Keduanya mengerang dalam sensasi kenikmatan penyatuan.“Oh ....” Candra memeluk leher Hugo eret dan membuka mulut mendesah. Wajah cantiknya memerah, matanya berkaca-kaca karena euforia. Akhirnya dia merasakannya, bercinta dengan paman Hugo setelah berminggu-minggu merindukannya.Hugo menggigit pundaknya meredam suara erangannya dan menggerakkan pinggulnya maju-mundur. Tangan mencengkeram pinggang ramping Candra saat dia mendorong pinggulnya semakin dalam ke tubuh gadis itu. Dia tidak bisa berpikir, rasanya nikmat dan sempit.“Paman ....” Candra merintih saat gerakan Hugo cepat dan dalam sebelum dia bisa beradaptasi dengan ukuran pria itu. ini kedua kalinya dia berhubungan intim dan belum bisa terbiasa dengan invasi di tubuhnya. Dia merasa sedikit tidak nyaman dan sedikit sakit saat ukuran pria itu memenuhi liangnya, seperti rasa sakitnya malam itu ketika keperawannya robek.“Maaf, aku akan pelan ....” bisik Hugo serak membenamkan wajahnya di pundak Candra dan berusaha memperlambat ger
Hugo menggeram dan berbisik serak di telinganya, “Penggoda kecil, kamu tidak tahu berapa besar aku menahan diri, kamu terus merayuku.” Dia menambah kecepatannya membuat gadis itu mendesah keras saat pelepasannya memuncak.Hugo tidak berhenti meski gadis itu sudah mendapatkan pelepasannya. Dia terus menggebor ke dalam tubuh gadis itu membuatnya menangis, merengek dan memohon dengan nikmat.Suara mereka bergema dalam kamar itu selama beberapa waktu sebelum Hugo akhirnya mendapatkan pelepasannya..Mata pria itu tidak tertutup, menatap langit-langit gelap kamarnya. Di sebelahnya sosok tubuh mungil meringkuk berbaring di lengannya dan memeluk perutnya. Matanya terpenjam dengan napas tenang berembus di pundak Hugo. Tubuh mereka telanjang di bawah selimut.Hugo tidak bergerak dari posisinya selama tiga puluh menit, menunggu rasa bersalah itu mendatanginya. namun tidak ada rasa bersalah, semuanya tenang dan tubuhnya rileks.Meski pikirannya sibuk segala hal yang berhubungan dengan gadis keci
“Dia akan baik-baik saja, hanya demam karena kelelahan eksrem dan kedinginan,” kata dokter Wendy sebelum mengalihkan pandangannya pada Hugo dengan tatapan aneh di matanya. Dokter Wendy jelas menyadari tanda merah dan bekas gigi di leher putih Candra. “Kamu ... kamu harus mengontrol dirimu. Bagaimana pun gadis ini masih sangat muda, terlalu muda .... masih anak-anak jika dibandingkan denganmu, kamu tidak perlu memaksanya—“ “Dia hampir hampir membeku semalam di luar rumah,” potong Hugo menyadari apa yang apa yang dikatakan Dokter Wendy. Dia tidak suka Candra digambar sebagai anak-anak mengingat apa yang sudah dilakukan pada gadis itu semalam. Meski jarak umur mereka terpaut jauh, Candra adalah gadis dewasa. Dia sebentar lagi akan berusia dua puluh tahun. “Ah, begitu. Pantas saja,” Dokter Wendy tersenyum pengertian dan tidak bertanya-tanya apa yang membuat gadis itu muda hampir membeku di luar rumah. “Dia hanya perlu beristirahat total untuk memulihkan energinya. Aku akan meresepk
Hugo berbalik menatap Candra dengan tenang. “Kenapa kamu keluar?”“Paman Hugo tidak bekerja?” Candra balik bertanya tanpa melepaskan pandangannya dari pria itu. Pipinya bersemu kemerahan saat mengingat apa yang mereka lakukan semalam.“Kamu sakit, aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian.”Candra tersenyum cerah. Senang dengan perhatian pria itu padanya. “Aku sudah merasa baikkan, Paman Hugo.”Hugo tersenyum lembut mengusap kepalanya. “Kamu jadi sakit karena aku. Dokter bilang kamu kedinginan dan kelelahan eksrem. Kamu harus bilang padaku jika kamu tidak sehat,” tegurnya lembut.Candra tersenyum malu-malu. “Aku merasa baik-baik saja kok. Mungkin karena kelelahan ... karena semalam kita ....” Dia tidak melanjutkan kalimatnya karena rasa malu memenuhi hatinya.Hugo menatapnya tenang, tidak perlu mendengar apa yang akan dikatakan gadis itu dan berdeham mengalihkan pandangannya. “Karena kamu sudah baikkan, ganti pakaianmu. Sebentar lagi makan malam akan disajikan.”Lalu dia berbalik mening
Bibi Ulya meringis dan mengangguk dengan ekspresi takut.“Ya, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Lalu dia berbalik meninggalkan mereka.“Aku merasa sikap Bibi Ulya berubah seperti dia tidak menyukaiku,” gumam Candra.“Jangan khawatir, Bibi Ulya tidak akan lama bekerja di sini,” kata Hugo acuh tak acuh lalu mendorong Candra masuk ke dalam kamarnya. “Pergilah beristirahat, aku akan menemui ibuku sebelum dia datang mencariku.”Candra mengangguk. Dia sejenak menatap pria itu malu-malu sebelum berjinjit dan mengecup bibirnya. “Terima sudah merawatku Paman.”Setelah mengatakan itu berbalik dengan cepat masuk ke dalam kamar meninggalkan Hugo yang sesaat membeku.Pria itu mengusap bibirnya memandang pintu kamarnya dengan pandangan intens sebelum berbalik pergi....“Apa yang membuatmu ke Sini ibu.”Di ruang tamu, Hugo memandang ibunya dengan ekspresi datar.“Memangnya tidak boleh jika ibu datang berkunjung untuk bertemu dengan putra ibu?” balas Lily menyesap tehnya lalu menatap putranya tidak
Liera diam-diam senang dengan ucapan Lily, tapi berpura-pura tidak nyaman. “Bibi, kurasa kita harus menanyakan pendapat Hugo dulu,” ujarnya lalu melirik ke arah Hugo. Raut wajah pria itu sangat dingin. “Ibu, tidak bisakah kamu berhenti memaksakan perjodohan ini padaku, aku tidak akan bertunangan,” Hugo langsung menolak dengan ekspresi gelap. “Kamu sudah lama berkencan dengan Liera, tapi kamu tidak bergerak untuk melamarnya atau berbicara dengan keluarga Walton. Sudah saatnya meresmikan pertunangan kalian. Jika ibu tidak mengatur ini, ibu khawatir kamu tidak akan pernah melamar Liera. Ibu tahu kamu menggunakan Liera agar tidak diperkenalkan pada wanita lain,” kata Lily sebelum kemudian berhenti lalu menatap Liera meminta maaf. “Maaf, Liera, aku tidak bermaksud—“ “Tidak apa-apa Bibi. Aku tahu aku hanya salah satu yang berada di daftar calon istri Hugo,” sela Liera dengan ekspresi lembut dan senyum tidak percaya diri. “Ah, sayang maafkan aku.” Lily menepuk-nepuk punggung Liera lalu
Piring-piring kotor sudah dibersihkan dari atas meja makan. Bibi Ulya meletakkan makanan penutup untuk tiga orang di meja makan. Dia sesaat melirik ke arah Liera secara sembunyi-sembunyi. Namun wanita itu mengabaikan tatapannya dan berpura-pura menyesap tehnya dengan tenang.“Bibi, Candra tidak makan malam. Tolong bawakan bubur ayam untuk dia ke kamar. Jangan lupa suruh Candra minun obat,” perintah Hugo.Bibi Ulya mengangguk dab meninggalkan ruang makan.Sudut bibir Liera mencibir sinis diam-diam. Dia berdeham dan bertanya dengan lembut. “Berapa umur Candra sekarang?”Hugo meliriknya tapi tidak menjawab dan menyesap gelas wine dengan acuh tak acuh.Liera mengerutkan bibir masam dan melirik Lily dengan tatapan sedih.“Hugo, calon istrimu sedang bertanya, kamu harus menjawab dong,” tegur Lily menatap putranya.“19 tahun. Dua bulan lagi dia akan berusia 20 tahun.”“Wah, kamu tampaknya sangat menyayangi Candra. Bahkan ulang tahunnya saja kamu ingat, aku jadi cemburu,” kata Liera berpura-p
Hugo mengabaikan Lily dan berjalan menuju ke ruang kerjanya.“Dasar anak itu! Ibu hanya mengkhawatirkannya, kenapa dia selalu memperlakukan aku seperti musuhnya!” omel Lily kesal.“Bibi sudahlah....” Liera meraih lengannya dan menatapnya dengan sedih.“Liera, jangan khawatir, Hugo memang seperti ini sejak muda. Dia itu mirip dengan ayahnya ketika muda. Jangan terlalu memikirkan sikapnya padamu.” Lily menepuk-nepuk lengannya menenangkan.Liera tersenyum muram. “Bibi, sebenarnya aku mendengar berita aneh dari Bibi Ulya tentang Candra dan Hugo.”Raut wajah Lily berubah khawatir, “Be-berita apa?”“Tolong jangan katakan ini pada Hugo, aku tidak mau dia membenciku jika memberitahumu ini,” Liera berkata dengan cemas meremas tangan Lily.“Apa yang kamu katakan? Apa ini buruk?”Liera hanya tersenyum sedih. “Aku tidak ingin berpikir negatif, tapi aku benar-benar khawatir saat mendengar Candra tidur di kamar Hugo semalam.”Mata Lily langsung melebar terkejut dan menggelengkan kepala tidak perca