Liera diam-diam senang dengan ucapan Lily, tapi berpura-pura tidak nyaman. “Bibi, kurasa kita harus menanyakan pendapat Hugo dulu,” ujarnya lalu melirik ke arah Hugo. Raut wajah pria itu sangat dingin. “Ibu, tidak bisakah kamu berhenti memaksakan perjodohan ini padaku, aku tidak akan bertunangan,” Hugo langsung menolak dengan ekspresi gelap. “Kamu sudah lama berkencan dengan Liera, tapi kamu tidak bergerak untuk melamarnya atau berbicara dengan keluarga Walton. Sudah saatnya meresmikan pertunangan kalian. Jika ibu tidak mengatur ini, ibu khawatir kamu tidak akan pernah melamar Liera. Ibu tahu kamu menggunakan Liera agar tidak diperkenalkan pada wanita lain,” kata Lily sebelum kemudian berhenti lalu menatap Liera meminta maaf. “Maaf, Liera, aku tidak bermaksud—“ “Tidak apa-apa Bibi. Aku tahu aku hanya salah satu yang berada di daftar calon istri Hugo,” sela Liera dengan ekspresi lembut dan senyum tidak percaya diri. “Ah, sayang maafkan aku.” Lily menepuk-nepuk punggung Liera lalu
Piring-piring kotor sudah dibersihkan dari atas meja makan. Bibi Ulya meletakkan makanan penutup untuk tiga orang di meja makan. Dia sesaat melirik ke arah Liera secara sembunyi-sembunyi. Namun wanita itu mengabaikan tatapannya dan berpura-pura menyesap tehnya dengan tenang.“Bibi, Candra tidak makan malam. Tolong bawakan bubur ayam untuk dia ke kamar. Jangan lupa suruh Candra minun obat,” perintah Hugo.Bibi Ulya mengangguk dab meninggalkan ruang makan.Sudut bibir Liera mencibir sinis diam-diam. Dia berdeham dan bertanya dengan lembut. “Berapa umur Candra sekarang?”Hugo meliriknya tapi tidak menjawab dan menyesap gelas wine dengan acuh tak acuh.Liera mengerutkan bibir masam dan melirik Lily dengan tatapan sedih.“Hugo, calon istrimu sedang bertanya, kamu harus menjawab dong,” tegur Lily menatap putranya.“19 tahun. Dua bulan lagi dia akan berusia 20 tahun.”“Wah, kamu tampaknya sangat menyayangi Candra. Bahkan ulang tahunnya saja kamu ingat, aku jadi cemburu,” kata Liera berpura-p
Hugo mengabaikan Lily dan berjalan menuju ke ruang kerjanya.“Dasar anak itu! Ibu hanya mengkhawatirkannya, kenapa dia selalu memperlakukan aku seperti musuhnya!” omel Lily kesal.“Bibi sudahlah....” Liera meraih lengannya dan menatapnya dengan sedih.“Liera, jangan khawatir, Hugo memang seperti ini sejak muda. Dia itu mirip dengan ayahnya ketika muda. Jangan terlalu memikirkan sikapnya padamu.” Lily menepuk-nepuk lengannya menenangkan.Liera tersenyum muram. “Bibi, sebenarnya aku mendengar berita aneh dari Bibi Ulya tentang Candra dan Hugo.”Raut wajah Lily berubah khawatir, “Be-berita apa?”“Tolong jangan katakan ini pada Hugo, aku tidak mau dia membenciku jika memberitahumu ini,” Liera berkata dengan cemas meremas tangan Lily.“Apa yang kamu katakan? Apa ini buruk?”Liera hanya tersenyum sedih. “Aku tidak ingin berpikir negatif, tapi aku benar-benar khawatir saat mendengar Candra tidur di kamar Hugo semalam.”Mata Lily langsung melebar terkejut dan menggelengkan kepala tidak perca
Mata Candra memerah. Dia menunduk sambil meremas tangannya. “Aku tahu, Paman menyukai Nyonya Ridley dan aku bukan orang layak untuk jadi calon istrimu,” bisiknya lirih.Hugo tidak membenarkan dan juga tidak membantah. Dia tidak berusaha menghibur gadis itu. Lebih baik Candra mengerti bahwa Hugo tidak bisa memberikan apa yang dia inginkan. Hugo menyayanginya tapi tidak bisa mencintainya selayaknya seorang pria pada wanita. Mungkin belum.Tapi dia tidak ingin memberi harapan pada hati rapuh gadis itu. Ada beberapa hal yang mungkin akan menjadi hambatan mereka. dia tidak ingin menunda masa depan atau masa muda Candra karena terpaku pada dirinya.Candra masih muda dan berada di usia yang mudah berubah-ubah. Suatu saat perasaannya akan berubah dan dia akan menemukan pria yang cocok untuknya.Hugo berdeham mengulurkan tangannya untuk menyentuh rambut Candra.“Terlepas apa yang sudah kita lakukan semalam, itu tidak akan menghalangi masa depanmu dan mencari pria yang lebih baik. Aku tidak ak
Ketika Candra keluar dari kamar mandi, dia kecewa tidak melihat Hugo di kamar. Ada sebuah baju ganti miliknya di atas tempat tidur. Candra mengganti bajunya dan melirik nampan makanan di atas meja. Buburnya sudah diganti dengan nasi hangat dan sup ayam yang mengepul. Sepertinya Hugo menyuruh Bibi Ulya mengganti bubur yang sudah dingin dengan makanan hangat saat dia sedang mandi.Candra menghabiskan makanannya dengan cepat dan meminum obat demamnya yang diletakkan di samping nampan. Meski sudah agak membaik, Candra tetap harus minum agar dia cepat pulih. Dia tidak ingin sakit di dekat Hugo. Candra meletakkang gelas kosong di samping teko dan mengambil ponselnya yang sedang dicas. Pada saat itu pintu kamar terbuka.Candra menoleh melihat Hugo masuk ke kamar dengan mantel hitam besar di pundaknya. Dia sepertinya habis dari luar. “Paman Hugo, apa kamu pergi keluar tadi?”“Ya, aku ke apotek. Aku membelikanmu pil KB,” ujar Hugo meletakkan kantong plastik putih berisi obat di atas meja sa
“Ka-kakak ....” Candra panik melihat Marcus.Di antara semua orang, Marcus adalah orang yang akan menentang jika tahu Candra menjalin hubungan dengan Hugo, apalagi jika dia sampai mendengar Candra menjadi kekasih gelap. Candra tidak melupakan peringatan Marcus untuk menjauh dari Hugo dan ancaman akan mengirimnya keluar negeri.“Candra, bukankah seharusnya kamu di kampus? Kenapa kamu ada di sini, di rumah Tuan Hugo?” Marcus menatap adiknya tajam.“Ini libur natal, aku meminta dia menemaniku merayakan natal.” Hugo yang menjawab dan menatap Marcus tenang.Di antara dua anak asuhnya, Marcus yang paling sadar diri dan menghormatinya. Dia tidak terlalu akrab atau berperilaku intim seperti Candra. Setelah lulus SMA, Marcus tidak lanjut kuliah dan langsung menawarkan diri bekerja pada Hugi membalas budi dan mencari uang sendiri dari pekerjaan. Dengan begitu dia tidak akan terlalu bergantung pada Hugo dan membiayai hidupnya serta Candra, adiknya. Hugo menawarkan tempat tinggal dan beasisw
Kelas pertama berakhir. Candra mengikuti teman sekelasnya keluar dari kelas ketika seseorang memanggil namanya. “Candra!” Dia berbalik memandang Lorcan yang keluar dari kelas lain sebelum berjalan cepat menghampirinya. Dia dan Hugo tidak ada kelas bersama pagi ini. “Hai, aku dengar kamu sakit. Apa sudah baik-baik saja?” Dia bertanya menatap Candra penuh perhatian. Candra mengangguk sambil tersenyum. “Ya, aku baik-baik saja.” “Syukurlah, kamu tidak menjawab teleponku seharian.” “Maaf, aku tidak memegang ponselku seharian.” “Ya, pamanmu yang menjawab teleponku,” kata Lorcan menatap Candra. “Omong-omong, apa kamu ada waktu? Aku ingin membahas tentang pesta yang pernah aku ceritakan padamu.” “Ah, itu ... aku belum yakin bisa datang. Ada banyak tugas yang harus aku kerjakan. Kamu bisa mengajak orang lain,” kata Candra menatapnya meminta maaf. Lorcan terdiam menatapnya intens. Candra mengusap belakang lehernya salah tingkah. “Apa ada sesuatu yang kamu butuhkan lagi? Aku harus ke
Candra gelisah menyesap kopi latte-nya sambil melirik-lirik pada wanita di depannya. Sudah hampir dua puluh menit, namun Lily tidak mengatakan apa pun sejak dia membawanya ke kafe.Wanita itu menatap permukaan cangkir berisi kopi latte tanpa memandang Candra dan menyesap kopinya. Lily tidak mengatakan apa pun sejak tadi. Dia diam dan tenang, sangat berbeda dengan citra yang pernah dilihat Candra tentang wanita yang cerewat dan hangat.Suasana terlalu hening dan canggung bagi Candra.Akhirnya Candra tidak bisa menahan keheningan ini dan berdeham meletakkan cangkir kopi di meja.“Nyonya Wallington, mengapa kamu ingin menemuiku?” Candra berkata dengan hati-hati.Lily meletakkan cangkir kopinya dan menatap Candra tanpa ekspresi.“Candra Claus, itu adalah namamu, kan?”Candra mengangguk.“Sudah berapa lama kamu dan saudaramu tinggal bersama Hugo?”Candra terdiam sebentar, tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini.“Sudah hampir delapan tahun, aku dan kakakku tinggal bersama Paman Hugo s