Wajah Candra pucat pasi dan ngeri memandangi wajah pria paruh baya di depannya.“Benar… itu kamu Candra?” Pria itu tersenyum lebar mengangkat tangan untuk menyentuh wajah Candra.“Candra ini Ayah—”Candra melebar melihat tangan yang terangkat di depannya. Rasanya seperti kembali ke masa kecilnya. Wajah yang sama pukulannya ada di depannya.“Kyaaa! menjauh dariku!” jeritnya mendorong pria tua itu keras hingga jatuh tersungkur.Dia mundur dengan rasa takut menjauh dari pria tua itu.Pria paruh baya itu terlihat menggenaskan saat jatuh ke trotoar jalan yang keras. Dia merintih memandang Candra dengan mata tua yang berbaring. Tubuhnya sudah tua dan pakaian luluhnya terlihat membuat orang-orang merasa kasihan. Namun Candra mati rasa untuk merasakan simpati.“Nak, aku ayahmu, teganya kamu mendorong ayahmu yang sudah tua!” serunya masih di tanah seperti pria tua yang dianiaya.Orang-orang di trotoar itu berhenti untuk menatap Candra dan pria tua itu aneh. Pandangan orang-orang itu menghakimi
Candra mengerut kening mendengar ucapan Carter. Ayahnya tidak bertanya apa yang sudah mereka lalui selama ini dan langsung menanyakan tentang uang. Candra tidak ingin membuat Carter tahu tentang Paman Hugo.“Tidak ada yang membiayai kami. Kami tinggal di panti asuhan,” balas Candra berbohong dengan datar.Ekspresi Carter terlihat kecewa dan tidak senang. “Jangan berbohong pada Ayah, Candra. Lalu baju-baju itu, siapa yang membelikanmu? Itu terlihat sangat mahal.” ujarnya menunjuk pakaian mahal yang dipakai Candra.Candra menunduk menatap bajunya sebelum berkata dengan masam. “Apa yang sebenarnya ayah inginkan?”“Siapa yang orang yang membelikanmu baju-baju itu Candra? Apa dia sungguh kaya? Kamu tumbuh di keluarga kaya?” Carter tidak mengkhiraukan ucapan Candra dan berkata dengan mendesak.Candra menggertakkan gigi, tidak menjawab pertanyaan Carter.Carter meremas tangan Candra erat. “Candra, karena kamu sudah hidup enak, kamu harus membantu ayahmu, ayah kesulitan sekarang ....”“Berap
“Kamu baik-baik saja, Nona?” sopir taksi menatapnya melalui kaca spion dengan ekspresi prihatin dan menawarkan sekotak tisu ke belakangCandra mengangguk sambil mengucapkan terima kasih. Dia mengambil tisu untuk menghapus air matanya.“Siapa orang yang mengejarmu, Nona? Mengapa kamu tidak menelepon polisi?” tanya sopir itu.Candra tidak menjawab dan supir itu tidak bertanya lagi seolah mengerti dengan kondisi Candra.Tak lama kemudian mereka berhenti di depan gedung apartemen tempat tinggal Marcus dan Candra. setelah memastikan Carter tidak mengejarnya dengan taksi lain, Candra buru-buru keluar setelah membayar ongkos taksi.Dia bergegas masuk ke gedung apartemen. Apartemen ini terbilang cukup mewah dan memiliki sistem keamanan. Bahkan jika Carter mengejarnya, dia tidak akan bisa masuk tanpa melalui penjaga keamanan.Candra masuk ke kamarnya dan berbaring di tempat tidurnya, bersembunyi di bawah selimut sambil meringkuk dengan posisi janin. Dia menangis di dalam selimut, pipinya teras
“Kamu akan tinggal di kamarku, kamu bisa tidur di kasur dan aku di sofa.”Candra tidak memperhatikan ucapannya karena sibuk memandang ke sekeliling. Kamar hotel yang ditempati Marcus adalah kamar suite yang luas dan mewah.Dia memandang Marcus dan bertanya, “Apa kamu tinggal sendiri di sini? Tidak bersama Andrew?”“Tidak, kami tinggal di kamar masing-masing. Kamar Andrew ada di sebelah.”“Lalu kamar Paman Hugo di mana?”Marcus menatapnya dengan mata menyipit. “Di ujung lorong, Tuan Hugo tidak ada di kamarnya.”Candra mengangguk-angguk mengerti. “Aku akan tinggal sendiri di kamar. Kak, kamu bisa tinggal dengan Andrew,” ujarnya tersenyum manis.Dia ingin menyelinap ke kamar Hugo tanpa diawasi oleh kakaknya.“Tidak. Aku tinggal di sini dan mengawasimu,” kata Marcus menatapnya tajam seolah bisa membaca pikiran gadis itu.Candra menatapnya sebal lalu membuka maskernya. Dia sedikit meringis merasakan sisi wajahnya perih saat melepas masker.“Apa yang terjadi dengan wajahmu?!” Suara Marcus t
Marcus keluar dari hotel karena dipanggil Andrew dan meninggalkan Candra sendirian di kamar hotel itu.Dia mengompres pipinya dengan kompres dingin dan melirik jam tangan menunjukkan pukul 10 malam. Sebentar lagi Paman Hugo akan pulang. Dia ingin memberinya kejutan untuk ulang tahunnya. Candra bersemangat seolah tidak merasakan jet lag dan memesan layanan kamar untuk mengantarkan makan malam, wine dan kue tart untuk di antar di kamar Hugo. Untunglah dia sudah mencuri kartu kunci hotel kamar Hugo dari dompet Marcus.Kamar Hugo sangat luas dan mewah dibandingkan kamar suite Marcus saat Candra masuk ke kamar itu.Dia menghempaskan tubuhnya di ranjang king size dan berguling-guling di kasur menghirup aroma tubuh kekasihnya di selimut dan bantal dengan penuh kerinduan. Terbayang sosok Hugo terbaring mengistirahatkan tubuhnya yang lelah dan terlelap.Candra sangat merindukannya dan tidak sabar ingin bertemu dengan pria itu. setelah beberapa saat, Candra bangun menuju ke lemari. Dia membuka
Candra mendongak sambil tersenyum manis.“Paman Hugo, kapan kamu datang?”Hugo terdiam dan memandang gadis itu intens. Gadis itu mengenakan salah satu kemeja putihnya yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya. Rambutnya masih setengah basah. Mata Candra sembab dan sedikit merah, namun wajahnya tetap terlihat ceria. Hugo mengerut kening melihat memar di wajah gadis itu.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Hugo membungkuk meraih lengan gadis itu agar berdiri dari bathub yang kosong, ada air di dalamnya.“Sejak kapan kamu di kamarku? Mengapa kamu tidak menghubungiku jika kamu akan datang ke Paris.” tanyanya dengan tenang tanpa melepaskan tatapannya dari wajah Candra.Candra berdiri di depannya sambil tersenyum riang. “Kejutan! Aku ingin mengejutkan dan merayakan ulang tahun Paman Hugo! Selamat ulang tahun Paman!” Dia memaksakan suaranya agar terdengar riang meski dia merasakan tenggorakannya tercekat.Candra memaksakan dirinya agar ceria, tidak ingin membuat Hugo curiga karena mendengar pe
“Aku benar-benar terjatuh, tolong lepaskan aku, aku harus kembali ke kamar sebelum Marcus mencariku ...” Candra mendorong dada Hugo menjauh.Namun kekuatan Hugo sangat besar. Tubuhnya kecil dan lemah tidak bisa mendorong tubuh besar dan tinggi Hugo.Hugo mendesah tapi tidak melepaskan pelukannya di pinggang Candra. “Malam ini tidur di kamarku.”“Aku tidak bisa—“ Bibir Candra tiba-tiba terkatup saat Hugo menciumnya, membungkam protesnya. Dia mengatup bibirnya tapi tidak membalas ciuman Hugo.Hugo memperdalam ciumannya sebelum melepaskan bibirnya karena tidak ada respon dari gadis itu. matanya menatap Candra intensnya, “Tidurlah di sini, aku sangat merindukanmu ....”Candra mencoba tersenyum. “Aku juga merindukanmu, Paman,” ujarnya pelan agar Hugo bahagia.Hugo terdiam menatap mata gadis itu, tidak ada binar keceriaan dan rindu yang selalu bersinar di mata hazelnya.Hugo melepaskan pelukannya dan mundur sedikit. “Keluarlah, aku akan mandi. Tapi tetap di kamarku, aku akan menjelaskan pad
Sungguh tak terduga. Siapa yang memulai duluan? Candra atau bosnya? Candra itu gadis kecil yang polos. Dia menyaksikannya tumbuh menjadi gadis paling cantik yang ceria. Apa mungkin bosnya yang menggoda gadis kecil itu? Bagaimana pun reputasinya ....“Tutup mulutmu Andrew dan enyah dari sini!” Ekspresi Hugo sangat gelap memelototi Andrew yang menatapnya seolah sedang melihat seorang predator seksual.Andrew langsung mengatupkan bibirnya dan buru-buru minta maaf sebelum berbalik meninggalkan kamar Hugo.Ekspresi Hugo benar-benar gelap. Dia memandang kue tart dengan lilin menyala sebelum menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan amarahnya. Namun kotak kondom di samping kue tart itu menghancurkan suasana hatinya.Dia membanting gelas wine ke TV di depannya hingga pecah.....Keesokkan paginya Candra bangun dengan perasaan lesu dan sakit kepala. Candra duduk sambil memijat-mijat kepalanya. “Jam berapa sekarang?” gumamnya lalu mencari ponselnya di atas meja.“Jam sepuluh. Kamu melewatkan