Wajah Hugo berubah gelap. “Itu tidak akan terjadi. Aku tidak akan menikah dengan Liera Walton, kami tidak bertunangan. Dia tidak akan bisa mengirimmu pergi.”Candra berhenti terisak. Matanya melebar menatap Hugo terkejut.“Paman tidak akan menikah dengan Nona Walton?” dia bertanya ragu-ragu dan penuh harap.Hugo menggelengkan kepalanya. “Kami memang dijodohkan, tapi aku belum sepakat untuk menjadikannya sebagai calon istri. Aku tidak akan membiarkannya mengatur atau mengirimmu keluar negeri.”Hati Candra berbunga-bunga, segala kecemasan, kekecewaan dan perasaan pahit di hatinya seolah lenyap mendengar pengakuan Hugo. Dia tidak peduli Liera Walton masih dalam tahap perjodohan dengan Hugo. Selama Hugo bilang tidak akan menikahinya, Liera Walton tidak akan pernah menjadi calon istri Paman Hugo.Candra tidak pernah mempertimbangkan Hugo akan memiliki daftar calon istri lain.“Apa yang kamu senyumin?” Hugo menyentil hidung mungil Candra melihat gadis tersenyum.Candra menggelengkan kepalan
Hugo menyuruh Candra untuk beristirahat setelah gadis itu makan malam dan mengganti bajunya sementara dia pergi ke ruang kerjanya. Hugo membutuhkan sesuatu untuk membuatnya sibuk dan mengalihkan pikirannya dari gadis manis yang tidur di kamarnya. Dia segera tenggelam dalam pekerjaannya begitu membuka laptop dan memeriksa emailnya.Waktu terus bergulir, suara jam berdetak demi detik bergema dalam ruang kerja menemaninya bekerja.Hugo mulai merasa matanya sakit menatap layar laptop berjam-jam. Dia melepaskan kaca matanya dan meregangkan lehernya yang pegal sebelum sebelum melirik ke arah jam di dinding ruang kerja.Dia mengangkat alis melihat jam sudah menunjukkan pukul 10:25 malam. Hugo menghela napas menatap pekerjaannya hampir selesai sebelum akhirnya menyimpan file itu dan menutup laptopnya. Dia berdiri dari kursi dan meninggalkan ruang kerjanya.Candra seharusnya sudah tidur, pikir Hugo menuju ke kamar tidurnya dengan tenang.Bibi Ulya sudah meninggalkan rumah tua beberapa jam yan
“Kamu tidak seharusnya memakai baju itu. Kamu akan kedinginan. Kenakakan baju lain. Baju itu sudah kekecilan di tubuhmu.” “Kamar Paman Hangat, aku tidak merasa kedinginan,” bantah Candra. Hugo menoyor keningnya. “Ganti saja.” Lalu dia berbalik menuju ke lemari besar yang menyimpan baju-baju cadangannya. “Paman, kamu belum menjawab pertanyaanku ....” seru Candra di belakangnya. Hugo berpura-pura tidak mendengarnya dan membuka lemari pakaiannya. Dia mengambil salah satu piama hitam dari dalam. Dia memutuskan akan berganti pakaian di kamar lain atau kamar mandi. “Paman Hugo ....” tiba-tiba sebuah lengan memeluknya dari belakang dan payudara Candra menekan punggungnya. “Candra, apa kamu lakukan?” bisik Hugo tegang, namun tidak mendorong gadis itu untuk melepaskannya. Candra menggigit bibir bawahnya mengumpulkan keberanianya. Tubuhnya bergerak sendiri memeluk Hugo. Ya, Tuhan, tubuh Paman Hugo sangat keras dan berotot. Tangannya gatal ingin mengusap perut six pax Paman Hugo. “Pam
Dia menciumnya keras, kasar dan dengan penuh nafsu seolah-olah dia melampiaskan semua rasa frustasinya. Tangan Hugo meremas payudaranya. sementara tangan lain meremas pipi pantat bulat Candra.Bibir Candra terbuka kaget. Hugo memanfaatkan celah bibirnya dengan memasukkan lidahnya dan membelai lidah manis gadis itu.Candra mengerang dalam mulutnya. Dia mengalunkan tangannya membalas ciuman Hugo. Lidah mereka saling bergulat. Sementara tangan Hugo menangkup salah satu payudara dan meremas buah dada Candra yang menggodanya sedari tadi.Hugo tidak mabuk. Dia mencium dan menyentuh gadis itu dengan penuh kesadaran, bukan mabuk seperti malam itu. Pikirannya menyuruhnya untik berhenti. Dia adalah Candra, gadis kecilnya yang manis. Namun tubuhnya sangat mendambakannya. Aroma tubuh gadis itu seperti candu baginya.Candra mengerang merasakan sesuatu yang keras menekan perutnya. Pipinya memerah menyadari ereksi pria itu. Dia menggosok pinggulnya menekan ereksi pria itu untuk menciptakan gesekan
Keduanya mengerang dalam sensasi kenikmatan penyatuan.“Oh ....” Candra memeluk leher Hugo eret dan membuka mulut mendesah. Wajah cantiknya memerah, matanya berkaca-kaca karena euforia. Akhirnya dia merasakannya, bercinta dengan paman Hugo setelah berminggu-minggu merindukannya.Hugo menggigit pundaknya meredam suara erangannya dan menggerakkan pinggulnya maju-mundur. Tangan mencengkeram pinggang ramping Candra saat dia mendorong pinggulnya semakin dalam ke tubuh gadis itu. Dia tidak bisa berpikir, rasanya nikmat dan sempit.“Paman ....” Candra merintih saat gerakan Hugo cepat dan dalam sebelum dia bisa beradaptasi dengan ukuran pria itu. ini kedua kalinya dia berhubungan intim dan belum bisa terbiasa dengan invasi di tubuhnya. Dia merasa sedikit tidak nyaman dan sedikit sakit saat ukuran pria itu memenuhi liangnya, seperti rasa sakitnya malam itu ketika keperawannya robek.“Maaf, aku akan pelan ....” bisik Hugo serak membenamkan wajahnya di pundak Candra dan berusaha memperlambat ger
Hugo menggeram dan berbisik serak di telinganya, “Penggoda kecil, kamu tidak tahu berapa besar aku menahan diri, kamu terus merayuku.” Dia menambah kecepatannya membuat gadis itu mendesah keras saat pelepasannya memuncak.Hugo tidak berhenti meski gadis itu sudah mendapatkan pelepasannya. Dia terus menggebor ke dalam tubuh gadis itu membuatnya menangis, merengek dan memohon dengan nikmat.Suara mereka bergema dalam kamar itu selama beberapa waktu sebelum Hugo akhirnya mendapatkan pelepasannya..Mata pria itu tidak tertutup, menatap langit-langit gelap kamarnya. Di sebelahnya sosok tubuh mungil meringkuk berbaring di lengannya dan memeluk perutnya. Matanya terpenjam dengan napas tenang berembus di pundak Hugo. Tubuh mereka telanjang di bawah selimut.Hugo tidak bergerak dari posisinya selama tiga puluh menit, menunggu rasa bersalah itu mendatanginya. namun tidak ada rasa bersalah, semuanya tenang dan tubuhnya rileks.Meski pikirannya sibuk segala hal yang berhubungan dengan gadis keci
“Dia akan baik-baik saja, hanya demam karena kelelahan eksrem dan kedinginan,” kata dokter Wendy sebelum mengalihkan pandangannya pada Hugo dengan tatapan aneh di matanya. Dokter Wendy jelas menyadari tanda merah dan bekas gigi di leher putih Candra. “Kamu ... kamu harus mengontrol dirimu. Bagaimana pun gadis ini masih sangat muda, terlalu muda .... masih anak-anak jika dibandingkan denganmu, kamu tidak perlu memaksanya—“ “Dia hampir hampir membeku semalam di luar rumah,” potong Hugo menyadari apa yang apa yang dikatakan Dokter Wendy. Dia tidak suka Candra digambar sebagai anak-anak mengingat apa yang sudah dilakukan pada gadis itu semalam. Meski jarak umur mereka terpaut jauh, Candra adalah gadis dewasa. Dia sebentar lagi akan berusia dua puluh tahun. “Ah, begitu. Pantas saja,” Dokter Wendy tersenyum pengertian dan tidak bertanya-tanya apa yang membuat gadis itu muda hampir membeku di luar rumah. “Dia hanya perlu beristirahat total untuk memulihkan energinya. Aku akan meresepk
Hugo berbalik menatap Candra dengan tenang. “Kenapa kamu keluar?”“Paman Hugo tidak bekerja?” Candra balik bertanya tanpa melepaskan pandangannya dari pria itu. Pipinya bersemu kemerahan saat mengingat apa yang mereka lakukan semalam.“Kamu sakit, aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian.”Candra tersenyum cerah. Senang dengan perhatian pria itu padanya. “Aku sudah merasa baikkan, Paman Hugo.”Hugo tersenyum lembut mengusap kepalanya. “Kamu jadi sakit karena aku. Dokter bilang kamu kedinginan dan kelelahan eksrem. Kamu harus bilang padaku jika kamu tidak sehat,” tegurnya lembut.Candra tersenyum malu-malu. “Aku merasa baik-baik saja kok. Mungkin karena kelelahan ... karena semalam kita ....” Dia tidak melanjutkan kalimatnya karena rasa malu memenuhi hatinya.Hugo menatapnya tenang, tidak perlu mendengar apa yang akan dikatakan gadis itu dan berdeham mengalihkan pandangannya. “Karena kamu sudah baikkan, ganti pakaianmu. Sebentar lagi makan malam akan disajikan.”Lalu dia berbalik mening
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug