Hugo menyuruh Candra untuk beristirahat setelah gadis itu makan malam dan mengganti bajunya sementara dia pergi ke ruang kerjanya. Hugo membutuhkan sesuatu untuk membuatnya sibuk dan mengalihkan pikirannya dari gadis manis yang tidur di kamarnya. Dia segera tenggelam dalam pekerjaannya begitu membuka laptop dan memeriksa emailnya.Waktu terus bergulir, suara jam berdetak demi detik bergema dalam ruang kerja menemaninya bekerja.Hugo mulai merasa matanya sakit menatap layar laptop berjam-jam. Dia melepaskan kaca matanya dan meregangkan lehernya yang pegal sebelum sebelum melirik ke arah jam di dinding ruang kerja.Dia mengangkat alis melihat jam sudah menunjukkan pukul 10:25 malam. Hugo menghela napas menatap pekerjaannya hampir selesai sebelum akhirnya menyimpan file itu dan menutup laptopnya. Dia berdiri dari kursi dan meninggalkan ruang kerjanya.Candra seharusnya sudah tidur, pikir Hugo menuju ke kamar tidurnya dengan tenang.Bibi Ulya sudah meninggalkan rumah tua beberapa jam yan
“Kamu tidak seharusnya memakai baju itu. Kamu akan kedinginan. Kenakakan baju lain. Baju itu sudah kekecilan di tubuhmu.” “Kamar Paman Hangat, aku tidak merasa kedinginan,” bantah Candra. Hugo menoyor keningnya. “Ganti saja.” Lalu dia berbalik menuju ke lemari besar yang menyimpan baju-baju cadangannya. “Paman, kamu belum menjawab pertanyaanku ....” seru Candra di belakangnya. Hugo berpura-pura tidak mendengarnya dan membuka lemari pakaiannya. Dia mengambil salah satu piama hitam dari dalam. Dia memutuskan akan berganti pakaian di kamar lain atau kamar mandi. “Paman Hugo ....” tiba-tiba sebuah lengan memeluknya dari belakang dan payudara Candra menekan punggungnya. “Candra, apa kamu lakukan?” bisik Hugo tegang, namun tidak mendorong gadis itu untuk melepaskannya. Candra menggigit bibir bawahnya mengumpulkan keberanianya. Tubuhnya bergerak sendiri memeluk Hugo. Ya, Tuhan, tubuh Paman Hugo sangat keras dan berotot. Tangannya gatal ingin mengusap perut six pax Paman Hugo. “Pam
Dia menciumnya keras, kasar dan dengan penuh nafsu seolah-olah dia melampiaskan semua rasa frustasinya. Tangan Hugo meremas payudaranya. sementara tangan lain meremas pipi pantat bulat Candra.Bibir Candra terbuka kaget. Hugo memanfaatkan celah bibirnya dengan memasukkan lidahnya dan membelai lidah manis gadis itu.Candra mengerang dalam mulutnya. Dia mengalunkan tangannya membalas ciuman Hugo. Lidah mereka saling bergulat. Sementara tangan Hugo menangkup salah satu payudara dan meremas buah dada Candra yang menggodanya sedari tadi.Hugo tidak mabuk. Dia mencium dan menyentuh gadis itu dengan penuh kesadaran, bukan mabuk seperti malam itu. Pikirannya menyuruhnya untik berhenti. Dia adalah Candra, gadis kecilnya yang manis. Namun tubuhnya sangat mendambakannya. Aroma tubuh gadis itu seperti candu baginya.Candra mengerang merasakan sesuatu yang keras menekan perutnya. Pipinya memerah menyadari ereksi pria itu. Dia menggosok pinggulnya menekan ereksi pria itu untuk menciptakan gesekan
Keduanya mengerang dalam sensasi kenikmatan penyatuan.“Oh ....” Candra memeluk leher Hugo eret dan membuka mulut mendesah. Wajah cantiknya memerah, matanya berkaca-kaca karena euforia. Akhirnya dia merasakannya, bercinta dengan paman Hugo setelah berminggu-minggu merindukannya.Hugo menggigit pundaknya meredam suara erangannya dan menggerakkan pinggulnya maju-mundur. Tangan mencengkeram pinggang ramping Candra saat dia mendorong pinggulnya semakin dalam ke tubuh gadis itu. Dia tidak bisa berpikir, rasanya nikmat dan sempit.“Paman ....” Candra merintih saat gerakan Hugo cepat dan dalam sebelum dia bisa beradaptasi dengan ukuran pria itu. ini kedua kalinya dia berhubungan intim dan belum bisa terbiasa dengan invasi di tubuhnya. Dia merasa sedikit tidak nyaman dan sedikit sakit saat ukuran pria itu memenuhi liangnya, seperti rasa sakitnya malam itu ketika keperawannya robek.“Maaf, aku akan pelan ....” bisik Hugo serak membenamkan wajahnya di pundak Candra dan berusaha memperlambat ger
