Dalam hati dia merasa bersalah dan malu karena sudah terlalu banyak berbohong, tapi dia tidak punya pilihan lain, kan? Awalnya Paman Hugo yang membawa Candra ke kamarnya.Mata Lily menyipit menatapnya selama beberapa saat. “Hanya itu? Tidak terjadi hal lain?”“Aku sedang sakit dan tidak ingat banyak, memangnya hal apa yang bisa terjadi?” Candra bertanya dengan polos.Lily menghembuskan napas sebelum memijat pelipisnya.“Baguslah jika tidak terjadi aneh-aneh antara kamu dan Hugo. Kamu harus ingat bahwa meski Hugo tidak mengadopsimu, dia tetap walimu dan setengah ayah bagimu, kamu mengerti, kan?”Candra ingin menggeleng kepala tidak setuju tapi ini adalah Lily, ibu kandung Paman Hugo. Nasib percintaannya akan bergantung pada persetujuan wanita itu. Hubungannya dengan Hugo masih rapuh dan Candra hanya kekasih gelapnya.Candra mengganggukkan kepalanya sambil memaksakan senyum tulus. “Aku mengerti. Aku sangat berterima kasih atas perawatan Paman Hugo.”Ekspresi Lily berubah rileks dan dia
“Jika Liera bukan terbaik dan Hugo tidak suka? Tentu saja aku mencari Nona Muda lain untuk putraku. Liera bukan satu-satunya yang akan menjadi calon istri Hugo. Bahkan jika Hugo tidak suka dengan Nona Muda yang kuperkenalkan, aku akan tetap menikahkannya dengan Nona muda mana pun yang baik. Dengan begitu Hugo melupakan Iris dan menikah untuk memiliki pewaris WLT Group.”Candra merasa pahit dalam hati, dia mengepalkan tangannya di bawah meja. Nona Muda? Tentu saja menantu yang dicari Lily adalah wanita dari keluarga kolongmerat, bukan orang seperti dirinya.Candra menghabiskan kopi latte-nya dan berpura-pura mengecek jam tangannya. Dia sudah melewatkan mata kuliah kedua karena Lily ingin bertemu dengannya.“Apa ada lagi yang ingin anda bicarakan denganku, Nyonya? Jika tidak, aku harus kembali ke kampus. Aku sudah melewatkan mata kuliah keduaku,” kata Candra sopan pada Lily.“Oh, tentu tidak ada lagi. Maaf sudah membuat melewatkan kelasmu. Pergilah, jangan khawatir tentang kopimu, aku s
Kelopak mata Candra mengerjap sebelum akhirnya terbuka, matanya menyipit karena silau cahaya yang sangat terang. Dia mengerang merasakan tenggorakannya kering. Dia haus.“Candra, kamu baik-baik saja?”Sebuah suara berbisik dengan khawatir.Candra menoleh melihat temannya menatap dengan khawatir.“Joy ....” Candra bergumam dengan lesu sambil mengusap kepalanya. Dia melihat pergelangan tangannya yang ditempelin jarum infus dengan bingung dan memandang ke sekeliling. Sebuah tirai mengeliling tempat tidurnya dan terdapat tiang infus di samping ranjang. Bau obat-obatan yang tajam membuat Candra mengerut hidung tidak tidak nyaman. Dia berusaha bangun.Joy buru-buru membantunya duduk di tempat tidur.Candra dengan lemah bersandar di tempat tidur. Joy duduk di samping ranjangnya dan menyodorkan segelas air putih melihat Candra mengeluh haus.“Terima kasih,” gumam Candra meminum segelas air putih dengan lega dan memandang teman sekamarnya. “Apa yang terjadi padaku? Mengapa aku ada di sini?”“K
“Aku tetap harus mengganti uangmu, kamu sudah terlalu banyak membantuku, aku merasa tidak enak,” kata Candra menyodorkan beberapa lembar uang.“Sudah kubilang tidak perlu,” kata Lorcan. Suaranya tiba-tiba menjadi dingin.Baik Candra dan Joy terdiam menatap Lorcan.Wajah pemuda itu muram dan dingin. Dia menghela napas tanpa memandang Candra. “Kamu tidak perlu mengganti apapun. Aku tidak butuh, aku hanya ingin kamu baik-baik saja. Makanlah buburmu setelah itu kamu bisa meninggalkan rumah sakit.” Dia memandang Joy.“Joy, kamu bantu Candra kembali ke asrama setelah dia memakan buburnya.”Joy mengangguk. “Oke.”“Aku pergi, sampai jumpa besok di kampus.” Tanpa memandang Candra, dia mengambil tasnya ranselnya di atas kursi sebelum berbalik meninggalkan kedua gadis itu tanpa menoleh ke belakang.Joy dan Candra terdiam selama beberapa menit.“Wow,” komentar Joy. “Dia tadi agak keren ....”Candra meliriknya. “Keren bagaimana? Aku jadi agak takut,” gumamnya memasukkan kembali dompetnya ke dalam
“Candra, tenang oke. Kejadian itu sudah lama sekali. Orang itu tidak akan bisa menemukan kamu. Aku janji akan segera pulang, tenang okey ....” Dia mengerti betapa dalamnya trauma yang diberi ‘ayah’ mereka pada Candra. Dia hanya seorang anak kecil dan perempuan yang tidak bisa menanggung penganiayaan atau pelecehan. Kekerasan yang dilakukan ‘ayah’ mereka pada Candra jauh lebih parah dibandingkan pada dirinya. Candra terisak-isak. “Candra, kakak janji orang itu tidak akan bisa menemukanmu. Dia sudah lama tidak pernah mencari kita. Dia mungkin sudah melupakan kita.” “Benarkah?” Candra bertanya tidak pasti dan cemas. “Ya, setelah pekerjaan Tuan Hugo selesai di sini, kami akan pulang dan aku ....” Marcus merendahkan suaranya. “Aku akan mengurus ayah kita nanti. Kamu tidak perlu khawatir. Tetaplah berada di kampus dan belajar, jangan ke mana-mana sampai aku pulang dengan Hugo, mengerti?” Candra perlahan-lahan tenang sebelum kemudian menganggukkan kepalanya. “Kak, jangan pernah mence
Wajah Candra pucat pasi dan ngeri memandangi wajah pria paruh baya di depannya.“Benar… itu kamu Candra?” Pria itu tersenyum lebar mengangkat tangan untuk menyentuh wajah Candra.“Candra ini Ayah—”Candra melebar melihat tangan yang terangkat di depannya. Rasanya seperti kembali ke masa kecilnya. Wajah yang sama pukulannya ada di depannya.“Kyaaa! menjauh dariku!” jeritnya mendorong pria tua itu keras hingga jatuh tersungkur.Dia mundur dengan rasa takut menjauh dari pria tua itu.Pria paruh baya itu terlihat menggenaskan saat jatuh ke trotoar jalan yang keras. Dia merintih memandang Candra dengan mata tua yang berbaring. Tubuhnya sudah tua dan pakaian luluhnya terlihat membuat orang-orang merasa kasihan. Namun Candra mati rasa untuk merasakan simpati.“Nak, aku ayahmu, teganya kamu mendorong ayahmu yang sudah tua!” serunya masih di tanah seperti pria tua yang dianiaya.Orang-orang di trotoar itu berhenti untuk menatap Candra dan pria tua itu aneh. Pandangan orang-orang itu menghakimi
Candra mengerut kening mendengar ucapan Carter. Ayahnya tidak bertanya apa yang sudah mereka lalui selama ini dan langsung menanyakan tentang uang. Candra tidak ingin membuat Carter tahu tentang Paman Hugo.“Tidak ada yang membiayai kami. Kami tinggal di panti asuhan,” balas Candra berbohong dengan datar.Ekspresi Carter terlihat kecewa dan tidak senang. “Jangan berbohong pada Ayah, Candra. Lalu baju-baju itu, siapa yang membelikanmu? Itu terlihat sangat mahal.” ujarnya menunjuk pakaian mahal yang dipakai Candra.Candra menunduk menatap bajunya sebelum berkata dengan masam. “Apa yang sebenarnya ayah inginkan?”“Siapa yang orang yang membelikanmu baju-baju itu Candra? Apa dia sungguh kaya? Kamu tumbuh di keluarga kaya?” Carter tidak mengkhiraukan ucapan Candra dan berkata dengan mendesak.Candra menggertakkan gigi, tidak menjawab pertanyaan Carter.Carter meremas tangan Candra erat. “Candra, karena kamu sudah hidup enak, kamu harus membantu ayahmu, ayah kesulitan sekarang ....”“Berap
“Kamu baik-baik saja, Nona?” sopir taksi menatapnya melalui kaca spion dengan ekspresi prihatin dan menawarkan sekotak tisu ke belakangCandra mengangguk sambil mengucapkan terima kasih. Dia mengambil tisu untuk menghapus air matanya.“Siapa orang yang mengejarmu, Nona? Mengapa kamu tidak menelepon polisi?” tanya sopir itu.Candra tidak menjawab dan supir itu tidak bertanya lagi seolah mengerti dengan kondisi Candra.Tak lama kemudian mereka berhenti di depan gedung apartemen tempat tinggal Marcus dan Candra. setelah memastikan Carter tidak mengejarnya dengan taksi lain, Candra buru-buru keluar setelah membayar ongkos taksi.Dia bergegas masuk ke gedung apartemen. Apartemen ini terbilang cukup mewah dan memiliki sistem keamanan. Bahkan jika Carter mengejarnya, dia tidak akan bisa masuk tanpa melalui penjaga keamanan.Candra masuk ke kamarnya dan berbaring di tempat tidurnya, bersembunyi di bawah selimut sambil meringkuk dengan posisi janin. Dia menangis di dalam selimut, pipinya teras
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug