“Minta maaf pada Bibi Ulya dan bersihkan pecahan mangkuk yang sudah kamu banting. Aku membesarkanmu bukan untuk bersikap kurang ajar.” Matanya memanas ditegur oleh pria itu. Tapi dia tidak mau minta maaf pada Bibi Ulya karena ucapannya.“Aku tidak mau minta maaf. Bibi Ulya yang salah duluan!” serunya keras kepala.“Candra ….” Hugo memberinya tatapan peringatan. “Minta maaf pada Bibi Ulya.”Jika dia membiarkan gadis itu bersikap kurang ajar dan tidak sopan pada orang yang lebih tua, gadis itu akan menjadi sombong dan tidak menghormati orang lain.Air mata mengalir di pipi Candra. “Aku tidak mau, Bibi Ulya yang harus minta maaf padaku! Dia menyebutku pemalas karena tidak tahu cara menggunakan kompor dan hanya tahu menghabiskan uang Paman Hugo! Aku memang bukan anak orang kaya atau Nona Muda, tapi tidak perlu mengomeliku seperti itu juga kan?!”Ekspresi Bibi Ulya terlihat bersalah dan buru-buru minta maaf sambil menunduk.“Maaf Nona, aku tidak tahu kamu akan sakit hati karena kata-katak
Bau alkohol tercium dari tubuh mereka. Candra menjauh dari mereka dan berbalik ingin lari. Salah satu pria itu menangkap tangannya.Candra menjerit. “Lepaskan aku! aku mau pulang!”“Tenang Nona cantik, kami akan mengantarmu sampai pulang ke rumah,” kata orang yang menahan tangan Candra terkekeh.Niat mereka jelas tidak baik.Candra panik dan ketakutan. “Aku bisa pulang sendiri, rumahku di dekat sini. Tolong lepaskan aku,” ujarnya memohon mencoba melepaskan tangan orang yang menahan tangannya.Ketiga orang lainnya mengelilingi Candra dengan seringai mesum di wajah mereka. Candra panik dan takut. Tempat ini sepi, yang berada di belakang gedung apartemen yang sudah bobrok.“Tidak baik bagi gadis kecil pergi sendiri, kami akan mengantarmu pada orang tuamu, ayo ikut kami, sayang. Kami bukan orang jahat,” pria itu berbicara seperti membujuk anak kecil.Wajah Candra memucat. Dia tidak percaya orang-orang itu bukan orang jahat. Dia anak usia sepuluh tahun!“Lepaskan aku!” bentaknya panik lalu
“Tidak apa-apa Candra, semua baik-baik saja. Semua baik-baik saja, kamu aman,” bisiknya lembut dan mencium kepala gadis itu.Candra terus menangis. “Aku takut,” isaknya.“Tidak apa-apa. Aku akan membawamu pulang.” Hugo berdiri dan melepaskan pelukan Candra di lehernya.Tapi Gadis itu tidak mau melepaskan pelukannya dan memeluknya semakin erat. “Paman, tolong jangan pergi. Jangan tinggalkan aku,” isak Candra sesenggukkan di pundak Hugp.Hugo terdiam sebelum menghembuskan napas dan menepuk mengusap punggung gadis itu menenangkannya. “Jangan khawatir, aku tidak akan meninggalkanmu.” Punggung mungil gadis itu menggigil. Dia hanya mengenakan sweater tanpa mantel atau jaket.Hugo melepaskan mantel di tubuhnya sebelum menyampirkan kain itu pundak Candra, lalu berdiri dengan gadis itu pelukannya.“Ayo kembali ke rumah.” Dia menepuk puncak kepala gadis itu lembut.Candra perlahan-lahan mulai tenang, suara tangisannya mereda. Namun dia tidak melepaskan pelukannya dari leher Hugo. Tubuhnya meng
Wajah Hugo berubah gelap. “Itu tidak akan terjadi. Aku tidak akan menikah dengan Liera Walton, kami tidak bertunangan. Dia tidak akan bisa mengirimmu pergi.”Candra berhenti terisak. Matanya melebar menatap Hugo terkejut.“Paman tidak akan menikah dengan Nona Walton?” dia bertanya ragu-ragu dan penuh harap.Hugo menggelengkan kepalanya. “Kami memang dijodohkan, tapi aku belum sepakat untuk menjadikannya sebagai calon istri. Aku tidak akan membiarkannya mengatur atau mengirimmu keluar negeri.”Hati Candra berbunga-bunga, segala kecemasan, kekecewaan dan perasaan pahit di hatinya seolah lenyap mendengar pengakuan Hugo. Dia tidak peduli Liera Walton masih dalam tahap perjodohan dengan Hugo. Selama Hugo bilang tidak akan menikahinya, Liera Walton tidak akan pernah menjadi calon istri Paman Hugo.Candra tidak pernah mempertimbangkan Hugo akan memiliki daftar calon istri lain.“Apa yang kamu senyumin?” Hugo menyentil hidung mungil Candra melihat gadis tersenyum.Candra menggelengkan kepalan
Hugo menyuruh Candra untuk beristirahat setelah gadis itu makan malam dan mengganti bajunya sementara dia pergi ke ruang kerjanya. Hugo membutuhkan sesuatu untuk membuatnya sibuk dan mengalihkan pikirannya dari gadis manis yang tidur di kamarnya. Dia segera tenggelam dalam pekerjaannya begitu membuka laptop dan memeriksa emailnya.Waktu terus bergulir, suara jam berdetak demi detik bergema dalam ruang kerja menemaninya bekerja.Hugo mulai merasa matanya sakit menatap layar laptop berjam-jam. Dia melepaskan kaca matanya dan meregangkan lehernya yang pegal sebelum sebelum melirik ke arah jam di dinding ruang kerja.Dia mengangkat alis melihat jam sudah menunjukkan pukul 10:25 malam. Hugo menghela napas menatap pekerjaannya hampir selesai sebelum akhirnya menyimpan file itu dan menutup laptopnya. Dia berdiri dari kursi dan meninggalkan ruang kerjanya.Candra seharusnya sudah tidur, pikir Hugo menuju ke kamar tidurnya dengan tenang.Bibi Ulya sudah meninggalkan rumah tua beberapa jam yan
“Kamu tidak seharusnya memakai baju itu. Kamu akan kedinginan. Kenakakan baju lain. Baju itu sudah kekecilan di tubuhmu.” “Kamar Paman Hangat, aku tidak merasa kedinginan,” bantah Candra. Hugo menoyor keningnya. “Ganti saja.” Lalu dia berbalik menuju ke lemari besar yang menyimpan baju-baju cadangannya. “Paman, kamu belum menjawab pertanyaanku ....” seru Candra di belakangnya. Hugo berpura-pura tidak mendengarnya dan membuka lemari pakaiannya. Dia mengambil salah satu piama hitam dari dalam. Dia memutuskan akan berganti pakaian di kamar lain atau kamar mandi. “Paman Hugo ....” tiba-tiba sebuah lengan memeluknya dari belakang dan payudara Candra menekan punggungnya. “Candra, apa kamu lakukan?” bisik Hugo tegang, namun tidak mendorong gadis itu untuk melepaskannya. Candra menggigit bibir bawahnya mengumpulkan keberanianya. Tubuhnya bergerak sendiri memeluk Hugo. Ya, Tuhan, tubuh Paman Hugo sangat keras dan berotot. Tangannya gatal ingin mengusap perut six pax Paman Hugo. “Pam
Dia menciumnya keras, kasar dan dengan penuh nafsu seolah-olah dia melampiaskan semua rasa frustasinya. Tangan Hugo meremas payudaranya. sementara tangan lain meremas pipi pantat bulat Candra.Bibir Candra terbuka kaget. Hugo memanfaatkan celah bibirnya dengan memasukkan lidahnya dan membelai lidah manis gadis itu.Candra mengerang dalam mulutnya. Dia mengalunkan tangannya membalas ciuman Hugo. Lidah mereka saling bergulat. Sementara tangan Hugo menangkup salah satu payudara dan meremas buah dada Candra yang menggodanya sedari tadi.Hugo tidak mabuk. Dia mencium dan menyentuh gadis itu dengan penuh kesadaran, bukan mabuk seperti malam itu. Pikirannya menyuruhnya untik berhenti. Dia adalah Candra, gadis kecilnya yang manis. Namun tubuhnya sangat mendambakannya. Aroma tubuh gadis itu seperti candu baginya.Candra mengerang merasakan sesuatu yang keras menekan perutnya. Pipinya memerah menyadari ereksi pria itu. Dia menggosok pinggulnya menekan ereksi pria itu untuk menciptakan gesekan
Keduanya mengerang dalam sensasi kenikmatan penyatuan.“Oh ....” Candra memeluk leher Hugo eret dan membuka mulut mendesah. Wajah cantiknya memerah, matanya berkaca-kaca karena euforia. Akhirnya dia merasakannya, bercinta dengan paman Hugo setelah berminggu-minggu merindukannya.Hugo menggigit pundaknya meredam suara erangannya dan menggerakkan pinggulnya maju-mundur. Tangan mencengkeram pinggang ramping Candra saat dia mendorong pinggulnya semakin dalam ke tubuh gadis itu. Dia tidak bisa berpikir, rasanya nikmat dan sempit.“Paman ....” Candra merintih saat gerakan Hugo cepat dan dalam sebelum dia bisa beradaptasi dengan ukuran pria itu. ini kedua kalinya dia berhubungan intim dan belum bisa terbiasa dengan invasi di tubuhnya. Dia merasa sedikit tidak nyaman dan sedikit sakit saat ukuran pria itu memenuhi liangnya, seperti rasa sakitnya malam itu ketika keperawannya robek.“Maaf, aku akan pelan ....” bisik Hugo serak membenamkan wajahnya di pundak Candra dan berusaha memperlambat ger