Hugo menggeram dan berbisik serak di telinganya, “Penggoda kecil, kamu tidak tahu berapa besar aku menahan diri, kamu terus merayuku.” Dia menambah kecepatannya membuat gadis itu mendesah keras saat pelepasannya memuncak.Hugo tidak berhenti meski gadis itu sudah mendapatkan pelepasannya. Dia terus menggebor ke dalam tubuh gadis itu membuatnya menangis, merengek dan memohon dengan nikmat.Suara mereka bergema dalam kamar itu selama beberapa waktu sebelum Hugo akhirnya mendapatkan pelepasannya..Mata pria itu tidak tertutup, menatap langit-langit gelap kamarnya. Di sebelahnya sosok tubuh mungil meringkuk berbaring di lengannya dan memeluk perutnya. Matanya terpenjam dengan napas tenang berembus di pundak Hugo. Tubuh mereka telanjang di bawah selimut.Hugo tidak bergerak dari posisinya selama tiga puluh menit, menunggu rasa bersalah itu mendatanginya. namun tidak ada rasa bersalah, semuanya tenang dan tubuhnya rileks.Meski pikirannya sibuk segala hal yang berhubungan dengan gadis keci
“Dia akan baik-baik saja, hanya demam karena kelelahan eksrem dan kedinginan,” kata dokter Wendy sebelum mengalihkan pandangannya pada Hugo dengan tatapan aneh di matanya. Dokter Wendy jelas menyadari tanda merah dan bekas gigi di leher putih Candra. “Kamu ... kamu harus mengontrol dirimu. Bagaimana pun gadis ini masih sangat muda, terlalu muda .... masih anak-anak jika dibandingkan denganmu, kamu tidak perlu memaksanya—“ “Dia hampir hampir membeku semalam di luar rumah,” potong Hugo menyadari apa yang apa yang dikatakan Dokter Wendy. Dia tidak suka Candra digambar sebagai anak-anak mengingat apa yang sudah dilakukan pada gadis itu semalam. Meski jarak umur mereka terpaut jauh, Candra adalah gadis dewasa. Dia sebentar lagi akan berusia dua puluh tahun. “Ah, begitu. Pantas saja,” Dokter Wendy tersenyum pengertian dan tidak bertanya-tanya apa yang membuat gadis itu muda hampir membeku di luar rumah. “Dia hanya perlu beristirahat total untuk memulihkan energinya. Aku akan meresepk
Hugo berbalik menatap Candra dengan tenang. “Kenapa kamu keluar?”“Paman Hugo tidak bekerja?” Candra balik bertanya tanpa melepaskan pandangannya dari pria itu. Pipinya bersemu kemerahan saat mengingat apa yang mereka lakukan semalam.“Kamu sakit, aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian.”Candra tersenyum cerah. Senang dengan perhatian pria itu padanya. “Aku sudah merasa baikkan, Paman Hugo.”Hugo tersenyum lembut mengusap kepalanya. “Kamu jadi sakit karena aku. Dokter bilang kamu kedinginan dan kelelahan eksrem. Kamu harus bilang padaku jika kamu tidak sehat,” tegurnya lembut.Candra tersenyum malu-malu. “Aku merasa baik-baik saja kok. Mungkin karena kelelahan ... karena semalam kita ....” Dia tidak melanjutkan kalimatnya karena rasa malu memenuhi hatinya.Hugo menatapnya tenang, tidak perlu mendengar apa yang akan dikatakan gadis itu dan berdeham mengalihkan pandangannya. “Karena kamu sudah baikkan, ganti pakaianmu. Sebentar lagi makan malam akan disajikan.”Lalu dia berbalik mening
Bibi Ulya meringis dan mengangguk dengan ekspresi takut.“Ya, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Lalu dia berbalik meninggalkan mereka.“Aku merasa sikap Bibi Ulya berubah seperti dia tidak menyukaiku,” gumam Candra.“Jangan khawatir, Bibi Ulya tidak akan lama bekerja di sini,” kata Hugo acuh tak acuh lalu mendorong Candra masuk ke dalam kamarnya. “Pergilah beristirahat, aku akan menemui ibuku sebelum dia datang mencariku.”Candra mengangguk. Dia sejenak menatap pria itu malu-malu sebelum berjinjit dan mengecup bibirnya. “Terima sudah merawatku Paman.”Setelah mengatakan itu berbalik dengan cepat masuk ke dalam kamar meninggalkan Hugo yang sesaat membeku.Pria itu mengusap bibirnya memandang pintu kamarnya dengan pandangan intens sebelum berbalik pergi....“Apa yang membuatmu ke Sini ibu.”Di ruang tamu, Hugo memandang ibunya dengan ekspresi datar.“Memangnya tidak boleh jika ibu datang berkunjung untuk bertemu dengan putra ibu?” balas Lily menyesap tehnya lalu menatap putranya tidak