereka, begitu pun dengan mahasiswa dari kelas lain.“Terima!”“Terima!”“Terima saja Candra!”Ekspresi Candra berkerut tidak suka. Tapi jika dia menolak Lorcan di depan teman-teman sekelas mereka, pemuda akan malu. Lorcan sudah sangat baik dan sering membantunya. Candra tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang dan ditolak. Belum lagi di tolak di depan umum akan sangat memalukan.Candra terdiam cukup lama dan cemas, sementara teman-teman sekelasnya masih bersiul menggoda mereka. Lorcan memandangnya dengan tatapan penuh permintaan maaf dan berusaha mendiam-diamkan teman-temannya. “Candra, maaf, kamu tidak perlu menjawab. tapi kumohon beri--”Sebelum Lorcan menyelesaikan kalimatnya, seseorang memanggil Candra. “Candra.”Lorcan mengatupkan bibirnya menelan kata-kata sudah diujung tenggorokan. Di
Liera mengangkat alis dengan ekspresi meremehkan. “Oh, sayang kamu sungguh tidak mengerti? Beginilah cara orang-orang di lingkaran kami memberi pelajaran pada seseorang yang menyinggung kami. Kakakmu pun tahu itu dan bersedia berlutut untuk melindungi masa depanmu agar tidak dianiaya.” Dia mendekat dan menunjuk kening Candra tajam.“Kamu hanya terlalu sombong dan tidak tahu diri. Hanya mereka yang berkuasa yang bisa menginjak-injak rendahan seperti kamu dan kakakmu. Kamu seharusnya tidak menyinggung perasaanku sejak awal. Sampai sekarang pun kamu tidak belajar apa-apa. Kamu pikir Hugo akan menampungmu selamanya?"Candra memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. sementara Liera terlihat menikmati melihat raut wajah Candra yang terdistorsi.“Kamu datang hanya untuk mengatakan itu?” Dia menatap Liera gentar.Liera tersenyum kemudian mengeluarkan sebuah amplop putih besar dari tas hermes-nya. “Tentu saja tidak hanya itu. Aku ingin kamu pindah dari negara