Bibi Ulya meringis dan mengangguk dengan ekspresi takut.“Ya, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Lalu dia berbalik meninggalkan mereka.“Aku merasa sikap Bibi Ulya berubah seperti dia tidak menyukaiku,” gumam Candra.“Jangan khawatir, Bibi Ulya tidak akan lama bekerja di sini,” kata Hugo acuh tak acuh lalu mendorong Candra masuk ke dalam kamarnya. “Pergilah beristirahat, aku akan menemui ibuku sebelum dia datang mencariku.”Candra mengangguk. Dia sejenak menatap pria itu malu-malu sebelum berjinjit dan mengecup bibirnya. “Terima sudah merawatku Paman.”Setelah mengatakan itu berbalik dengan cepat masuk ke dalam kamar meninggalkan Hugo yang sesaat membeku.Pria itu mengusap bibirnya memandang pintu kamarnya dengan pandangan intens sebelum berbalik pergi....“Apa yang membuatmu ke Sini ibu.”Di ruang tamu, Hugo memandang ibunya dengan ekspresi datar.“Memangnya tidak boleh jika ibu datang berkunjung untuk bertemu dengan putra ibu?” balas Lily menyesap tehnya lalu menatap putranya tidak
Liera diam-diam senang dengan ucapan Lily, tapi berpura-pura tidak nyaman. “Bibi, kurasa kita harus menanyakan pendapat Hugo dulu,” ujarnya lalu melirik ke arah Hugo. Raut wajah pria itu sangat dingin. “Ibu, tidak bisakah kamu berhenti memaksakan perjodohan ini padaku, aku tidak akan bertunangan,” Hugo langsung menolak dengan ekspresi gelap. “Kamu sudah lama berkencan dengan Liera, tapi kamu tidak bergerak untuk melamarnya atau berbicara dengan keluarga Walton. Sudah saatnya meresmikan pertunangan kalian. Jika ibu tidak mengatur ini, ibu khawatir kamu tidak akan pernah melamar Liera. Ibu tahu kamu menggunakan Liera agar tidak diperkenalkan pada wanita lain,” kata Lily sebelum kemudian berhenti lalu menatap Liera meminta maaf. “Maaf, Liera, aku tidak bermaksud—“ “Tidak apa-apa Bibi. Aku tahu aku hanya salah satu yang berada di daftar calon istri Hugo,” sela Liera dengan ekspresi lembut dan senyum tidak percaya diri. “Ah, sayang maafkan aku.” Lily menepuk-nepuk punggung Liera lalu
Piring-piring kotor sudah dibersihkan dari atas meja makan. Bibi Ulya meletakkan makanan penutup untuk tiga orang di meja makan. Dia sesaat melirik ke arah Liera secara sembunyi-sembunyi. Namun wanita itu mengabaikan tatapannya dan berpura-pura menyesap tehnya dengan tenang.“Bibi, Candra tidak makan malam. Tolong bawakan bubur ayam untuk dia ke kamar. Jangan lupa suruh Candra minun obat,” perintah Hugo.Bibi Ulya mengangguk dab meninggalkan ruang makan.Sudut bibir Liera mencibir sinis diam-diam. Dia berdeham dan bertanya dengan lembut. “Berapa umur Candra sekarang?”Hugo meliriknya tapi tidak menjawab dan menyesap gelas wine dengan acuh tak acuh.Liera mengerutkan bibir masam dan melirik Lily dengan tatapan sedih.“Hugo, calon istrimu sedang bertanya, kamu harus menjawab dong,” tegur Lily menatap putranya.“19 tahun. Dua bulan lagi dia akan berusia 20 tahun.”“Wah, kamu tampaknya sangat menyayangi Candra. Bahkan ulang tahunnya saja kamu ingat, aku jadi cemburu,” kata Liera berpura-p
Hugo mengabaikan Lily dan berjalan menuju ke ruang kerjanya.“Dasar anak itu! Ibu hanya mengkhawatirkannya, kenapa dia selalu memperlakukan aku seperti musuhnya!” omel Lily kesal.“Bibi sudahlah....” Liera meraih lengannya dan menatapnya dengan sedih.“Liera, jangan khawatir, Hugo memang seperti ini sejak muda. Dia itu mirip dengan ayahnya ketika muda. Jangan terlalu memikirkan sikapnya padamu.” Lily menepuk-nepuk lengannya menenangkan.Liera tersenyum muram. “Bibi, sebenarnya aku mendengar berita aneh dari Bibi Ulya tentang Candra dan Hugo.”Raut wajah Lily berubah khawatir, “Be-berita apa?”“Tolong jangan katakan ini pada Hugo, aku tidak mau dia membenciku jika memberitahumu ini,” Liera berkata dengan cemas meremas tangan Lily.“Apa yang kamu katakan? Apa ini buruk?”Liera hanya tersenyum sedih. “Aku tidak ingin berpikir negatif, tapi aku benar-benar khawatir saat mendengar Candra tidur di kamar Hugo semalam.”Mata Lily langsung melebar terkejut dan menggelengkan kepala tidak perca
Mata Candra memerah. Dia menunduk sambil meremas tangannya. “Aku tahu, Paman menyukai Nyonya Ridley dan aku bukan orang layak untuk jadi calon istrimu,” bisiknya lirih.Hugo tidak membenarkan dan juga tidak membantah. Dia tidak berusaha menghibur gadis itu. Lebih baik Candra mengerti bahwa Hugo tidak bisa memberikan apa yang dia inginkan. Hugo menyayanginya tapi tidak bisa mencintainya selayaknya seorang pria pada wanita. Mungkin belum.Tapi dia tidak ingin memberi harapan pada hati rapuh gadis itu. Ada beberapa hal yang mungkin akan menjadi hambatan mereka. dia tidak ingin menunda masa depan atau masa muda Candra karena terpaku pada dirinya.Candra masih muda dan berada di usia yang mudah berubah-ubah. Suatu saat perasaannya akan berubah dan dia akan menemukan pria yang cocok untuknya.Hugo berdeham mengulurkan tangannya untuk menyentuh rambut Candra.“Terlepas apa yang sudah kita lakukan semalam, itu tidak akan menghalangi masa depanmu dan mencari pria yang lebih baik. Aku tidak ak
Ketika Candra keluar dari kamar mandi, dia kecewa tidak melihat Hugo di kamar. Ada sebuah baju ganti miliknya di atas tempat tidur. Candra mengganti bajunya dan melirik nampan makanan di atas meja. Buburnya sudah diganti dengan nasi hangat dan sup ayam yang mengepul. Sepertinya Hugo menyuruh Bibi Ulya mengganti bubur yang sudah dingin dengan makanan hangat saat dia sedang mandi.Candra menghabiskan makanannya dengan cepat dan meminum obat demamnya yang diletakkan di samping nampan. Meski sudah agak membaik, Candra tetap harus minum agar dia cepat pulih. Dia tidak ingin sakit di dekat Hugo. Candra meletakkang gelas kosong di samping teko dan mengambil ponselnya yang sedang dicas. Pada saat itu pintu kamar terbuka.Candra menoleh melihat Hugo masuk ke kamar dengan mantel hitam besar di pundaknya. Dia sepertinya habis dari luar. “Paman Hugo, apa kamu pergi keluar tadi?”“Ya, aku ke apotek. Aku membelikanmu pil KB,” ujar Hugo meletakkan kantong plastik putih berisi obat di atas meja sa
“Ka-kakak ....” Candra panik melihat Marcus.Di antara semua orang, Marcus adalah orang yang akan menentang jika tahu Candra menjalin hubungan dengan Hugo, apalagi jika dia sampai mendengar Candra menjadi kekasih gelap. Candra tidak melupakan peringatan Marcus untuk menjauh dari Hugo dan ancaman akan mengirimnya keluar negeri.“Candra, bukankah seharusnya kamu di kampus? Kenapa kamu ada di sini, di rumah Tuan Hugo?” Marcus menatap adiknya tajam.“Ini libur natal, aku meminta dia menemaniku merayakan natal.” Hugo yang menjawab dan menatap Marcus tenang.Di antara dua anak asuhnya, Marcus yang paling sadar diri dan menghormatinya. Dia tidak terlalu akrab atau berperilaku intim seperti Candra. Setelah lulus SMA, Marcus tidak lanjut kuliah dan langsung menawarkan diri bekerja pada Hugi membalas budi dan mencari uang sendiri dari pekerjaan. Dengan begitu dia tidak akan terlalu bergantung pada Hugo dan membiayai hidupnya serta Candra, adiknya. Hugo menawarkan tempat tinggal dan beasisw
Kelas pertama berakhir. Candra mengikuti teman sekelasnya keluar dari kelas ketika seseorang memanggil namanya. “Candra!” Dia berbalik memandang Lorcan yang keluar dari kelas lain sebelum berjalan cepat menghampirinya. Dia dan Hugo tidak ada kelas bersama pagi ini. “Hai, aku dengar kamu sakit. Apa sudah baik-baik saja?” Dia bertanya menatap Candra penuh perhatian. Candra mengangguk sambil tersenyum. “Ya, aku baik-baik saja.” “Syukurlah, kamu tidak menjawab teleponku seharian.” “Maaf, aku tidak memegang ponselku seharian.” “Ya, pamanmu yang menjawab teleponku,” kata Lorcan menatap Candra. “Omong-omong, apa kamu ada waktu? Aku ingin membahas tentang pesta yang pernah aku ceritakan padamu.” “Ah, itu ... aku belum yakin bisa datang. Ada banyak tugas yang harus aku kerjakan. Kamu bisa mengajak orang lain,” kata Candra menatapnya meminta maaf. Lorcan terdiam menatapnya intens. Candra mengusap belakang lehernya salah tingkah. “Apa ada sesuatu yang kamu butuhkan lagi? Aku harus ke
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug